• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lingkungan Sosial Dan Komunikasi Keluarga Terhadap Perilaku Seksual Remaja Siswa Smu Negeri 1 Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Lingkungan Sosial Dan Komunikasi Keluarga Terhadap Perilaku Seksual Remaja Siswa Smu Negeri 1 Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

12 2.1. Pengertian Lingkungan

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan pengertian lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan prilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1 ayat 1).

Menurut Supardi (2003), lingkungan atau sering juga disebut lingkungan hidup adalah jumlah semua benda hidup dan benda mati serta seluruh kondisi yang ada di dalam ruang yang kita tempati.

Menurut St.Munajat Danusaputra, lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan aktivitasnya, yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. Sedangkan Jonny Purba mendefenisikan lingkungan adalah wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai.

(2)

sebuah lingkungan. Manusia menjadi salah satu yang berperan penting untuk menjaga dan melestarikan lingkungan yang mereka miliki dengan berbagai cara, misalnya dengan membersihkan lingkungan yang kotor (kerja bakti), membuang sampah pada tempatnya, dan lain sebagainnya.

2.1.1. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah hubungan interaksi antara masyarakat dengan lingkungan. Sikap masyarakat terhadap lingkungan sosial dipengaruhi oleh nilai sosial.Jika nilai sosial tentang lingkungan lantas berubah/terjadi pergeseran, maka sikap sosial selalu terlihat dinamis, terlepas dari baik dan buruknya lingkungan sosial. Lingkungan sosial ini biasanya dibedakan :

1. Lingkungan sosial primer, yaitu lingkungan sosial dimana terdapat hubungan yang erat antara anggota satu dengan anggota lain, anggota satu saling kenal mengenal dengan baik dengan anggota lain.

2. Lingkungan sosial sekunder, yaitu lingkungan sosial yang berhubungan anggota satu dengan anggota lain tidak erat, satu dengan yang lain tidak saling mengenal dengan erat.

(3)

dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis.

Saparinah Sadli dalam Notoatmojo (2012), menggambarkan hubungan individu dengan lingkungan sosial saling mempengaruhi. Setiap individu sejak lahir berada di dalam suatu kelompok keluarga. Kelompok ini akan membuka kemungkinan untuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota- anggota kelompok lain. Setiap kelompok senantiasa berlaku aturan-aturan dan norma-norma sosial tertentu, maka perilaku setiap individu anggota kelompok berlangsung di dalam suatu jaringan normatif. Remaja merupakan salah satu individu yang merupakan bagian dari salah satu kelompok terutama kelompok keluarga. Perkembangan remaja tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi banyak faktor di dalam kehidupan remaja. Dalam pertumbuhan dan perkembangan juga dipengaruhi oleh keluarga, teman sebaya, teman sekolah, lingkungan agama, dan masyarakat di lingkungan tempat tinggal mereka.

2.1.2. Faktor-Faktor Lingkungan yang Memengaruhi Remaja

Ada beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh pada tingkat adaptasi remaja. Diantara faktor-faktor itu ada yang berkaitan dengan suasana keluarga, kondisi sosial dan ekonomi keluarga, posisi remaja dalam keluarganya, perbedaan jenis kelamin dan lingkungan sosial.

(4)

dan interaksi sosial dengan teman- temannya. Pada masa remaja, hubungan sosial memiliki peran yang sangat penting bagi remaja. Remaja mulai memperluas pergaulan sosialnya dengan teman-teman sebayanya. Remaja lebih sering berada di luar rumah bersama teman-teman sebayanya, karena itu dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebayanya pada sikap, minat penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh orang tua. Brown (1997) menggambarkan empat cara khusus, bagaimana terjadinya perubahan kelompok teman sebaya dari masa kanak- kanak ke masa remaja :

a. Remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya dibandingkan dengan anak-anak. Pada usia 12 tahun, remaja awal mulai menjauhkan diri dari orang dewasa dan mendekatkan diri dengan teman sebaya.

b. Remaja berusaha menghindari pengawasan yang ketat dari orang tua dan guru dan ingin mendapatkan kebebasan. Mereka mencari tempat untuk bertemu dimana mereka tidak terlalu diawasi. Meskipun di rumah mereka ingin mendapatkan privasi dan tempat dimana mereka dapat mengobrol dengan teman-temannya tanpa didengar oleh keluarganya.

(5)

Selama masa remaja, kelompok teman sebaya menjadi lebih memahami nilai-nilai dan perilaku dari Sub-Budaya remaja yang lebih besar. Mereka juga mengidentifikasikan diri dalam kelompok pergaulan tertentu.

2.2. Komunikasi

Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis disini adalah sama, dalam arti kata sama makna, yaitu sama makna mengenai suatu hal. Jadi, komunikasi berlangsung bila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Disini pengertian diperlukan agar komunikasi dapat berlangsung, sehingga hubungan mereka itu bersifat komunikatif. Sebaliknya, jika tidak ada pengertian, komunikasi tidak berlangsung, hubungan antara orang-orang itu dikatakan tidak komunikatif.

(6)

Dalam terminologi yang lain, komunikasi dapat dipandang sebagai proses penyampaian informasi. Dalam pengertian ini, keberhasilan komunikasi sangat tergantung dari penguasaan materi dan pengaturan cara-cara penyampainnya ; sedangkan pengirim dan penerima pesan bukan komponen yang menentukan. Tidak hanya itu, komunikasi bisa juga dipandang sebagai proses penyampaian gagasan dari seseorang kepada orang lain. Seperti yang disampaikan Geradl M. Miller bahwa komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku manusia (Devito,1993). 2.2.1. Tujuan Komunikasi

Joseph A. Devito (1993) dalam bukunya “Komunikasi Antar Manusia “ menuliskan empat tujuan utama komunikasi yang dilakukan, baik tujuan yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar. Tujuan-tujuan komunikasi antara lain : 1. Menemukan .

