• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen

Manajemen merupakan alat untuk pencapaian tujuan yang diinginkan. Manajemen yang tepat akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, masyarakat. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diaturnya berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu (Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan, Pengendalian). Jadi, manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Adapun unsur-unsur manajemen itu terdiri dari Men, Money, Method, Materials, Machine dan Market yang disingkat 6M.

Manajemen merupakan “alat” dan “wadah” (tempat) untuk mengatur 6M dan semua aktivitas proses perusahaan dalam mencapai tujuannya. Walaupun manajemen hanya merupakan alat saja, tetapi harus diatur sebaik-baiknya, karena jika manajemen ini tepat maka tujuan optimal dapat diwujudkan, pemborosan terhindari, dan semua potensi yang dimiliki akan lebih bermanfaat.

Untuk lebih jelasnya pengertian manajemen ini penulis mengutip beberapa definisi sebagai berikut:

Menurut Oey Liang Lee (2011:16) :

”manajemen adalah seni dan ilmu, dalam manajemen terdapat strategi memanfaatkan tenaga dan pikiran orang lain untuk melaksanakan suatu aktifitas yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”.

Sedangkan menurut G.R. Terry (2011:16) menjelaskan :

”manajemen menjelaskan bahwa manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian untuk menentukan serta mencapai tujuan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya”. Definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari perencanaan, pengarahan, pengendalian, melalui pemanfaatan

(2)

sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lain secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.

Jenis- jenis manajemen menurut Siagian dalam Jurnal Maulizar dkk (2012) meliputi:

1. Manajemen Sumber Daya Manusia adalah penerapan manajemen berdasarkan fungsinya untuk memperoleh sumber daya manusia yang terbaik bagi bisnis yang kita jalankan dan bagaimana sumber daya manusia yang terbaik tersebut dapat dipelihara dan tetap bekerja bersama kita dengan kualitas pekerjaan yang senantiasa konstan ataupun bertambah.

Menurut Rivai (2011:1) menyatakan bahwa:

“Manajemen sumber daya manusia adalah salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian”.

2. Manajemen Pemasaran adalah kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya yang pada intinya berusaha untuk mengidentifikasi apa sesungguhnya yang dibutuhkan oleh konsumen, dana bagaimana cara pemenuhannya dapat diwujudkan.

Manajemen Pemasaran menurut Kotler (2012:14):

Marketing is art and science of choosing target markets and getting, kepping, and growing customers throught creating, delivering, and communicating superior customer value.

3. Manajemen Operasi/Produksi adalah penerapan manajemen berdasarkan fungsinya untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar yang ditetapkan berdasarkan keinginan konsumen, dengan teknik produksi yang seefisien mungkin, dari mulai pilihan lokasi produksi hingga produk akhir yang dihasilkan dalam proses produksi.

Manajemen operasi Menurut Assauri (2011:19), yaitu:

“Merupakan suatu kegiatan untuk mengatur dan mengkoordinasikan penggunaan sumber daya yang berupa sumber daya manusia, sumber daya alat, dan sumber daya dana serta bahan baku secara efektif dan efisien untuk menciptakan dan menambah keguaan (utility) suatu barang dan jasa.”

(3)

4. Manajemen Keuangan adalah kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya yang pada intinya berusaha untuk memastikan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan mampu mencapai tujuannya secara ekonomis yaitu diukur berdasarkan profit. Tugas manajemen keuangan diantaranya merencanakan dari mana pembiayaan bisnis diperoleh, dan dengan cara bagaimana modal yang telah diperoleh dialokasikan secara tepat dalam kegiatan bisnis yang dijalankan.

Menurut Martono dan Harjito (2012:4) pengertian manajemen keuangan yaitu: “aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan bagaimana memperoleh dana, menggunakan dana dan mengelola assets sesuai tujuan perusahaan secara menyeluruh”.

2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia merupakan komponen dari perusahaan yang mempunyai arti yang sangat penting sumber daya manusia menjadi sumber penentu dari perencanaan tujuan suatu perusahaan, karena fungsinya sebagai inti dari kegiatan perusahaan. Tanpa adanya sumber daya manusia maka kegiatan perusahaan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya meskipun pada saat ini otomatisasi telah memasuki setiap perusahaan, tetapi apabila pelaku dan pelaksana mesin tersebut yaitu manusia, tidak memberikan peranan yang diharapkan maka otomatisasi itu akan menjadi sia-sia.

Pengertian dari manajemen sumber daya manusia, berikut ini penulis mengutip beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli:

Menurut Bohlarander dan Snell (2013:4) :

”suatu ilmu yang mempelajari bagaimana memberdayakan karyawan dalam perusahaan, membuat pekerjaan, kelompok kerja, mengembangkan para karyawan yang mempunyai kemampuan, mengidentifikasi suatu pendekatan untuk dapat mengembangkan kinerja karyawan dan memberikan imbalan kepada mereka atas usahanya dan bekerja”

(4)

Menurut Mangkunegara (2011:2), menyatakan bahwa :

“Manajemen sumber daya manusia adalah suatu pengelolaan dengan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai)”.

Berdasarkan definisi di atas, dapat dikatakan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia secara garis besar sama yaitu bahwa, manajemen sumber daya manusia mengatur semua tenaga kerja secara efektif dan efisien dengan mengembangkan kemampuan yang mereka miliki dalam mewujudkan tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dengan memiliki tujuan tertentu maka tenaga kerja akan termotivasi untuk bekerja sebaik mungkin.

