• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wawancara dengan Bapak Wally Saleh (Vice President Shell Indonesia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Wawancara dengan Bapak Wally Saleh (Vice President Shell Indonesia)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Wawancara dengan Bapak Wally Saleh (

Vice President Shell

Indonesia)

1. Dapatkah Bapak memberikan gambaran singkat bagaimana sektor hilir di kelola masa Pertamina sebelum UU/22/2001 ?

Pertamina mendapat penunjukkan langsung oleh Pemerintah untuk mendistribusikan BBM keseluruh Indonesia (Pertamina mendapat hak monopoli) dan masyarakat hanya mendapatkan satu pilihan dalam menggunakan BBM yang tersedia yaitu BBM yang didistribusikan oleh Pertamina.

2. Kebijakan apa gerangan yang terkandung dalam UU 22/2001 tentang kebijakan baru untuk sektor hilir dan mengapa monopoli Pertamina dianggap perlu diganti dengan pola baru ?

Adanya partisipasi swasta dalam industri hilir yang akan membawa iklim yang positif pada dunia usaha.

3. Setelah ada UU 22/2001, maka terbitlah PP no 36 tahun 2004 tentang kegiatan usaha hilir migas dan terbentuklah BPH Migas (Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian BBM dan kegiatan usaha pengangkutan Gas Bumi melalui pipa) dengan PP no 67/2002. Apakah kebijakan yang diterapkan oleh BPH Migas selama ini?

BPH Migas adalah Badan Pengatur (Batur) sehingga tidak menerbitkan UU tetapi hanya melaksanakan UU yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan DPR-RI.

Penunjukkan PSO (Public Service Obligation), mengadakan tender wilayah kerja usaha dan mengatur distribusi penyaluran gas.

(2)

Pemain swasta dibolehkan melakukan kegiatan retail, import dan menyalurkan BBM non subsidi.

5. Ekspektasi masyarakat hanyalah distribusi BBM yang lebih lancar dan lebih murah dengan mutu yang lebih baik dan dengan harga terjangkau. Komentar Bapak ?

Dengan hadirnya beberapa pemain swasta menimbulkan adanya peningkatan kualitas produk dan servis yang lebih bagus, pada akhirnya masyarakatlah yang diuntungkan serta masyarakat dapat menentukan pilihannya sendiri.

6. Apakah yang dimaksud dengan cetak biru atau Blue Print untuk sektor hilir? istilah itu muncul ketika UU 22/2001 dan PPnya sedang diperdebatkan. Apakah masih ada yang disebut dengan cetak biru itu?

Cetak biru tersebut masih ada dan akan terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan kedepan. Misalnya pada cetak biru sekarang ini salah satu dilema bagi kedua belah pihak (swasta dan Pemerintah) adalah masalah penunjukkan PSO (Public Service Obligation) karena syarat yang diajukan Pemerintah dianggap terlalu berat bagi pemain swasta (syarat minimal harus membangun infrastruktur dibeberapa daerah usaha).

7. Apakah sekarang dapat dikatakan telah lahir garis kebijakan yang jelas kedepan dalam sektor hilir? bila tidak mengapa?

Ada garis kebijakan yang sudah bagus dan ada yang masih jelek, system dan UUnya sudah berfungsi tetapi kedepannya agar para pemain (pebisnis) baru dapat lebih berkembang perlu aturan yang lebih “clear” (A, B, C, Dnya harus jelas), misalnya penerbitan aturan yang bisa mencegah hal- hal yang dapat menghambat proses pengembangan usaha (UU gangguan) karena sulit bagi perusahaan (pebisnis) yang

(3)

baru melakukan pengembangan usahanya jika harus menghadapai pungli (High cost economy)

8. Munculnya SPBU Shell dan Petronas apakah merupakan signal positif kearah perbaikan? apakah Pertamina akan menjadi lebih kompetitif?

Setiap ada kompetisi selalu muncul hal- hal yang positif bagi konsumen karena mereka dapat menentukan pilihan yang lebih baik. Persaingan adalah hal yang wajar dalam dunia usaha karena pasti akan meningkatkan kualitas (produk, servis, standarisasi pembangunan infrastruktur dan lain- lainya).