Maksud dari menemukan ialah penemuan diri (Personal discover). Pada saat berkomunikasi dengan orang lain, kita belajar mengenai diri kita sendiri selain juga tentang orang lain.

2. Untuk Berhubungan

(7)

3. Untuk Menyakinkan

Maksud menyakinkan disini dapat dilihat dari kita menghabiskan banyak waktu untuk melakukan persuasi antarpribadi, baik sebagai sumber maupun sebagai penerima. Dalam perjumpaan antarpribadi sehari-hari kita berusaha mengubah sikap dan perilaku orang lain.

4. Untuk Bermain

Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan menghibur diri. Demikian pula banyak dari perilaku komunikasi kita dirancang untuk menghibur orang lain. Adakalanya hiburan ini merupakan tujuan akhir, tetapi adakalanya ini merupakan cara untuk mengikat perhatian orang lain sehingga kita dapat mencapai tujuan-tujuan lain (Devito, 1993).

(8)

Effendi (2002)menggemukan tujuan komunikasi antara lain : a. Mengubah sikap ( to change the attitude)

b. Mengubah opini/pendapat/pandangan(to change the opinion) c. Mengubah perilaku (to change the behavior)

d. Mengubah masyarakat (to change the society)

Tiga dari empat tujuan komunikasi diatas, kemudian dikenal dan diidentifikasi sebagai efek dari komunikasi yakni :

a. Efek kognitif, yaitu dampak yang mempengaruhi aspek intelektual, berupa opini, pendapat, ide dan juga pandangan komunikan.

b. Efek afektif, yaitu dampak yang mempengaruhi perasaan dan kecenderungan perilaku (sikap) pada komunikan.

c. Efek behavioral, yaitu dampak yang merujuk pada perubahaan perilaku komunikan.

2.2.2. Bentuk Komunikasi

(9)

dari dua bentuk yaitu komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar. Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan dengan perantara atau media komunikasi yang ada di masyarakat seperti radio, televisi, film, pers, dan lain-lain. Komunikasi media adalah bentuk komunikasi yang menggunakan media atau alat peraga tertentu seperti surat, telepon, e-mail, pamplet, poster, spanduk dan sebagainya (Effendy, 2002).

Agar proses komunikasi tentang kesehatan efektif dan terarah dapat dilakukan melalui bentuk komunikasi interpersonal yang merupakan salah satu bentuk komunikasi yang paling efektif, karena antara komunikan dan komunikator dapat langsung tatap muka, sehingga timbul stimulus yakni pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikan, langsung dapat direspon atau ditanggapi pada saat itu juga (Notoatmodjo, 2003).

2.2.3. Komunikasi Interpersonal

a. Pengertian Komunikasi Interpersonal

(10)

mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. Komunikasi antarpribadi memang merupakan komunikasi yang bersifat dialogis dengan melibatkan dua orang atau dikenal sebagai komunikasi diadik, seperti komunikasi yang dilakukan orangtua-anak, dengan maksud dan tujuan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sifat komunikasi antarpribadi yang dialogis ini kemudian menjelaskan mengapa umpan balik dalam komunikasi antarpribadi yang disebutkan oleh Devito merupakan umpan balik seketika.

Menurut Effendi dalam Sunarto (2003), pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunika seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

b. Model Komunikasi Interpersonal

(11)

Gambar 2.1. Bagan Model Komunikasi Interpersonal Secara Umum Dari gambar di atas Devito (2007), menjelaskan komponen-komponen komunikasi antarpribadi sebagai berikut :

1. Pengirim-Penerima

Komunikasi antarpribadi paling tidak melibatkan dua orang, setiap orang terlibat dalam komunikasi antarpribadi memfokuskan dan mengirimkan serta mengirimkan pesan dan juga sekaligus menerima dan memahami pesan. Istilah pengirim-penerima ini digunakan untuk menekankan bahwa, fungsi pengirim dan penerima ini dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi, contoh komunikasi antara orang tua dan anak.

2. Encoding-Decoding

(12)

kata simbol dan sebagainya. Sebaliknya tindakan untuk menginterpretasikan dan memahami pesan-pesan yang diterima, disebut juga sebagai Decoding. Dalam komunikasi antarpribadi, karena pengirim juga bertindak sekaligus sebagai penerima, maka fungsi encoding-decoding dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi.

3. Pesan-Pesan

Dalam komunikasi antarpribadi, pesan-pesan ini bisa terbentuk verbal (seperti kata-kata) atau nonverbal (gerak tubuh, simbol) atau gabungan antara bentuk verbal dan nonverbal.

4. Saluran

Saluran ini berfungsi sebagai media dimana dapat menghubungkan antara pengirim dan penerima pesan atau informasi. Saluran komunikasi personal baik yang bersifat langsung perorangan maupun kelompok lebih persuasif dibandingkan dengan saluran media massa.

Hal ini disebabkan pertama, penyampaian pesan melalui saluran komunikasi personal dapat dilakukan secara langsung keadaan khalayak. Contoh dalam komunikasi antarpribadi kita berbicara dan mendengarkan (saluran indera pendengar dengan suara). Isyarat visual atau sesuatu yang tampak (seperti gerak tubuh, ekpresi wajah, dan lain sebagainya).

5. Gangguan atau Noise

(13)

a. Gangguan Fisik

Gangguan ini biasanya berasal dari luar dan mengganggu transmisi fisik pesan, seperti kegaduhan, interupsi, jarak dan sebagainya.

b. Gangguan Psikolgis

Ganggan ini timbul karena adanya perbedaan gagasan dan penilaian subyektif diantara orang yang terlibat diantara orang yang terlibat dalam komunikasi seperti emosi, perbedaan nilai-nilai, sikap dan sebagainya.

c. Gangguan Semantik

Gangguan ini terjadi kata-kata atau simbol yang digunakan dalam komunikasi, seringkali memiliki arti ganda, sehingga menyebabkan penerima gagal dalam menangkap dari maksud-maksud pesan yang disampaikan, contoh perbedaan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi.