2.2.1 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Fungsi manajemen sumber daya manusi sangat luas, hal ini disebabkan karena tugas dan tanggung jawab manajemen sumber daya manusia untuk mengelola unsur-unsur manusia seefektif mungkin agar memiliki suatu tenaga kerja yang memuaskan. Menurut Hasibuan (2011:21), fungsi-fungsi sumber daya manusia meliputi fungsi manajerial dan fungsi operasional, yaitu :

1. Fungsi-fungsi Manajerial a. Perencanaan

Perencanaan (human resources planning) adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian karyawan program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

b. Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, intergrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization

(5)

chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif. c. Pengarahan

Pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efesien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pemimpin dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan tugasnya dengan baik.

d. Pengendalian

Pengendalian (controlling) adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat kesalahan atau penyimpangan dilakukan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.

2. Fungsi-fungsi Operasional a. Pengadaan

Pengadaan (procurement) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan orientasi dan induksi untuk menciptakan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.

b. Pengembangan

Pengembangan (development) adalah proses meningkatkan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerja masa kini maupun masa depan.

c. Kompensasi

Kompensasi (compensation) adalah pemberian balas jasa langsung (direct)

dan tidak langsung (indirect) uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak

(6)

diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.

d. Pengintegrasian

Pengintegrasian (integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam manajemen sumber daya manusia, karena mempersatukan dan kepentingan yang bertolak belakang.

e. Pemeliharaan

Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik akan dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi.

f. Pemberhentian

Pemberhentian (separation) adalah putusnya hubungan seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun dan sebab-sebab lainnya.

Uraian di atas tersebut, jelaslah bahwa peranan manajemen sumber daya manusia, baik yang bersifat manajerial maupun operasional sangat berguna dalam mendukung pencapaian dari tujuan perusahaan.

(7)

2.3 Kepemimpinan

Lingkungan suatu organisasi, kepemimpinan (leadership) merupakan suatu faktor yang menentukan tercapai atu tidaknya tujuan suatu organisasi, dengan kepemimpinan yang baik, proses manajemen akan berjalan lancar dan karyawan bergairah melaksanakan tugas-tugasnya. Gairah kerja, produktivitas kerja, dan proses manajemen suatu perusahaan akan baik jika tipe, cara, atau gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpinannya baik.

Tegasnya baik atau buruknya, tercapai atau tidaknya tujuan suatu perusahaan sebagian besar ditentukan oleh kecakapan pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya untuk mengarahkan para bawahannya, karena kecakapan dan kewibawaan seorang pemimpin melaksanakan kepemimpinannya akan mendorong gairah kerja, kreativitas, partisipasi, dan loyalitas para bawahannya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

Definisi kepemimpinan menurut beberapa ahli diantaranya sebagai berikut.

Menurut Miftah Thoha (2010:9):

“Kepemimpinan adalah kegiatan untuk memengaruhi perilaku orang lain, atau seni memengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok

Sedangkan menurut Martinis Yamin dan Maisah (2012: 74) mandefinisikan :

“Kepemimpinan sebagai suatu group proses yang dilakukan oleh seseorang dalam mengelola dan menginspirasikan sejumlah pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi melalui aplikasi teknik-teknik manajemen”

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan lebih yang dimilki oleh seseorang untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok, agar orang bersedia bekerja secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan pada situasi tertentu. Setiap pemimpin dapat memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dan tidak harus suatu gaya

(8)

kepemimpinan itu lebih baik atau kurang baik daripada gaya kepemimpinan lainnya. Dasar yang sering dipergunakan dalam mengelompokkan gaya kepemimpinan yang ada adalah tugas yang dirasakan harus dilakukan oleh pemimpin, kewajiban yang pemimpin harapkan diterima oleh bawahan dan lain sebagainya.

2.3.1 Syarat-syarat Kepemimpinan

Menurut Dahlan (2012:23),berikut adalah karakteristik kepemimpinan yang baik: a. Mencontohkan b. Bertanggungjawab c. Memiliki integritas d. Melayani e. Visioner f. Memberi inspirasi g. Simpatik dan berempati

Menurut Dwiwibawa dan Riyanto (2012:13) karakter dalam kepemimpinan adalah sebagai berikut:

a. Rasa tanggung jawab

b. Mementingkan penyelesaian tugas c. Semangat

d. Kemauan keras e. Mengambil resiko f. Kepercayaan diri g. Orisinalitas

h. Kapasitas untuk menangani tekanan i. Kapasitas untuk mempengaruhi j. Kapasitas mengelola organisasi

Teori yang dikemukakan Moeljono (2012:24) bahwa kepemimpinan mempunyai 12 karakter kepemimpinan yang unggul, yaitu:

(9)

1. Ketersendirian

2. Melakukan tugas sesuai posisi

3. Hasto broto: tangguh, berani, hadir di mana saja, keseimbangan, pengendalian diri, melindungi di saat krisis, memberi daya hidup, memberi pedoman

4. Pemanfaatan dua hemisfer otak 5. Wawasan

6. Kematangan 7. Komunikasi 8. Interaksi 9. Posisi

10.Titik pusat keseimbangan

11.Memiliki visi, nilai, dan keberanian 12.Etika dan hukum

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang berpengetahuan luas, adil, jujur, optimis, gigih, ulet, bijaksana, mampu memotivasi diri sendiri, memiliki hubungan yang baik dengan bawahan, dimana semua ini didapat dari pengembangan kepribadiannya sehingga seorang pemimpin memiliki nilai tambah tersendiri dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin.

2.3.2 Gaya-gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan manajemen merupakan cara yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam memimpin bawahannya yaitu bertujuan untuk mempengaruhi anggota atau bawahannya dalam mencapai suatu tujuan.

