13
A. Keterikatan Karyawan 1. Pengertian Keterikatan Karyawan
Schaufeli dan Bakker (2004) mendefinisikan keterikatan karyawan sebagai
keadaan pikiran yang positif, memuaskan, sikap pandang individu yang berkaitan
dengan pekerjaannya. Benthal (dalam Endah Muljiasih, 2015) mengartikan
keterikatan karyawan adalah suatu keadaan bahwa individu menemukan arti diri
secara utuh, memiliki motivasi dalam bekerja, mampu menerima dukungan dari
orang lain secara positif, dan mampu bekerja secara efektif dan efisien di
lingkungan kerja. Selain itu menurut Robbins (2015) keterikatan karyawan yaitu
keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme individu terhadap pekerjaan yang
dilakukan.
Macey dan Schneider (2008) mendefinisikan keterikatan karyawan sebagai
penghayatan, bersedia untuk mengorbankan lebih banyak tenaga, waktu demi
pekerjaanya dan menjadi lebih proaktif dalam mencapai tujuan perusahaan.
Menurut Robinson, dkk., (dalam Saks 2006) mendefinisikan keterikatan karyawan
sebagai sikap positif karyawan terhadap organisasi. Karyawan yang memiliki
tingkat keterikatan tinggi pada organsiasi memiliki pemahaman dan kepedulian
terhadap lingkungan operasional organisasi, mampu bekerja sama untuk
meningkatkan pencapaian unit organisasi melalui kerja sama antara karyawan
karyawan yang merasa memiliki kepentingan dalam keberhasilan perusahaan dan
memiliki motivasi untuk meningkatkan kinerja ke tingkat yang melebihi job
requirement yang diminta.
Rothbar (dalam Saks, 2006) mengemukakan penjelasan tentang
keterikatan karyawan sebagai suatu konstruk motivasional yang memiliki dua
dimensi yang meliputi perhatian dan penghayatan. Dalam hal ini perhatian berarti
ketersediaan kognitif individu untuk memikirkan peran kerja dalam suatu periode
waktu dan penghayatan berarti individu memfokuskan diri pada peran kerjanya.
Menurut Abraham (2012) menyatakan bahwa keterikatan karyawan merupakan
derajat kepuasan kerja pada individu serta hubungan emosional dengan
kesuksesan individu yang menghasilkan produktivitas serta inovasi-inovasi baru
dalam bekerja. Lebih lanjut menurut Gallup (dalam Abraham, 2005) bahwa
karyawan yang memiliki keterikatan akan terlibat, berdedikasi pada peran kerja
yang dilakukan, bertahan lebih lama dalam perusahaan, lebih produktif dan
memberikan layanan yang lebih baik untuk perusahaan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterikatan
karyawan merupakan perilaku karyawan yang mampu memanfaatkan diri saat
bekerja dengan penuh penghayatan, gigih dalam menjalakan peran kerja dan
mampu mengekspresikan dirinya baik dari kognitif, afektif dan psikomotor dalam
2. Aspek-aspek Keterikatan Karyawan
Menurut Schaufeli, dkk., (2002), aspek dari keterikatan karyawan terdiri
dari tiga yaitu:
a. Vigor merupakan aspek yang ditandai dengan tingginya tingkat kekuatan dan
resiliensi mental dalam bekerja, keinginan untuk berusaha dengan
sungguh-sungguh dalam bekerja dan gigih dalam menghadapi kesulitan.
b. Dedication merupakan aspek yang ditandai dengan perasaan yang penuh
makna, antusias, inspirasi, bangga dan merasa tertantang dalam bekerja.
Karyawan yang memiliki skor dedication yang tinggi secara kuat akan
mengidentifikasi pekerjaan yang dilakukan sebagai pengalaman berharga,
menginspirasi dan menantang dalam bekerja. Sedangkan skor yang rendah
pada dedication berarti tidak mengidentifikasi diri karyawan dengan
pekerjaannya karena karyawan tidak memiliki pengalaman bermakna,
menginspirasi atau menantang, terlebih lagi karyawan merasa tidak antusias
dan bangga terhadap pekerjaan yang dilakukan.
