• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA Telaah Beb

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA Telaah Beb"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA:

(Telaah Beberapa Produk Hukum Sebagai Dasar Pijakan Formulasi Manajemen Pendidikan Islam)

Nanang Kuswara, SE, MM.

NIM: 2014990013

Program Doktor Manajemen Pendidikan Islam Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta

Telp. 0821 1210 6265 dan 0812 1469 5771 E-mail address : nanang.kuswara@gmail.com

Abstract

Islam education in Indonesia as a religious country, a home to the largest Moslem population in this planet is improving with its various operational management. Within the problems which arouse not only for its terminology of Educational Management vis-à-vis Educational Administration, but also in seeking the formulation of Islam Educational models as an original concept. Unfortunately, the education problems generate to the confusion of middle and high educational system in Islam. It is a reality that specifically high educational system is an institution which is acknowledged as a certainty of educational outcome to produce qualified human resources to afford competitiveness of a nation within global empirical milieu. The problem is that, how Muslim Society in Indonesia with its holistic manpower is able to participate in civil affairs when they are not equipped with legal and proper rules of middle and high educational management.

(2)

PENDAHULUAN

Pada hakikatnya, pendidikan adalah fondasi utama umat Islam dalam memerankan fungsi potensinya pada setiap aspek kehidupan. Islam baik sebagai agama sekaligus sebagai inti pendidikan, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah (hablumminallah) melalui rangkaian ibadah ritual seperti shalat, puasa dan haji, tetapi juga mengatur hubungan antar manusia (hablumminannas) serta hubungan manusia dengan alam (hablumminalam). Oleh karena itu, maka pendidikan Islam sebagai aras ilmu pengetahuan yang memiliki nilai-nilai kesempurnaan ajarannya, seyogyanya dikaji dan dipahami agar mampu melahirkan kekuatan individu. Yakni kekuatan yang memberikan makna kompetensi, kapabiliti, dan “inner-power” berupa kejeniusan spiritual, sehingga mampu mencetak keparipurnaan para penganutnya dalam mewarnai peradaban kejagatan secara komprehensif. Dengan kata lain, pendidikan Islam sejatinya harus menjadi mesin yang memiliki kemampuan dalam mencetak setiap individu Muslim untuk memiliki kualitas kepemimpinan berkaliber poleksosbudtekhankam, serta berperan aktif sebagai agen Allah dalam kancah pergaulan berkarakter rahmatan lil alamin.

Pendidikan Islam bagi setiap individu, adalah “mengetahui” kualitas diri masing-masing. Dengan mengetahui kualitas diri, kemampuan dan kekurangan individu sebagai agenNYA dapat dianalisa untuk melakukan tindakan koreksi (rectifying action) agar peran yang dilakukannya mampu menularkan sikap budaya komprehensif yang berkarakter duniawi, ukhrawi, rohani dan jasmani, serta mampu memberi warna yang indah bagi kemajemukan kultural yang bernuasa universal. Jika “mengetahui” adalah kodrat hidup, maka sistem pendidikan adalah kebudayaan. Sehingga ketika sistem tersebut menjauhkan manusia dari pengetahuan diri, krisis pendidikan secara otomatis menjadi krisis kebudayaan. Dengan demikian, maka mengetahui kualitas diri sejatinya merupakan kewajiban yang harus diemban oleh setiap individu Muslim agar senantiasa mengingatNya, seperti Allah firmankan dalam Surat Al-Hashr Ayat 19: menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik [Al Hashr19]. 1

Dalam kaitannya sebagai seorang Muslim yang memiliki keingingan untuk selalu mampu mengukur kualitas individunya, maka sebuah wadah pendidikan Islam merupakan jawaban yang pasti tentang aspek-aspek yang menyangkut proses ke arah

(3)

pembentukan kualitas individu Muslim sesuai yang diharapkan oleh semua stake-holder pembangunan manusia, termasuk Allah Yang Maha Mengatur ummatNya. Lembaga pendidikan Islam yang secara strategis dan didesain sesuai kaidah-kaidah serta nilai-nilai kesempurnaan Al-Qur’an dan Al-Hadits, merupakan perkakas yang hakiki dalam mekanisme dan orisinalitas manajemen pendidikan Islam. Oleh karena itu, kemudian dari titik inilah maka pemahaman orisinalitas manajemen pendidikan Islam tertuju kepada pondok pesantren. Hal ini bisa dipahami Karena Pondok Pesanten bisa dianggap sebagai lembaga pendidikan Islam yang paling mendekati dengan operasionalisasi model pendidikan Islam yang sesungguhnya.

Pengharapan menetapkan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang orisinal, tidak terlepas dari program-program yang sedang berjalan serta program-program lanjutan yang sedang dan harus dilakukan oleh berbagai pihak terutama pemerintah. Program-program lanjutan dimaksud tiada lain adalah: (1) produk hukum yang menyetarakan pendidikan pondok pesantren tidak hanya diberlakukan pada level pendidikan dasar, tetapi juga pada tingkat menengah dan tinggi; (2) desain manajemen pendidikan Islam termasuk kurikulum, harus disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan zaman serta tidak tercerabut dari orisinalitas model pendidikan Islam; (3) menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai pijakan dasar berbagai fungsi-fungsi manajemen dan operasionalisasi lembaga pendidikan Islam; (4) lembaga pendidikan Islam harus didesain berkarakter ijtihad (riset) untuk mengantisipasi semakin dinamisnya perkembangan tatanan pergaulan kejagatan berkat percepatan kemajuan teknologi.