Berikut adalah Gaya Kepemimpinan yang dikemukakan oleh Hasibuan dalam Doni dan Suwatno (2011:157),sebagai berikut :

1. Kepemimpinan Otoriter

Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk

(10)

memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

Karakteristik dari Kepemimpinan Otoriter, yaitu :

a. Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan pemimpin.

b. Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan paling cakap.

c. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan instruksi/perintah, hukuman, serta pengawasan dilakukan secara ketat.

2. Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpina Partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipatif para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan.

Karakterisitik dari Kepemimpinan Partisipatif, yaitu :

a. Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

b. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan saran atau ide yang diberikan bawahannya.

c. Pemimpin menganut sistem manajemen terbuka (open management) dan desentralisasi wewenang.

3. Kepemimpinan Delegatif

Kepemimpinan Delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaan. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan.

Karakteristik dari Gaya Kepemimpinan Delegatif, yaitu :

a. Pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan.

(11)

b. Pimpinan tidak akan membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan itu dan hanya sedikit melakukan kontak mata dengan bawahannya.

Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang cocok untuk segala situasi, maka penampilan pemimpin yang efektf dari perusahaan harus menyesuaikan tipe kepemimpinan dengan situasi yang dihadapi. Pengertian situasi mencakup kemampuan bawahan, tuntutan pekerjaan, tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang demikian yang sangat baik untuk diterapkan agar motivasi kerja karyawan tinggi.

Sedangkan menurut Stoner (2011;165):

“Gaya kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja”.

Secara relatif ada tiga macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu otokrasi, demokratis dan laissez-faire. Kebanyakan manajer menggunakan ketiganya pada suatu waktu, tetapi gaya yang paling sering digunakan akan dapat dipakai untuk membedakan seorang manajer sebagai pemimpin yang otokratis, demokratis atau leissez-faire.

Ketiga macam gaya kepemimpinan ini dapat dijelaskan dibawah ini:

1. Otokratis

a. Semua penentuan kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin.

b. Teknik-teknik dan langkah-langkah kegiatan didikte oleh atasan setiap waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkat yang luas.

c. Pemimpin biasanya mendikte tugas kerja bagian dan kerja bersama setiap anggota.

d. Pemimpin cenderung menjadi “pribadi” dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota; mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukkan keahliannya.

2. Demokratis

a. Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari kelompok.

(12)

b. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat dan bila dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis, pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih.

c. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.

d. Pemimpin adalah obyektif atau “fact-minded” dalam pujian dan

kecamannya dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan.

3. Laissez faire

a. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan partisipasi minimal dari pemimpin.

b. Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberikan informasi pada saat ditanya.Dia tidak mengambil bagian dalam diskusi kerja.

c. Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas. d. Kadang-kadang memberi komentar sponsor terhadap kegiatan anggota

atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian.

2.3.3 Gaya Pengambilan Keputusan

Tidak ada Gaya Kepemimpinan yang mutlak baik atau buruk yang penting tujuan tercapai dengan baik. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan dipengaruhi oleh faktor-faktor : tujuan, pengikut (bawahan), organisasi, karakter pemimpin, dan situasi yang ada.

Berikut ini adalah Gaya Pengambilan Keputusan yang dikemukakan oleh Hasibuan dalam Doni dan Suwatno (2011:159):

a. Gaya Otoratif

Gaya Otoratif diterapkan pada situasi ketika manajer memiliki pengalaman dan informasi untuk menghasilkan konklusi, sementara pengikut tidak memiliki kemampuan, kesediaan, dan keyakinan untuk memecahkan masalah. Jadi, manajer harus membuat keputusan tanpa bantuan pengikut.

(13)

b. Gaya Konsultatif

Gaya Konsultatif adalah strategi yang tepat apabila manajer mengetahui bahwa pengikut juga mempunyai beberapa pengalaman atau pengetahuan tentang masalah dan bersedia memecahkan masalah meskipun belum mampu. Dalam situasi ini strategi yang terbaik adalah memperoleh masukan mereka, sebelum membuat keputusan final.

c. Gaya Fasilitatif

Merupakan upaya kooperatif yaitu manajer dan pengikut bekerja sama mencapai keputusan bersama. Dalam hal ini, pemimpin secara efektif memiliki komitmen terhadap diri sendiri untuk berbagai dalam proses pengambilan keputusan. Gaya merupakan cara yang sempurna manakala berhadapan dengan pengikut yang mampu, tetapi belum yakin akan dirinya.

d. Gaya Delegatif

Digunakan terhadap pengikut yang memiliki pengalaman dan informasi yang diperlukan untuk keputusan atau rekomendasi yang layak.

Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa apabila pemimpin mampu dengan tangkas, cerdas, cepat dan arif bijaksana mengambil keputusan yang tepat, maka organisasi atau perusahaan bisa berfungsi secara efektif dan efisien.

2.3.4 Indikator Kepemimpinan

Berikut adalah indikator kepemimpinan yang dikemukakan oleh Hasibuan dalamDoni dan Suwatno (2011:159),sebagai berikut :

1. Kepemimpinan Otoriter

Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

(14)

a) Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan pemimpin.

b) Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan paling cakap.

c) Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan instruksi/perintah, hukuman, serta pengawasan dilakukan secara ketat.

2. Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipatif para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan.

Karakterisitik dari Kepemimpinan Partisipatif, yaitu :

a) Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

b) Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan saran atau ide yang diberikan bawahannya.

c) Pemimpin menganut sistem manajemen terbuka (open management) dan desentralisasi wewenang.

3. Kepemimpinan Delegatif

Kepemimpinan Delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaan. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan.

Karakteristik dari Gaya Kepemimpinan Delegatif, yaitu :

a) Pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan.

b) Pimpinan tidak akan membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan itu dan hanya sedikit melakukan kontak mata dengan bawahannya.