c. Absorption merupakan aspek yang ditandai dengan adanya konsentrasi dan
minat yang mendalam, tenggelam dalam pekerjaan, waktu terasa berlalu begitu
cepat dan individu sulit melepaskan diri dari pekerjaan sehingga melupakan
segala sesuatu disekitarnya. Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada
absorption biasanya merasa senang, perhatiannya tersita oleh pekerjaan, dan
memiliki kesulitan untuk memisahkan diri dari pekerjaan. Akibatnya, yang ada
di sekitarnya terlupakan. Sebaliknya karyawan dengan skor absorption yang
Menurut Macey dan Schneider (2008) aspek-aspek dari keterikatan
karyawan yaitu:
1. Trait engagement yaitu pandangan positif mengenai kehidupan dan pekerjaan.
Meliputi kepribadian yang proaktif, kepribadian yang dinamis, mempunyai
sifat dan afeksi yang positif, dan mempunyai sifat yang berhati – hati.
2. State engagement yaitu perasaan yang meliputi kepuasan (afektif), keterikatan,
komitmen, dan pemberdayaan.
3. Behavioral engagement yaitu perilaku melebihi tugas yang dibebankan atau
disebut perilaku peran ekstra. Meliputi perilaku sukarela, perilaku proaktif atau
inisiatif personal, ekspansi peran, dan adaptif.
Berdasarkan dua pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa aspek-aspek dari keterikatan karyawan yaitu vigor,
dedication, absorption, trait engagemen, state engagement, dan behavioral
engagement. Sementara itu peneliti memilih aspek keterikatan karyawan dari
Schaufeli, dkk., (2002) yaitu vigor, dedication, absorbtion dalam membuat alat
ukur dikarenakan beberapa penelitian banyak menggunakan aspek ini dan aspek
ini lebih sesuai dengan kondisi penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
3. Faktor-faktor yang menyebabkan keterikatan karyawan
Menurut Saks (2006) faktor-faktor pendorong keterikatan karyawan, yaitu:
a. Job Characteristics (Karakteristik Pekerjaan) yaitu kebermaknaan psikologis
dapat dicapai dari karakteristik tugas yang menyediakan pekerjaan yang
menantang, bervariasi, menggunakan keterampilan berbeda, serta karyawan
saks 2006) menyatakan bahwa karakteristik pekerjaan yang tinggi
menyebabkan individu bekerja dengan sunguh-sungguh sehingga karyawan
menjadi terikat dengan pekerjaanya.
b. Reward and Recognition (Penghargaan dan Pengakuan) menurut Maslach,
dkk., (2001) kurangnya penghargaan dan pengakuan dapat menyebabkan
kelelahan, pengakuan dan penghargaan merupakan hal yang penting untuk
membentuk keterikatan. Ketika karyawan menerima penghargaan dan
pengakuan dalam organisasinya, maka karyawan akan berkontribusi penuh
serta merasa memiliki kewajiban yang tinggi dalam bekerja.
c. Perceived Organizational and Supervisor Support (Persepsi Dukungan
Organisasi dan Dukungan Atasan) yaitu organisasi dan atasan dapat
menghargai kontribusi karyawan, serta organisasi dan atasan ada disaat
karyawan membutuhkan. Jika karyawan telah mendapatkan dukungan dari
organisasi dan atasan maka karyawan akan berkontribusi secara penuh ketika
bekerja sehingga dapat membantu organisasi dalam mencapi tujuan (Rhoades,
dkk., 2001). Hal ini sejalan dengan pendapat Kahn (dalam Saks, 2006) bahwa
suatu anggota merasa aman dengan lingkungan kerja menunjukkan
keterbukaan serta berani dalam mencoba hal-hal yang baru. Menurut Schaufeli
dan Bakker (2002) menemukan bahwa dukungan dari rekan-rekan diprediksi
dapat membentuk keterikatan pada karyawan.
d. Distributive and Procedural Justice (Penyaluran Keadilan dan Prosedur)
menurut Colquiit, dkk., (2001) dalam penelitiannya tentang keadilan organisai
kerja dan komitmen. Kurangnya keadilan dapat menyebabkan kelelahan pada
karyawan dan sementara persepsi positif dari keadilan dapat meningkatkan
keterikatan pada karyawan (Maslach, dkk., 2001). Keadilan distributif
berkaitan dengan persepsi seseorang tentang keadilan dari hasil keputusan.
Selain itu keadilan prosedural mengacu pada keadilan yang dirasakan dari
sarana dan proses yang digunakan untuk menentukan jumlah dan distribusi
sumber daya manusia (Colquitt dan Rhoades dkk, 2001).