Jelas Pertamina akan lebih kompetitif (lihat penjelasan sebelumnya)

9. Menurut Bapak “landscape” hilir dalam jangka pendek seperti apa?

Landscape hilir dalam jangka pendek akan adanya pemain-pemain baru (Shell, Petronas dan lain- lain) diIndustri hilir domestic BBM dan ini jelas akan membawa hal yang positif kepada pelanggan serta pengaturan iklim bisnis akan mendatangkan investasi baru yang sekaligus juga membuka lapangan pekerjaan.

10. Saran-saran Bapak untuk mensukseskan sektor hilir dalam jangka pendek dan panjang? Kendala apa yang harus diatasi sekarang dan nanti?

Sudah terjawab pada pertanyaan-pertanyaan sebelumnya

11. Pendapat Bapak tentang “lead-free” gasoline yang konon telah atau akan menjadi standart di Indonesia? Bagaimana dengan biaya besar yang tersangkut “unleadening” proses ini? apakah harus dengan mengupgrade refinery kita atau dengan import additives ?

(4)

Shell adalah mengimport BBM tersebut dari kilang yang ada di Singapura.

12. Apakah ada hal- hal lain yang Bapak ingin sampaikan untuk dimuat dalam karya akademis ini agar masyarakat lebih “educated” tentang migas khususnya di Industri Hilir?

Sudah terjawab.

Terima Kasih sebesarnya atas waktu Bapak.

Wass

(5)

PT Pertamina (Persero) dan mantan komisaris PT Badak NGL

Coorporation).

1. Dapatkah Bapak memberikan gambaran singkat bagaimana sektor hilir di kelola masa Pertamina sebelum UU/22/2001 ?

Pertamina pada saat itu mempunyai yang namanya Mining Right (Negara) dan Economic Right (Badan Usaha Milik Negara) dan dia adalah pemain tunggal dalam industri minyak Indonesia. Ini berlangsung cukup lama sampai di Undangkan UU 22/2001, dalam perkembangannya pada waktu itu masyarakat tidak melihat kinerja yang penting ukurannya supply BBM tidak boleh tersendat harus menjangkau dari Sabang sampai Merauke (seluruh pelosok tanah air), tepat waktu dan dengan harga terjangkau.

Untuk menjangkau kestabilan politik Pemerintah juga menekankan kestabilan harga (BBM dan pangan/beras) sehingga allout dilakukan supaya pasokan BBM ini stabil dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat sehingga BBM harus disubsidi.

2. Kebijakan apa gerangan yang terkandung dalam UU 22/2001 tentang kebijakan baru untuk sektor hilir dan mengapa monopoli Pertamina dianggap perlu diganti dengan pola baru ?

Adanya partisipasi swasta dalam industri hilir akan membawa iklim yang positif pada dunia usaha. Karena jika Pemerintah tetap menerapkan system monopoli di industri hilir BBM akan menimbulkan iklim yang tidak sehat bagi dunia investasi dan juga karena wilayah regional ASEAN sudah membuka pasarnya untuk dunia usaha industri hilir BBM.

3. Setelah ada UU 22/2001, maka terbitlah PP no 36 tahun 2004 tentang kegiatan usaha hilir migas dan terbentuklah BPH Migas (Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian BBM dan kegiatan usaha pengangkutan Gas Bumi melalui pipa)

(6)

dengan PP no 67/2002. Apakah kebijakan yang diterapkan oleh BPH Migas selama ini?

Kebijakan BPH Migas selama ini adalah menjaga pasokan BBM dan pada saat yang sama juga menjaga kestabilan harga (storing, distribution, etc)

4. Apa yang sungguh-sungguh terjadi di lapangan ?

Pemain swasta dibolehkan melakukan kegiatan retail, import dan menyalurkan BBM non subsidi.

Dengan adanya SPBU asing diharapkan hal- hal yang sub-standart tadi (kecurangan) kembali menjadi standart baku baik dalam hal layanan, quality dan masalah integrity.

5. Ekspektasi masyarakat hanyalah distribusi BBM yang lebih lancar dan lebih murah dengan mutu yang lebih baik dan dengan harga terjangkau. Komentar Bapak?

