• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara Tahun 2016"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Menurut Robbins (2006) kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima dan jumlah yang diyakini seharusnya mereka terima.

Menurut Handoko (2008) kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Gibson dalam Wibowo (2007) menyatakan kepuasan kerja sebagai sikap yang dimiliki pekerja tentang pekerjaan mereka. Hal tersebut merupakan persepsi mereka tentang pekerjaan mereka.

Menurut Hariandja (2007) kepuasan kerja merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam organisasi. Hal ini disebabkan kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku kerja seperti malas, rajin, produktif dan lain-lain, atau mempunyai hubungan dengan beberapa jenis perilaku yang sangat penting dalam organisasi.

Menurut Luthans (2006) kepuasan kerja adalah keadaan emosi senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman seseorang. Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting.

(2)

kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan.

2.1.1 Teori Kepuasan Kerja

Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Teori tentang kepuasan kerja menurut Rivai (2009) adalah:

1. Teori ketidaksesuaian (discrepancy theory)

Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara susuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat ketidaksesuaian, tetapi merupakan ketidaksesuaian yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.

2. Teori keadilan (equity theory)

(3)

yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti: upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Menurut teori ini setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.

3. Teori dua faktor (two factor theory)

Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok, yaitu: a. Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber

kepuasan kerja yang terdiri dari: pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan.

(4)

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2007) berpendapat bahwa ada lima faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu:

1. Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment)

Model ini mengajukan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan terhadap karakteristik pekerjaan memungkinkan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Ketidaksesuaian (Discrepancies)

Model ini menyatakan bahwa kepuasan adalah suatu hasil dari memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima, pekerja akan merasa tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat diatas harapan.

3. Pencapaian Nilai (Value Attainment)

Gagasan yang menjadi landasan pencapaian nilai adalah kepuasan merupakan hasil dari persepsi bahwa pekerjaan memberikan pemenuhan nilai-nilai kerja individual yang penting.

4. Keadilan (Equity)

(5)

menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukan pekerjaan lainnya.

5. Komponen Genetik (Genetic Components)

Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Karenanya dapat terjadi beberapa rekan kerja tampak puas dengan berbagai variasi situasi kerja, sedangkan yang lainnya kelihatan tidak puas.

2.1.3 Respon terhadap ketidakpuasan

Dalam suatu perusahaan di mana sebagian besar karyawannya memperoleh kepuasan kerja, tidak menutup kemungkinan ada pekerja yang merasakan ketidakpuasan. Robbins dan Judge (2014) berpendapat karyawan merespon ketidakpuasannya dengan beberapa cara, yaitu:

1. Keluar (Exit): ketidakpuasan yang diungkapkan lewat perilaku yang diarahkan untuk meninggalkan organisasi. Mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.

2. Aspirasi (Voice): ketidakpuasan yang diungkapkan dengan usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi. Mencakup saran perbaikan, membahan problem-problem dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.

(6)

4. Pengabaian (Neglect): ketidakpuasan yang dinyatakan dengan membiarkan kondisi memburuk, termasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi dan tingkat kekeliruan yang meningkat.

2.1.4 Indikator Kepuasan Kerja

Menurut Luthans (2006) indikator-indikator yang mempengaruhi kepuasan kerja berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu:

1. Pekerjaan itu sendiri

Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan. Karyawan cenderung menjadi puas apabila perusahaan memberikan kepada mereka kesempatan untuk berkreativitas. Selain kreativitas, pekerjaan yang menarik dan menantang juga merupakan unsur penting dalam kepuasan kerja. 2. Gaji

Gaji tidak hanya membantu karyawan memperoleh kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi. Karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap karyawan. Oleh karena itu, ketika individu mempersepsikan bahwa kebijakan sistem imbalan dilakukan secara adil, maka mereka akan mempunyai kecenderungan untuk merasa puas dengan pekerjaan.

3. Promosi

(7)

diantaranya atas dasar senioritas dan atas dasar kinerja. Karyawan yang dipromosikan atas dasar senioritas sering mengalami kepuasan kerja tetapi tidak sebanyak karyawan yang dipromosikan atas dasar kinerja.