Makalah ini mendiskusikan serta mengundang pemahaman berbagai pihak khususnya otoritas pendidikan, untuk secara intensif memikirkan pola dan strategi model pendidikan Islam di Indonesia untuk menentukan format orisinal manajemen pendidikan Islam yang holistik. Dengan demikian makan proses pembangunan manusia seutuhnya tidak hanya terbatas pada aspek afektif, kognitif dan psiko-motorik saja, tetapi juga secara infinitif.

(4)

Pendidikan 2 merupakan sistem bagi manusia dalam memperoleh ilmu sebagai perkakas untuk mempermudah proses-proses pencapaian tujuan parsial sebagai mahluk individu, dan keinginan kolegial sebagai mahluk sosial. Kekuatan Islam, yang tercermin dari kesempurnaan ayat-ayatNya yang terkandung dalam Al-Qur’an dan al-Hadits, berfungsi sebagai sarana inti pendidikan kehidupan dan telah menjadi bukti dan contoh nyata betapa ia mampu merevolusi peradaban. Salah satu bukti kekuatan kesempurnaan ajaran Islam dalam merubah keadaan ke arah berkemajuan, terjadi pada zaman jahiliyah. Bangsa Arab yang mengalami titik nadir kehidupan sosial, kultural dan spiritual, dalam waktu singkat mampu menyulap peradabannya sehingga Islam mengalami puncak kejayaan pada masa dinasti Abbassiyah dan menjadi rujukan “barat” dalam mengembangkan keilmuan. Lain kata, ajaran Islam telah memberikan solusi pasti dalam memerhatikan pemecahan problematika sosial kehidupan. 3

A. Dasar Pijakan Hukum Pendidikan.

Menyadari tentang solusi problematika sosial inilah maka Persatuan Bangsa Bangsa lewat UNESCO yang didirikan sejak tahun 1945, menetapkan misinya untuk memberikan kontribusi pada proses perdamaian, eradikasi kemiskinan, pengembangan berkesinambungan, dan dialog inter-kultural lewat prinsip-prinsip kegiatan pendidikan. Sementara dalam visinya, UNESCO telah berkomitmen secara holistik dan humanistik untuk memainkan peran yang fundamental pada matra kemanusiaan, sosial dan pengembangan ekonomi dalam kualitas pendidikan yang diprogramkannya bagi kepentingan dunia .4

Berkaitan dengan visi dan misi UNESCO, lembaga pendidikan dunia ini menetapkan tujuan dari pendidikan yang digagasnya dengan mendukung tercapainya program EFA (Education for All) yakni dengan jalan: (1) to provide global and regional leadership in education; (2) to strengthen education systems worldwide from early childhood to the adult years; dan (3) to respond to contemporary global challenges through education. Berangkat dari ketiga program di atas, maka UNESCO mencanangkan empat pilar pendidikan yang ditujukan untuk kepentingan masa sekarang maupun masa depan, yakni: (1) learning to know; (2) learning to do; (3) learning to be; dan (4) learning to live together.

2 Dewey, John (1944). Democracy and Education. The Free Press. pp. 1–4. ISBN0-684-83631-9. The process of facilitating learning. Knowledge, skills, values, beliefs, and habits of a group of people are transferred to other people, through storytelling, discussion, teaching, training, or research. Education frequently takes place under the guidance of educators, but learners may also educate themselves in a process called autodidactic learning

(5)

Di Indonesia, tujuan pendidikan nasional dituangkan dalam UUD 1945 (versi Amandemen) sebagai berikut: (1) Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”; (2) Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”

Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Dasar versi amandemen di atas, kemudian dielaborasi ke dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 pasal 3 yang menyebutkan bahwa, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam tingkat yang lebih operasional, dimana pendidikan di Indonesia membutuhkan standar nasional yang memerlukan penyesuaian terhadap dinamika kehidupan yang berkembang di masyarakat, maka Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013, yang kemudian juga diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015. Perubahan-perubahan ini setidaknya menunjukkan bahwa pemerintah memiliki keinginan yang kuat untuk selalu memperbaiki sistem pendidikan nasional ke arah proses percepatan kualitas pendidikan yang berkemajuan. Walaupun perubahan-perubahan ini sangat berdampak terhadap kelancaran proses pendidikan yang berjalan pada setiap satuan pendidikan, serta menuai reaksi negative baik dari para praktisi pendidikan maupun pengamat pendidikan, perubahan-perubahan ini merupakan sebuah keniscayaan, dan sebagai respon positif dalam menyesuaikan kebutuhan outcome pendidikan dalam menghadapi kebutuhan kekinian (nowness) dan kedisinian (hereness).

