• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

8

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan yang digunakan dalam pembuatan minuman fungsional, penentuan umur simpan, dan analisis. Bahan yang digunakan dalam pembuatan minuman fungsional dan penyimpanan adalah sirih merah, jahe, kayu manis, jeruk nipis, dan air. Bahan yang digunakan dalam analisis adalah air destilata, larutan buffer fosfat, larutan DPPH 1.5 mM, metanol, etanol, asam askorbat, indikator phenolptalein, NaOH 0.1 N, asam galat, etanol 95%, Folin Ciocalteau 50%, larutan Na2CO3, larutan enzim α-glukosidase (0.5 mg dilarutkan dalam 10 ml 0.1 M larutan buffer fosfat pH 7 yang mengandung 100 mg bovin albumin), p-nitrofenil α-D-glukopiranosida (p-NPG) 20 mM, buffer fosfat 0.1 M pH 7, acarbose, Na2CO3 200 mM, HCl 25 %, heksana, PCA, larutan pengencer steril K2SO4, HgO, H2SO4, batu didih, NaOH 60 %, Na2SO3 5%, H3BO3, indikator metilen red-metilen blue, HCl 0,02 N, bubur Al(OH)3, larutan Pb asetat, Na2CO3 anhidrat, K/Na oksalat anhidrat, Na fosfat, HCl 30%, NaOH 45%, larutan Luff Schrool, KI 20%, dan H2SO4 26.5%.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat yang digunakan dalam pembuatan minuman fungsional, penyimpanan, dan analisis. Alat yang digunakan dalam pembuatan minuman fungsional dan penyimpanan adalah neraca analitik, blender kering, panci, kompor, centong, alat pemeras jeruk, baskom, kain saring, botol kaca, gelas ukur 500 ml dan termometer. Alat yang digunakan dalam analisis adalah sudip, gelas pengaduk, pipet tetes, botol semprot, penangas air, tabung sentrifus, sentrifus, gelas piala 100 ml, gelas piala 250 ml, erlenmeyer 100 ml, erlenmeyer 250 ml, tabung reaksi, tabung reaksi berulir, mikropipet, labu destilasi, pipet volumetrik 1 ml, pipet volumetrik 5 ml, pipet volumetrik 10 ml, kuvet, labu takar 10 ml, labu takar 50 ml, labu takar 100 ml, labu takar 250 ml, gelas ukur 10 ml, gelas ukur 100 ml, gelas arloji, cawan petri, cawan aluminium, cawan porselen, alat vortex, spektrofotometer UV-Vis, alat GCMS (gas chromatography and mass spectrometry), chromameter, pH meter, piknometer, viskometer Brookfield, refraktometer, kertas saring, dan kapas.

3.2.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan, dan secara rinci dapat disimak pada Gambar 1.

3.2.1.

Persiapan Bahan Baku

Secara umum, diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian dimulai dengan proses pengeringan daun sirih merah dan jahe dengan cara menjemur daun sirih merah yang sudah dicuci bersih dan jahe yang sudah dipotong di bawah sinar matahari mulai pukul 09.00-14.00, sedangkan jeruk nipis digunakan dalam bentuk segar serta kayu manis yang digunakan sudah dalam bentuk kering. Bahan baku kering dibubukkan menggunakan blender

(2)

9

kering, dikemas dalam plastik yang diseal dan dimasukkan dalam toples kaca bersilika gel, kemudian disimpan untuk digunakan pada proses-proses selanjutnya.

Semua sampel yang telah dikeringkan kemudian diekstrak dengan cara seperti yang telah dilakukan sebelumnya oleh Yasni et al. (2010). Bubuk sirih merah, jahe, dan kayu manis masing-masing ditimbang sebanyak 20 gram direbus dalam 100 ml air (1:5) dalam keadaan tertutup dengan api sedang. Setelah ekstrak mendidih, proses pemanasan ditahan selama 15 menit untuk sirih merah dan jahe, serta 5 menit untuk kayu manis dengan menjaga volume air agar tetap melalui penambahan air panas (suhu 70oC). Ekstrak didapatkan melalui penyaringan menggunakan kain saring. Residu hasil penyaringan dari ekstrak masing-masing kemudian diekstrak kembali dengan air yang jumlahnya setengah dari jumlah air pada proses ekstraksi pertama. Filtrat hasil ekstraksi kedua disatukan dengan filtrat pertama, dan disebutkan sebagai hasil ekstrak bahan baku utama.

3.2.2.

Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Sirih Merah

Usaha memperbaiki tingkat kesukaan dari minuman fungsional dilakukan dengan penambahan jeruk nipis. Jeruk nipis yang dipilih adalah jeruk nipis berwarna kuning dan empuk. Jeruk nipis ditambahkan dalam bentuk ekstraknya dan dalam bentuk perasan air jeruk nipis. Proses ekstraksi jeruk nipis dilakukan dengan memotong-motong jeruk nipis ke dalam bentuk yang lebih kecil, kemudian merebusnya dalam air dengan perbandingan 1:10 (kondisi potongan jeruk dapat terendam seluruhnya) dan ditutup. Setelah mendidih, proses pemanasan ditahan selama 15 menit dengan penambahan air panas (suhu 70oC), lalu disaring menggunakan kain saring. Cara kedua adalah penambahan air perasan jeruk nipis yang didapat dengan memotong jeruk nipis ke dalam bagian yang lebih kecil dan diperas agar air dari buah jeruk nipis keluar. Hasil perasan disaring menggunakan kain saring. Pemilihan bentuk jeruk nipis yang ditambahkan pada formula baku didasarkan pada kapasitas antioksidan yang dihasilkan keduanya. Bentuk yang memiliki kapasitas yang lebih tinggi yang akan dipilih.

Pembuatan formula minuman mengikuti formula baku dari minuman fungsional berbahan dasar sirih merah yang telah dilakukan sebelumnya oleh Yasni et al. (2010), yaitu dengan mencampurkan 5 ml ekstrak sirih merah, 4 ml ekstrak jahe, dan 3 ml esktrak kayu manis (5:4:3 (v/v)). Untuk perbaikan formula, ditambahkan sari jeruk nipis pada lima tingkat perbandingan, sehingga dihasilkan lima formula baru (Tabel 2). Pada tahap akhir pembuatan formula, ditambahkan 12% (b/v) pemanis stevia.

Tabel 2. Formulasi Penambahan Jeruk Nipis

Deskripsi Komposisi

Sirih merah : Jahe : Kayu manis : Jeruk nipis (v/v)

Formula 1 5 : 4 : 3 : 1

Formula 2 5 : 4 : 3 : 2

Formula 3 5 : 4 : 3 : 3

Formula 4 5 : 4 : 3 : 4

(3)

10

(4)

11

Kelima formula diujikan kepada 5 orang panelis terlatih untuk mengetahui kesukaannya terhadap formula yang diujikan. Pada tahapan ini, panelis diminta untuk mengurutkan formula yang paling disukai sampai yang paling tidak disukai, kemudian dipilihlah 3 formula yang paling disukai. Selanjutnya, pada 3 formula terpilih tersebut dilakukan uji rating hedonik oleh 70 orang panelis tidak terlatih untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis (Meilgaard et al. 1999) dan akan dipilih 1 formula yang memiliki tingkat kesukaan paling tinggi, berdasarkan parameter aroma, rasa, warna, dan overall. Formula yang terpilih dilakukan pengujian umur simpan dengan metode akselerasi.

3.2.3.

Proses Pembotolan Minuman Fungsional

Persiapan dalam penentuan umur simpan meliputi pencucian botol kaca, sterilisasi botol kaca dengan perebusan, pengeringan botol kaca, ekstraksi bahan baku, pencampuran ekstrak bahan baku, dan proses pembotolan. Proses perebusan botol dilakukan dengan cara memasukkan botol ke dalam air mendidih selama 30 menit. Botol kemudian dikeringkan pada udara terbuka. Proses pembotolan meliputi pemasukan minuman fungsional ke dalam botol, proses pasteurisasi, penutupan, dan proses pendinginan botol.

Proses ekstraksi bahan baku dilakukan satu hari sebelum proses pembotolan, karena dilanjutkan dengan tahap dekantasi. Ekstrak bahan baku kemudian dicampur dan dipanaskan sambil diaduk serta ditambahkan pemanis stevia menjadi minuman fungsional yang siap dikemas. Proses pemanasan dalam mencampur bahan-bahan ini dilakukan pada suhu 70oC dan dalam keadaan tertutup. Minuman fungsional tersebut kemudian diisikan dalam keadaan panas (hot filling) ke dalam botol kaca yang sudah kering sampai pada bagian leher botol, kemudian dipasteurisaasi selama 30 menit pada suhu 63oC (Fellows 2000), lalu botol langsung ditutup, diseal, dan langsung didinginkan pada air mengalir.