(15)

2.3.5 Beberapa Teori Kepemimpinan

Menurut Arifin (2012:25-39) mengemukakan beberapa para ahli manajemen mengenai timbulnya seorang pemimipin. Teori yang satu berbeda dengan teori yang lainnya. Diantara berbagai teori mengenai lahirnya pemimpin ada tiga diantaranya yang paling menonjol yaitu sebagai berikut :

1. Teori Genetik.

Penganut teori ini berpendapat bahwa, “pemimpin itu dilahirkan bukan dibentuk” (leaders are born and not made). Pandangan teori ini bahwa, seseorang akan menjadi pemimpin karena (keturunan atau ia telah dilahirkan dengan “membawa bakat” kepemimpinan. Teori keturunan ini, dapat saja terjadi karena seseorang dilahirkan telah “memiliki potensi atau bakat” untuk memimpin dan inilah yang disebut dengan faktor “dasar”. Dalam realitas, teori keturunan ini biasanya dapat terjadi dikalangan bangsawan atau raja-raja, karena orang tuanya menjadi raja maka seorang anak yang lahir dalam keturunan tersebut akan diangkat menjadi raja.

2. Teori Sosial.

Penganut teori ini berpendapat bahwa, seseorang yang menjadi pemimpin dibentuk dan bukan dilahirkan (leaders are made and not born). Penganut teori berkeyakinan bahwa semua orang itu sama dan mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin. Tiap orang mempunyai potensi atau bakat untuk menjadi pemimpin, hanya saja faktor lingkungan atau faktor pendukung yang mengakibatkan potensi tersebut teraktualkan atau tersalurkan dengan baik dan inilah yang disebut dengan faktor “ajar” atau “latihan”. Pandangan penganut teori ini bahwa, setiap orang dapat dididik, diajar, dan dilatih untuk menjadi pemimpin. Intinya, bahwa setiap orang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin, meskipun dia bukan merupakan atau berasal dari keturunan dari seorang pemimpin tatau seorang raja, asalkan dapat dididik, diajar dan dilatih untuk menjadi pemimpin.

(16)

3. Teori Ekologi.

Penganut teori ini berpendapat bahwa seseorang akan menjadi pemimpin yang baik “manakala dilahirkan” telah memiliki bakat kepemimpinan. Kemudian bakat tersebut dikembangkan melalui pendidikan, latihan, dan pengalaman-pengalaman yang memungkinkan untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang telah dimiliki.

2.4 Kepuasan Kerja

2.4.1 Definisi Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda–beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, artinya jika kepuasan diperoleh dari pekerjaan, maka kedisiplinan karyawan baik. Sebailiknya jika kepuasan kerja kurang tercapai dipekerjaannya, maka kedisiplinan karyawan rendah.

Menurut Veithzal Rivai (2012,475) kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Menurut Keither dan Kinicki (2011:271) kepuasan kerja adalah suatu efektivitas atau respon emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini berarti bahwa kepuasan kerja seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaanya dan atau tidak puas dengan salah satu atau lebih aspek lainnya. Menurut Robbins yang dikutip oleh Wibowo (2012:299) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Siagian (2012:295) berpendapat bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya. Banyak faktor yang perlu mendapat perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja seseorang. Apabila dalam pekerjaannya seseorang mempunyai

(17)

otonomi atau bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik tentang hasil pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan akan merasa puas.

Bentuk program pengenalan yang tepat serta berakibat pada diterimanya seseorang sebagai anggota kelompok kerja. Situasi lingkungan berbuntut pada tingkat kepuasa kerja yang tinggi, pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis tentang kepuassan kerja dikaitkan dengan prestasi kerja, dan besar kecilnya organisasi.

2.4.2 Variabel Kepuasan Kerja

Menurut Mangkunegara (2012:117-119) kepuasan kerja berhubungan dengan variabel–variabel seperti keluar masuk (turnover), tingkat absensi, umur, tingkat pekerjaan, dan ukuran organisasi perusahaan. Hal ini menurut beliau sesuai dengan pendapat Keith Davis bahwa “Job satisfication is related to a

number of major employee variables, such as turnover, absences, age, occupation and size of the organization in which an employee works”. Untuk lebih jelasnya variabel – variabel tersebut adalah sebagai berikut :

1. Turnover

Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover pegawai yang rendah. Sedangkan pegawai–pegawai yang kurang puas biasanya

turnovernya lebih tinggi. 2. Tingkat Ketidakhadiran Kerja

Pegawai–pegawai yang kurang puas cenderung tingkat ketidakhadirannya (absen) tinggi. Mereka sering tidak hadir kerja dengan alasan yang tidak logis dan subjektif.

3. Umur

Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas dari pada pegawai yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai yang tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan, sedangkan pegawai usia yang lebih muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya. Sehingga apabila antara

(18)

harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas.

4. Tingkat Pekerjaan

Pegawai–pegawai menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih merasa puas dari pada pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih rendah. Pegawai–pegawai yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi menunjukan kemampuan kerja yang lebih baik dan aktif dalam mengemukakan ide–ide serta kreatif dalam bekerja.

5. Ukuran Organisasi Perusahaan

Ukuran organisasi perusahaan dapat mempunyai kepuasan pegawai. Hal ini karena besar kecil perusahaann berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi, dann partisipasi pegawai.

2.4.3 Indikator Kepuasan Kerja

Menurut Veithzal (2012:479) secara teoritis, faktor–faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control, pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja. Faktor–faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang karyawan adalah sebagai berikut :

a. Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan,

b. Supervisi,

c. Organisasi dan manajemen, d. Kesempatan untuk maju,

e. Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif,

f. Rekan kerja, g. Kondisi pekerjaan.