(6)

هئس

ممم

ئ فمنأكبئ امك اوورمييغكيم ى

ل تلحك م

م قكبئ امك رمييغكيم لك هكللل ن

مو

ٱ

ل إئ

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. [Ar Ra'd: 11].5

Dari berbagai dasar pijakan hukum tentang tujuan dan operasionalisasi pendidikan di atas, kemudian dapat digarisbawahi beberapa intisari tujuan pendidikan yang terasa saling mengisi dan menjadi tujuan-tujuan yang sangat mulia seperti: (1) menciptakan kepemimpinan pendidikan yang berilmu, cakap, kreatif dan mandiri; (2) memperkuat sistem pendidikan kejagatan; (3) menyesuaikan kompetensi manusia dalam pergerakan dinamisasi dan perubahan kebutuhan kejagatan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi: (4) meningkatkan keimanan dan ketaqwaan untuk menciptakan manusia yang berakhlak mulia; (5) memajukan peradaban serta kesejahteraan ummat manusia. Ke-5 tujuan holistik pendidikan ini merupakan kunci-kunci pencapaian pendidikan komprehensif untuk menjadi sosok individu manusia yang memiliki kecakapan intelektual, sosial dan spiritual, sehingga mampu menyasar kebutuhan manusia pada aras duniawi dan ukhrawi. Dengan demikian, maka konsep tujuan pendidikan yang ruang lingkupnya meliputi kebutuhan duniawi dan ukhrawi di atas, sangat sesuai dengan perintahNya yang dituangkan dalam Qur’an Surat Al-Qasas Ayat 77 seperti di bawah ini:

يك ددل ن

ك مئ ك

ك بكيص

ئ نك س

ك

نتك لكوك ركخئأ

ل ركادلل همللل ككىلتكاءك امكيفئ غئتك وك

duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan [Al Qasas: 77]. 6

Dari hanya satu ayat tersebut di atas, dapat ditarik pemahaman bahwa Islam secara rinci telah memberikan panduan tentang tujuan pendidikan secara keseluruhan, yaitu: (1) membentuk manusia untuk memiliki kecakapan spiritual sebagai bekal dalam aktivitas di negeri akhirat (ukhrawi); (2) membentuk kecakapan intelektual dan

5 Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah. (2002). Transliterasi Latin: Departemen Agama RI. Jakarta: PT Pena Pundi Aksara.

(7)

sosial sebagai modal dalam beraktivitas di dunia (duniawi); (3) menjadi sosok individu yang selalu berbuat baik dan menghindarkan diri dari berbuat kerusakan, bagi terciptanya kemajuan peradaban dan kesejahteraan ummat manusia. Lain kata, Islam adalah agama yang memiliki ajaran komprehensif, yang tidak hanya memiliki dimensi akidah dan ibadah saja, tetapi juga dimensi filosofis dan amaliah. 7

B. Kepemimpinan Pendidikan.

Berkaitan dengan tujuan-tujuan yang digagas oleh UNESCO dan Negara Republik Indonesia sendiri, salah satu tujuannya adalah untuk melahirkan manusia yang memiliki kaliber kepemimpinan dalam pendidikan. Salah satu elemen kepemimpinan dalam pendidikan adalah profesi guru. Guru adalah satu-satunya unsur pendidikan yang langsung berhadapan dengan proses belajar dan mengajar, dimana peran dan fungsinya sangat strategis. Sedemikian pentingya peran dan fungsi guru, sehingga ada pemahaman di antara pakar pendidikan yang berpendapat bahwa: “apabila tidak terdapat kurikulum tertulis, tidak ada ruang kelas, dan tidak tersedia sarana serta prasarana pendidikan, selama masih ada guru maka pendidikan masih dapat berjalan”. 8 Maka dari pemahaman itulah kemudian lahir sebuah gelar yang menggetarkan jiwa semua yang mendengarnya: “guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”. Kebahagiaan guru hanya satu, linangan air mata bahagia ketika melihat anak muridnya jaya dan berguna.

Bagaimanapun perlu disadari bila orientasi guru sebagai “agent of social change” (agen perubahan sosial) ke arah pembangunan peradaban yang berkemajuan, banyak terkendala dengan dinamisnya kemajuan zaman dalam era kejagatan (globalisasi) yang melahirkan sikap materialisttik, hedonistik, sekularistik, pragmatik dan kurang menghayati nilai-nilai moral dan spiritual. Hal ini boleh jadi karena aras empiris kehidupan manusia hanya berpatokan kepada kesuksesan kepemilikan ilmu pengetahuan, teknologi, rasio dan materi, sehingga manusia terlalu mempercayai kekuatannya sendiri (anthropo-centris) dengan memudarkan kepercayaan kepada kekuatanNya.

