TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah dan Pemetaan
Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam
dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah
satu dokumentasi utama sebagai dasar dalam proyek-proyek pengembangan
wilayah. Makin banyak informasi yang diperoleh dari pelaksanaan survei pada
skala yang besar akan memberikan manfaat yang lebih besar (Hakim dkk,1986).
Survei merupakan pendeskripsian karakteristik tanah-tanah di suatu
daerah, mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, memplot jenis
dan ketersediaan hara tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah.
Perbedaan penggunaan tanah dan bagaimana tanggapan pengelolaan
mempengaruhi tanah itulah yang terutama perlu diperhatikan (dalam
merencanakan dan melakukan survei tanah) (Rayes, 2007).
Tujuan survei tanah adalah mengklasifikasikan, menganalisis dan
memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah yang sama dan hampir
sama sifatnya ke dalam satuan peta tanah tertentu dengan mengamati profil tanah
atas warna, struktur, tekstur, konsistensi, sifat-sifat kimia dan lain-lain
(Hardjowigeno, 2003).
Interpretasi terhadap hasil survei tanah bagi pengembang sampai saat ini
meliputi:
a. Pendugaan potensi produksi jenis-jenis tanaman utama pada setiap tipe tanah
b. Kebutuhan masukan (input) bagi setiap jenis tanaman, yakni sebesar input
yang perlu bagi setiap level produksi yang diinginkan atau setiap tipe tanah
tertentu.
c. Kemungkinan perubahan perilaku setiap tipe tanah akibat irigasi.
d. Kemungkinan pembuatan drainase buatan.
e. Pendugaan respon terhadap penggunaan pupuk dan kapur yang banyak
dikonsumsi oleh sifat-sifat tanah yang permanen berdasarkan tingkat
kesuburan yang ditunjukkan oleh uji tanah (Hakim dkk, 1986).
Dalam survei tanah dikenal 3 macam metode survei, yaitu metode grid
(menggunakan prinsip pendekatan sintetik), metode fisiografi dengan bantuan
interpretasi foto udara (menggunakan prinsip analitik), dan metode grid bebas
yang merupakan penerapan gabungan dari kedua metode survei. Biasanya dalam
metode grid bebas, pemeta „bebas‟ memilih lokasi titik pengamatan dalam
mengkonfirmasi secara sistematis menarik batas dan menentukan komposisi
satuan peta (Rayes, 2007).
Rossiter (2000) mengemukakan bahwa disiplin survei sumber daya lahan
kini memasuki era baru karena munculnya teknologi dan metode baru sebagai
berikut:
1. Satelit penginderaan jauh (yang dalam waktu dekat hamper sama detailnya
dengan foto udara) yang sangat bermanfaat untuk persiapan peta dasar dan
klasifikasi tutupan lahan
2. GPS (Global Positioning System) yang sangat bermanfaat untuk menentukan
permukaan, serta berkembangnya model elevasi digital (DEM) untuk
memprediksi karakteristik medan.
3. Geostatistik dan teknik interpolasi lainnya.
4. Sistem informasi geografis (SIG) untuk penyimpana, transformasi, analisis dan
pencetakan peta.
Pemetaan merupakan pengukuran, perhitungan dan penggambaran
permukaan bumi (termodiology geodesi) dengan menggunakan cara atau metode
tertentu sehingga didapatkan hasil berupa softcopy maupun hardcopy
(Tamtomo, 2008).
Tujuan pemetaan adalah melakukan pengelompokan tanah ke dalam
satuan-satuan peta tanah yang masing-masing mempunyai sifat-sifat yang sama.
Masing-masing satuan peta diberi warna yang sedapat mungkin sesuai dengan
warna tanah yang sebenarnya. Disamping itu dicantumkan pula simbol-simbol
atau nomor urutnya untuk memudahkan pembacaannya. Walaupun demikian
batas-batas persamaan tersebut sudah barang tentu dibatasi oleh ketelitian (skala)
dari peta-peta tersebut (Hardjowigeno, 2007).
Survei dan pemetaan tanah merupakan satu kesatuan kerja saling
melengkapi dan saling memberi manfaat bagi peningkatan penggunaannya seperti
keadaan fisik dan lingkungan lokasi survei, keadaan tanah, klasifikasi dan
interpretasi kemampuan lahan (Sutanto 2005).