Bakker (2009) tiga faktor yang mempengruhi keterikatan karyawanyaitu:
a. Job Resources merujuk pada aspek fisik, sosial, maupun organisasional dari
pekerjaan yang mungkinkan individu untuk mengurangi tuntutan pekerjaan dan
biaya psikologi maupun fisiologi yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut,
mencapai target pekerjaan, menstimulusi pertumbuhan, dan perkembangan
individu.
b. Salience of job resources faktor ini merujuk pada seberapa penting atau
bergunanya sumber daya pekerjaan yang dimiliki oleh individu.
c. Personal resousrces merujuk pada karakteristik yang dimiliki oleh karyawan
seperti kepribadian, sifat, usia.
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan diatas, peneliti
menyimpulkan faktor- faktor yang mempengaruhi keterikatan karyawan yaitu
karakteristik pekerjaan, persepsi dukungan organisasi, persepsi dukungan
pimpinan, reward dan pengakuan, keadilan prosedur, dan penyaluran keadilan,
Job resource, Salience of job resoaurce, dan Personal resource merupakan
tersebut peneliti memilih persepsi dukungan organisasi sebagai variabel bebas
dalam penelitian ini karena berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh
Mujiasih (2015) bahwa terdapat hubungan perceived organizational support
(persepsi dukungan organisasi) dengan keterikatan karyawan, persepsi dukungan
organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 39,8% pada employee
engagement (keterikatan karyawan). Hal tersebut menarik minat peneliti untuk
membuktikan kembali mengenai hubungan persepsi dukungan organisasi dengan
keterikatan karyawan.
B. Persepsi Dukungan Organisasi 1. Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi
Eisenberger dan Rhoades (2002) menyatakan bahwa Persepsi dukungan
organisasi dapat didefinisikan sebagai pandangan karyawan untuk melihat sejauh
mana organisasi memberi dukungan kepada karyawan dan sejauh mana kesiapan
organisasi dalam memberikan bantuan saat di butuhkan.Menurut Eisenberger dan
Rhoades (2002) persepsi terhadap dukungan organisasi mengacu pada persepsi
karyawan mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi dan peduli pada
kesejahteraan karyawan. Jika karyawan menganggap bahwa dukungan organisasi
yang di terimanya positif, maka karyawan tersebut akan menyatukan keanggotaan
sebagai anggota organisasi ke dalam identitas diri kemudian mengembangkan
hubungan dan persepsi yang lebih positif terhadap organisasi. Menyatunya
menjadi bagian dari organisasi dan merasa bertanggung jawab untuk berkontribusi
dan memberikan kinerja terbaiknya pada organisasinya.
Menurut Lin (2013) persepsi dukungan organisasi adalah persepektif
perilaku organisasi yang positif dimana karyawan merasa diperhatikan, diberi
kepercayaan dan diberikan dukungan oleh organisasi, sehingga karyawan bersedia
mengabdikan diri pada organisasi dan meningkatkan kinerja secara keseluruhan.
Dengan kata lain perasaan positif ini menumbuhkan motivasi karyawan untuk
bersama-sama mencapai tujuan organisasi. Oleh karena karyawan memandang
kesuksesan maupun kegagalan organisasi merupakan tanggungan karyawan itu
sendiri, maka persepsi tersebut mendorong karyawan berusaha, setia, dan
berkontribusi pada organisasi. Selain itu menurut Robbins (2015) Persepsi
dukungan organisasi yang dirasakan adalah tingkat kepercayaan karyawan bahwa
organisasi menilai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan. Lebih
lanjut menurut Darmawan (2013) mengemukakan bahwa persepsi dukungan
organisasi fokus pada perlakuan yang menguntungkan karyawan dan
keterlibatan karyawan dalam hubungan timbal balik dengan organisasi.