Selain itu, menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja adalah sebagai berikut :

(19)

b. Pembayaran yang sesuai, c. Organisasi dan manajemen,

d. Supervisi pada pekerjaan yang tepat,

e. Orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat.

Salah satu cara untuk menentukan apakah pekerja puas dengan pekerjaannya ialah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa pekerjaan ideal tertentu (teori kesenjangan).

2.4.4 Teori Kepuasan Kerja

Dibawah ini dikemukakan teori – teori tentang kepuasan kerja menurut Mangkunegara (2012:120-123), yaitu sebagai berikut :

1. Teori Keseimbangan (Equity Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Adam, adapun komponen dari teori ini adalah input, outcome, comparison person, dan equtiy – in – equtiy.

Wexley dan Yukl mengemukakan bahwa “Input is anything of value that an employee perceives that he contributes to his job”. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya, pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja.

“Outcome is anything of value that the employee perceives he obtains from the job”. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan oleh pegawai. Misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri. Sedangkan “Comparison person mey be someone in the same organization, someone in a different organization, or even the person him self in a previous job”. Comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang sama, seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya.

Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil perbandingan input–outcome pegawai lain (comparison person).

(20)

pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi, apabila terjadi ketidakseimbangan (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu

over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya under compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi pembanding atau

(comparison person ).

2. Teori Perbedaan ( Discrepancy Person )

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter, ia berpendapat bahwa mengukur kepuasan kerja dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. Locke (1969) mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawai bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapakan oleh pegawai. Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih besar dari pada apa yang diharapkan, akan menyebabkan pegawai tidak puas.

3. Teori Pemenuhan Kebutuhan ( Need Mulltilment Theory )

Menurut teori ini kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya, makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak puas.

4. Teori Pandangan Kelompok ( Social Reference Theory )

Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.

(21)

5. Teori Dua Faktor dari Herzberg

Teori dua faktor ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg, ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penilaian Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara terhadap subjek insinyur, dan akuntan. Masing–masing subjek diminta menceritakan kejadian yang dialami oleh mereka, baik yang menyenangkan (memberi kepuasan) maupun yang tidak menyenangkan atau tidak memberi kepuasan. Kemudian dianalisis dengan analisis isi (content analysis) untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan atau ketidakpuasan.

Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut herzberg yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor pemotivasian (motivation factors). Faktor pemeliharaaan disebut pula dissatisfiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors yang meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja, kondisi kerja, dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfiers, motivators, job content, intrinsic factor yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan

(advancement), work it self, kesempatan berkembang dan tanggung jawab. 6. Teori Pengharapan ( Exceptanxy Theory )

Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom, kemudian teori ini diperluas oleh Potteer dan Lawyer. Ketika Davis mengemukakan bahwa “Vroom

explains that motivation is a product of how much one wants something and one’s estimate of the probability that a certain will lead to it” Vroom menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu, dan penaksiran seseorang menyakinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya. Pernyataan diatas berhubungan dengan rumus dibawah ini, yaitu Valensi x Harapan = Motivasi.

(22)

Keterangan :

- Valensi merupakan kekuatan hasrat seseorang untuk mencapai sesuatu

- Harapan merupakan keinginan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu

- Motivasi merupakan kekuatan dorongan yang mempunyai arah pada tujuan tertentu

Valensi lebih menguatkan pilihan seorang pegawai untuk sesuatu hasil. Jika seorang pegawai mempunyai keinginan yang kuat untuk suatu kemajuan, maka berarti valensi pegawai tersebut tinggi untuk suatu kemajuan. Valensi timbul dari internal pegawai yang dikondisikan dengan pengalaman.

Selanjutnya Keith Davis dikutip oleh Mangkunegara (2012:122) mengemukakan bahwa :

“Expectency is the strenght of belief that an act will be followed by particular outcomes, it represents employee judgement of the probability that achieving one result will lead to another result. Since expectency is an action – outcome association, it may range from 0 to 1. If am employee see no probability that an act will lead to a particular outcome, then expectancy is 0. At the other extreme, if the action – outcome relationship indicates cartainly, then expectancy has a value on one. Normally employee expectancy is somewhere between these two extremes”.

Artinya pengharapan merupakan kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan pegawai yang memungkinkan mencapai suatu hasil dapat menuntun hasil lainnya. Pengharapan merupakan suatu aksi yang berhubungan dengan hasil, dari 0–1. jika pegawai merasa tidak mungkin mendapatkan hasil tertentu maka harapannya bernilai 0. jika aksinya berhunungan dengan hasil tertentu maka harapannya 1. harapan pegawai secara normal adalah diantara 0–1.

(23)

2.4.5 Survei Kepuasan Kerja

Menurut Mangkunegara (2011:124) survei kepuasan kerja adalah suatu prosedur dimana pegawai–pegawai mengemukakan perasaan mengenai jabatan atau pekerjaannya melalui laporan kerja. Survei kepuasan kerja jasa untuk mengetahui moral pegawai, pendapat, sikap, iklim, dan kualitas kehidupan kerja pegawai.