Oleh karena itu, sangatlah penting bagi guru untuk menempatkan posisi individunya sebagai seorang manusia yang harus berada pada level yang berkarakter serta bermental mulia, sebagai seorang Ulul Albab yang meneruskan peran “pendidikan” Rasulullah Saw, yang memiliki keseimbangan daya pikir dan daya nalar dengan daya zikir dan spiritual, yang selalu tunduk kepada kesucian jiwa kependidikannya dengan jalan memelihara akal pikiran, mengingat yang menciptakan keberadaan, serta berfikir dan mengamati fakta empiris keteraturan tata kelola bumi dan langit, sebagai bukti nyata kekuasaanNya dalam memberikan kemanfaatan bagi

(8)

manusia, yang tanpa sia-sia. Peringatan Allah dalam memelihara akal serta mempercayai keMaha-Dahsyatan Allah dalam menciptakan dan mengelola kesempurnaan pengaturanNya, dinyatakan dalam Surat Ali Imran Ayat 190 – 191 di bawah ini:

(190) Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal; (191) (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka [Al 'Imran,190-191]

C. Sistem Pendidikan Kejagatan.

Salah satu program EFA yang digagas UNESCO adalah “to strengthen education systems worldwide from early childhood to the adult years”. Penguatan sistem pendidikan kejagatan ini mengacu kepada kepentingan semua pihak dan untuk segala usia di 191 negara. Tujuan organisasi ini adalah mendukung perdamaian, dan keamanan dengan mempromosikan kerja sama antar negara melalui pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya dalam rangka meningkatkan rasa saling menghormati yang berlandaskan kepada keadilan, peraturan hukum, HAM (hak asasi manusia), dan kebebasan hakiki (Pasal 1 Konstitusi UNESCO). 9 Isi dari program ini mengandung sifat: (1) kesetaraan hak dalam mendapatkan pendidikan; (2) bimbingan keilmuan; (3) penghormatan terhadap akal manusia dari mulai anak-anak sampai manusia dewasa; (4) memberikan kesempatan keinginan belajar yang menjadi fitrah manusia; (5) memberikan jalan menuju penghidupan sosial yang harmonis; dan (6) kebebasan hakiki.

Berkaitan dengan hal di atas, dalam Al-Qur’an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting. Apabila Al-Qur’an dikaji dengan lebih mendalam, maka ditemukan beberapa prinsip dasar pendidikan yang bisa dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu. Beberapa indikasi dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan antara lain; (1)

(9)

menghormati akal manusia; (2) bimbingan ilmiah; (3) fitrah manusia; (4) penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan; dan (4) memelihara kepentingan sosial masyarakat. 10 Dari keempat butir di atas, dapat disimpulkan bila mendapatkan hak pendidikan adalah hak asasi manusia. Hak asasi manusia dalam Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia. Persamaan, artinya Islam memandang semua manusia setara, yang membedakan adalah prestasi ketakwaanya. Hal ini sesuai dengan firmanNya dalam Al-Qur’an Surat al-Isra ayat 70 seperti di bawah ini:

مهههمنكل زكركوك رئ بك وك ريههبك يههفئ همنكل مكحكوك مكدكاءك ي

ٱٱٱٱمق

مح

ٱٱ

ملٱ

ملٱ

مم مل

ل نئبك انك رلك

مم

ك قكلكوك

مد

۞

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan [Al Isra"70]. 11

Kebebasan mendapatkan hak, termasuk mendapatkan pendidikan, merupakan elemen penting dalam ajaran Islam. Kehadiran Islam memberikan jaminan kepada kebebasan manusia agar terhindar dari kesia-siaan dan tekanan, baik yang berkaitan dengan masalah agama, ideology, ataupun poleksosbudhankam.

Namun demikian, pemberian kebebasan terhadap manusia bukan berarti mereka dapat menggunakan kebebasan tersebut secara mutlak, tetapi dalam kebebasan tersebut terkandung hak dan kepentingan orang lain yang harus dihormati pula. Disinilah fungsi pemeliharaan akal yang menjadi panglima utama dalam kehidupan manusia. Akal akan mengatur bagaimana manusia berfikir, berencana, berbicara, dan bertindak agar segala aspek kehidupannya tidak hanya berguna untuk dirinya sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kehidupan sosial kemasyakatan dan kejagatan. Pemeliharaan akal seperti inilah yang diingatkan Allah dalam Surat Al-Jatsiyah Ayat 5 di bawah ini: pengembangan- diunduh pada 17 Nopember 2015

(10)

dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal [Al Jatshiyah: 5]. 12

D. Kompetensi Manusia Dalam Ranah dan Dinamisasi Kejagatan.

Secara positif perkembangan global sedikitnya dapat dicirikan ke dalam lima hal yaitu: (1) terjadinya pergeseran dari konflik ideology dan politik ke arah persaingan perdagangan, investasi, dan informasi; dari keseimbangan kekuatan balance of power ke arah keseimbangan kepentingan (balance of interest); (2) hubungan antarnegara bangsa secara struktural berubah dari sifat ketergantungan (dependency) ke arah saling bergantung (interdependency); hubungan yang bersifat primordial berubah menjadi sifat bergantung kepada posisi tawar-menawar (bargaining position); (3) batas-batas geografis hampir tidak lagi menjadi sesuatu yang berarti secara operasional. Kekuatan suatu negara dan komunitas di dalam interaksinya dengan negara dan komunitas lain lebih banyak ditentukan oleh kemampuannya memanfaatkan keunggulan komparatif (comparative advantage) dan keungulan kompetitif (competitive advantage); (4) persaingan antar negara lebih diwarnai oleh perang penguasaan teknologi tinggi. Sehingga setiap negara berkepentingan untuk mendongkrak anggaran dan penyediaan dana yang besar bagi penelitian dan pengembangan bila tidak ingin tertinggal dengan negara lain; (5) terciptanya budaya dunia yang cenderung mekanistis, efisien, dan tidak menghargai nilai dan norma yang secara ekonomi dianggap tidak menguntungkan. 13