Berdasarkan pendapat di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa persepsi
dukungan organisasi adalah persepektif karyawan mengenai kontribusi dan
kepedulian terhadap karyawan terkait kepercayaan, perhatian, dan dukungan oleh
organisasi sehingga karyawan bersedia meningkatkan kinerjanya ke arah yang
2. Aspek-aspek Persepsi Dukungan Organisasi
Sebuah meta-analisis yang dilakukan oleh Rhoades dan Eisenberger,
(2002) mengindikasikan bahwa 3 kategori utama dari perlakuan yang
dipersepsikan oleh karyawan memiliki hubungan dengan persepsi dukungan
organisasi. Ketiga kategori utama ini adalah sebagai berikut:
a. Keadilan menurut Greenberg (dalam Rhoades & Eisenberger, 2002) keadilan
menyangkut cara yang digunakan untuk menentukan bagaimana
mendistribusikan sumber daya di antara karyawan. Shore (dalam Rhoades &
Eisenberger, 2002) menyatakan bahwa banyaknya kasus yang berhubungan
dengan keadilan dalam distribusi sumber daya memiliki efek kumulatif yang
kuat pada persepsi dukungan organisasi, hal ini menunjukkan bahwa organisasi
memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan. Cropanzo dan
Greenberg (dalam Rhoades & Eisenberger, 2002) membagi keadilan
prosedural menjadi aspek keadilan struktural dan aspek sosial. Aspek struktural
mencakup peraturan formal dan keputusan mengenai karyawan. Sedangkan
aspek sosial seringkali disebut dengan keadilan interaksional yang meliputi
bagaimana memperlakukan karyawan dengan penghargaan terhadap martabat
dan penghormatan karyawan.
b. Dukungan Atasan menurut Kottke dan Sharafinski (dalam Rhoades &
Eisenberger, 2002) yaitu karyawan mengembangkan pandangan umum tentang
sejauh mana atasan menilai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan
karyawan. Levinson, dkk., (dalam Rhoades & Eisenberger, 2002 menyatakan
untuk mengarahkan dan mengevaluasi kinerja bawahan, dan karyawan melihat
orientasi atasan sebagai indikasi adanya dukungan organisasi.
c. Penghargaan Organisasi dan Kondisi Pekerjaan menurut Shore and Shore
(dalam Rhoades & Eisenberger, 2002) menyatakan bahwa kegiatan sumber
daya manusia yang menunjukan pengakuan atau kontribusi karyawan, akan
memiliki hubungan yang positif dengan persepsi dukungan organisasi, terdapat
berbagai imbalan dan kondisi kerja yang diteliti hubunganya dengan persepsi
dukungan organisasi seperti adanya gaji, pengakuan, promosi, keamanan dalam
bekerja, kemandirian, peran stressor, pelatihan dan ukuran organisasi. Bentuk
dari penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan ini adalah sebagai berikut:
1) Gaji, pengakuan, dan promosi yaitu sesuai dengan teori dukungan
organisasi, kesempatan untuk mendapatkan hadiah (gaji, pengakuan, dan
promosi) akan meningkatkan kontribusi karyawan dan akan meningkatkan
persepsi dukungan organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002).
2) Keamanan dalam bekerja menurut Griffith, dkk., (dalam Rhoades &
Eisenberger, 2002) adanya jaminan bahwa organisasi ingin
mempertahankan keanggotaan dimasa depan memberikan indikasi yang
kuat terhadap persepsi dukungan organisasi.
3) Kemandirian menurut Cameron, dkk., (dalam Rhoades & Eisenberger,
2002) berarti adanya kontrol akan bagaimana karyawan melakukan
pekerjaannya. Organisasi yang menunjukkan kepercayaan terhadap
melaksanakan pekerjaan, sehingga meningkatkan persepsi dukungan
organisasi.
4) Peran stressor menurut Lazarus dan Folkman (dalam Rhoades &
Eisenberger, 2002) stres mengacu pada ketidakmampuan individu
mengatasi tuntutan dari lingkungan stres berkorelasi negatif dengan
persepsi dukungan organisasi karena karyawan tahu bahwa faktor-faktor
penyebab stres berasal dari lingkungan yang dikontrol oleh organisasi.
Pendapat Lazarus dan Folkman (dalam Rhoades & Eisenberger, 2002)
stres terkait dengan tiga aspek peran karyawan dalam organisasi yang
berkorelasi negatif dengan persepsi dukungan organisasi, yaitu: tuntutan
yang melebihi kemampuan karyawan bekerja dalam waktu tertentu
(work-overload), kurangnya informasi yang jelas tentang tanggung jawab
pekerjaan (role-ambiguity), dan adanya tanggung jawab yang saling
bertentangan (role-conflict)
5) Pelatihan menurut Wayne, dkk., (dalam Rhoades & Eisenberger, 2002)
yaitu pelatihan dalam bekerja dapat dilihat sebagai investasi bagi
karyawan yang nantinya akan mengarah pada peningkatan dukungan
organisasi.