Survei kepuasan kerja menurut Mangkunegara (2011:124) dapat bermanfaat dan menguntungkan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Manajer dan pemimpin melibatkan diri pada survei,

2. Survei dirancang berdasarkan kebutuhan pegawai dan manajemen secara objektif,

3. Survei diadminisrtasikan secara wajar,

4. Ada tindak lanjut atau follow up dari pemimpin, dan adanya aksi untuk mengkomunikasikan kesesuian hasilnya dari pemimpin Keuntungan dilaksanakannya survei kepuasan kerja diantara lain, kepuasan kerja secara umum, komunikasi, meningkatkan sikap kerja dan untuk keperluan pelatihan

(training).

a. Kepuasan kerja secara umum

Keuntungan survei kepuasan kerja dapat meberikan gambaran kepada pemimpin mengenai tingkat kepuasan kerja pegawai di perusahaan. Begitu pula untuk mengetahui ketidakpuasan pegawai pada bagian dan jabatan tertentu, survei juga sangat bermanfaat dalam mendiagnosis masalah masalah pegawai yang berhubungan dengan peralatan kerja. b. Komunikasi

Survei kepuasan kerja sangat bermanfaat daalam mengkomunikasikan keinginan pegawai dengan pikiran pegawai. Pegawai yang kurang berani berkomentar terhadap pekerjaannya dengan melalui survei dapat membantu mengkomunikasikan kepada pemimpin.

(24)

c. Menguatkan sikap kerja

Survei kepuasan kerja dapat bermanfaat dalam meningkatkan sikap kerja pegawai. Hal ini karena pegawai merasa pelaksanaan kerja dan fungsi jabatannya mendapat perhatian dari pihak pemimpin.

d. Kebutuhan pelatihan

Survei kepuasan kerja sangat berguna dalam menentukan kebutuhan pelatihan tertentu. Pegawai-pegawai biasanya diberikan kesempatan untuk melaporkan apa yang mereka rasakan dari perlakukaan pemimpin pada bagian jabatan tertentu. Dengan demikian kebutuhan pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan bagi bidang pekerjaan pegawai-pegawai peserta pelatihan.

2.4.6 Pengukuran Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja menurut Rivai (2012:480) adalah bagaimana orang melaksanakan pekerjaan dan aspek–aspeknya. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan harus benar–benar memperhatikan kepuasan kerja, yang dapat dikatagorikan sesuai dengan fokus karyawan atau perusahaan, yaitu :

1. Pertama, manusia berhak diberlakukan dengan adil dan hormat, pandangan ini menurut perspektif kemanusiaan. Kepuasan kerja merupakan perluasan refleksi perlakuan yang baik. Penting juga memperhatikan indikator emosional atau kesehatan psikologis.

2. Kedua, perspektif kemanfaatan, bahwa kepuasan kerja dapat menciptakan perilaku yang mempengaruhi fungsi–fungsi perusahaan. Perbedaan kepuasan kerja antara unit- unit organisasi dapat mendiagnosis potensi persoalan. Buhler (1994) menekankan pendapatnya bahwa upaya organisasi berkelanjutan harus ditempatkan pada kepuasan kerja dan pengaruh ekonomis terhadap perusahaan. Perusahaan yang percaya bahwa karyawan dapat dengan mudah diganti dan tidak berinvestasi di bidang karyawan maka akan menghadapi bahaya. Biasanya berakibat tingginya tingkat

(25)

memunculkan perilaku yang sama di kalangan karyawan, yaitu mudah berganti-ganti perusahaan dan dengan demikian kurang loyal.

Selain hal diatas, faktor – faktor berikut ini mempengaruhi kepuasan karyawan dalam bekerja, yaitu dapat dillihat pada Gambar 2.1, sebagai berikut :

Sumber: Rivai (2012:480)

Gambar 2.1 Reward Performance Model of Motivation

Dari Gambar 2.1 probabilitias keberhasilan pelaksanaan dipandnag oleh seseorang dalam berbagai cara. Sebagai seorang yang akan melakukan kegiatan, para karyawan tesebut akan menilai kemampuannya, baik pengetahuan maupun keterampilan, untuk memperkenalkan apakah ia kan mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan baik atau tidak, sehingga bisa memperoleh imabalan yang diinginkan. Bagaimana dukungan dari atasannya agar ia bisa berhasil, dan sejauhmana kerja sama dengan rekan–rekannya akan membantu keberhasilannya. Atau, sejauhmana ia bisa memperoleh perlengkapan yang diperlukan dan berapa lama waktu yang tersedia untuk menjalankan pekerjaan tersebut apabila nilai manfaat yang akan diperoleh dan probabilitas keberhasilan pekerjaan tampak positif. Karyawan tersebut umumnya memutuskan untuk melakukan kegiatan

EMPLOYEE Satisfaction External Environment Performance Inner Self Drives

Job Itself & Team Work Self Image & Estern Internal Environtment Self Expectation

(26)

demi mencapai imbalan yang diinginkan seperti dalam skema pada Gambar 2.2 sebagai berikut :

Individu Menilai : Apakah untuk Bersikap

Diri Sendiri

(Keterampilan & Pengetahuan)

Atasannya

(Untuk menentukan dukungan yang akan diperoleh)

Rekan sekerja dan kerja sama yang akan bisa diperoleh

Fasilitas

(Material dan Sumber dipergunakan)

Waktu yang tersedia

Faktor – faktor lainnya Sumber: Rivai (2012:481)

Gambar 2.2 Penilaian Individu dalam Bersikap

Apabila karyawan tersebut menjalankan sesuai dengan yang disyaratkan, maka ia seharusnya menerima hadiah yang dijanjikan. Sewaktu ia menerima imbalan tersebut, motifnya terpuaskan dan kepercayaan dia pada pola yang sama di masa yang akan datang diperkuat. Apakah ia bekerja dengan baik, tetapi

Stop Hati-hati

(27)

menerima imbalan kurang dari yang dijanjikan, ia akan menjadi skeptis untuk masa–masa yang akan datang. Sebaliknya, apabila ia tidak bisa menjalankan dengan baik, dan tidak menerima imbalan, akibatnya mungkin berbeda. Kemungkinan yang pertama, ia menjadi tidak pada dirinya sendiri, mungkin dendam dengan faktor–faktor lainnya yang dirasa menjadi penyebabnya. Ia tidak mau lagi melakukan sesuatu yang sama, jikalau ia tidak merasa mampu seratus persen berhasil.