4. Pengawasan

Pengawasan (supervisi) merupakan sumber penting lain dari kepuasan kerja. Jika penyelia tidak bekerja dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap ketidakpuasan. Penelitian menemukan bahwa salah satu alasan karyawan keluar dari perusahaan adalah karena penyelia tidak peduli terhadap mereka. 5. Kelompok kerja

Pada umumnya rekan kerja atau anggota tim yg kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu. Dukungan, motivasi, perhatian dan tingkat pemahaman ditunjukkan sabagai suatu proses positif dari sebuah interaksi antar sesama pegawai dalam organisasi

6. Kondisi Kerja

Jika kondisi kerja mendukung (lingkungan sekitar bersih dan menarik misalnya) maka pegawai akan lebih bersemangat mengerjakan pekerjaan mereka, namun bila kondisi kerja tidak mendukung (lingkungan sekitar panas dan berisik misalnya) pegawai akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan mereka.

2.1.5 Pengukuran Kepuasan Kerja

(8)

1. Pengukuran kepuasan kerja dengan skala indeks deskripsi jabatan

Skala pengukuran ini dikembangkan oleh Smith, Kendall, dan Hulin pada tahun 1969. Dalam penggunaannya, pegawai ditanya mengenai pekerjaan maupun jabatannya yang dirasakan sangat baik dan sangat buruk, dalam skala mengukur sikap dari lima area, yaitu kerja, pengawasan, upah, promosi dan rekan kerja. Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh pegawan dengan cara menandai jawaban ya, tidak atau tidak ada jawaban.

2. Pengukuran kepuasan kerja dengan berdasarkan ekspresi wajah

Mengukur kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Kunin pada tahun 1955. Skala ini terdiri dari seri gambar wajah-wajah orang mulai dari sangat gembira, gembira, netral, cemberut dan sangat cemberut. Pegawai diminta untuk memilih ekspresi wajah yang sesuai dengan kondisi pekerjaan yang dirasakan pada saat itu.

3. Pengukuran kepuasan kerja dengan kuesioner Minnesota

Pengukuran kepuasan kerja ini dikembangan oleh Weiss, Dawis, England dan Loqfuist pada tahun 1967. Skala ini terdiri dari pekerjaan yang dirasakan sangat tidak puas, tidak puas, netral, memuaskan dan sangat memuaskan. Pegawai diminta memilih satu alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisi pekerjaannya.

(9)

kepuasan kerja karywan terhadap berbagai aspek dari pekerjaan. MSQ mengukur kepuasan kerja dari 20 item yaitu : Ability Utilization (Pemanfaatan Kemampuan) ,Achievement (Prestasi), Activity (Aktivitas), Advancement (Kemajuan), Authority (Kewenangan), Company Policies (Kebijakan Perusahaan), Compensation (Kompensasi), Co-workers (Rekan Kerja), Creativity (Kreatifitas), Independence (Kebebasan), Security (Keamanan), Social Service (Pelayanan Sosial), Social Status (Status Sosial), Moral Values (Nilai-nilai Moral), Recognition (Pengakuan), Responsibility (Tanggung Jawab), Supervision-Human Relations(Hubungan dengan Atasan), Supervision-Technical(Pengawasan Teknis), Variety (Variasi), Working Conditions(Kondisi Kerja).

2.2 Pengertian Kinerja

Menurut Mangkunegara (2011) kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Rivai (2009) kinerja adalah perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2007) mengemukakan bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.

(10)

Moeheriono (2009) berpendapat pengertian kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan.

2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Mangkunegara (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ada dua, yaitu:

1. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai prestasi yang diharapkan. Oleh karena itu, karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

2. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi ini merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan perusahaan.

(11)

a. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi dan komitmen individu.

b. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.

c. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.

d. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi/perusahaan.

e. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

2.2.2 Indikator Kinerja Karyawan

Menurut Bernardin dan Russel dalam Sutrisno (2010) mengajukan enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu:

1. Kualitas (Quality)

Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.

2. Kuantitas (Quantity)

Merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya: jumlah rupiah, jumlah unit dan jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan.

3. Ketepatan Waktu (Timeliness)

(12)

4. Efektivitas (Cost Efectiveness)

Merupakan tingkat sejauh mana penerapan sumber daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi dan material) dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit pengguna sumber daya. 5. Kemandirian (Need for Supervision)

Merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.

6. Komitmen Kerja (Interpersonal Impact)

Merupakan tingkat sejauh mana karyawan memelihara harga diri, nama baik dan kerja sama di antara rekan kerja dan bawahan.

2.2.3 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian tentang seberapa baik pekerja telah melaksanakan tugasnya selama periode waktu tertentu (Wibowo, 2007).

Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan baik kinerja dari karyawan secara individual. Penilaiannya menurut Mathis dan Jackson (2006) adalah sebagai berikut:

1. Supervisor Menilai Bawahan

Penilaian secara tradisional atas karyawan didasarkan pada asumsi bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil.

(13)

Sejumlah organisasi di masa sekarang meminta para karyawan atau anggota kelompok untuk memberi nilai pada kinerja supervisor dan manajer.

3. Anggota Tim Menilai Sesamanya

Penggunaan rekan kerja dan anggota tim sebagai penilai adalah jenis penilaian lainnya yang berpotensi baik untuk membantu ataupun sebaliknya.

4. Karyawan Menilai Diri Sendiri

Menilai diri sendiri dapat diterapkan dalam situasi-situasi tertentu. Sebagai alat pengembangan diri,hal ini dapat memaksa para karyawan untuk memikirkan mengenai kekuatan dan kelemahan mereka dan menetapkan tujuan untuk peningkatan pengembangan diri..

5. Penilai dari Luar

Penilaian juga dapat dilakukan oleh orang-orang (penilai) dari luar yang dapat diundang untuk melakukan tinjauan kinerja. Salah satu contoh dari penilaian ini adalah ketika dimana suatu tim peninjau mengevaluasi seorang direktur perguruan tinggi. Selain itu, pelanggan dan klien dari sebuah organisasi juga adalah sumber nyata untuk penilaian dari luar.

6. Penilaian dari Multisumber (Umpan Balik 360°)

(14)

tindak lanjut yang diperlukan, bahkan dalam sistem multi sumber. Jadi, persepsi manajer mengenai kinerja karyawan masih berpengaruh dalam jalannya proses tersebut.

2.2.4 Jenis-jenis Penilaian Kinerja

Dilihat dari titik acuan penilaiannya, terdapat jenis-jenis penilaian kinerja yang saling berbeda menurut Gomes (2003), yaitu:

1. Penilaian Kinerja Berdasarkan Hasil (Result-based Performance Appraisal) Jenis ini merumuskan kinerja pekerjaan berdasarkan pencapaian tujuan organisasi, atau mengukur hasil-hasil akhir (end result). Sasaran kinerja bisa ditetapkan oleh manajemen atau oleh kelompok kerja. Tetapi jika menginginkan agar para pekerja meningkatkan produkivitas mereka, maka penetapan sasaran secara partisipatif, dengan melibatkan para pekerja, akan jauh berdampak positif terhadap peningkatan produktivitas organisasi. Para pekerja akan cenderung menerima tujuan-tujuan itu sebagai tujuan mereka sendiri, dan merasa lebih bertanggungjawab selama pelaksanaan pencapaian tujuan-tujuan itu.

2. Penilaian Kinerja Berdasarkan Perilaku (Behavior-based Performance Appraisal)

(15)

Rating Scales) dibuat dari critical incidents yang terkait dengan berbagai dimensi kinerja. BARS menganggap bahwa para pekerja bisa memberikan uraian yang tepat mengenai perilaku yang efektif dan tidak efektif. Standar-standar dimunculkan dari diskusi-diskusi kelompok mengenai kejadian-kejadian kritis ditempat kerja. Sesudah serangkaian diskusi, skala dibangun bagi setiap dimensi pekerjaan. Jika tercapai tingkat persetujuan yang tinggi di antara para penilai, maka BARS diharapkan mampu mengukur secara tepat mengenai apa yang akan diukur.

3. Penilaian Kinerja Berdasarkan Judgment (Judgment-based Performance Appraisal)

Jenis ini merupakan penilaian kinerja yang menilai berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik,seperti: quantity of work, quality of work, job knowledge, cooperation, initiative, interpersonal competence, loyality dan yang sejenis lainnya. Jenis penilaian ini sering disebut sebagai metode tradisional karena telah lama dipakai dalam banyak organisasi, baik di sektor publik maupun swasta. Ada dua tipe penilaian yang didasarkan pada judgment ini, yaitu:

a. Rating Method

(16)

b. Ranking Method

Pada metode ini, penilai mengurutkan mereka yang dinilai pada satu atau beberapa dimensi kinerja. Semua pekerja diurutkan dari yang paling baik hingga ke yang paling jelek.