Botol-botol setelah dingin diberi label dan siap disimpan pada 3 suhu berbeda (5oC, 30oC, dan 50oC). Proses penyimpanan minuman dilakukan selama 6 minggu dengan mengamati 6 parameter kerusakan, yaitu pH, warna, total asam tertitrasi (TAT), total plate count (TPC), total fenol, dan sensori. Parameter total fenol dan sensori dilakukan pada minggu ke-0, 2, 4, dan 6, sedangkan 4 parameter yang lain dilakukan mulai dari minggu ke-0 sampai minggu ke-6.

3.2.4.

Pendugaan Umur Simpan dengan Metode Arrhenius

Model Arrhenius adalah suatu jenis pendekatan yang mengkuantifikasi pengaruh suhu terhadap reaksi deteriorasi. Persamaan Arrhenius merepresentasikan ketergantungan konstanta laju reaksi terhadap suhu dalam kisaran suhu yang luas. Persamaan Arrhenius dituliskan sebagai berikut :

(5)

12

keterangan :

k t = nilai k pada suhu penyimpanan t

T = suhu penyimpanan

Ea = energi aktivasi (J/mol) = slope model Arrhenius R = konstanta gas (8,314 J/molK)

Hasil pengamatan umur simpan selama periode tertentu penyimpanan diplotkan pada grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan rata-rata penurunan mutu (k). Jika reaksi kerusakan pangan belum diketahui model orde reaksinya, maka nilai plot tersebut dilakukan pada Orde Nol dan Orde Satu. Plot pada Orde Nol dilakukan langsung antara lama penyimpanan (hari) dan penurunan mutu (k), sedangkan pada Orde Satu nilai k diubah menjadi bentuk lon (ln) dulu lalu diplot terhadap lama penyimpanan dan masing-masing ditentukan persamaan regresi liniernya. Hasil plot tersebut memberikan informasi nilai k, intersep, dan koefisien korelasi masing-masing suhu penyimpanan. Langkah selanjutnya adalah memplotkan nilai k atau ln k terhadap suhu penyimpanan dalam bentuk Kelvin (K, 1/T). Plot kedua ini memberikan informasi nilai k, intersep, dan koefisien korelasi. Nilai k hasil plot ini merupakan nilai energi aktivasi dibagi dengan konstanta gas (Ea/R), karena persamaan garis linier hasil plot akan mengikuti persamaan Arrhenius. Umur minuman fungsional dapat dihitung dengan persamaan :

keterangan :

ts = waktu kadaluarsa (hari)

Q0 = mutu awal produk

Qs = mutu akhir produk

k = konstanta laju penurunan mutu

3.2.5.

Transformasi Nilai Umur Simpan Menjadi Waktu Kadaluarsa

Transformasi umur simpan menjadi waktu kadaluwarsa didasarkan pada parameter yang memberikan nilai umur simpan tersingkat pada suhu ruang (30oC).

(6)

13

3.3.

Prosedur Analisis

3.3.1.

Analisis Antioksidan dengan Metode DPPH (Kubo

et al. 2002;

Molyneux 2004)

Analisis antioksidan minuman fungsional diawali dengan pengukuran kapasitas antioksidan dengan membuat kurva standar menggunakan asam askorbat pada konsenrasi 0 sampai 250 ppm. Prosedur pembuatan larutan standar sama dengan prosedur pengujian sampel, yaitu dengan memasukkan 1.5 ml larutan buffer fosfat ke dalam tabung reaksi, lalu ditambah 2,85 ml etanol, dan larutan DPPH 1.5 mM sebanyak 150 l, lalu dikocok dengan alat vortex, dan kemudian ditambahkan 45 l asam askorbat. Selanjutnya, dibuat kurva standar asam askorbat dengan memplot hubungan antara konsentrasi asam askorbat dan selisih antara absorbansi blanko dan absorbansi sampel.

Prosedur pengujian sampel dimulai dengan memasukkan 1.5 ml larutan buffer fosfat ke dalam tabung reaksi, lalu ditambah 2,85 ml etanol, dan larutan DPPH 1.5 mM sebanyak 150 l, lalu dikocok dengan alat vortex, dan kemudian ditambahkan 45 l sampel. Campuran didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang dan diukur absorbansinya (A sampel) pada panjang gelombang 520 nm. Absorbansi blanko diperoleh melalui prosedur yang sama kecuali tanpa ada penambahan sampel. Selanjutnya selisih absorbansi blanko dengan absorbansi sampel disubstitusi pada persamaan kurva standar asam askorbat untuk menentukan AAE (Ascorbic Acid Equivalent). Kapasitas antioksidan dihitung berdasarkan persamaan berikut :

Kapasitas antioksidan (%) =

3.3.2.