6) Ukuran Organisasi menurut Dekker dan Barling (dalam Rhoades &
Eisenberger, 2002) menyatakan bahwa suatu individu merasa kurang
dihargai dalam organisasi besar, karena kebijakan dan prosedur sangat
kuat dalam mengatur karyawan. Hal tersebut dapat mengurangi dukungan
Aselage dan Eisenberger (2003) mengemukakan 4 aspek persepsi
dukungan organisasi yaitu:
a. Kepedulian organisasi aspek ini menggambarkan kepedulian organisasi kepada
kesejehteraan karyawan. Hal tersebut dapat terjadi, karena setiap pengelaman
positif karyawan yang ditimbulkan oleh organisasi akan membuat karyawan
merasa untuk perlu membantu organisasi untuk mencapai tujuannya.
b. Nilai kontribusi karyawan aspek ini menggambarkan bahwa organisasi
menjunjung tinggi sikap untuk menghargai setiap usaha dan kontribusi yang
karyawan berikan kepada organisasi.
c. Kebutuhan sosio emosional aspek ini menggambarkan bahwa organisasi akan
memberikan kebebasan kepada setiap karyawan untuk dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik, sehingga karyawan dapat mengeksplorasi
kemampuannya dan menunjukan performa kerja terbaik.
d. Kesediaan organisasi untuk membantu aspek ini menggambarkan tentang
kecenderungan organisasi untuk memberikan bantuan jika karyawan
memerlukan bantuan, baik itu dalam hal pekerjaan maupun di luar pekerjaan.
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa aspek-aspek dari persepsi dukungan organisasi yaitu
keadilan, dukungan atasan, penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan
meliputi gaji, keamanan dalam bekerja, kemandirian, peran stressor, kepedulian
organisasi, nilai kontribusi karyawan, kebutuhan sosio emosional, kesediaan
organisasi untuk membantu. Berdasarkan pendapat diatas peneliti memilih
penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan meliputi gaji, keamanan dalam
bekerja, kemandirian, peran stressor. Peneliti memilih aspek tersebut karena
terdapat penelitian yang telah dilakukan memilih aspek tersebut yaitu penelitian
(Handayani, 2016) dan (Saks, 2006).
C. Hubungan Antara Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Keterikatan Karyawan PT X Yogyakarta
Sumber daya manusia merupakan bagian terpenting dalam perusahaan
untuk menunjang suatu keberhasilan dalam perusahaan. Seperti yang diketahui
saat ini persaingan antar perusahaan sangatlah ketat. Oleh sebab itu dalam rangka
persaingan ini perusahaan harus memiliki sumber daya yang tangguh (Sutrisno,
2009). Sumber daya yang dibutuhkan dalam menjalakan suatu perusahaan tidak
dapat dilihat sebagai bagian yang berdiri sendiri, akan tetapi harus dilihat dari satu
kesatuan yang utuh membentuk suatu sinergi. Sumber daya manusia merupakan
satu-satunya sumber daya yang memiliki akal perasaan, keinginan, keterampilan,
pengetahuan dan dorongan. Untuk mencapai tujuan dan terus berkembang,
perusahaan membutuhakan sumber daya yang secara terus-menerus
mengembangkan diri sesuai dengan perubahan di dalam maupun di luar organisasi
(Walileruny, 2014).
Manusia bekerja pada perusahaan adalah untuk memenuhi kebutuhannya.
Sumber daya manusia atau karyawan juga membutuhkan dukungan organisasi
yang dapat dirasakan melalui gaji, penghargaan, promosi dan lain-lain sehingga
dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2016) menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan keterikatan
karyawan. Semakin positif persepsi dukungan organisasi maka semkin tinggi
keterikatan karyawan. sebaliknya semakin negaif persepsi dukungan organisasi
maka semakin rendah keterikatan karyawam.