Kalium (K)
Unsur hara yang diserap oleh tanaman berasal dari 3 sumber sebagai
1. Bahan organik. Sebagian besar unsur hara terkandung di dalam bahan organik.
Sebagian dapat langsung digunakan oleh tanaman, sebagian lagi disimpan
untuk jangka waktu yang lebih lama. Bahan organik harus mengalami
dekomposisi atau pelapukan terlebih dahulu sebelum tersedia bagi tanaman.
2. Mineral alami. Setiap jenis batuan mineral yang membentuk tanah
mengandung bermacam-macam unsur hara. Mineral alami ini berubah menjadi
unsur hara yang tersedia bagi tanaman setelah mengalami penghancuran oleh
cuaca.
3. Unsur hara yang terjerap atau terikat. Unsur hara ini terikat di permukaan atau
di antara lapisan koloid tanah dan sebagai sumber utama dari unsur hara yang
dapat diatur oleh manusia.
(Novizan, 2002).
Ada 6 unsur yang dibutuhkan tanaman alam jumlah banyak. Diantaranya
N, P, K, Ca, S, dan Mg. Keenam unsur tersebut lebih dikenal sebagai unsur hara
makro. Bahkan N, P, K disebut sebagai unsur hara pokok, karena mutlak
dibutuhkan tanaman untuk tumbuh (Redaksi Agromedia, 2007).
Kalium adalah unsur hara makro yang banyak dibutuhkan oleh tanaman,
dan diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Sumber utama kalium di dalam tanah
berasal dari pelapukan mineral – mineral primer seperti felspar, mika, biotit dan
lain– lain. Kalium tanah berada dalam keseimbangan bentuk-bentuk: mineral,
terfiksasi, dapat diper tukarkan, dan larut dalam cairan tanah (Wood dan deTurk,
1941):
Km Kf Kdd Kl
Kalium diperlukan untuk beberapa fungsi fisiologi dasar yaitu
pembentukan gula dan pati dan pergerakannya ke berbagai bagian tanaman,
sintesis proteis, pembelahan sel normal dan pertumbuhan dan netralisasi asam
organik. Pada tanaman yang berbeda, kalium juga menyumbang hara dengan cara
yang lebih khusus. Dengan cara meningkatkan rasa, ukuran dan warna buah dan
sayuran, menigkatkan resistensi beberapa tanaman untuk penyakit tertentu,
meningkatkan kekuatan batang dan tangkai, sehingga ada sedikit ketahanan
(Reitemeier, 1957).
Kalium memiliki efek menyeimbangkan kelebihan hasil nitrogen. Kalium
juga meningkatkan sintesis dan translokasi karbohidrat, sehingga mendorong
ketebalan dinding sel dan kekuatan tangkai. Kekurangan K dapat terlihat pada
kerusakan tangkai (Foth, 1951).
Kekurangan Kalium (K) pada pertumbuhan kelapa sawit merupakan
masalah yang tersebar dan serius. Kekurangan kalium dapat berakibat fatal bagi
kelapa sawit yang terserang penyakit. Gejala-gejala ini sangat terlihat pada ujung
dan pinggiran daun, dan kurang terlihat di dasar daun. Kekurangan K dapat
dicegah dengan aplikasi sulfur kalium sulfat, tetapi Mg juga harus diterapkan
untuk mencegah ketidakseimbangan K-Mg (Worden dkk, 2007). Kekurangan K
berasosiasi dengan munculnya penyakit seperti Ganoderma (Distan Riau, 2011).
Ketersediaan kalium di dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: tipe koloid tanah, temperatur, keadaan basah dan kering, pH tanah, dan
pelapukan. Kandungan kalium tersedia akan meningkat bila keadaan tanah yang
lembab dikeringkan, terutama pada tanah-tanah dengan kadar kalium yang rendah
Ketersediaan kalium dalam tanah dapat berkurang karena 3 hal yaitu
pengambilan K oleh tanaman pencucian kalium oleh air, dan erosi. Biasanya
tanaman menyerap K lebih banyak diserap dari unsure lain kecuali nitrogen.
Kalium dalam jaringan tanaman dapat tetap berbentuk ion K+ dan tidak
ditemukan dalam senyawa organic. Kalium bersifat mobil (mudah bergerak)
sehingga siap dipindahkan dari satu organ ke organ lain yang membutuhkan
(Novizan, 2002).
Busuk Pangkal Batang (Ganoderma sp.)
Penyakit busuk pangkal batang (basat stem rot) adalah penyakit yang
terpenting dalam perkebunan'kelapa sawit dewasa ini. Penyakit ini semakin lama
sernakin rneluas, dengan persentase tanaman sakit meningkat seiring dengan
bertarnbahnya waktu. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Ganoderma boninense.