Analisis Total Asam Tertitrasi (AOAC Official Method 940.15 1995)

Sampel dituang ke dalam gelas piala lalu diaduk hingga homogen, dan disaring dengan kertas saring. Sampel sebanyak 4 ml dilarutkan menjadi 250 ml dengan air destilata dalam labu takar. Dari 250 ml larutan tersebut, diambil 25 ml dan kemudian ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolptalein. Titrasi dilakukan dengan larutan NaOH 0.1 N yang sudah distandarisasi secara duplo, dan volume NaOH yang digunakan dicatat. Total asam tertitrasi dihitung dengan persamaan berikut :

TAT (ml NaOH 0.1 N/100 ml sampel) =

3.3.3.

Analisis pH (AOAC Official Method 981.12 1995)

Sebelum dilakukan analisis pH, sampel harus dipastikan sudah dalam keadaan homogen dan encer. Elektroda pada pH-meter dibilas dengan air destilata, dikeringkan dengan tissue, lalu dimasukan ke dalam gelas piala berisi sampel. Pembacaan skala pH dibiarkan beberapa saat sampai pembacaan stabil, dan dilakukan duplo.

(7)

14

3.3.4.

Analisis Warna dengan Chromameter (Hutching 1999)

Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter Minolta CR-200. Sebelum dilakukan pengukuran, alat dikalibrasi menggunakan plat yang sesuai warnanya dengan sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah berukuran seragam dan selanjutnya dilakukan pengukuran pada skala nilai Y, x, y. Hasil pengukuran dikonversi ke dalam sistem Hunter L, a, b. Nilai L menyatakan parameter kecerahan (lightness) yang mempunyai rentang nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan rentang nilai +a (positif) dari 0 – 100 untuk warna merah dan rentang nilai –a (negatif) dari 0 – (-80) untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan rentang nilai +b (positif) dari 0 – 70 untuk kuning dan rentang nilai –b (negatif) dari 0 – (-70) untuk warna biru.

3.3.5.

Analisis Total Fenol (Javanmardi et al. 2003)

Sebanyak 0.5 ml sampel ditambahkan ke dalam 0.5 ml etanol 95%, 2.5 ml akuades, dan 2.5 ml reagen Folin Ciocalteau 50%. Campuran didiamkan 5 menit, lalu ditambah 0.5 ml Na2CO3 5% dan divortex. Setelah disimpan di ruang gelap selama 1 jam, larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm. Kurva standar asam galat dibuat dengan memplotkan konsentrasi asam galat sebesar 50, 100, 150, 200, 250 mg/L dengan nilai absorbansinya masing-masing, kemudian nilai total fenol sampel ditentukan dengan mensubstitusikan nilai absorbansi pada persamaan regresi linier dari kurva standar.

3.3.6.

Analisis Total Mikroba (BAM 2001)

Analisis total mikroba dilakukan dengan memipet 1 ml sampel dari pengenceran yang dikehendaki ke dalam cawan petri. Sebanyak ± 12-15 ml media PCA dituangkan ke dalam cawan petri kemudian cawan petri digerakkan secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan angka delapan. Setelah agar membeku, cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 35 oC selama 48±2 jam. Setelah inkubasi selesai, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dengan ketentuan : (1) cawan yang normal berisi 25-250 koloni, semua koloni dihitung termasuk titik yang berukuran kecil, serta perhitungan setiap cawan mempertimbangkan pengenceran dan jumlah koloni; (2) cawan yang berisi lebih dari 250 koloni dicatat sebagai TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung), dan jika tidak ada koloni yang tumbuh ditulis kurang dari 1 kali pengenceran terendah ; dan (3) rumus perhitungan yang digunakan adalah :

(8)

15

N = C

1 x n1 1 x n x D

keterangan :

N = jumlah koloni per ml atau per gram produk

 C = jumlah seluruh koloni yang dihitung n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua D = pengenceran pertama yang dapat dihitung

3.3.7.

Uji Organoleptik Ranking Sederhana dan Rating Hedonik

Uji ranking digunakan untuk membandingkan intensitas ataupun kesukaan antar sampel dan mengurutkannya. Uji dapat dilakukan berpasangan ataupun sederhana. Pada uji ranking sederhana, kepada panelis disajikan satu set sampel pada waktu bersamaan dengan nilai ranking 1 untuk sampel yang paling disukai dan ranking 5 untuk sampel yang paling tidak disukai.