Kemungkinan lainnya adalah ia meningkatkan usahanya untuk mengatasi kegagalan tersebut. Dengan usaha yang bertambah mungkin ia bisa mengatasi kegagalan di waktu lalunya. Karenanya proses tersebut bisa dimulai kembali. Apabila belum tentu segara terealisir. Untuk itu individu tersebut akan malakukan evaluasi terhadap kelayakan hadiah. Ia akan membandingkan dengan usaha yang telah dikeluarkan untuk mencapai hadiah tersebut. Setelah itu, apabila ia merasa cukup, maka ia akan menjadi lebih kritis untuk masa yang akan datang. Apabila ia puas sebenarnya proses yang sama akan dilakukannya lagi.

2.5 Penelitian terdahulu

Adapun rujukan dari hasil penelitian terdahulu yang di dapat dari Repository Widyatama dan jurnal nasional dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti (thn) dan Sumber Judul Variabel Penelitian Metode Penelitian Hasil Persamaan dan Perbedaann Sumber 1 Akbar, Farid Muhammad 2015 Pengaruh Gaya Kepemimpi nan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan CV. Perdana Java Creative Bandung Variabel independen yaitu gaya kepemimpina n, variabel dependen kepuasan kerja Metode yang digunakan menggunak an analisis regresi linier sederhana, uji korelasi, uji koefisien determinasi dan uji hipotesis dengan uji t Hasil pengujian hipotesis regresi menunjukan hanya dua dimensi gaya kepemimpina n transformasio nal yang berpengaruh positif terhadap kepuasan Menggunaka n dua variabel yang sama tetapi objek yang berbeda yaitu di Java Creative sedangkan penulis di PT KAI Repository Widyatama

(28)

kerja karyawan yaitu intellectual stimulation dan personal recognition, 2 Sihite, Jonathan P. 2014 Pengaruh Gaya Kepemimpina n Terhadap Kepuasan Kerja Dosen Universitas Widyatama Variabel independen yaitu gaya kepemimpina n, variabel dependen kepuasan kerja Metode yang digunakan menggunak an analisis korelasi, uji koefisien determinasi dan uji hipotesis dengan uji t Gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja dosen Universitas Widyatama. Berdasarkan temuan tersebut, penelitian ini merekomendasi kan agar pimpinan Universitas Widyatama meninjau ulang kebijakannya yang selama ini dijalankan. Menggunaka n dua variabel yang sama tetapi objek yang berbeda yaitu di Universitas Widyatama sedangkan penulis di PT KAI Repository Widyatama 3 Valencia, Merrida 2006 Analisis Korelasi Gaya Kepemimpi nan Dengan Penerapan Penganggara n Partisipatif (Studi Kasus pada PT. Industri Telekomuni kasi (Persero) Bandung) Variabel independen yaitu gaya kepemimpina n, variabel dependen penerapan penganggaran partisipatif Metode yang digunakan menggunak an analisis korelasi dan uji hipotesis dengan uji t Terdapat korelasi yang signifikan antara gaya kepemimpina n dengan penerapan penganggaran partisipatif. Menggunaka n satu variabel yang sama tetapi objek yang berbeda yaitu di PT Telkom sedangkan penulis di PT KAI Repository Widyatama 4 Ilham Mawardi Siwesdi 2015 Pengaruh Gaya Kepemimpi nan Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Pada dinas Pendidikan Provinsi jawa barat Variabel independen yaitu gaya kepemimpina n, variabel dependen motivasi kerja Metode yang digunakan menggunak an analisis korelasi, uji koefisien determinasi dan uji hipotesis dengan uji t Gaya Kepemimpina n (X) dengan Motivasi Kerja Karyawan (Y) mempunyai pengaruh yang kuat dan positif Menggunaka n satu variabel yang sama tetapi objek yang berbeda yaitu di Dinas Pendidikan sedangkan penulis di PT KAI Repository Widyatama

(29)

Raharjo, Durrotun Nafisah 2006 pengaruh gaya kepemimpin an terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan kinerja karyawan (studi empiris pada departemen agama kabupaten kendal dan departemen agama kota semarang) independen yaitu gaya kepemimpina n, variabel dependen kepuasan kerja komitmen organisasi dan kinerja karyawan yang digunakan menggunak an analisis regresi linier berganda, uji korelasi, uji koefisien determinasi dan uji hipotesis dengan uji t dan uji f Kepemimpina n (X) berpengaruh terhadap kepuasan kerja komitmen organisasi dan kinerja karyawan n dua variabel yang sama tetapi objek yang berbeda yaitu di Departemen Agama sedangkan penulis di PT KAI Manajemen & Organisasi Volume 3, Nomor 2, Juli, Tahun 2006, 6 Tintin S, 2010 Pengaruh Gaya Kepemimpi nan Terhadap Kinerja pegawai SBU Pos Prima Direktorat Operasi PT Pos Indonesia Variabel independen yaitu gaya kepemimpina n, variabel dependen kinerja pegawai Metode yang digunakan menggunak an uji korelasi, uji koefisien determinasi dan uji hipotesis dengan uji t Gaya Kepemimpina n (X) berpengaruh terhadap kinerja pegawai Menggunaka n satu variabel yang sama tetapi objek yang berbeda yaitu di PT Pos Indonesia sedangkan penulis di PT KAI Jurnal Manajemen Vol 9.no 2 Mei 2010 7 M.L. Voon1, M.C. Lo2, K.S. Ngui1, N.B. Ayob2 The influence of leadership styles on employees’ job satisfaction in public sector organizatio ns in Malaysia Variabel independen Gaya kepemimpin an Dan kepuasan karyawan Metode yang digunakan menggunak an uji korelasi, uji koefisien determinasi dan uji hipotesis dengan uji t Gaya kepemimpin an berpengaruh terhadap kepuasan karyawan Menggunaka n judul yang sama tetapi dengan sub variabel yang berbeda International Journal of Business, Management and Social Sciences Vol. 2, No. 1, 2011, pp. 24-32 8 Abd Rahman Ahmad1, Mohd Nazir Mohd Adi, The Influence of Leadership Style on Job Variabel independen Gaya kepemimpin an Dan Metode yang digunakan menggunak an uji korelasi, uji koefisien Gaya kepemimpin an berpengaruh terhadap kepuasan Menggunaka n judul yang sama tetapi dengan sub variabel yang berbeda Asian Social Science; Vol. 9, No. 9; 2013 ISSN 1911-2017 E-ISSN 1911-2025

