• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL STIKNA Jurnal Sains, Teknologi, Farmasi & Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL STIKNA Jurnal Sains, Teknologi, Farmasi & Kesehatan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

175

PEMBUATAN LATEKS POLISTIRENA MENGGUNAKAN PENGEMULSI AMONIUM LAURIL SULFAT Ratih Paramitha, Basuki Wirjosnentono, Yugia Muis

Email : mitha25.paramitha@gmail.com ABSTRAK

Pembuatan lateks polistirena menggunakan pengemulsi amonium lauril sulfat (ALS) telah dilakukan dengan cara melarutkan styrofoam (polistirena foam) dalam toluena (30/70). Selanjutnya larutan polistirena dicampur dengan aquades, dengan variasi perbandingan larutan polistirena dan aquades (v/v) adalah 90:10, 70:30, 50:50, 70:30, dan 10:90 kemudian ditambahkan 10 ml larutan amonium lauril sulfat (ALS) dengan konsentrasi 10%, 20% dan 30%. Karakterisasi lateks polistirena meliputi pengujian kestabilan selama masa penyimpanan dengan cara mengukur densitasnya dan penentuan ukuran dan bentuk partikel dengan pengamatan mikroskop optik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lateks polistirena dengan perbandingan 90:10 merupakan lateks yang paling stabil dengan nilai densitas konstan selama masa penyimpanan yaitu 0,960 g/ml untuk ALS 10%, 0,962 g/ml untuk ALS 20%, dan 0,964 ALS 30%. Ukuran partikel rata-rata 1,8 – 1,6 m dengan distribusi ukuran partikel yang semakin sempit sebanding dengan kenaikan konsentrasi ALS. Hasil fotografi mikroskop optik menunjukkan bahwa lateks polirtirena ALS 30% memiliki bentuk dan ukuran partikel yang lebih seragam.

Kata kunci: lateks polistirena, amonium lauril sulfat, styrofoam.

1. Pendahuluan

Suatu emulsi mengandung dua atau lebih larutan yang bercampur secara sempurna, dimana satu larutan (fase terdispersi) berada dalam bentuk partikel yang terdispersi ke dalam larutan lain (fase pendispersi) (Weiss, 2002). Lateks dikenal juga sebagai polimer emulsi, dispersi polimer atau polimer koloid. Lateks merupakan suatu larutan dimana suatu partikel polimer mikroskopis terdispersi kedalam larutan pendispersinya (Christopher, 2003).

Emulsi merupakan sistem yang tidak stabil secara termodinamik karena adanya interaksi tidak menguntungkan antara fase polar dengan fase non-polar (Weiss, 2002). Sehingga surfaktan atau bahan pengemulsi

selalu dibutuhkan untuk mencapai suatu emulsi yang stabil (Adamson, 1990).

Bahan pengemulsi yang biasanya digunakan pada pabrik lateks pekat selama ini yaitu amonium lauril sulfat yang diimpor dari mancanegara. Amonium lauril sulfat ini dapat meningkatkan waktu kemantapan mekanik (WKM) lateks pekat sesuai dengan standar ASTM dan ISO (Muis, 2010).

Polistirena (PS) merupakan polimer termoplastik dengan harga murah dan memiliki banyak sifat-sifat yang menguntungkan. Polistirena memiliki sifat-sifat mekanik dan sifat-sifat termal yang baik, tetapi sedikit rapuh dan melunak di bawah suhu 100oC. Polistirena terurai pada kenaikan suhu menjadi suatu campuran senyawa dengan bobot molekul rendah yang mana hampir setengahnya

JURNAL STIKNA

Jurnal Sains, Teknologi, Farmasi & Kesehatan

(2)

adalah stirena. Bau karekteristik dari monomer merupakan identifikasi dari polimer tersebut (Billmayer, 1971). Polistirena foam begitu banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, tetapi tidak dapat dengan mudah didaur ulang sehingga pengolahan limbahnya harus dilakukan secara benar agar tidak merusak lingkungan (Badan POM, 2008).

Penelitian tentang pembuatan lateks polistirena telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Xinbo Wang dan Zhicheng Zhang (2006) telah meneliti pembuatan partikel lateks polistirena dengan polimerisasi emulsi bebas emulsifier induksi sinar-γ. Monomer surfaktan asam 10(9)-hidroksil-9(10)-alil eter oktadekanoik (HAEOA) tidak hanya berperan sebagai monomer pembantu tetapi juga sebagai stabilizer kopolimerisasi dengan stirena dan menstabilkan partikel lateks polistirena. Dari hasil analisa kinetik penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada keadaan rata-rata konstan yang dapat mengindikasikan adanya mekanisme nukleasi tetesan.