Kejagatan atau globalisasi yang ditandai dengan kelima hal tersebut di atas, dimana terjadi proses hubungan yang rumit antar masyarakat yang luas dunia, antarbudaya, institusi dan individual, yang mempersingkat waktu dan jarak dari pengurungan waktu yang diambil baik secara langsung maupun tidak langsung, dimana dunia dilihat seakan-akan semakin mengecil dalam beberapa aspek, yang membuat hubungan manusia antara yang satu dengan yang lain semakin dekat 14 dalam Islam dianggap sebagai sebuah keniscayaan. Hal ini sesuai dengan pernyataanNya dalam Surat Hujurat ayat 13 yang pemahamannya seperti beikut:

12 Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah. (2002). Transliterasi Latin: Departemen Agama RI. Jakarta: PT Pena Pundi Aksara.

13 Harahap, Syahrin (ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998)

(11)

ابدوعمهش

م هك

مم مل

م نكل عكجكوك ى

ل هثكنأ

م وك هككذك نهمي مهكمنكل لكخك اههنلإئ س

رت

مق

م

اههنلل اههكيدأ

ٱ

ك يلكل

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal [Al Hujurat13]. 15

Dengan kenyataan tentang globalisasi yang terjadi, maka sejatinya ummat Islam memiliki kesadaran untuk membekali kekuatan individunya dengan perangkat ilmu pengetahuan yang akan mempermudah proses pencapaian tujuan. Tujuan tiap individu Muslim adalah berjuang untuk memperoleh gelar “khoeru ummatin” pada aras milieu kehidupan kejagatan. Gelar inilah sebagai pembeda orang-orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran [Az Zumar: 9]. 16

Dari isi ayat tersebut di atas kemudian dapat dipahami, bahwa sebagai ummat yang terbaik, masyarakat Muslim tidak hanya memiliki kompetensi lahiriah dan bathiniyah, tetapi juga kapabel dalam memaksimalkan kecerdasan spiritual serta kepandaian akal, sehingga mampu mendominasi matra sosial kehidupan global dengan mengajak kepada kesuksesan dan kebaikan (ma’ruf) dan melarang kepada kegagalan dan keburukan (munkar), serta selalu bersikap ihsan dengan secara total menjalankan

15 Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah. (2002). Transliterasi Latin: Departemen Agama RI. Jakarta: PT Pena Pundi Aksara.

(12)

tugas dan tanggung jawab sesuai kapasitasnya. Hal ini selaras dengan pernyataan Allah Swt. dalam Surat Ali Imran Ayat 110 di bawah ini:

ن

ئ ّع

ك ن

ك هك تكوك ف

مو من

ئ ورم مك بئ ن

مع ملٱ

ك ورممم تك س

مأ

ئ

انلللئ جكرئ أم ةمملأم رك خك تمنكم

مت مخ

مي مم

للل بئ ن

مضه ٱ

ك ونممئ تموك رئك

مؤ

ك نمم

ملٱ

١١٠

,نارمّع لآ ةروس]

١١٠

[

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. [Al 'Imran: 110]. 17

Konsep gelar “khoeru-ummatin” yang diberikan Allah Swt. terhadap ummat Muslim memiliki makna yang jauh lebih dalam. Setiap individu Muslim dalam hal ini, adalah agen Allah dalam mewujudkan peran agama Islam yang memiliki karakter “rahmatan lil ‘alamin” dengan kompetensi puncak yang dimilikinya.

E. Pendidikan Menciptakan Individu Berakhlak Mulia.

Slogan UNESCO tentang tujuan pendidikan sebagai “learning to be” atau belajar untuk menjadi (pintar, cerdas, hebat, sukses, dan lain-lainnya), sangat berbeda dengan perspektif Islam. Kecerdasan dan intelektualitas barat yang hebat, tiada lain hanya berupa kebodohan holistik yang menyangka kesuksesan intelektual dan sosial manusia akan mampu memberikan kebahagiaan yang paripurna, yaitu kebahagiaan lahir, bathin, duniawi dan ukhrawi. Dalam pandangan Islam, kecerdasan intelektual dan sosial barat ditekankan dalam Surat Ar-Rum Ayat 7 yang dipahami sebagai berikut:

ن

ك ولمفئغكل هم ةئركخئأ

مم

ل نئّعك هموك ايك ددل ةئوليكحك نكمي اردهئظكل نكومملك يك

ملٱ

مم

من ٱ

ملٱ

مع

٧

,مورلا ةروس]

٧

[

Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai [Ar Rum7]. 18

Kesuksesan intelektual dan sosial barat, tidak memberikan manfaat yang hakiki dan memberikan sisa ruang kosong bathiniyah dalam hati dan fikiran mereka. Kebahagiaan mereka selalu hilang sesaat setelah mereka menemukan yang dicarinya, untuk kemudian kecewa lagi ketika pencarian hal barunya tertumbuk pada

kegagalan-17 Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah. (2002). Transliterasi Latin: Departemen Agama RI. Jakarta: PT Pena Pundi Aksara.