6. Umpan Balik

(14)

7. Bidang Pengalaman

Bidang pengalaman merupakan faktor yang paling penting dalam komunikasi antarpribadi. Komunikasi akan terjadi apabila para pelaku yang terlibat dalam komunikasi mempunyai bidang pengalaman yang sama.

8. Efek

Dibanding dengan bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh untuk mengubah sikap, perilaku kepercayaan dan opini komunikasi. Hal ini disebabkan komunikasi dilakukan dengan tatap muka (Devito, 2007).

c. Jenis-jenis Komunikasi Interpersonal

Kemenkes (2010), menyebutkan jenis-jenis komunikasi yaitu : a Komunikasi Verbal :

Yaitu suatu komunikasi dengan menggunakan kata-kata yang meliputi : 1. Diskusi, yaitu saling tukar pikiran atau pendapat

2. Dialog, yaitu komunikasi dari hati ke hati saling mengungkapkan perasaan masing-masing.

(15)

Dalam hubungan antara orang tua dan anak akan terjadi interaksi. Dalam interaksi itu orang tua berusaha mempengaruhi anak untuk terlibat secara pikiran dan emosi untuk memperhatikan apa yang akan disampaikan. Anak mungkin berusaha menjadi pendengar yang baik dalam menafsirkan pesan-pesan yang akan disampaikan oleh orang tua.

b Komunikasi non Verbal

Yaitu suatu komunikasi tanpa menggunakan kata-kata, seperti menggunakan bahasa tubuh seperti :

1. Pandangan mata

2. Senyuman dan ekspresi wajah yang senang 3. Volume suara yang cukup terdengar dan tenang 4. Sentuhan/ pelukan Kasih Sayang

5. Bahasa tubuh dan belaian

Komunikasi nonverbal sering dipakai oleh orangtua dalam menyampaikan suatu pesan kepada anak. Sering tanpa berkata sepatah kata pun, orangtua menggerakkan hati anak untuk melakukan sesuatu. Kebiasaan orangtua dalam mengerjakan sesuatu dan karena anak sering melihatnya, anak pun ikut mengerjakan apa yang pernah dilihat anak dan didengarnya dari orang tuanya.

(16)

atau maksud. Pelukan atau usapan tangan di kepala anak oleh orang tua sebagai pertanda bahwa orangtua memberikan kasih sayang kepada anaknya. Tepukan tangan orang tua boleh jadi ekspresi kegembiraan orang tua atas perilaku baik anaknya. Sebaliknya perasaan sedih, kecewa, atau marah, sering membuat seseorang tidak mampu mengungkapkan kata-kata dengan benar dan baik. Kegoncangan emosi yang luar biasa membuat seseorang lebih banyak diam daripada berbicara. Sikap dan perilakulah yang lebih banyak bicara. Oleh karena itu, perasaan atau emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal ketimbang pesan verbal.

d. Faktor-Faktor Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Menurut Devito (1997), faktor-faktor efektifitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :

1. Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya, memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.

(17)

menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak-acuhan, bahkan ketidak-sependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.

Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal).

2. Empati (Empathy)

Empati adalah sebagai ”kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, dipihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih.

Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang.

(18)

(1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.

3. Sikap Mendukung (Supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.

4. Sikap Positif (Positiveness)

(19)

5. Kesetaraan (Equality)

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.Kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan “penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.

2.3. Keluarga

(20)

Friedman (1998) menyatakan bahwa tipe-tipe keluarga dibagi atas keluarga inti, keluarga orientasi, keluarga besar. Keluarga inti adalah keluarga yang sudah menikah, sebagai orangtua, atau pemberi nafkah. Keluarga inti terdiri dari suani istri dan anak mereka baik anak kandung ataupun anak adopsi. Keluarga orientasi (keluarga asal ) yaitu unit keluarga yang didalamnya seseorang dilahirkan. Keluarga besar yaitu keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah seperti kakek dan nenek, paman dan bibi (Suprajitno, 2004). Keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan dan saling menyerahkan diri yang dijalin oleh kasih sayang (Djamarah, 2004).

Keluarga merupakan suatu unit terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap masyarakat di dunia atau sistem sosial yang terbentuk dalam sistem sosial yang lebih besar. Ada dua macam keluarga, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga besar (extended family). Keluarga inti adalah suatu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum dewasa atau belum kawin, sedangkan keluarga besar adalah suatu satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan lingkungan kaum keluarga yang lebih luas dari pada ayah, ibu dan anak- anak.

2.3.1. Komunikasi Keluarga

(21)

bersama merupakan syarat untuk menciptakan komunikasi orangtua dan anak. Komunikasi disini haruslah komunikasi yang efektif, artinya pesan yang disampaikan oleh si pengirim dapat ditangkap sama oleh si penerima.

Komunikasi keluarga adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran akan hilang. Akibatnya kerawanan hubungan antara anggota keluarga sukar dihindari, oleh karena itu komunikasi antara suami dan istri, komunikasi antara orang tua dengan anak perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun hubungan yang baik dalam keluarga (Djamarah, 2004). Hurlock (1997), menjelaskan komunikasi keluarga adalah pembentukan pola kehidupan keluarga dimana didalamnya terdapat unsur pendidikan, pembentukan sikap dan perilaku anak yang berpengaruh terhadap perkembangan anak.

(22)

besar alam pengasuhan anak, orang tua mempunyai ambisi lebih besar bagi anak dan bersedia mengorbankan kepentingan pribadi mereka demi pendidikan anak dalam mempersiapkan mereka dimasa depan dan adakalanya lebih banyak interaksi dengan orang luar daripada anggota keluarga (Hurlock, 1997).