Xuefeng Hu dkk., (2009) telah meneliti pembuatan nano lateks polistirena dengan polimerisasi emulsi induksi UV rutin. Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya rantai polimer hidroksil yang difungsional dapat membantu stabilitas koloid lateks partikel kecil dan dapat mencegah penggumpalan bahkan pada konsentrasi surfaktan yang sedikit.

Soo Keat Ooi dan Simon Biggs (2000) juga telah melakukan penelitian tentang sampel lateks polistirena yang disintesis dari emulsi minyak dalam air (o/w) suatu monomer menggunakan iradiasi ultrasonik sebagai sumber inisiasinya. Menunjukkan bahwa ukuran partikel yang kecil dan konversi rata-rata yang tinggi dapat mempengaruhi proses nukleasi berkelanjutan yang disebabkan karena pengumpulan radikal bebas selama polimerisasi dengan pembentukan tetesan-tetesan kecil minyak yang baru.

Dikarenakan oleh beberapa penelitian diataslah penulis terdorong untuk melakukan studi tentang pembuatan lateks polistirena menggunakan emulsifier amonium lauril sulfat.

2. Metode Penelitian 2.1. Alat

Neraca analitis (Mettlee Toledo), Mixer (Fisher Scientifik), peralatan gelas (Pyrex), Seprangkat alat Viskosimeter Ostwald (Sibata), Piknometer (Pyrex), Mikroskop optic perbesaran 400x (Olympus).

2.2. Bahan

Amonium lauril sulfat (ALS) (teknis (Bratachem)), Toluena (teknis (Bratachem)), Aquades Polistirena foam bekas.

2.3. Prosedur Kerja

2.3.1. Pembuatan Larutan Polistirena Pekat

Sebanyak 70 ml toluena dimasukkan ke dalam gelas beaker. Kemudian ditambahkan 30 g polistirena foam sedikit demi sedikit. Lalu diaduk hingga semua polistirena foam larut. Larutan yang terbentuk diukur viskositas dan densitasnya.

2.3.2. Pembuatan Larutan Amonium Lauril Sulfat 10, 20, dan 30% Diukur sebanyak 10 ml amonium lauril sulfat, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan aquades sampai garis tanda. Dilakukan perlakuan yang sama untuk amonuim lauril sulfat 20 ml dan 30 ml.

2.3.3. Pembuatan Lateks Polistirena Sebanyak 90 ml larutan polistirena dimasukkan ke dalam gelas beaker. Ditambahkan 10 ml aquades. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan amonium lauril sulfat 10 % setetes demi setetes secara perlahan-lahan sambil diaduk hingga homogen. Dilakukan perlakuan yang sama untuk larutan amonium lauril sulfat 20% dan 30%. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk larutan polistirena dan

(3)

aquades dengan perbandingan 70:30, 50:50, 30:70 dan 10:90. Hasil yang diperoleh diuji kestabilannya dan diamati bentuk dan ukuran partikelnya.

2.3.4. Pengujian Kestabilan Lateks Polistirena

Pengujian ini dilakukan pada semua lateks polistirena yang terbentuk selama masa penyimpanan 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 hari.

Disiapkan piknometer 5 ml, ditimbang massa piknometer kosong. Dimasukkan lateks polistirena ke dalam piknometer. Kemudian ditimbang massanya dengan menggunakan neraca analitis, penimbangan dilakukan sebanyak tiga kali. Dihitng densitasnya.

2.3.5. Penentuan Ukuran dan Bentuk Partikel Lateks Polistirena Analisis ini dilakukan pada sampel lateks polistirena yang paling stabil.

Satu tetes lateks polistirena diletakkan di atas kaca preparat. Dihidupkan mikroskop optik, diletakkan kaca preparat tersebut bawah lensa mikroskop. Diamati lateks polistirena di bawah mikroskop optik dengan perbesaran 400x. Dihitung distribusi ukuran partikelnya kemudian dihitung ukuran rata-rata partikelnya. 3. Hasil dan Pembahasan

Lateks polistirena diperoleh dari campuran antara larutan polistirena dengan aquades, diikuti dengan penambahan bahan pengemulsi yaitu ALS. Pencampuran dilakukan pada berbagai variasi perbandingan larutan polistirena dan aquades yaitu 90:10; 70:30; 50:50; 30:70 dan 10:90. Masing-masing perbandingan ditambahkan bahan pengemulsi dengan konsentrasi 10%, 20% dan 30%. Dari hasil pencampuran tersebut diperoleh bahwa lateks polistirena terbentuk pada perbandingan 90:10; 70:30; 50:50 dan 30:70 pada semua konsentrasi larutan bahan pengemulsi.