Masyarakat harus diedukasi bahwa minyak itu sekarang ini adalah bukan barang murah karena cadangan minyak kita semakin menipis sehingga kita harus mengimport kebutuhan minyak dalam negeri yang belum tercukupi itu dengan harga internalasional yang akibatnya adalah harga penjualan minyak pasti akan naik.

6. Apakah yang dimaksud dengan cetak biru atau Blue Print untuk sektor hilir? istilah itu muncul ketika UU 22/2001 dan PPnya sedang diperdebatkan. Apakah masih ada yang disebut dengan cetak biru itu?

Cetak biru dibuatnya sangat terburu-buru sehingga masih banyak hal- hal yang tidak terakomodasi dengan baik

(7)

dalam sektor hilir? bila tidak mengapa?

Ada garis kebijakan yang sudah bagus dan ada yang masih jelek, system dan UUnya sudah berfungsi tetapi kedepannya agar para pemain (pebisnis) baru dapat lebih berkembang perlu aturan yang lebih “clear” (A, B, C, Dnya harus jelas).

8. Munculnya SPBU Shell dan Petronas apakah merupakan signal positif kearah perbaikan? apakah Pertamina akan menjadi lebih kompetitif?

Sudah terjawab diatas.

9. Menurut Bapak “landscape” hilir dalam jangka pendek seperti apa?

Landscape hilir dalam jangka pendek akan adanya pemain-pemain baru (Shell, Petronas dan lain- lain) diIndustri hilir domestic BBM dan ini jelas akan membawa hal yang positif kepada pelanggan serta pengaturan iklim bisnis akan mendatangkan investasi baru yang sekaligus juga membuka lapangan pekerjaan.

10. Saran-saran Bapak untuk mensukseskan sektor hilir dalam jangka pendek dan panjang? Kendala apa yang harus diatasi sekarang dan nanti?

Sudah terjawab diatas.

11. Pendapat Bapak tentang “lead-free” gasoline yang konon telah atau akan menjadi standart di Indonesia? Bagaimana dengan biaya besar yang tersangkut “unleadening” proses ini? apakah harus dengan mengupgrade refinery kita atau dengan import additives ?

Lead-free gasoline merupakan aturan standar internalsional. Beberapa oil refinery yang dimiliki Pertamina sudah mensupport untuk proses ini tetapi mungkin

(8)

kedepannya semua oil refinery yang ada sudah harus bisa menutupi kebutuhan dalam negeri yang sesuai dengan standar baku internalasional walaupun investasi yang ada membutuhkan biaya yang sangat besar dan resiko yang sangat tinggi.

12. Apakah ada hal- hal lain yang Bapak ingin sampaikan untuk dimuat dalam karya akademis ini agar masyarakat lebih “educated” tentang migas khususnya di Industri Hilir?

Sudah terjawab.

Terima Kasih sebesarnya atas waktu Bapak.

Wass

Wawancara dengan Bapak Ir.Syahabuddin M.Si (Members of

Committee Direktur Pengolahan dan Niaga BPH Migas).

(9)

1. Dapatkah Bapak memberikan gambaran singkat bagaimana sektor hilir di kelola masa Pertamina sebelum UU/22/2001 ?

Sebagai dasar hukum Pemerintah untuk mengelola industri minyak di Indonesia maka pada saat itu di keluarkanlah UU no 8/1971 yang sebelumnya juga sudah dikeluarkan UU no 44/1960 yaitu tentang pengusahaan Migas dikuasai oleh Negara dan diusahakan oleh perusahaan Negara. Semua kegiatan dari hulu sampai hilir diusahakan (dimonopoli) oleh Pertamina (Perusahaan Negara). Pertamina pada saat itu mempunyai yang namanya Mining Right (Negara) dan Economic Right (Badan Usaha Milik Negara) dan pada saat itu pengusahaan pengolahan, pengangkutan, distribusi, SPBU dikelola oleh Pertamina.

2. Kebijakan apa gerangan yang terkandung dalam UU 22/2001 tentang kebijakan baru untuk sektor hilir dan mengapa monopoli Pertamina dianggap perlu diganti dengan pola baru ?

Dengan UU no 22/2001 industri hilir dibuka untuk boleh dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Swasta, Koperasi, Badan Usaha Milik Daerah

Karena Pemerintah mulai meninggalkan system monopoli menuju system pasar bebas yang membolehkan pebisnis menanamkan investasi di industri hilir BBM.