Selanjutnya Hurlock (1997 ) menyatakan bahwa hubungan dengan anggota keluarga, menjadi landasan sikap terhadap orang dan kehidupan secara umum. Dengan demikian maka seseorang akan belajar menyesuaikan diri pada kehidupan atas dasar peraturan dalam keluarga. Peranan keluarga sangat penting terhadap perkembangan sosial anak, tidak hanya terbatas pada situasi sosial ekonominya atau keutuhan struktur dan interaksinya saja. Hal ini mudah diterima apabila kelompok sosial dengan tujuan-tujuan, norma-norma, dinamika kelompok termasuk kepemimpinannya yang sangat mempengaruhi kehidupan individu yang menjadi keloompok tersebut diantara anak. Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat (Yusuf, 2007).

(23)

akan terjadi hubungan yang tegang. Komunikasi dalam keluarga terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu dan anak (Gunarsa,2002).

Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif, karena komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan. Demikian juga dalam lingkungan keluarga diharapkan terbina komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja, sehingga akan terjadi hubungan yang penuh kasih sayang dan dengan adanya hubungan harmonis antara orang tua dan remaja, diharapkan adanya keterbukaan antara orang tua dan remaja dalam membicarakan masalah dan kesulitan yang dialami oleh remaja (Mulandar, 2003). Maka disinilah diperlukan komunikasi dalam keluarga yang sering dsiebut komunikasi keluarga. Kegiatan komunikasi dalam keluarga biasanya berlangsung secara tatap muka dan memungkinkan adanya dialog antar anggota-anggota dalam keluarga pada umumnya bersikap akrab dan terbuka. Namun untuk mengadakan komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak usia remaja tidak mudah karena ada faktor-faktor yang menjadi penghambat, yaitu :

1. Orang tua biasanya merasa kedudukannya lebih tinggi daripada kedudukan anaknya yang menginjak usia remaja.

2. Orang tua dan remaja tidak mempergunakan bahasa yang sama sehingga meninggalkan salah tafsir atau salah paham.

(24)

4. Hubungan antara orang tua dan remaja hanya terjadi secara singkat dan formal, karena selalu sibuknya orang tua.

5. Remaja tidak diberi kesempatan mengembangkan kreativitasnya serta memberikan pandangan-pandangan secara bebas (Soekanto, 2003).

Sarwono (1997) menyebutkan orangtua adalah ayah dan ibu kandung yang keduanya secara bersama-sama menjalankan organisasi rumah tangga. Orang tua adalah sumber kebutuhan jasmani dan rohani bagi anak. Anak menerima segala macam kebaikan dari orangtua dan berkat orangtua pula anak memperoleh kedudukan dalam masyarakat. Oleh karena itu orangtua harus menumbuhkan harapan untuk berprestasi kepada anaknya sejak dini.

(25)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi antara orangtua dan anak adalah suatu proses penyampaian pesan, pendapat atau ide oleh seseorang kepada orang lain yang bersifat dua arah dimana dalam hal ini antar ayah atau ibu dengan anaknya, masing-masing mempunyai hak untuk mengungkapkan pendapat atau idenya dan stimulus yang disampaikan oleh pengirim sesuai dengan stimulus yang diterima oleh penerima.

2.3.2. Kualitas Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga

Komunikasi interpersonal dalam keluarga harus berlangsung secara timbal balik dan silih berganti, bisa dari orang tua ke anak atau dari anak ke orang tua. Awal terjadinya komunikasi karena ada sesuatu pesan yang ingin disampaikan, sehingga kedua belah pihak tercipta komunikasi yang efektif (Djamarah, 2004).

(26)

Dalam proses komunikasi ini, ketika pesan disampaikan umpan balikpun terjadi saat itu juga (immediate feedback) sehingga komunikator tahu bagaimana reaksi komunikan terhadap pesan yang disampaikannya. Umpan balik itu sendiri memainkan peran dalam proses komunikasi, sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator, selain itu umpan balik dapat memberikan komunikator bahan informasi bahwa sumbangan-sumbangan pesan mereka yang disampaikan menarik atau tidak bagi komunikan. Umpan balik dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Umpan balik dikatakan bersifat positif ketika respon dari komunikan menyenangkan komunikator, sehingga komunikasi berjalan dengan lancar, sedangkan sebaliknya umpan balik dikatakan negatif ketika respon komunikan tidak menyenangkan komunikator sehingga komunikator enggan untuk melanjutan komunikasi tersebut (Effendy,2003).

Keluarga yang sehat dapat dibentuk melalui komunikasi. Melalui komunikasi orang tua memberikan dan mengerjakan tentang nilai, norma, pengetahuan, sikap dan harapan terhadap anak-anak. Dengan komunikasi yang efektif, maka beberapa hal tersebut dapat diterima dan dipahami oleh remaja. Komunikasi yang efektif akan menimbulkan hubungan dan pengertian yang makin baik antara kedua belah pihak (Irwanto, 2001).

(27)

pendapat atas usul bila ada masalah dalam keluarga. Jika komunikasi bersifat dialog, orang tua mendapat kesempatan mengenal anaknya atau dapat berkomunikasi secara langsung sehingga dapat memberikan pengaruh langsung kepada anak. Orang tua dapat belajar dari anaknya waktu mendengarkan dan berkomunikasi dengan anak-anak (Kartono, 1994).

(28)

2.3.3. Aspek-Aspek Komunikasi Interpersonal Keluarga

Supratiknya (1995) mengemukakan aspek-aspek komunikasi secara umum antara lain :

a. Pembukaan diri

Saling terbuka dan jujur dalam berhubungan atau berintraksi dengan orang lain. b. Mampu mendengarkan lawan bicara, memahami pesan atau ide dengan baik c. Mampu mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan baik

Mampu mengungkapkan ide-ide, gagasan atau perasaannya dan menyampaikan pesan tersebut dengan tepat.

d. Penerimaan terhadap orang lain

Menghargai pendapat orang lain atau mampu menerima gagasan dari sudut pandang orang lain.