3.1. Analisis Kestabilan Lateks Polistirena.

Pengujian kestabilan ini berdasarkan hubungan antara densitas fase terdispersi, densitas fase pendispersi, densitas emulsi dan volume fraksi yang menentukan konsentrasi partikel minyak (Weiss, 2002). Pada gambar 1 terlihat bahwa nilai densitas lateks polistirena pada perbandingan 90 : 10 tidak mengalami perubahan selama masa penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa lateks polistirena dengan ALS 10% pada perbandingan 90 : 10 stabil selama masa penyimpanan dengan nilai densitas 0,960 g/ml.

Gambar 1. Grafik antara Densitas Versus Waktu Penyimpanan Lateks Polistirena dengan Bahan Pengemulsi ALS 10%.

0.92 0.93 0.94 0.95 0.96 0.97 0.98 0.99 1 1.01 1.02 1 2 3 4 5 6 7 D e nsita s ( g/m l)

Waktu Penyimpanan (hari)

(4)

Sedangkan untuk lateks polistirena dengan perbandingan 70 : 30 nilai densitasnya mengalami perubahan pada penyimpanan hari ketiga, dengan kenaikan nilai densitas yang sangat signifikan yaitu dari 0,955 g/ml menjadi 0,996 g/ml. Hal ini memperlihatkan bahwa lateks polistirena pada perbandingan 70 : 30 hanya mampu stabil selama dua hari, yang kemudian pada hari ketiganya telah mengalami proses pemisahan fase.

Lain halnya dengan lateks polistirena perbandingan 50 : 50 dan 30 : 70. Lateks polistirena pada dua perbandingan ini telah mengalami pemisahan fase pada hari penyimpanan kedua. Seperti yang telihat pada Gambar 1, lateks polistirena dengan perbandingan 50 : 50 mengalami kenaikan nilai densitas dari 0,96 g/ml menjadi 0,986 g/ml. Dan untuk lateks polistirena perbandingan 30 : 70 mengalami kenaikan sekitar 0,038 g/ml pada penyimpanan hari kedua.

Gambar 2. Grafik antara Densitas Versus Waktu Penyimpanan Lateks Polistirena dengan Bahan Pengemulsi ALS 20%.

Begitu pula yang terjadi pada lateks polistirena dengan ALS 20%. Seperti yang terlihat pada Gambar 2, dari gambar tersebut terlihat bahwa lateks polistirena dengan perbandingan 90 : 10 tidak mengalami perubahan nilai densitas selama masa penyimpanan, dengan nilai densitas yang konstan yaitu 0,962 g/ml. Yang menunjukkan bahwa lateks polistirena ALS 20% pada perbandingan 90 : 10 stabil selama masa penyimpanan.

Untuk lateks polistirena perbandingan 70 : 30 nilai densitasnya mengalami kenaikan yang sangat signifikan pada hari penyimpanan ketiga. Pada hari

penyimpanan ketiga nilai densitasnya menjadi 0,992 g/ml dimana pada hari penyimpanan pertama dan kedua nilai densitasnya adalah 0,960 g/ml. Dari grafik pada Gambar 2 tersebut terlihat bahwa kenaikan densitas lateks polistirena ALS 20% perbandingan 70 : 30 pada hari penyimpanan ketiga adalah sekitar 0,032 g/ml. Sama halnya seperti lateks polistirena ALS 10%, lateks polistirena ALS 20% pada perbandingan 70 : 30 juga hanya stabil selama dua hari masa penyimpanan.

Untuk lateks polistirena perbandingan 50 : 50 dan perbandingan 30 : 70 pada 0.93 0.94 0.95 0.96 0.97 0.98 0.99 1 1.01 1 2 3 4 5 6 7 Dens it as (g/m l)

Waktu Penyimpanan (hari)

(5)

ALS 20% sama dengan lateks polistirena ALS 10% pada perbandingan yang sama. Pada kedua perbandingan ini lateks polistirena telah mengalami pemisah fase pada hari penyimpanan kedua. Hal ini terlihat dari naiknya nilai densitas lateks

polistirena pada hari penyimpanan kedua yaitu dari 0,960 g/ml menjadi 0,980 g/ml untuk perbandingan 50 : 50 dan pada perbandingan 30 : 70 kenaikannya dari 0,978 g/ml menjadi 1,002 g/ml.