3. Setelah ada UU 22/2001, maka terbitlah PP no 36 tahun 2004 tentang kegiatan usaha hilir migas dan terbentuklah BPH Migas (Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian BBM dan kegiatan usaha pengangkutan Gas Bumi melalui pipa) dengan PP no 67/2002. Apakah kebijakan yang diterapkan oleh BPH Migas selama ini?

Sebelum UU no 22/2001 Pertamina melakukan pengawasan dan sekaligus sebagai pemain (Pertamina sebagai regulator sekaligus sebagai pemain). Dengan UU 22/2001

(10)

fungsi tersebut dipisah yaitu sebagai regulator dibentuk Badan Pengatur (Batur) hilir Migas (BPH Migas) dan Pertamina berubah menjadi PT. Pertamina (Persero).

Kebijakan BPH Migas selama ini adalah berfungsi mengatur dan mengawasi atas bisnis perusahaan yang telah mendapatkan izin untuk melakukan kegiatan usaha (BBM bisa terdistribusi kesemua wilayah NKRI), apabila perusahaan tersebut tidak melakukan usahanya dengan baik maka akan dikenakan sangsi (sekarang ini sedang diatur mekanisme sangsinya).

4. Apa yang sungguh-sungguh terjadi di lapangan ?

Pemain swasta dibolehkan melakukan kegiatan retail, import dan menyalurkan BBM non subsidi.

5. Ekspektasi masyarakat hanyalah distribusi BBM yang lebih lancar dan lebih murah dengan mutu yang lebih baik dan dengan harga terjangkau. Komentar Bapak ?

Dengan hadirnya beberapa pemain swasta menimbulkan adanya peningkatan kualitas produk dan servis yang lebih bagus, pada akhirnya masyarakatlah yang diuntungkan serta masyarakat dapat menentukan pilihannya sendiri.

6. Apakah yang dimaksud dengan cetak biru atau Blue Print untuk sektor hilir? istilah itu muncul ketika UU 22/2001 dan PPnya sedang diperdebatkan. Apakah masih ada yang disebut dengan cetak biru itu?

Cetak biru tersebut masih ada dan akan terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan kedepan

(11)

dalam sektor hilir? bila tidak mengapa?

Ada garis kebijakan yang sudah bagus dan ada yang masih jelek, system dan UUnya sudah berfungsi tetapi kedepannya agar para pemain (pebisnis) baru dapat lebih berkembang perlu aturan yang lebih jelas

8. Munculnya SPBU Shell dan Petronas apakah merupakan signal positif kearah perbaikan? apakah Pertamina akan menjadi lebih kompetitif?

Setiap ada kompetisi selalu muncul hal- hal yang positif bagi konsumen karena mereka dapat menentukan pilihan yang lebih baik. Persaingan adalah hal yang wajar dalam dunia usaha karena pasti akan meningkatkan kualitas (produk, servis, standarisasi pembangunan infrastruktur dan lain- lainya).

9. Menurut Bapak “landscape” hilir dalam jangka pendek seperti apa?

Sudah terjawab.

10. Saran-saran Bapak untuk mensukseskan sektor hilir dalam jangka pendek dan panjang? Kendala apa yang harus diatasi sekarang dan na nti?

Landscape hilir dalam jangka pendek akan adanya pemain-pemain baru (Shell, Petronas dan lain- lain) diIndustri hilir domestic BBM dan ini jelas akan membawa hal yang positif kepada pelanggan serta pengaturan iklim bisnis akan mendatangkan investasi baru yang sekaligus juga membuka lapangan pekerjaan.

11. Pendapat Bapak tentang “lead-free” gasoline yang konon telah atau akan menjadi standart di Indonesia? Bagaimana dengan biaya besar yang tersangkut “unleadening” proses ini? apakah harus dengan mengupgrade refinery kita atau dengan import additives ?

(12)

Bensin tanpa timbal merupakan aturan standar internalasional. Kalau dulu untuk meng-upgrade bensin oktan rendah menggunakan TEL, tetapi penggunaan TEL ini mulai dikurangi karena kadar polusinya tinggi.