Persepsi dukungan organisasi dapat didefinisikan sebagai pandangan
karyawan untuk menilai sejauh mana organisasi memberi dukungan kepada
karyawan dan sejauh mana kesiapan organisasi dalam memberikan bantuan saat
dibutuhkan oleh karyawan. Menurut Robbins (2007) dukungan organisasional
yang dirasakan adalah karyawan yakin organisasi menghargai kontribusi dan
peduli dengan kesejahteraan karyawan. Aspek yang ikut membentuk persepsi
dukungan organisasi antara lain keadilan, dukungan atasan, penghargaan
organisasi dan kondisi pekerjaan (Rhoades & Eisenberger, 2002).
Keadilan menurut Greenberg (dalam Rhoades & Eisenberger 2002)
merupakan cara yang digunakan untuk mendistribusikan sumber daya diantara
karyawan. Keadilan organisasi merupakan keseluruhan persepsi karyawan
mengenai apa yang adil dalam organisasi dan lingkungan kerja (Robbins & Judge,
2015). Karyawan menganggap organisasi adil ketika perushaan menerapakan
aturan-turan, tugas dan tanggung jawab antara individu satu dengan yang lain
yang sesuai serta memberikan penghargaan untuk karyawan. Ketika karyawan
merasa diperlakukan adil, dalam jiwa karyawan akan tumbuh outcomes berupa
kepuasan dan komitmen dalam diri individu. Semakin positif karyawan
peningkatan kepuasan pada karyawan (Tejahjono, 2008). Karyawan yang merasa
puas dengan pekerjaan maka karyawan mengembangkan prilaku gigih dalam,
semangat serta memiliki konsentrasi saat bekerja (Tejahjono, 2008).
Karyawan memiliki persepsi yang positif mengenai keadilan dalam
organisasi maka karyawan akan lebih merasa berkewajiban untuk bersikap adil
dalam melaksanakan peran kerja dengan memberikan usaha yang lebih dari diri
sendiri melalui usaha tingkat yang lebih besar dari yang dimiliki (Margaretha,
2012). Di sisi lain, persepsi cenderung negatif mengenai keadilan menyebabkan
karyawan menarik dan melepaskan diri dari peran pekerjaan yaitu karyawan tidak
melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam peran kerja yang dilakukan.
Pernyataan tersebut diperkuat berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh
Stevani (2014) bahwa tingkat persepsi karyawan terhadap keadilan organisasional
berpengaruh terhadap keterikatan karyawan. Ketidakadilan di tempat kerja akan
menunjukkan perilaku negatif seperti absen masuk kerja hingga meninggalkan
pekerjaannya. Hal tersebut menandakan bahwa karyawan tidak bersemangat dan
antusias dalam melakukan pekerjaannya. Lebih lanjut Maslach, dkk., (2001)
keadilan merupakan salah satu dari kondisi yang menyebabkan menurunnya
keterikatan pada karyawan, sementara persepsi positif dari keadilan dapat
meningkatkan keterikatan pada karyawan (Maslach, dkk., 2001).
Menurut Khan (dalam Saks, 2006) persepsi dukungan atasan merupakan
sejauh mana atasan menghargai, menunjukkan perhatian terhadap karyawannya
tanpa konsekuensi negatif serta memberikan keamanan psikologis. Anggota
dan keterbukaan dari atasan. Lebih lanjut menurut Khan (dalam Saks, 2006)
karyawan berani untuk bereksperimen dan mencoba hal-hal baru bahkan tanpa
takut gagal. Ketika karyawan percaya bahwa organisasi memberikan perhatian
dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan maka, karyawan cenderung untuk
merespon dengan mencoba melaksanakan kewajiban kerja dengan baik dalam
bekerja sehingga menjadi lebih terikat.
Pendapat di atas dikuatkan oleh penelitian Gostick dan Chester Elton
(dalam Fedrick, 2014) bekerja sama dengan Health Stream Research menemukan
bahwa keterikatan karyawan sangat tinggi ketika pemimpin terutama atasan
karyawan langsung memperhatikan dan memberikan penilaian secara individu
diikuti dengan penghargaan yang tulus terhadap pekerjaan yang dilakukan
karyawan. Dampak positif yang diterima oleh karyawan ketika atasan
memberikan dukungan yaitu karyawan merasa diperhatikan oleh atasan dalam
bekerja, karyawan merasa didukung menjalankan pekerjaan, dan merasa bahwa
perusahaan menghargai kerja keras karyawa. Usaha dan perjuangan yang
karyawan lakukan tidak pernah sia-sia bagi perusahaan maupun diri sendiri
sehingga karyawan memutuskan untuk membangun keterikatan dalam diri hal ini,
ditunjukan dengan perilaku kerja yang gigih dan antusias dalam bekerja.