Gambar 3. Grafik antara Densitas Versus Waktu Penyimpanan Lateks Polistirena dengan Bahan Pengemulsi ALS 30%.

Dari grafik pada Gambar 3 terlihat bahwa densitas lateks polistirena pada perbandingan 90:10 tidak mengalami perubahan selama masa penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa lateks polistirena pada perbandingan 90:10 tersebut stabil selama masa penyimpanan dengan nilai densitas 0,964 g/ml pada lateks polistirena dengan ALS 30%.

Sedangkan untuk perbandingan 70:30 nilai densitasnya mengalami kenaikan yang sangat signifikan pada hari penyimpanan ketiga, yaitu dari 0,974 g/ml menjadi 0,99 g/ml pada lateks polistirena dengan ALS 30%. Hal ini memperlihatkan bahwa lateks polistirena pada perbandingan tersebut hanya stabil selama dua hari masa penyimpanan yang kemudian pada hari ketiganya mengalami proses pemisahan fase.

Begitu pula yang terjadi pada lateks polistirena dengan perbandingan 50:50 dan 30:70. Lateks pada perbandingan ini mengalami pemisahan fase pada hari

kedua masa penyimpanan. Hal ini terlihat pada gambar 3, lateks polistirena dengan perbandingan 50:50 mengalami kenaikan nilai densitas dari 0,966 g/ml menjadi 0,994 g/ml pada lateks polistirena dengan ALS 30%. Dan lateks polistirena dengan perbandingan 30:70 mengalami kenaikan nilai densitas sekitar 0,020 pada lateks polistirena dengan ALS 30%.

Semua itu menunjukkan bahwa lateks polistirena perbandingan 90 : 10 pada semua konsentrasi ALS memiliki tingkat kesabilan yang paling baik yang terlihat dari nilai densitas yang tidak mengalami perubah selama masa pernyimpanan. Hal ini menunjukan bahwa lateks polistirena perbandingan 90 : 10 selama masa penyimpanan tidak mengalami proses pemisahan fase.

3.2. Analisa Ukuran dan Bentuk Partikel Lateks Polistirena.

Analisa distribusi ukuran partikel lateks polistirena dilakukan dengan metode 0.94 0.95 0.96 0.97 0.98 0.99 1 1.01 1 2 3 4 5 6 7 Densi ta s (g/m l)

Waktu Penyimpanan (hari)

(6)

manual, yaitu dengan cara menghitung jumlah partikel lateks polistirena yang tampak pada hasil fotografi pengamatan

partikel lateks polistirena dengan menggunakan mikroskop optik.

Gambar 4. Grafik Distribusi Ukuran Partikel Lateks Polistirena Pada Berbagai Konsentrasi ALS.

Dari grafik pada gambar 4 dapat diperoleh bahwa nilai rata-rata diameter ( ) partikel lateks polistirena dengan konsentrasi ALS 10%, 20% dan 30% secara berurutan adalah 1,832 m, 1,737 m, dan 1,632 m. Hal ini memperlihatkan bahwa semakin besar konsentrasi emulsifier semakin kecil pula ukuran partikel lateks polistirena yang terbentuk. Karena tegangan permukaan merupakan parameter penting dalam mengontrol ukuran partikel emulsi. Jika tegangan permukaan diturunkan ke level yang sangat rendah, ukuran partikel dapat berkurang lebih jauh lagi (Goodwin, 2004).

Gambar 5. Foto Micrograph Mikroskop Optik Lateks Polistirena ALS 10% dengan Perbesaran 400x

Gambar 6. Foto Micrograph Mikroskop Optik Lateks Polistirena ALS 20% dengan Perbesaran 400x 0 10 20 30 40 50 60 70 0 2 4 6 8 10 12 Fr ekue nsi (%) Ukuran Partikel (µm) ALS 10% ALS 20% ALS 30%

(7)

Gambar 7. Foto Micrograph Mikroskop Optik Lateks Polistirena ALS 30% dengan Perbesaran 400x

Dari hasil fotografi partikel polistirena dengan menggunakan mikroskop optik seperti yang telihat di gambar 5, 6. dan 7. secara visual terlihat bahwa pada konsentrasi ALS 30% mempunyai bentuk dan ukuran yang lebih seragam dibandingkan dengan lateks polistirena ALS 20% dan 10%.