Oil refinery itu investasinya paling tinggi tetapi marginnya tipis dan resikonya paling tinggi, jika harga minya dunia naik maka marginnya berkurang. Jika dana yang tersedia mencukupi maka yang penting dilakukan adalah meng-upgrade oil refinery yang kita miliki

12. Apakah ada hal- hal lain yang Bapak ingin sampaikan untuk dimuat dalam karya akademis ini agar masyarakat lebih “educated” tentang migas khususnya di Industri Hilir?

Sudah terjawab.

Terima Kasih sebesarnya atas waktu Bapak.

Wass

Pertanyaan-pertanyaan yang akan dipakai dalam wawancara

dengan Bapak Sugiarto Moechammad –

Vice President Relations &

General Affairs CNOOC SES Ltd.

(13)

1. UU nomor 22 / 2001 mentargetkan berakhirnya monopoli Pertamina dihilir dan terbukanya hilir bagi pemain-pemain baru selain dari Pertamina menuju kesuatu “open market system”. Menurut Bapak apakah kita sekarang sudah menuju open market?

Kita sekarang secara bertahap sudah menuju “open market”, ini dapat dilihat dengan masuknya Badan Usaha Swasta dan para pemain asing di Industri hilir BBM seperti Shell, Petronas dan lain- lain serta sesuai dengan UU no 22/2001 juga mengijinkan Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi dan BUMN untuk melakukan kegiatan usaha hilir dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. Walaupun BBM yang dijual baru dibatasi dengan BBM yang Beroktan tinggi (unleaded high octan - non subsidize)

2. Setelah ada UU 22/2004, maka terbitlah PP nomor 36 tahun 2004 tentang kegiatan usaha hilir migas, dan terbentuklah BPH Migas (Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian BBM dan kegiatan usaha pengangkutan Gas Bumi melalui pipa ) dengan PP nomor 67/ 2002. Menurut Bapak apakah yang disumbangkan oleh BPH MIGAS sesudah lembaga itu terbentuk?

Belum banyak terlihat apa yang dilakukan oleh BPH Migas selain tender untuk melakukan penyaluran gas dan pembangunan pipa untuk menyalurkan BBM dan mengeluarkan izin usaha untuk membangun SPBU serta lembaga ini hanya banyak mengurus regulasi seperti izin- izin procurement (izin administratif)

3. Yang sungguh-sungguh terjadi dilapangan apa mengingat mestinya Nopember 2005 BPH MIGAS sudah mengambil alih tugas Pertamina dihilir?

BPH Migas adalah regulatori, BP Migas sebagai pengawas, sedangkan Pertamina sekarang ini adalah pemain. Dan sekarang ini sudah mulai berjalan mekanisme regulatorinya, kalaulah sekarang ini Pertamina masih di tunjuk langsung sebagai PSO (Public Service Obligation) karena pihak swasta masih belum sanggup

(14)

diserahtugaskan untuk menyalurkan BBM karena masih minimnya infrastruktur pendukung untuk menyalurkan BBM.

4. Ekspektasi masyarakat hanyalah distribusi BBM yang lebih lancar dan lebih murah dengan mutu yang lebih baik dan dengan harga yang terjangkau. Komentar Bapak?

Ekspektasi distribusi bisa lebih lancar tetapi kalau harga minyak murah tergantung harga minyak Internasional (karena mengikuti harga pasar, Indonesia acuannya adalah MOPS) dan masyarakat harus diedukasi bahwa minyak bukan barang murah lagi karena memang discovery cadangan minyak didunia makin kecil dari pada pemakaian (demand minyak), harus adanya policy energi yang menyeluruh dari pemerintah tentang penggunaan BBM yang tidak bisa terbaharui dan energi alternative.

5. Apa gerangan yang dimaksud dengan cetak biru atau blue print untuk sektor hilir? Istilah itu muncul ketika UU 22/2001 dan PPnya sedang didebatkan. Apakah masih ada yang disebut cetak biru itu?

Cetak biru tersebut masih ada dan akan terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan kedepan

6. Apakah sekarang dapat dikatakan telah lahir garis kebijakan yang jelas kedepan dalam sektor hilir? Bila tidak, mengapa? Menurut Bapak “landscape” hilir dalam jangka pendek seperti apa?