2.2.5 Manfaat Penilaian Kinerja

Rivai (2009) mengungkapkan adanya kegunaan penilaian kinerja, yaitu: 1. Posisi tawar, untuk memungkinkan manajemen melakukan negosiasi yang

objektif dan rasional dengan serikat buruh (kalau ada) atau langsung dengan karyawan.

2. Perbaikan kinerja, umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi karyawan, manajer, dan spesialis personil dalam bentuk kegiatan untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan.

3. Penyesuaian kompensasi, penilaian kinerja membantu pengambil keputusan dalam penyesuian ganti-rugi, menentukan siapa yang perlu dinaikkan upahnya-bonus atau kompensasi lainnya. Banyak perusahaan mengabulkan sebagian atau semua dari bonus dan peningkatan upah mereka atas dasar penilaian kinerja.

(17)

5. Pelatihan dan pengembangan, kinerja buruk mengindikasikan adanya suatu kebutuhan untuk latihan. Demikian juga, kinerja baik dapat mencerminkan adanya potensi yang belum digunakan dan harus dikembangkan.

6. Perencanaan dan pengembangan karir, umpan balik penilaian kinerja dapat digunakan sebagai panduan dalam perencanaan dan pengembangan karir yang tepat, dapat menyelaraskan antara kebutuhan karyawan dengan kepentingan perusahaan.

7. Evaluasi proses staffing, prestasi kerja yang baik atau buruk mencerminkan kekuatan dan kelemahan prosedur staffing departemen SDM.

8. Defisiensi proses penempatan karyawan, kinerja yang baik atau jelek mengisyaratkan kekuatan atau kelemahan dalam prosedur penempatan karyawan di departemen SDM.

9. Ketidakakuratan informasi, kinerja lemah menandakan adanya kesalahan di dalam informasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM atau sistem informasi manajemen SDM. Pemakaian informasi yang tidak akurat dapat mengakibatkan proses rekrutmen, pelatihan atau pengambilan keputusan tidak sesuai.

(18)

kelemahan lainnya akan berakibat pada prestasi kerja yang kurang memuaskan.

11.Kesempatan kerja yang adil, penilaian kinerja yang akurat terkait dengan pekerjaan dapat memastikan bahwa keputusan penempatan internal tidak bersifat diskriminatif.

12.Mengatasi tantangan-tantagan eksternal, kadang-kadang kinerja dipengaruhi oleh faktor di luar pekerjaan, seperti keluarga, keuangan, kesehatan, atau hal lain seperti hal pribadi. Jika faktor ini tidak dapat diatasi karyawan bersangkutan, departemen SDM mungkin mampu menyediakan bantuan.

13.Elemen-elemen pokok sistem penilaian kinerja, departemen SDM biasanya mengembangkan penilaian kinerja bagi karyawan di semua departemen. Elemen-elemen pokok sistem penilaian ini mencakup kriteria yang ada hubungan dengan pelaksanaan kerja dan ukuran-ukuran kriteria.

14.Umpan balik ke SDM, kinerja baik atau jelek di seluruh perusahaan, mengindikasikan seberapa baik departemen SDM berfungsi.

2.3 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Varibel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Dari perhitungan analisa saringan diperoleh tipe gradasi agregat untuk pengujian keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles adalah gradasi B. Dari hasil pemeriksaan

 Pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan pengamatan, wawancara tentang perilaku Tri Mala di masyarakat, kemudian membuat 24 JP  Buku teks pelajaran

Di sektor perkebunan, dari 5.459.225 ha lahan yang ada, tak kurang dari 160.547 ha sudah dimanfaatkan untuk perkebunan rakyat (PR) maupun perkebunan besar (PB), tenaga kerja

b) Regulator, yaitu peralatan untuk mengatur besarnya tegangan keluaran transformator. c) Voltmeter, yaitu mengukur besarnya tegangan pada sisi sekunder dan

Roni membeli 6 bungkus permen Setiap bungkus berisi 10 permen Berapakah jumlah permen yang diberi Roni.. Jawab

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui manakah rata- rata hasil belajar matematika siswa secara signifikan yang lebih baik antara yang diajar

Siapapun yang mengembangkan, model ELR dapat membantu manajer tidak hanya untuk mengukur tingkat kesiapan lembaga untuk mengimplemantasikan e-learning, tetapi

a. Kurikulum harus memiliki relevansi keluar dan didalam kurikulum itu sendiri. Relevansi keluar maksudnya tujuan, isi, dan proses belaja yang