(13)

kegagalan yang ditemuinya. Mereka terus mencari dan mencari dalam pencarian yang dibelenggu oleh hawa nafsunya, yang persis seperti diutarakanNya dalam Surat Al-Jathiyah Ayat 23 di bawah ini:

م

ك ههتكخكوك ّعئ ى

ٱٱمتٱٱمل

ل ههلكّع

ك همههللل همللههض

ٱ

ك أكوك همىلوكهك همهكلكلإئ ذكخكتل نئمك ت

ۥ

ٱ

ك ءكركفكأ

مي

ك

هئيدئ يك نههمكفك ةدوكش

مه

ٱٱ

كل غئ هئرئص

ۦ

ك بك ى

ل لكّع

ك ل

ك عكجكوك هئبئ قكوك هئعئ س

ۦ مل

ۦ مم

ك ى

ل لكّع

ك

ن

ك ورمكلذكتك لكفكأ

ك للل دئ بك مئ

مضه ٱ مع نن

٢٣

,ةيثاجلا ةروس]

٢٣

[

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran [Al Jathiyah23]. 19

F. Pendidikan Menciptakan Peradaban dan Kesejahteraan Ummat Manusia.

Pendidikan merupakan faktor penting, strategis dan determinatif bagi masyarakat. Maju mundurnya kualitas peradaban suatu bangsa sangat bergantung pada bagaimana kualitas pendidikan diselenggarakan oleh bangsa yang bersangkutan. Sejarah membuktikan bahwa hanya bangsa-bangsa yang menyadari dan memahami makna strategisnya pendidikanlah yang mampu meraih kemajuan dan menguasai dunia, karena bagaimanapun, pendidikan merupakan alat terefektif bagi perubahan dan pencapaian kemajuan dalam berbagai dimensi kehidupan. Oleh karena itu, maka pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan keluarga, sekolah, masyarakat, dan bangsa, karena sangat berperan penting dalam segala aspek kehidupan manusia. Tanpa pendidikan, manusia menjadi tidak berdaya. 20

Dengan mengetahui pemahaman di atas, maka tidak dapat disangkal lagi bila pendidikan akan memberikan dampak berkemajuan terhadap peradaban manusia, yang sekaligus mampu menciptakan kemudahan-kemudahan bagi tercapainya keinginan manusia. Korelasi pendidikan dengan peradaban manusia serat kesejahteraannya juga dinyatakan oleh Xiufang Zao dalam International Conference on Education Technology and Information System (ICETIS 2013): “There is closely relation between education and civilization, with a particular form of civilization has specific requirements for education”. 21

19 Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah. (2002). Transliterasi Latin: Departemen Agama RI. Jakarta: PT Pena Pundi Aksara.

(14)

Dalam perspektif Islam, pentingnya ilmu yang diraih lewat proses pendidikan memiliki nilai ibadah yang sangat luar biasa, karena berdampak terhadap kualitas berkemajuan individu dan ummat. Oleh karena itu Al-Ghazali, sangat memerhatikan pentingnya pembangunan peradaban ilmu, sampai-sampai Kitab Ihya’ Ulumid Din

diawali pembahasannya dengan bab tentang ilmu (kitabul ilmi). Pada saat perang salib berlangsung, al-Ghazali justru banyak menekankan jihad bil-ilmi. Bukan karena al-Ghazali tidak memahami arti jihad atau tidak peduli dengan perang salib, tapi ada bangunan pondasi yang harus lebih dulu diletakkan sebelum sebuah peradaban dapat tegak berdiri, yaitu pondasi ilmu. Hasilnya bisa dilihat, dari guru semacam al-Ghazali lahirlah generasi hebat Salahuddin al-Ayyubi yang kemudian mampu merebut kembali Jerussalem. 22 Lain kata, pendidikan memiliki kemampuan yang luar biasa dalam menciptakan peradaban dan kesejahteraan masyarakat.

Peradaban dan kesejahteraan yang ditimbulkan oleh pendidikan Islam, tentu tidak sama bila dibandingkan dengan konsep barat. Pendidikan Islam harus mampu menciptakan peradaban dan kesejahteraan tanpa batas, bukan hanya pada batas aras empiris duniawi seperti konsep peradaban dan kesejahteraan barat, tetapi pada aras yang sesungguhnya, yakni kehidupan ukhrawi. Konsep inilah yang didesain oleh Allah dalam Surat al-Baqarah Ayat 126 seperti termaktub di bawah ini:

ن

ك ههمئ هههملك أ

ۥ مه مق مرٱ

ك زم وك اههندمئاءك اددههلكبك اذكهههكل ههعك بيرك مم ركل إئ لكاقك إئوك

مل مجٱ

‍‍هض مب

مذ

ركههفككك نههمكوك لكاههقك ههخئأ

مضر ملٱ مو ملٱ

ل مئ ههيك وك هئللل بئ مهم مئ نكمكاءك مك تئركلمكثلل

ٱ

من

من

ٱ

رميههص

ئ مك س

ملٱٱٱ

ك

مئ

ٱٱ

بئوك اههنلل ب

اضر ٱ

ئ اذكههّع

ك ى

ل ههلكإئ همردط

ۥۥ

ك

مض

أك م

ل ثم لديلئقك همعمتيمكأ

ۥ

م فك

١٢٦

,ةرقبلا ةروس]

١٢٦

[

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali" [Al Baqarah: 126]. 23

G. Pondok Pesantren Sebagai Model Manajemen Pendidikan Islam.

21 Xiufang Zhao. (2013). Transformation of Higher Education from the Perspective of Ecological Civilization. School of Marxism, University of Jinan, Jinan, 250022, China.

22E-Journal. (2010). http://alrasikh.uii.ac.id/2010/04/16/ membangun-peradaban-islam-melalui-penguasaan-ilmu-pengetahuan/ - diunduh pada 18 Nopember 2015.

(15)

Usaha-usaha pemerintah untuk mendorong pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam agar lebih bermakna dan mampu bersaing dengan lembaga pendidikan umum, secara krusial terjadi pada masa-masa awal Orde Baru dimana SKB (Surat Keputusan Bersama) 3 Menteri Tahun 1973 tentang Peningkatan Mutu Madrasah. Kemudian sistem pendidikan keagamaan mulai terakomodir dalam sistem pendidikan nasional setelah disahkannya UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional, walaupun UU ini hanya menjadikan keimanan dan ketaqwaan sebagai tujuan pendidikan nasional. Terminologi keimanan dan ketaqwaan adalah terminologi yang identik dengan pendidikan keagamaan. Dengan demikian, karena Islam adalah konsep rahmat bagi alam, maka dapat dianggap bahwa kegagalan dalam sistem pendidikan Islam, akan mengakibatkan kegagalan bagi tatanan peradaban dan kebudayaan umat manusia.

Posisi pendidikan keagamaan semakin kuat setelah secara eksplisit disebutkan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional dalam UU Nomor 20 Tahun 2003. Dan secara yuridis pendidikan keagamaan dalam sistem pendidikan nasional semakin jelas seteleh diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan sebagai tindak lanjut dari amanat yang terdapat pada pasal 30 ayat (5) UU Nomor 20 Tahun 2003. Pendidikan Keagamaan Islam sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah di atas, terdiri dari pendidikan diniyah dan pondok pesantren.

Political will pemerintah dalam menyetarakan tingkat pendidikan agama dan keagamaan, khususnya pada pondok pesantren patut disyukuri walaupun masih menyisakan persoalan-persoalan lanjutan yang membutuhkan usaha keras semua pihak. Kesetaraan pendidikan pondok pesantren dengan pendidikan umum, baru melangkah pada Program Belajar dan Pendidikan dasar (Wajar Dikdas) dimana ijazah yang dikeluarkan pondok pesantren baru setara dengan Ijazah SLTP. Kemudian, apakah political will itu bisa melangkah ke arah yang lebih tinggi sehingga pondok pesantren salafiyah mampu disetarakan dengan SLTA dan bahkan Strata 1? Hal inilah yang harus dipikirkan semua stake-holder yang menginginkan terwujudnya model Manajemen Pendidikan Islam yang orisinal dan komprehensif.

(16)

sampai sekarang masih compatible untuk dijalankan. 24 Lain kata, model manajemen pendidikan Islam dalam operasionalisasi sebuah lembaga pendidikan, adalah jalan yang selayaknya ditindak lanjuti dengan berbagai usaha keras dan kekuatan keinginan semua pemegang kepentingan.

SIMPULAN

Pendidikan agama Islam berfungsi untuk membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, sehingga manusia terbentuk dengan karakter kepatuhan kepadaNya, dan dengan demikian maka peran individu dalam setiap aktivitas kehidupannya akan dijalani secara optimal dan penuh keikhlasan. Dari titik inilah maka pendidikan agama Islam menjadi fondasi yang utama sebagai sistem pendidikan moral dan ahklak dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Pembangunan manusia yang maksimal, baik sebagai human-capital yang bermanfaat bagi daya saing bangsa, maupun sebagai Agen Allah dalam mewujudkan konsep agama Islam yang memiliki karakter ajaran “rahmatan lil ‘alamin”, akan melahirkan generasi yang kuat dalam segala aspek kehidupan seperti kejeniusan intelektual, kekuatan sosial dan kecerdasan spiritual. Oleh karena itu, sejatinya ummat Islam harus merasa takut ketika harus meninggalkan generasi yang lemah seperti diperingatkan oleh Allah dalam Surat An-Nisa Ayat 9 di bawah ini:

ههئ لكّعك اووفماههخك افدعكلهض

ئ ةديلريذم هئفئ خك مئ اووكمركتك لك ن

ك يذئلل ش

ك

يك وك

مم مي

مم مل من

مو

ٱ

مخ مل

ادديدئس

ك لد قك اوولموقميك وك هكللل اووقمتليك فك

مو

مل

ٱ

مل

٩

,ءاسنلا ةروس]