(30)

Haris Md. Noor1, Abdul Ghafar Abdul Rahman & Tan Yushuang Satisfaction among Nurses kepuasan karyawan determinasi dan uji hipotesis dengan uji t karyawan 9 Akbar Ali Leadership and its Influence in Organizatio ns – A Review of Intellection s Variabel independen Gaya kepemimpin an dan organisasi variabel dependen Metode yang digunakan menggunak an uji korelasi, uji koefisien determinasi dan uji hipotesis dengan uji t Gaya kepemimpin an berpengaruh terhadap organisasi Menggunaka n judul yang variabel indenpenden yang sama tetapi variabel dependen yang berbeda International Journal of Learning & Development ISSN 2164-4063 2012, Vol. 2, No. 6 2.6 Kerangka Pemikiran

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Sumber Daya Manusia memegang peranan yang sangat penting dalam setiap perusahaan dalam usahanya mencapai tujuan perusahaan, akan tetapi semua itu tidak akan selalu berjalan dengan lancar, seringkali setiap perusahaan mengalami masalah menyangkut sumber daya manusia yang diantaranya tentang rendahnya semangat kerja pegawai. Salah satu penyebab dari rendahnya semangat kerja pegawai diakibatkan dari pengaruh kepemimpinan dari seorang pemimpin.

Melihat peranan karyawan yang sangat penting dalam suatu perusahaan, maka keberadaan karyawan harus diperhatikan, misalnya dengan cara membina hubungan yang jauh lebih baik agar tercipta saling pengertian, kepercayaan dan kerja sama antar pihak manajemen dengan para karyawan sehingga dapat mewujudkan hubungan yang harmonis di antara keduanya. Salah satunya yaitu pihak manajemen atau perusahaan haruslah dapat memenuhi kepuasan kerja karyawannya terlebih dahulu agar kinerja perusahaan dapat optimal. Berdasarkan uraian tersebut terlihat bahwa kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.

(31)

Sumber: Doni dan Suwatno (2011:157) sumber: Veithzal Rivai (2012,475)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.7 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran maka hipotesis yang dapat dikemukakan adalah :

1. Ho: Kepemimpinan otoriter tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT Kereta Api Indonesia Daop 2 Bandung.

Ha: Kepemimpinan otoriter berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT Kereta Api Indonesia Daop 2 Bandung.

2. Ho: Kepemimpinan partisipatif tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT Kereta Api Indonesia Daop 2 Bandung.

Ha: Kepemimpinan partisipatif berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT Kereta Api Indonesia Daop 2 Bandung.

3. Ho: Kepemimpinan delegatif tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT Kereta Api Indonesia Daop 2 Bandung.

Kepemimpinan Otoriter Kepuasan kerja a. Isi pekerjaan, b. Supervisi, c. Organisasi dan manajemen,

d. Kesempatan untuk maju, e. Gaji dan keuntungan

dalam bidang finansial f. Rekan kerja, g. Kondisi pekerjaan Veithzal Rivai (2012,475) Kepemimpinan Partisipatif Kepemimpinan Delegatif

(32)

Ha: Kepemimpinan delegatif berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT Kereta Api Indonesia Daop 2 Bandung.

Gambar

Gambar 2.1 Reward Performance Model of Motivation
Gambar 2.2  Penilaian Individu dalam Bersikap
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Tanggal 16 Agustus 2016 Panitia telah melakukan evaluasi dokumen kualifikasi dan pembuktian kualifikasi terhadap peserta yang lulus evaluasi administrasi, teknis dan harga

"BIODIESEL PRODUCTION FROM PALM OIL VIA HETEROGENEOUS TRANSESTERIFICATION: OPTIMIZATION STUDY", Chemical Engineering.

Prestasi ilmu pengetahuan yang sampai pada penemuan proses kloning,sesungguhnya telah menyingkapkan sebuah hukum alam yang ditetapkan ALLAH SWT pada sel-sel tubuh manusia dan

Pola penyesuaian tarif tenaga listrik (tariff adjustment) untuk pemakaian listrik pada  bulan  ke  (n),  dilakukan  perhitungan  penyesuaian  tarif  pada  bulan 

diperlukan pengetahuan tentang karakteristik biji kopi selama pemanggangan, pengetahuan tentang pengolahan citra yang diperlukan untuk proses pengambilan data parameter

Adapun di kelas TK B guru berjumlah 2 orang dan anak berjumlah 20 orang, sehingga kegiatan pembelajaran kurang menarik perhatian anak.Dengan menggunakan media

Dengan meng-klik sebuah tombol pilihan dari menu yang ada pada halaman website maka pengguna akan dapat memperoleh informasi

XYZ ini membutuhkan pengolahan data yang baik serta kegiatan penyimpanan atau pengeluaran yang lebih akurat, cepat dan tidak harus membuang waktu yang banyak, maka kegiatan