Lunandi (1995) menyatakan aspek-aspek komunikasi yaitu : a. Mendengarkan

Mendengarkan suatu komunikasi harus dilakukan dengan pikiran dan hati serta segenap indra yang diharapkan kepada si pembicara.

b. Pernyataan

(29)

c. Keterbukaan

Terbuka untuk menyatakan isi hati dan terbuka untuk mendengarkan. Terbuka untuk mengungkapkan diri dengan jujur, terbuka untuk menerima orang lain akan membuka komunikasi lebih berarti.

d. Kepekaan

Untuk melakukan komunikasi yang mengena, pihak-pihak yang berkomunikasi perlu memiliki kepekaan. Jadi tidak asal mengungkapkan apa yang ada dalam hati dan pikiran, sedangkan kepekaan diartikan sebagai kemahiran membaca bahasa badan dan komunikasi yang tidak diungkapkan dengan kata-kata.

e. Umpan Balik

Sebuah komunikasi disebut umpan balik kalau pesan yang dikirim terpantul yaitu mendapat tanggapan yang dikirimkan kembali. Memberikan umpan balik memungkinkan kita mengetahui isi pesan lebih sempurna dan lebih baik.

Tambunan(dalam, Sobur 1991) mengungkapkan aspek komunikasi orangtua -anak antara lain adalah :

a. Mendengarkan

Aspek ini dapat dilihat dari kemampuan untuk saling mendengarkan dengan cermat setiap ide dan gagasan dari lawan bicaranya. Jika orang tua mendengarkan ide dan gagasan dari anaknya, maka rasa percaya diri anak akan semakain tumbuh. b. Kedekatan dangan orangtua

(30)

yang positif untuk mendorong anak mau terbuka dengan orang tua dan anak akan belajar untuk menghargai orang tua.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek –aspek komunikasi orang tua-anak adalah saling mendengarkan, saling terbuka, mampu mengungkapkan ide-ide, gagasan atau perasannya dan mampu mengadakan umpan balik dengan lawan bicara.

2.4. Perilaku

Perilaku merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang berfungsi sebagai media atau sarana untuk menyediakan kondisi sosio-psikologis sedemikian rupa sehingga individu atau masyarakat berperilaku sesuai dengan norma-norma hidup sehat (Soekidjo, 2007). Pada proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri.

(31)

bentuk pasif yang terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat dilihat oleh orang lain seperti berpikir, pengetahuan, sikap, dan (2) bentuk aktif, apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Bentuk pertama disebut juga dengan covert behaviour, sedangkan yang kedua disebut overt behaviour.

Skiner (1938) dalam buku Soekidjo (2007) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Teori Skiner ini disebut teori S_O_R atau Stimulus Organisme Respons yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2. Skema Teori Perilaku S_O_R

Teori yang mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Soekidjo, 2007), antara lain :

Stimulus

Organisme • Perhatian • Pengertian • Penerimaan

Reaksi

(Perubahan Sikap)

Reaksi

(32)

1. Teori Lawrrence Green

Menurut Green perilaku ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yakni faktor pencetus timbulnya perilaku seperti pikiran dan motivasi untuk berperilaku yang meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yakni faktor yang mendukung timbulnya perilaku sehingga motivasi atau pikiran menjadi kenyataan, termasuk di dalamnya adalah lingkungan fisik dan sumber-sumber yang ada di masyarakat.

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yakni faktor yang merupakan sumber pembentukan perilaku yang berasal dari orang yang merupakan kelompok referensi dari perilaku, seperti keluarga, teman, guru atau petugas kesehatan.

2. Teori Snehandu B. Kar

Kar menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari :

a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behaviour intention)

b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (sosial-support)

(33)

d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy)

e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation)

3. Teori WHO

Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok. Pemikiran dan perasaan, yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan- kepercayaan, dan nilai-nilai seseorang terhadap objek yang dalam hal ini objek kesehatan.

Menurut WHO, perubahan perilaku itu dikelompokan menjadi 3, yaitu : a. Perubahan alamiah (Natural Change)

Perubahan alamiah dimana apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan Terencana (Planned Change)

Perubahan ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. c. Kesediaan untuk berubah (Readdiness to Change)

(34)

2.5. Remaja

2.5.1. Batasan Usia Remaja

Yusuf (2004) menyatakan batasan usia pada masa remaja terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu :

a. Remaja Awal, memiliki kisaran umur 12-15 tahun. b. Remaja Madya, memiliki kisaran umur 15-18 tahun. c. Remaja Akhir, memiliki kisaran umur 19-22 tahun.

Masa remaja awal (early adolescence) diartikan sebagai tahap remaja merasa terheran-heran akan perubahan yang terjadi serta dorongan-dorongan yang menyertai perubahan yang terjadi. Perubahan yang terjadi pada masa remaja awal adalah perubahan fisik, psikis dan kematangan organ seksual. Dilihat dari kisaran usia remaja awal yaitu antara 12-15 tahun, maka masa remaja awal dialami oleh remaja yang duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) pada tahap akhir atau kelas enam, dan pada awal-awal duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).

(35)

karena masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak – kanak menuju masa dewasa.

Hurlock (2004), mengemukakan masa peralihan merupakan periode dimana individu mengalami ketidakjelasan dan memiliki keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa remaja, individu memiliki peranan yang tidak jelas karena remaja bukanlah anak-anak tetapi belum dewasa. Ketidakjelasan status menyebabkan masa remaja sebagai masa dimana individu mencari eksistensi diri.