Menurut Maslach, dkk., (2001) kurangnya dukungan dari atasan menjadi
faktor sangat penting terkait dengan kelelahan dalam bekerja. Sehingga menurut
Pines dan Maslach (dalam Harnida, 2015) hal tersebut menyebabkan kurangnya
konsentrasi serta perilaku kerja yang negatif. Kelelahan tersebut terjadi karena
cenderung melupakan lingkungan di sekitarnya, tidak memiliki waktu dengan
rekan kerja. Hubungan yang tidak baik membuat suasana di lingkungan kerja
tidak nyaman, cemas, merasa tidak dihargai. Keadaan ini membuat suasana di
dalam pekerjaan menjadi dingin, tidak menyenangkan, dedikasi dan komitmen
menjadi berkurang, performansi, prestasi pekerja menjadi tidak maksimal. Hal ini
juga membuat pekerja menjaga jarak, tidak mau terlibat dengan lingkungannya.
Sehingga individu tersebut cederung menarik diri dan menyebabkan penurunan
tingkat keterikatan kerja pada diri karyawan (Maslach, dkk., 2001).
Aspek penghargaan dan kondisi pekerjaan berpengaruh terhadap
keterikatan karyawan. Penghargaan merupakan ganjaran, hadiah, penghargaan
atau imbalan yang bertujuan agar seseorang menjadi lebih giat lagi usahanya
untuk memperbaiki dan meningkatkan usaha dalam bekerja (Dwitya, dkk., 2010).
Terdapat beberapa bentuk penghargaan yang biasanya diberikan oleh perusahaan
yaitu gaji, bonus, insentif, naik jabatan. Menurut (Robbins, 2007) menyatakan
bahwa karyawan yang dibayar dengan imbalan yang terlalu rendah hasil kerja
yang diperoleh lebih buruk, usaha yang diberikan oleh karyawan akan berkurang,
sehingga menghasilkan produktivitas kerja yang lebih rendah. Hal tersebut bisa
terjadi karena antara imbalan yang diterima dengan hasil yang dikeluarkan tidak
sesuai (Robbins, 2007). Sebaliknya ketika karyawan mendapatkan imbalan yang
sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan maka karyawan memberikan kinerja
yang baik untuk perusahaan. Menurut penelitian Gostick dan Elton (dalam
Fedrick, 2014) penghargaan memberikan pengaruh positif bagi perkembangan
dalam bekerja. Akibatnya keterikatan diri karyawan dalam bekerja menjadi lebih
tinggi. Hal inilah yang membuat organisasi dan perusahaan bisa bergerak makin
cepat dalam menjalankan bisnisnya untuk mencapai tujuan-tujuan yang jelas.
Kondisi pekerjaan juga berpengaruh terhadap keterikatan karyawan,
kondisi kerja merupakan keadaan lingkungan tempat karyawan melakukan
pekerjaan. Kondisi kerja yang dinilai kurang nyaman dapat mempengaruhi
keadaan psikologis yaitu menyebabkan ketidaknyaman dan kelelahan, sehingga
kinerja menjadi lebih rendah (Maslach, dkk., 2001). Lingkungan kerja yang
kondusif memberikan rasa aman dan senang yang memungkinkan para karyawan
untuk dapat berkerja secara optimal. Lingkungan kerja mempunyai pengaruh
langsung terhadap kinerja karyawan dalam menyelesaikan tanggung jawab kepada
organisasi. Jika karyawan merasa nyaman terhadap lingkungan kerja maka
karyawa akan senantiasa melakukan pekerjaan dengan perasaan senang dan dapat
berkonsentrasi dengan baik dalam menyelsaikan pekerjaan hal tersebut membuat
karyawan lebih terikat. Sehingga karyawan akan melakukan aktivitasnya dengan
baik dan waktu kerja dipergunakan secara efektif (Gitosudarma, 2000)
.
D. Hipotesis
Dari uraian teoritis di atas dapat diajukan hipotesis yaitu ada hubungan
positif antara persepsi dukungan organisasi dengan keterikatan karyawan PT X
Yogyakarta. Semakin positif persepsi dukungan organisasi maka semakin tinggi
keterikatan karyawan dan sebaliknya, semakin negatif persepsi dukungan