٩

[

(17)

(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar [An Nisa: 9]. 25

Di lain pihak, hendaknya otoritas pendidikan (pemerintah) menyadari kekuatan outcome dari pendidikan Islam yang menghasilkan individu-individu yang memiliki kompetensi holistik, dimana outcome pendidikan ini justeru diselenggarakan oleh masyarakat Muslim. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaaan, merupakan jalan panjang sejarah perkembangan pendidikan Islam yang harus ditindaklanjuti agar manajemen pendidikan Islam yang orisinal dan terpadu mampu diwujudkan. Penyetaraan ijazah pada tingkat pendidikan dasar bagi Pondok Pesantren, selayaknya dikaji ulang untuk secara bertahap dilakukan penyetaraan pada tingkat pendidikan menengah dan tinggi. Dalam hal ini, berbagai stake holder sejatinya bekerja keras dan banyak melakukan ijtihad untuk mendesain kurikulum dan silabus yang selalu dibungkus oleh kesempurnaan ajaran al-Qur’an dan al-Hadits. Bekerja keras inilah yang Allah tekankan dalam mencari kebaikanNya seperti yang diungkapkanNya dalam Surat At-Taubah Ayat 105 di bawah ini :

وههنممئ مم وك هملموههس

م ركوك ههك

م لكمكّعك همههللل ىركيكههس

ك فك اووههلممك ل

ئ ههقموك

ا ةن

مؤ ملٱ ۥ

مم

ٱ

معٱ

ههتمنكم اههمكبئ مههك

م ئمبينكيمفك ةئدكهكلههشلل وك ب

ئ

غك م

ئ ههلئّع

كل ى

ل ههلكإئ ن

ك وددركتمههس

ك وك

مم

ٱٱٱ

مي ملٱ

ٱٱ

ن

ك ولممك تك

مع

١٠٥

,ةبوتلا ةروس]

١٠٥

[

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan [At Tawbah105]. 26

25 Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah. (2002). Transliterasi Latin: Departemen Agama RI. Jakarta: PT Pena Pundi Aksara.

(18)

KEPUSTAKAAN

Abuddin Nata. (2014). Sosiologi Pendidikan Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Abuddin Nata. (2011). Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana Prenada Media group.

Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah. (2002). Transliterasi Latin: Departemen Agama RI. Jakarta: PT Pena Pundi Aksara.

Amer Al-Roubaie. 2005. "Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam" dalam jurnal

Islamiyah Tahun I No. 4/Januari-Maret 2005. Jakarta: Institute for Study of Islamic Thought and Civilization [INSIST] dan Khoirul Bayan. hal. 11.

Dewey, John (1944). Democracy and Education. The Free Press. pp. 1–4. ISBN 684-83631-9. The process of facilitating learning.

E-Journal.(2010).http://alrasikh.uii.ac.id/2010/04/16/

melalui-penguasaan-ilmu-pengetahuan/ - diunduh pada 18 Nopember 2015.

(19)

Harahap, Syahrin (ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998).

http://en.unesco.org/themes/education-21st-century. Diunduh 4 Nopember, 2015.

https://pintania.wordpress.com/

konsep-pendidikan-dalam-al-qur%E2%80%99an-dan-pengembangan. Diunduh pada 17 Nopember 2015.

https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Pendidikan,_Keilmuan,_dan_Kebudayaan_P BB#cite_note-2. Diunduh pada 19 Nopember 2015.

Nana S. Sukmadinata (1997). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosda.

Veitzal Rivai Zainal. (2014). The Economics of Education. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Referensi

Dokumen terkait

Nilai tingkat produktivitas yang kecil di bulan Maret 2016 disebabkan karena unit yang dikerjakan cukup banyak tetap tetapi penggunaan air yang terlalu banyak serta

Pengajaran dan perilaku yangbenarialahpengajaran danperilaku yang sesuaidengan ajaran Alkitab atau dengan kata lain bahwa perrgajaran dan perilaku yang benar itu

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan, maka dapat diambil kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1) Persentase pencapaian responden variabel

Tabel 2 menunjukkan bahwa perusahaan cenderung untuk mempromosikan karyawan kontrak daripada karyawan tetap, berdasarkan hal tersebut karyawan tetap merasa tidak

Hasil skoring menghasilkan 21 galur somaklon yang dianggap tahan terhadap serangan blas daun, karena tidak menunjukkan adanya gejala serangan pada semua ulangan pada ketiga ras

Bagaimana etika komputer dan kompetensi content evaluation menjadi sebuah strategi menangkal radikalisme menjadi permasalahan dalam kajian ini. Tujuan kajian adalah

Negara ini memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan angka buta huruf yang sangat rendah, sebagian besar penduduk populasi di negara kanada merupakan Bilingual (Menguasai

Hal yang sama dikemukakan oleh Gessel (Monks, dkk., 2001), bahwa masa usia sebelas tahun lebih tegang dibandingkan dengan usia enam belas tahunan, dimana pada