Kemenkes (2010), mengatakan bahwa secara umum pengetahuan tentang seksualitas adalah suatu informasi mengenai persoalan manusia yang meliputi :

a Perkembangan organ-organ Seks

1. Organ seksual primer : organ seks laki-laki disebut dengan penis yang memiliki kemampuan mereproduksi sel sperma dan organ seks perempuan disebut vagina yang menghasilkan sel ovum untuk meneruskan keturunan. 2. Organ seksual sekunder : Organ Seks pendukung yang melengkapi

pertumbuhan payudara, ukuran pinggul dan paha bertambah besar, tumbuh rambut halus di sekitar vagina dan ketiak, sedangkan pada laki-laki bahu melebar, suara menjadi lebih berat/besar, tumbuh rambut di sekitar penis dan ketiak juga di sekitar wajah yang biasa disebut dengan kumis, cambang atau jenggot.

b. Proses Pembuahan

(36)

c. Kehamilan

1. Masa prenatal yaitu masa sebelum bayi lahir atau keluar dari kandungan. 2. Kelahiran yaitu proses keluarnya bayi

d. Aspek-aspek kesehatan

Yaitu pengetahuan tentang penyakit menular seksual akibat kontak seksual atau melakukan aktivitas seksual, seperti AIDS, Syphilis, Vaginismus, dan lain–lain. e. Aspek–aspek kejiwaan

1. Abnormal seksualitas seperti homoseksual atau gay dan lesbian yaitu hubungan seksual yang terjadi pada dua orang yang sama jenis kelaminnya (laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan).

2. Biseksual yaitu hubungan seksual yang dapat dilakukan dengan sesama jenis dan lawan jenis

3. Masturbasi dan onani yaitu perilaku seksual yang dilakukan tanpa bantuan orang lain untuk memuaskan hasrat seksual diri sendiri.

4. Emosi yang berlebihan, perasaan menjadi lebih sensitif, timbulnya jerawat pada saat menjelang haid pada remaja perempuan

5. Kekuatan akan besar/kecilnya organ seks (penis, payudara), dan lain -lain. 2.5.2 Fase Perkembangan Perilaku Seksual Remaja

(37)

Pangkahila, 2004 perkembangan seksual tersebut sesuai dengan beberapa fase mulai dari pra remaja, remaja awal, remaja menengah sampai remaja akhir.

1. Pra Remaja

Masa pra remaja adalah suatu tahap untuk memasuki tahap remaja yang sesungguhnya. Pada masa pra remaja ada beberapa indikator yang telah dapat ditentukan untuk menentukan identitas jender laki-laki atau perempuan. Beberapa indikator tersebut ialah indikator biologis yang berdasarkan jenis kromosom, bentuk gonad dan kadar hormon. Ciri-ciri perkembangan seksual pada masa ini antara lain adalah perkembangan fisik yang masih tidak banyak berbeda dengan sebelumnya. Pada masa pra remaja mereka sudah mulai senang mencari tahu informasi tentang seks dan mitos seks baik dari teman sekolah, keluarga atau dari sumber lainnya. Penampilan fisik dan mental secara seksual tidak banyak memberikan kesan yang berarti.

2. Remaja Awal

(38)

untuk tidak melakukan onani sebab pada masa ini mereka seringkali mengalami fantasi. Selain itu tidak jarang dari mereka yang memilih melakukan aktifitas non fisik untuk melakukan fantasi atau menyalurkan perasaan cinta dengan teman lawan jenisnya yaitu bentuk hubungan telepon, surat-menyurat atau mempergunakan sarana komputer.

3. Remaja Menengah

Pada masa remaja menengah, para remaja sudah mengalami pematangan fisik secara penuh yaitu anak laki-laki sudah mengalami mimpi basah sedangkan anak perempuan sudah mengalami menstruasi. Pada masa ini gairah seksual remaja sudah mencapai puncak sehingga mereka mempunyai kecenderungan mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan fisik. Namun demikian perilaku seksual mereka masih secara alamiah. Mereka tidak jarang melakukan pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-kadang mereka mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual. Sebagain besar dari mereka mempunyai sikap yang tidak mau bertanggung jawab terhadap perilaku seksual yang mereka lakukan.

4. Remaja Akhir

(39)

berakibat serius pada tahap kehidupan selanjutnya, karena konsekuensi yang terbatas dari masa pubertas ini adalah efeknya pada kehidupan yang akan datang terhadap minat, sikap, tingkah laku dan kepribadian. Bagi remaja dorongan seksual dan minat terhadap lawan jenis menjadi bagian penting dalam perkembangannya.

2.6. Perilaku Seksual Bebas pada Remaja

Siklus hidup manusia dimulai dari bayi, anak, remaja, dewasa, sehingga orang tua dan melalui tahapan-tahapan yang spesifik. Pertumbuhan fisik dapat dilihat secara sederhana dengan cara mengukur tinggi dan berat badan. Diperlukan gizi yang sesuai dengan kebutuhan, sehingga tercapai kesehatan fisik serta pertumbuhan yang optimal. Masa remaja dibedakan dalam, masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja tengah 15-18 tahun, masa remaja akhir 18-21 Tahun (Monks, 2006).

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak–anak menuju dewasa. Pada masa ini banyak terjadi perubahan baik dari hal fisik, psikis dan sosial. Perubahan–perubahan tersebut dapat mengganggu batin remaja. Masa remaja juga merupakan masa yang begitu penting dalam manusia, karena pada masa tersebut terjadi proses awal kematangan organ reproduksi manusia yang disebut sebagai masa pubertas (Kemenkes RI, 2011).

(40)

Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2010), perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar ). Perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus ...>Organisme...>Respons, sehingga teori ini disebut “S-O-R”(Stimulus–Organisme-Respons).

Sarwono (2004) berpendapat, Perilaku manusia merupakan hasil dari berbagai macam pengalaman serta intraksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan, berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan).

Menurut Gunarso (2000), perilaku atau tingkah laku adalah respon khas yang menggambarkan cara-cara khas manusia dalam menanggapi stimulus lingkungan. Jadi perilaku dapat disimpulkan sebagai segala macam pengalaman serta interaksi manusia yang merupakan respon terhadap stimulus lingkungan yang dapat diamati dan diobservasi.

(41)

pada remaja perempuan yang terjadi pada usia 12 tahun dan noctural emmission (wet dream) atau mimpi basah yakni pengeluaran sperma cairan yang antara lain berisikan sel kelamin laki–laki, pada remaja laki–laki yang terjadi pada usia 13-14 tahun.

