• Tidak ada hasil yang ditemukan

RETRIBUSI IZIN USAHA PENANGKAR BIBIT DAN BAHAN TANAM KOMODITI PERKEBUNAN DALAM KABUPATEN PASAMAN BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RETRIBUSI IZIN USAHA PENANGKAR BIBIT DAN BAHAN TANAM KOMODITI PERKEBUNAN DALAM KABUPATEN PASAMAN BARAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2006

TENTANG

RETRIBUSI IZIN USAHA PENANGKAR BIBIT DAN BAHAN TANAM

KOMODITI PERKEBUNAN DALAM KABUPATEN PASAMAN BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASAMAN BARAT

Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya perkembangan pada sektor perkebunan dipandang perlu memberikan perlindungan terhadap masyarakat petani, konsumen dan produsen berupa penertiban, pengendalian dan pengawasan terhadap benihdan bahan komoditi perkebunan dalam Kabupaten Pasaman Barat.

b. bahwa kegiatan dimaksud bertujuan untuk mengatisipasi dan mencegah peredaran benih dan bahan tanam dan bahan tanam palsu sekaligus peningkatan pendapatan daerah Kabupaten Pasaman Barat;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dan huruf (b) diatas, perlu diatur dengan Peraturan Daerah Kabupapten Pasaman Barat;

Mengingat

:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budaya Tanaman;

3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686);

4. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara tahun 2000 Nomor 246);

5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);

6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat di Propinsi Sumatera Barat (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4348); 7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53);

8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 85);

9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);

10. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);

(2)

11. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Pembennihan Tanaman;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan lembaran Negara Nomor 4578);

15. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 1 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Pasaman Barat (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 5 seri D);

16. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 3 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Teknis Daerah Kabupaten Pasaman Barat (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 7 seri D);

17. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 4 tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Pasaman Barat (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 8 seri D);

18. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 5 Tahun 2005 tentang Sat Pol PP Kabupaten Pasaman Barat (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 9 seri D);

19. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 7 Tahun 2005 tentang SOTK Kecamatan (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 11 seri D);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT.

DAN

BUPATI PASAMAN BARAT MEMUTUSKAN

Menetapkan : Retribusi Izin Usaha Penangkar Bibit dan Bahan Tanam Komoditi Perkebunan dalam Kabupaten Pasaman Barat

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Pasaman Barat;

2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.

3. Kepala Daerah adalah Bupati Pasaman Barat;

4. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pasaman Barat;

5. Kas Daerah adalah Bank Pemerintah yang ditunjuik oleh Kepala Daerah untuk menerima retribusi;

6. Retribusi adalah pungutan daerah atas benih dan bahan tanam yang mendapat rekomdasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat;

7. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu;

(3)

8. Benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman ;

9. Bahan tanam adalah tanaman atau bagiannya yang berasal dari selain biji yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakan tanaman yang berasal dari selain biji ;

10. Usaha Penangkar Bibit adalah usaha pengadaan bibit komoditas perkebunan baik yang dipakai sendiri maupun yang diperjualbelikan secara komersial;

11. Komoditi perkebunan adalah semua tanaman semusim atau tahunan yang karena jenis dan tujuan pengelolanya ditetapkan sebagai tanaman perkebunan ;

BAB II

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2

Dengan nama retribusi jenis usaha penangkar bibit, bahan tanaman komoditi perkebunan dipungut retribusi atas rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Pasaman Barat kepada orang pribadi atau badan yang membutuhkan benih dan bahan tanam dari produsen benih yang ada diseluruh wilayah Indonesia.

Pasal 3

(1).Obyek retribusi adalah kegiatan pelayanan kepada orang pribadi atau badan usaha yang akan berusaha dibidang penangkar bibit perkebunan harus mendapat izin dari Kepala Daerah melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Pasaman Barat.

(2).Untuk memperoleh izin dimaksud ayat (1) Pasal ini yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Pasaman Barat.

Pasal 4

(1) Subyek retribusi adalah orang pribadi atau Badan Usaha yang melakukan kegiatan menangkar bibit dan bahan tanam komoditi perkebunan.

(2) Tata cara pengajuan permohonan dan persaratan izin untuk penangkar bibit dan untuk memperoleh rekomendasi benih dan bahan tanam komoditi perkebunan, diatur oleh Kepala Daerah melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Pasaman Barat.

BAB III

MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 5

(1) Maksud dikeluarkannya Peraturan Daerah ini adalah sebagai dasar bagi Pemerintah Daerah untuk mengawasi dan menertibkan bibit dan tanaman perkebunan, baik diperjual belkan maupun ditanam sendiri oleh orang pribadi atau badan.

(2) Tujuan dikeluarkannya Peraturan Daerah ini adalah :

a. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memperoleh bibit unggul. b. Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

c. Untuk melindungi produsen dan konsumen bibit dan bahan tanam. d. Untuk mengantisipasi agar tidak beredarnya bibit palsu.

BAB IV

KETENTUAN PERIZINAN Pasal 6

(1) Setiap orang atau badan akan berusaha di bidang penangkar bibit harus mendapat izin dari Kepala Daerah melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Pasaman Barat.

(4)

(2) Setiap orang atau badan yang akan membeli benih atau bahan tanam yang ada diseluruh indonesia harus mendapat rekomendasi dari kepala Daerah melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Pasaman Barat.