Landscape hilir dalam jangka pendek akan adanya pemain-pemain baru (Shell, Petronas dan lain- lain) diIndustri hilir domestic BBM dan ini jelas akan membawa hal yang positif kepada pelanggan serta pengaturan iklim bisnis akan mendatangkan investasi baru yang sekaligus juga membuka lapangan pekerjaan.

(15)

7. Munculnya SPBU Shell dan Petronas apakah merupakan signal yang positif kearah perbaikan? Apakah Pertamina akan menjadi lebih kompetitif? Apakah persaingan seperti perlu lebih digalakkan lagi?

Dengan adanya SPBU asing diharapkan hal- hal yang sub-standart tadi (kecurangan) kembali menjadi standart baku baik dalam hal layanan, quality dan masalah integrity. Dengan adanya kompetisi maka hal- hal positif pasti banyak akan timbul.

8. Andaikata Bapak diangkat sebagai Kepala BPHMIGAS apa yang Anda akan lakukan agar ada terobosan kearah perbaikan urusan hilir ini?

Saya menyarankan agar BPH Migas dengan segala kewenangan dan tugasnya bersedia melebur ke badan pengatur migas (BP Migas) dimana kalau sampai ini terjadi hanya akan ada satu badan regulasi yang memonitor maupun mengawasi jalannya segala aktivitas bisnis dalam industri migas baik disektor hulu maupun sektor hilir, sehingga mengurangi terjadinya disinkronisasi dan disintegrasi dalam menerapkan kebijakan serta itu merupakan sarana untuk menciptakan sistem dan tata kelola yang baik (Good Corporate Governance) dalam menjalankan kegiatan bisnis Industri BBM di sektor hilir.

Terima kasih sebesar-besarnya atas waktu Bapak.

Wawancara Bapak Puguh Sugiharto (Former VP Production and

Drilling Caltex Indonesia dan Executive Director PT Pranata Energi

Nusantara)

Notes: yang bersangkutan menyediakan data empiris berbentuk hardcopy dimana

isinya secara materil telah dituangkan kedalam penulisan thesis

(16)

masa Pertamina sebelum UU/22/2001 ?

2. Kebijakan apa gerangan yang terkandung dalam UU 22/2001 tentang kebijakan baru untuk sektor hilir dan mengapa monopoli Pertamina dianggap perlu diganti dengan pola baru ?

3. Setelah ada UU 22/2001, maka terbitlah PP no 36 tahun 2004 tentang kegiatan usaha hilir migas dan terbentuklah BPH Migas (Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian BBM dan kegiatan usaha pengangkutan Gas Bumi melalui pipa) dengan PP no 67/2002. Apakah kebijakan yang diterapkan oleh BPH Migas selama ini?

4. Apa yang sungguh-sungguh terjadi di lapangan ?

5. Ekspektasi masyarakat hanyalah distribusi BBM yang lebih lancar dan lebih murah dengan mutu yang lebih baik dan dengan harga terjangkau. Komentar Bapak ?

6. Apakah yang dimaksud dengan cetak biru atau Blue Print untuk sektor hilir? istilah itu muncul ketika UU 22/2001 dan PPnya sedang diperdebatkan. Apakah masih ada yang disebut dengan cetak biru itu?

7. Apakah sekarang dapat dikatakan telah lahir garis kebijakan yang jelas kedepan dalam sektor hilir? bila tidak mengapa?

8. Munculnya SPBU Shell dan Petronas apakah merupakan signal positif kearah perbaikan? apakah Pertamina akan menjadi lebih kompetitif?

(17)

10. Saran-saran Bapak untuk mensukseskan sektor hilir dalam jangka pendek dan panjang? Kendala apa yang harus diatasi sekarang dan nanti?

11. Pendapat Bapak tentang “lead-free” gasoline yang konon telah atau akan menjadi standart di Indonesia? Bagaimana dengan biaya besar yang tersangkut “unleadening” proses ini? apakah harus dengan mengupgrade refinery kita atau dengan import additives ?

12. Apakah ada hal- hal lain yang Bapak ingin sampaikan untuk dimuat dalam karya akademis ini agar masyarakat lebih “educated” tentang migas khususnya di Industri Hilir?

Terima Kasih sebesarnya atas waktu Bapak.

Referensi

Dokumen terkait