Ciri seksual sekunder seorang remaja laki-laki antara lain tumbuhnya kumis, jenggot, suara yang besar, dada yang lebar, dan kulit yang kasar. Ciri wanita sekunder ini ada sejak manusia masuk pada usia akil–balik. Ketika masa kecil, suara pria sama tinggi dengan suara wanita tetapi begitu masuk masa akil-balik suara pria turun satu oktaf dibandingkan dengan suara wanita. Demikian juga dada pria menjadi lebih lebar dan pinggulnya kecil. Sedangkan ciri seksual sekunder pada seorang remaja perempuan antara lain : tumbuhnya payudara yang membesar, kulit halus di sekitar daerah sensitif, suara kecil, dan pinggul besar (Kemenkes, 2011).

Menurut Koentjoro (1998) semakin memuncaknya dorongan seksual yang dialami remaja membutuhkan adanya penyaluran. Pola penyaluran dorongan seksual dapat dibedakan menjadi dua yaitu perilaku seksual pasif tertentu dengan cara menyublimasikan ke dalam perilaku seksual aktif. Dalam kaitannya dengan perilaku seks pasif dalam bentuk sublimasi dan aktualisasi dorongan seksual paling tidak ada tiga hal yang diasumsikan dapat mempengaruhi yaitu idealisme pribadi, kadar kepercayaan beragama dan kontrol sosial baik yang berupa norma budaya maupun masyarakat dimana remaja tersebut berada.

(42)

Karena perilaku seksual melibatkan orang lain maka perilaku seksual juga merupakan perilaku sosial. Seperti perilaku sosial lain, maka perilaku seksual juga harus diatur sesuai norma yang berlaku di masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual pada remaja adalah segala sesuatu yang dialami oleh seseorang dalam bentuk kegiatan yang dapat menyalurkan dorongan seksual seseorang dalam hubungan antar jenis yang terlihat dalam beberapa tahap yaitu berpegangan tangan, berciuman, eksplorasi daerah genital pasangan, bersenggama hingga tahap intercourse yaitu masuknya penis ke dalam vagina yang dilakukan oleh anak yang berusia antara 13-19 tahun

2.6.1. Dimensi Perilaku Seksual pada Remaja

Soekadji (1983) menggambarkan setiap perilaku menurut tiga demensi yaitu : a. Frekuensi

Yaitu sering tidaknya perilaku seks bebas dilakukan oleh para remaja. Cara yang paling sederhana untuk mencatat perilaku yaitu dengan menghitung jumlah munculnya perilaku seks bebas yang terjadi.

b. Lamanya Berlangsung

(43)

c. Intensitas

Intensitas yaitu bagaimana seseorang merasakan kepuasan atau kenikmatan dalam melakukan hubungan seks dengan pasangannya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa setiap perilaku dapat diukur dengan sering tidaknya perilaku seks dilakukan oleh remaja, lamanya berlangsung untuk melakukan kegiatan seks remaja melakukan kegiatan seks.

2.6.2. Tahapan-Tahapan Perilaku Seks Bebas pada Remaja

Menurut pendapat Hurlock (1997) perilaku seksual dengan lawan jenis dimulai dari tahap berciuman, bercumbu ringan, bercumbu berat dan bersenggama. Sedangkan menurut Thornburg (1982) perilaku seksual tercermin dalam tahapan sebagai berikut :

a. Berpegangan tangan b. Berpelukan

c. Berciuman d. Bercumbu e. Bersenggama

f. Bersenggama dengan berganti-ganti pasangan

Menurut Mu’tadin (2002) perilaku seksual pada umunya yaitu : a Ciuman (Kissing)

(44)

b Bersentuhan (Toucing)

Bersentuhan merupakan perilaku dalam bentuk rabaan pada bagian –bagian yang sensitif yang bisa menimbulkan rangsangan seksual, misalnya rabaan di payudara dan alat kelamin

c Bercumbu dengan saling menggesekkkan alat kelamin (petting)

Perilaku seksual dengan cara menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif, seperti payudara, organ kelamin, dan lain-lain.

d Berhubungan Kelamin (coitus)

Yaitu perilaku seksual dengan memasukkan penis ke dalam vagina untuk mendapatkan kepuasaan seksual.

Dari pendapat beberapa tokoh diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tahap– tahap perilaku seksual dimulai dari memandang lawan bicara, mengadakan kontak mata, berbincang–bincang dan membandingkan gagasan, berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, bersentuhan, bercumbu dengan saling menggesekkan alat kelamin dan terakhir berhubungan seksual.

2.6.3.Faktor-Faktor Memengaruhi Perilaku Seksual pada Remaja

Masland (1997), mengemukakan bahwa faktor–faktor yang memengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah sebagai berikut :

a. Informasi seks lewat teknologi canggih serta media massa

(45)

diketahui oleh remaja tentang seksualitas, hal ini dapat membuat remaja ingin mencoba melakukan adegan yang dilihat dan didengar.

b. Kurangnya informasi mengenai seksualitas dari orangtua

Seksualitas masih dipandang sebagai suatu hal yang tahu untuk dibicarakan antara orang tua dan anak, sebagian besar orang tua khawatir pembicaraan mengenal seksualitas dapat membuat remaja menjadi bereksplorasi untuk menyalurkan dorongan seksualnya dalam perilaku seksual dengan pasanganya. c. Kaburnya nilai moral

Usia remaja adalah masa dimana remaja mulai mendapatkan nilai-nilai moral yang didapat dari pengalaman bersama dengan lingkungan terdekat dan keluarga. Nilai ini sebagian menetap dan sebagian lain akan mengalami perubahan akibat pengaruh lingkungan dan nilai moral berlaku dalam lingkungan tersebut.

d Pengaruh hormonal

Berkembangnya fungsi organ seksual berpengaruh pada kematangan hormon seks yang akan berpengaruh pada perilaku seksualnya, sehingga dorongan– dorongan seksual pada remaja disalurkan dalam perilaku yang nyata.