BAB V

KETENTUAN RETRIBUSI Pasal 7

(1) Setiap orang atau Badan yang memperoleh Izin Penangkar Bibit perkebunan dipungut retribusi.

(2) Setiap orang atau Badan yang memperoleh rekomendasi untukmembeli kecambah, biji, bibit dan bahan tanam keprodusen diseluruh Indonesia dipungut retribusi.

(3) Setiap orang atau Badan yang memperjual belikan bibit atau bahan tanam maupun yang digunakan sendiri dipungut retribusi.

(4) Pengecualian terhadap ketentuan ayat-ayat pasal ini dapat diberikan kepada masyarakat atau penangkar bibit yang jumlahnya kurang dari 500 (lima ratus) batang dan hanya untuk digunakan sendiri.

Pasal 8

(1) Besarnya retribusi sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat 1, 2,3 adalah sebagai berikut ;

a. Izin usaha penagkar bibit = Rp. 50.000,- b. Rekomendasi pembelian benih,

kecambah, bibit dan bahan tanam = Rp.15.000,- c. Benih/kecambah, bibit dan bahan tanam

1. Benih/kecambah kakao,kopi = Rp.5,-/biji 2. Kecambah kelapa sawit = Rp.10/ biji 3. Biji karet = Rp. 5,- / biji 4. Biji komoditi lainya = Rp. 5,- / biji d. Bibit/bahan tanam

1. Bibit kakao = Rp. 25,-/perbatang 2. Bibit kopi = Rp. 15,-/ perbatang 3. Bibit karet = Rp. 20,-/ perbatang 4. - Bibit kelapa sawit

dari perusahaan =Rp. 100,-/ perbatang - Bibit kelapa sawit dari

masyarakat = Rp. 75,-/ perbatang 5. Bibit komoditi lainnya = Rp. 15,-/ perbatang

(2) Besarnya retribusi sebagaimana Pasal 1 ayat ini untuk tahun-tahun berikutnya secara berkala ditetapkan oleh Kepala Daerah.

BAB VI

JANGKA WAKTU BERLAKUNYA IZIN USAHA PENANGKAR BIBIT

Pasal 9

(1) Jangka waktu izin usaha penangkarbibit dapat diberikan untuk 2 (dua) tahun.

(2) Tata cara perpanjangan dan atau memperbaruhi izin, berlaku sama dengan ketentuan ayat 2 pasal 4 Peraturan Daerah ini.

(5)

BAB VII

TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN RETRIBUSI

Pasal 10

(1) Tata cara pemungutan, penyetoran, pelaporan dan pertanggungjawaban biaya administrasi dan retribusi ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Daerah melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Pasaman Barat sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Kepada pemungut yang ditunjuk untuk pelaksanaan Peraturan Daerah ini dapat diberikan uang perangsang sesuai peraturan yang berlaku.

BAB VIII

KETENTUAN PENGAWASAN DANPENGENDALIAN Pasal 11

Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Kepala Daerah atau Pejabat lain yang ditunjuk

BAB XI

KETENTUAN PIDANA Pasal 12

(1) Pelanggaran terhadap pasal 7 dan 8 dalam Peraturan Daerah ini dikenakan kurungan selama lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah)

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah tindak pidana pelanggaran.

BAB X PENYIDIKAN

Pasal 13

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan para Pejabat sebagaimana dimaksud ayat (1) berwenang :

a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana pada huruf e;

(6)

i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. Menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, Tersangka atau keluarganya;

k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan; (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pasal 13 adalah memberitahukan dalam hal

penyidikan dan menyampaikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Polri.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 14

(1) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati Kepala Daerah.

(2) Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pasaman Barat.

Ditetapkan di : Simpang Empat Pada tanggal : 30 Desember 2006

BUPATI PASAMAN BARAT

dto

H. SYAHIRAN

Diundangkan di : Simpang Empat

Pada Tanggal : 30 Desember 2006

SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN PASAMAN BARAT

dto

Drs. H. HELMI ERWADI

Pembina Utama Muda NIP. 010081584

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT TAHUN 2006 NOMOR 17 SERI C

Referensi

Dokumen terkait

Observasi pembelajaran di kelas dilakukan dengan cara mengikuti kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru pembimbing dari mahasiswa yang bersangkutan. Observasi

Dari paparan mengenai strategi public relations yang telah di jelaskan menurut para ahli maka penulis menyimpulkan bahwa strategi public relations merupakan

Para penganut ajaran Samin juga terkadang mempunyai pertentangan dari masyarakat umum, akan tetapi penganutnya senantiasa untuk tetap memegang teguh ajaran Samin

Tempat cuci tangan harus diletakkan di area tertentu dan di tempat-tempat yang memisahkan area bersih dari area kotor seperti dari area penerimaan bahan baku ke area produksi,

Sekurangnya 17 ribu ayam ras milik peternak di wilayah kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) , Kalimantan Tengah mati dan kuat dugaan akibat terserang virus avian influenza (AI)

barang maupun jasa menetapkan harga terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan akan menurun, namun jika harga terlalu rendah akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh

Sedangkan pada pengujian objek kontur tertutup tanpa tapis (variasi 6) memiliki presentase kesalahan minimum 0,472% dan presentase kesalahan maksimum yang cukup

Hasil: Kejadian hipertensi pada kehamilan lebih banyak terjadi pada ibu usia 20-24 tahun, didapatkan kejadian preeklamsia ringan tinggi pada kehamilan multigravida,