Jamur ini akan berkembang biak dengan cepat pada batang tanarnan,
menyebabkan busuk dan akhirnya tanaman meqadi roboh dan mati
(Sernangun, 2000).
Berdasarkan klasifikasi ilmiah, Ganoderma sp. masuk ke dalam
Kingdom: Fungi, Filum: Basidiomycota, Kelas: Agaricomycetes,
Ordo: Polyporales, Famili: Ganodermataceae dan Genus: Ganoderma. Ganoderma
adalah organisme eukariotik yang digolongkan ke dalam kelompok jamur sejati.
Dinding sel terdiri atas kitin, namun sel nya tidak memiliki klorofil. Ganoderma
mendapatkan makanan secara heterotrof yaitu dengan mengambil makanan dari
bahan organik disekitar tempat tumbuhnya. Bahan organik itulah yang nantinya
akan diubah menjadi molekul-molekul sederhana dan diserap langsung oleh hifa
Di Indonesia serangan busuk pangkal batang awalnya rendah pada
tanaman kelapa sawit berumur 7 tahun, selanjutnya serangan meningkat sebesar
40% ketika tanaman kelapa sawit mencapai usia 12 tahun (Ariffin dkk, 2000).
Pada lahan generasi keempat serangan busuk pangkal batang terjadi lebih awal
dan menyerang tanaman berumur 1 hingga 2 tahun (Sinaga dkk, 2003).
Susanto (2002) menyatakan bahwa penyakit busuk pangkal batang dapat
menyerang bibit-bibit kelapa sawit sejak di persemaian. Hal ini diduga karena
patogen penyebab busuk pangkal batang semakin menyebar pada lahan yang
sering diremajakan. Pernyataan ini diperkuat oleh Subronto dkk (2003) bahwa
pada lahan generasi pertama serangan penyakit ini sangat rendah, dengan
bertambahnya generasi tanam berikutnya maka persentase serangan akan semakin
tinggi, dan gejala penyakit sudah dapat terlihat pada awal pertumbuhan tanaman.
Pada tanaman muda gejala eksternal ditandai dengan menguningnya
sebagian besar daun atau pola belang di beberapa bagian daun yang diikuti
klorotik. Daun kuncup yang belum membuka ukurannya lebih kecil daripada daun
normal dan mengalami nekrotik pada bagian ujungnya. Selain itu tanaman yang
terserang juga kelihatan lebih pucat dari tanaman lain yang ada disekitarnya
(Ariffin dkk,2000; Sinaga dkk, 2003), pertumbuhannya terhambat dan memiliki
daun pedang (spear leaves) yang tidak membuka.
Gejala pada tingkat serangan lanjut adalah selain adanya daun tombak
yang tidak terbuka yaitu adanya nekrosis pada daun tua dimulai dari bagian
bawah. Daun-daun tua yang mengalami nekrosis selanjutnya patah dan tetap
menggantung pada pohon. Pada akhirnya tanaman akan mati dan tumbang. Gejala
mengalami pembusukan sebesar 50% atau lebih. Gejala yang khas sebelum tubuh
buah terbentuk adalah terjadi pembusukan pada pangkal batang. (Ariffin dkk,
2000; Susanto, 2002).
Penularan penyakit busuk pangkal batang terutama terjadi melalui kontak
akar tanaman sehat dengan sumber inokulum yang dapat berupa akar dan batang
sakit. Akar-akar tanaman kelapa sawit muda, tertarik kepada tunggul yang
membusuk yang mengandung banyak hara dan kelembaban tinggi. Agar dapat
menginfeksi akar tanaman sehat, cendawan harus mempunyai bekal makanan
(food base) yang cukup (Semangun, 2000).
Luka pada tanaman berperan sebagai titik mula atau membantu tempat
masuknya Ganoderma ke tanaman. Luka pada tanaman ini dapat disebabkan oleh
faktor biologis misalnya gigitan tikus, tupai, babi hutan, dan serangga. Faktor
yang kedua adalah luka mekanis, misalnya akibat parang, cangkul ataupun alat
berat. Tanaman yang lemah akan mudah terserang patogen. Lemahnya tanaman
ini dapat disebabkan karena kurangnya hara bagi tanaman. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kebun yang dipupuk dengan unsur hara makro seperti
nitrogen (N), potassium (P), dan kalium (K) dapat meningkatkan kesehatan