Pada uji rating hedonik, panelis diminta untuk menilai atribut-atribut sensori sampel yang disajikan, yaitu warna, aroma, rasa, dan keseluruhan. Dalam uji ini digunakan panelis tidak terlatih sebanyak 70 orang. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5%. Analisis data dilakukan menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) dengan uji lanjut Duncan. Skala yang digunakan dalam uji ini adalah skala kategori 5 poin dengan deskripsi : sangat suka=5, suka=4, agak suka=3, agak tidak suka=2, dan tidak suka=1.

3.3.8.

Analisis Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Glukosidase (Matsumoto

et al. 2002)

Sebanyak 980 l buffer fosfat 0,1 M (pH 7), 500 l 4-nitrofenil α-D-glukopiranosida 20 mM, 20 l sampel dicampurkan dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit. Reaksi enzimatis dimulai dengan menambahkan 500 l larutan α-glukosidase. Campuran diinkubasi kembali pada suhu 37 oC selama 15 menit dan menghasilkan senyawa p-nitrofenol. Reaksi kemudian dihentikan dengan penambahan 2 ml larutan sodium karbonat 200 mM. Hidrolisis enzimatik dari substrat diamati berdasarkan jumlah p-nitrofenol yang dihasilkan pada sistem reaksi tersebut pada panjang gelombang 400 nm menggunakan spektrofotometer. Acarbose digunakan sebagai kontrol positif. Persentase penghambatan α-glukosidase dihitung berdasarkan formula :

% inhibisi = ( bs sampel

(9)

16

3.3.9.

Analisis Komponen Senyawa Volatil Minuman dengan Metode GCMS

(Gas Chromatography Mass Spectrometry)

Sebanyak 3,5 gram sampel dalam vial SPME (Solid Phase Microextraction) 22 ml diekstrak pada 80oC selama 30 menit pada headspace vial dengan menggunakan fiber SPME jenis DVB/PDMS. diinjeksikan ke GCMS dengan kondisi berikut : suhu injektor 250oC; jenis injektor adalah splitless, gas pembawa adalah gas helium (He) dengan laju alir 1ml/menit. Kondisi suhu MS adalah 280oC. Kondisi oven diatur dengan suhu awal 45oC selama 1 menit kemudian meningkat 6°C/min sampai 250°C selama 25 menit. Kolom yang digunakan adalah DB-WAX (60 m x 250 µm x 0.25 µm).

3.3.10. Analisis Proksimat Minuman Fungsional Terpilih

Analisis proksimat minuman fungsional terpilih dilakukan terhadap kandungan berikut : 1. Kadar air dengan metode oven vakum (AOAC Official Mehod 925.45 1999) 2. Analisis kadar abu dengan metode pengabuan kering (SNI 01-2891-1992) 3. Analisis kadar protein metode Kjeldahl (AOAC Official Method 960.52 1995) 4. Analisis total gula dengan metode Luff Schoorl (SNI 01-2892-1992)

3.3.11. Analisis Sifat Fisik Minuman Fungsional Terpilih

Analisis sifat fisik minuman fungsional terpilih dilakukan terhadap parameter berikut: 1. Analisis massa jenis

2. Analisis analisis viskositas dengan Brookfield Viscometer

Gambar

Tabel 2. Formulasi Penambahan Jeruk Nipis

Referensi

Dokumen terkait

untuk menemukan dan memcahkan masalah pembelajarn di kelas, proses pemecahan dilakukan secara bersiklus, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan hasil belajar di

f) Guru menjelaskan kepada siswa mengenai peta pikiran dan memberikan contoh, sehingga siswa dapat membuat peta pikiran dengan kreasinya sendiri pada waktu yang telah

Berdasarkan analisis SWOT telah diketahui posisi pengembangan perikanan budidaya ikan nila di kolam air tenang di Kecamatan Sinjai borong terletak pada Kuadran III yang

Sikap kerja yang alamiah yaitu sikap dalam proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian tubuh

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta di bagian perawatan Lantai VA, Lantai VC, Lantai IVA, Lantai IVC dan Emergency dilakukan pada bulan

Sistem Informasi Ujian Secara Online Pada Perguruan Tinggi AMIK Dian Cipta Cendikia dapat diakses dengan web browser dan berdasarkan pengujian terhadap aplikasi

Hal tersebut terjadi karena lokasi pegerakan yang diteliti oleh Kridijantoro berbeda dengan penelitian yang sekarang, kemudian pada saat itu salah satu pohon pakan

 Warga Negara atau Penduduk atau Institusi Amerika Serikat Pengendali tidak akan mengajukan tuntutan hukum berupa apapun juga (termasuk tuntutan ganti rugi) kepada BPAM dan BPAM