Hurlock (1990) mengemukakan beberapa faktor yang memengaruhi remaja terhadap perilaku seks bebas antara lain :

a. Meningkatnya Libido Seksualitas

(46)

terjadi perilaku seks bebas yang mengakibatkan kehamilan pada remaja perempuan.

b. Penundaan Usia kawin

Penyaluran ini tidak bisa segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan secara hukum oleh adanya UU tentang perkawinan yang menetapkan batas usia menikah yaitu sedikitnya usia 16 tahun untuk wanita 19 tahun untuk pria.

c. Tabu-Larangan

Sementara usia perkawinan ditunda, norma – norma agama tetap berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan seks bebas atau seks pranikah, bahkan larangan berkembang lebih jauh kepada tingkah laku lain seperti berciuman dan masturbasi. Bagi remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan untuk melanggar larangan tersebut.

d. Kurangnya informasi tentang seks

Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebab informasi dan rangsangan seks melalui media massa menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang berada dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba segala sesuatu akan meniru apa yang dilihatnya dan didengarnya, khususnya karena remaja belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap.

e. Komunikasi antara orangtua dan anak

(47)

mengenai masalah seksual dengan anak cenderung akan membuat jarak dengan anak. Anak juga akan merasa malu bila akan bertanya tentang masalah seks kepada orang tuanya dan mereka akan mencari tahu dari orang lain.

f. Pergaulan yang semakin bebas

Karena adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita makin sejajar dengan pria.

g. Wilayah tempat tinggal

Perubahan di kota yang cepat dari desa, informasi di kota lebih cepat diterima daripada di desa. Cepatnya arus informasi yang diterima juga dapat mempengaruhi banyaknya informasi yang salah juga masuk ke kota.

h. Jenis Kelamin

Laki-laki lebih terbuka, lebih serba boleh, lebih ekstrim dalam pendapatnya tentang seksualitas, sedangkan wanita lebih malu-malu, dan tidak tahu menahu.

Selanjutnya R. Sembiring (2008) mengemukakan bahwa faktor –faktor penyebab terjadinya perilaku seksual dikalangan remaja adalah :

1. Interaksi dan komunikasi yang kurang baik, baik kuantitas dan kualitas dengan orangtua maupun otoritas lain, untuk itu orangtua terlalu sibuk dan remaja enggan serta sukar dan rikuh untuk berkomunikasi dengan orangtuanya.

(48)

3. Lingkungan hidup remaja masa kini yang cenderung merangsang remaja seperti : − Sarana kebebasan mengungkapkan seksualitas yang tersedia luas berupa pub,

diskotik, motel, dan panti pijat

− Fasilitas komunikasi/transportasi yang serba mutahir misalnya telepon,

handphone, gadget, taksi dan lain-lain yang awalnya digunakan untuk kemudahan, namun kenyataannya justru menjerumuskan remaja pada perilaku seksual bebas.

− Merebaknya bahan bacaan dan tontonan pornografis yang begitu mudah

diakses atau diperoleh.

4. Pendidikan seks yang tidak atau kurang baik diberikan di rumah maupun di sekolah sehingga informasi lebih banyak diperoleh melalui teman sebaya atau sumber yang tidak atau kurang tahu tentang seks.

(49)

2.7. Landasan Teori

Landasan teori dalam penelitian ini mengacu pada Teori Lawrence Green dimana perilaku seksual remaja dapat dipengaruhi oleh Faktor predisposing, faktor enabling dan teori komunikasi interpersonal Devito, yaitu komunikasi keluarga. Untuk lebih jelasnya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan dapat dilihat pada gambar berikut ini :

(Green, L. dalam Notoatmodjo, 2003)

Gambar 2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan Sumber : Green, L. dalam Notoatmodjo, 2003; Devito, 1993.

Faktor Predisposing : 1. Pengetahuan 2. Sikap

3. Kepercayaan

4. Nilai –Nilai /Norma

Faktor pendukung : 1. Sarana dan Prasarana

2. Terjangkaunya fasilitas kesehatan 3. Ketersediaan Pelayanan

Kesehatan

Faktor pendorong :

(50)

Berdasarkan Teori Green tersebut yang menjadi faktor predisposing dalam penelitian ini antara lain: pengetahuan, sikap, faktor enabling dipengaruhi oleh lingkungan sosial yaitu daerah Bandar Baru merupakan daerah bisnis prostitusi untuk pelacuran.dan komunikasi keluarga merupakan komunikasi interpersonal yang dialog menurut teori Joseph A Davito.

2.8. Kerangka Konsep

Berdasarkan Landasan teori di atas, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian sepserti berikut :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Predisposing :

- Pengetahuan

- Sikap

Faktor Pendukung :

- Lingkungan Sosial

Perilaku Seksual Remaja − Berciuman

− Bersentuhan − Bercumbu

− Berhubungan kelamin

Komunikasi Interpersonal

Gambar

Gambar 2.1. Bagan Model Komunikasi Interpersonal Secara Umum
Gambar 2.2.  Skema Teori Perilaku S_O_R
Gambar 2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan
Gambar 2.4.  Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk-Bentuk Pengobatan Tradisional di Daerah dalam Lokakarya Tentang Penelitian Praktek Pengobatan Tradisional.. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung: Bina

Pertama-tama penulis ucapkan puji dan syukur kepada Tuhan dan Putra-Nya, Yesus Kristus karena berkat, anugerah, penyertaan, dan bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis

oleh orang tua saat melakukan komunikasi dengan cara bertatapan muka langsung dengan anak ketika melakukan komunikasi dan memberikan pesan kepada anak (Pusungulaa,et al.

Komunikasi interpersonal adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik

Secara paradigmatis, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik

Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara

(2012: 5) komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku,

Dari pendapat-pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan, berita, informasi dari seseorang kepada orang lain atau