4. Kesimpulan

Lateks polistirena dapat dibuat dengan memanfaatkan polistirena foam bekas yang dilarutkan ke dalam toluena dengan fase pendispersi air dan amonium lauril sulfat sebagai bahan pengemulsi. Lateks polistirena dengan kestabilan paling baik adalah pada perbandingan 90 : 10 (larutan PS : air (v/v)) pada semua konsentasi ALS, dengan nilai densitas selama masa penyimpanan 0,960 g/ml pada ALS 10%, 0,962 g/ml pada ALS 20% dan 0,964 g/ml pada ALS 30%. Kenaikan konsentrasi bahan pengemulsi (ALS) menurunkan ukuran diameter rata-rata partikel lateks polistirena, yaitu 1,832 m untuk ALS 10%, 1,737 m untuk ALS 20% dan 1,632 m untuk ALS 30%.

Daftar Pustaka

Adamson, A. W.1990. Physical Chemistry of Surfaces. Fifth Edition. New York: Jhon Willey and Sons Inc. Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia. 2008.

Kemasan Polistirena Foam

(styrofoam). Vol 9. No 5. ISSN 1829-9334. Jakarta.

Billmeyer, F. W. 1971. Textbook of Polimer Sciense. Second Edition. New York: Jhon Willey and Sons Inc.

Christopher, D. A., Eric, S. D. 2003. Emulsion Polymerisation and Latex Aplication. Shawburg: iSmithers Rappa Publishing.

Goodwin, J. W. 2004. Colloids and Interfaces with Surfactants and

Polymers An Introduction

England: Jhon Willey and Sons Inc.

Hu, X., Zhang, J., Yang. W. 2009.

Preparation of Transparent

Polystyrene Nano-Latexes by an

UV-Induced Routine Emulsion

Polymerization, Polymer 50 (2009) 141-147.

Muis, Y. 2010. Studi Bahan Pengemulsi Berbasis Minyak Kelapa Sawit Unutk Produk Film Lateks Pekat Alam Dengan Agen Vulkanisasi Sulfur Dan Dikumil Peroksida. Disertasi PPS-USU Medan.

Ooi, S. K. 2000. Ultrasonic Initiation of

Polystyrene Latex Synthesis.

Ultrasonic Sonochemistry. 7 (2000) 125-133.

Wang, X. 2006. Preparation of Polystyrene Latex Particle by

γ-Rays-Induced Emulsifier-Free

(8)

Radiation Physics and Chemistry, 75 (2006) 1001-1005.

Weiss, J. 2002. Emulsion Stability Determination. Jhon Willey and

Sons Inc. Current Prorocol in Food Analitical Chemistry D3.4.1-D3.2.17.

Gambar

Gambar 1.  Grafik  antara  Densitas  Versus  Waktu  Penyimpanan  Lateks  Polistirena  dengan  Bahan Pengemulsi ALS 10%
Gambar 2.  Grafik  antara  Densitas  Versus  Waktu  Penyimpanan  Lateks  Polistirena  dengan  Bahan Pengemulsi ALS 20%
Gambar 3.  Grafik  antara  Densitas  Versus  Waktu  Penyimpanan  Lateks  Polistirena  dengan  Bahan Pengemulsi ALS 30%
Gambar 4.  Grafik Distribusi Ukuran Partikel Lateks Polistirena Pada Berbagai Konsentrasi  ALS
+2

Referensi

Dokumen terkait

3) Pernyataan keaslian naskah tugas akhir yang ditandatangani oleh mahasiswa yang bersangkutan dan disimpan pada halaman setelah sampul dalam tugas akhir. Tim

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan bekerjasama dengan SMAN 3 Penajam Paser Utara melakukan kerjasama pembinaan guru-guru di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Penajam Paser

Hukum kedua termodinamika seperti yang diungkapkan oleh Clausius mengatakan, “Untu k suatu mesin siklis maka tidak mungkin untuk menghasilkan efek lain, selain

Menurut Zymelman (1975) dengan jelas mengatakan bahwa pembiayaan pendidikan tidak hanya menyangkut analisis sumber-sumber dana, tetapi juga menyangkut

Dalam tahap ini dilakukan penyebaran kuesioner I kepada sejumlah responden yang terdiri dari mahasiswa, dosen dan admin layanan SIAKAD di jurusan Teknik Industri

Kredit macet apapun sebabnya, pendapatan (bagi hasil) yang seharusnya diperoleh dan/atau kredit yang seharusnya kembali ke koperasi ternyata tidak dapat ditarik oleh

Untuk mengetahui perbedaan besar hasil belajar siswa pada pembelajaran pencerminan bangun datar yang diajar dengan metode ekspositori dan yang diajar dengan menggunakan

Perangkat pengendali debit tetesan infus yang dibuat oleh penulis pada penelitian ini akan dikembangkan dengan menggunakan sensor photodioda untuk perangkat pem- baca dan