• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Teknik Self-Instruction dalam Mereduksi Stress Akademik pada Siswa Kelas XI MA YAROBI Kec. Grobogan, Kab. Grobogan Tahun 2016/2017 - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efektifitas Teknik Self-Instruction dalam Mereduksi Stress Akademik pada Siswa Kelas XI MA YAROBI Kec. Grobogan, Kab. Grobogan Tahun 2016/2017 - Test Repository"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

KEC. GROBOGAN, KAB. GROBOGAN

TAHUN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Disusun oleh

ENGGAR SAYEKTI 111 11 132

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

ii

KEC. GROBOGAN, KAB. GROBOGAN

TAHUN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Disusun oleh

ENGGAR SAYEKTI 111 11 132

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)

vi

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi

tenteram”

(QS. Ar-Raad ayat 28)

Hidup itu adalah permainan, jika engkau tidak bisa maka mencobalah, jika engkau gagal ulangilah, jika engkau berhasil satu tingkat naiklah ketingkat berikutnya, jika engkau berhasil menyelesaikannya beralihlah ke permainan

(8)

vii

Skripsi ini penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang penulis anggap mempunyai peran penting dalam hidup-Ku

1. Bp. Ibu. yang selalu memberikan motivasi, do’a dan bantuan material kepada

penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaiakan.

2. Adek Suryo Prayogo, Kakak Nur Endah Setyowati dan Imam Afan Mustofa,

Ponakan Gafar Arifudin dan M. Rijal Faras yang selalu mendampingi serta

mengobati lelah penulis.

3. Teman Nur Asyiyah, Faizin, Tegar, Lutvi, Saci, yang memberikan dorongan dan

menghibur penulis di setiap kejenuhan.

(9)

viii

ميحرلا نحمرلا للها مسب

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini. Sholawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung

Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke jalan kebenaran dan keadilan.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi

syarata guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun jugul skripsi ini

adalah “Efektifitas Teknik Self-Instruction dalam Mereduksi Stress Akademik pada

Siswa Kelas XI MA YAROBI Kec. Grobogan, Kab. Grobogan Tahun 2016/2017”.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan

dukungan moril maupun meteriil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN

Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga

4. Ibu Dr. Lilik Sriyanti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan

secara ikhlas dan sabar meluangakan waktu serta mencurahkan pikiran dan

tenaganya memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna sejak awal

(10)
(11)

x

Akademik pada Siswa Kelas XI MA YAROBI Kec. Grobogan, Kab. Grobogan Tahun 2016/2017. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : Dr. Lilik Sriyanti, M.Si.

Kata Kunci: self instruction dan stress akademik.

Fenomena stress akademik yang terjadi di MA Yarobi Kec. Grobogan, Kab. Grobogan itu sendiri adalah banyaknya siswa yang bolos pada saat jam pelajaran berlangsung, banyak juga siswa yang mengaku jarang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, menggerutu ketika guru memberikan tugas serta tidak merasakan kepuasan terhadap penjelasan guru di depan kelas. Selain itu, prestasi belajar yang diperoleh siswa menurun tidak memenuhi KKM baik dalam mata pelajaran maupun KKM yang telah ditentukan sekolah. Hal tersebut dapat dijadikan salah satu dasar untuk melakukan penelitian ini secara lebih mendalam.

Adapun rumusan permasalahan yang penulis teliti, sebagai berikut: (1) Bagaimana pelaksanaan teknik self-instruction pada siswa? (2) Bagaimana tingkat stres akademik siswa sebelum dan sesudah pelaksanaan bimbingan dengan teknik self instruction? (3) Apakah teknik self-instruction efektif untuk mereduksi stres akademik siswa? Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif mendekatkan analisis data numerik (angka) yang dianalisis dengan metode statistik, teknik pengumpulan data menggunakan angket, interview dan observasi. Analisa data dengan penelitian jenis One-Group Pretest-Posttest Design (hasil perlakuan akan dibandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan).

Hasil penelitian menunjukkan penggunaan teknik self-instruction efektif dalam mereduksi stress akademik pada siswa kelas XI MA YAROBI, Kec. Grobogan, Kab. Grobogan tahun 2016/2017. 1) Pelaksanaan teknik self-instruction

(12)

xi

(13)

xii

HALAMAN BERLOGO ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii

PERNYATAAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR DIAGRAM ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Operasional ... 10

(14)

xiii

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Self Instruction ... 23

B. Stress Akademik ... 28

C. Efektifitas Teknik Self Instruction dalam Mereduksi Stress

Akademik ... 38

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Objek Penelitian ... 43

B. Pelaksanaan Penelitian ... 52

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Data

1. Analisis Diskriptif Penerapan Teknik Self Instruction ... 67

2. Analisis Tingkat Stress Akademik Siswa Sebelum dan

Sesudah Pelaksanaan Teknik Self Instruction ... 72

3. Analisi Uji Hipotesis ... 76

B. Pembahasan ... 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

(15)

xiv

Grobogan Tahun Pelajaran 2013/2017 ... 45

Tabel 3.2 Keadaan Sarana Prasarana MA YAROBI Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2013/2017 ... 50

Tabel 3.3 Daftar Responden ... 51

Tabel 3.4 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Pada Siswa Kelas XI MA Yarobi Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan Tahun 2016/2017 ... 53

Tabel 3.5 Desain Penelitian One-Group Pretest--Posttest Design ... 54

Tabel 3.6 Kisi-kisi Angket Stress Akademik ... 55

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Instrumen Stress Akademik Siswa ... 56

Tabel 3.8 Kriteria Reliabilitas Pernyataan Angket ... 58

Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas Stress Akademik Siswa ... 59

Tabel 3.10 Skor Jawaban Pre-Test ... 60

Tabel 3.11 Lembar Evaluasi Guru ... 64

Tabel 3.12 Evaluasi Penerapan Teknik Self Instruction Siswa ... 64

Tabel 3.13 Hasil Jawaban Post-Test ... 65

Tabel 4.1 Kriteria Penggolongan Skala Pre-Test ... 68

Tabel 4.2 Analisis Hasil Pre-Test ... 70

Tabel 4.3 Kriteria Penggolongan Skala Post-Test ... 71

Tabel 4.4 Analisis Hasil Post-Test ... 72

Tabel 4.5 Perbandingan Hasil Jawaban Pre-Test dan Post-Test ... 73

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Pre-Test dan Post-Test ... 74

(16)

xv

(17)

xvi

(18)

xvii

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Surat Balasan Penelitian

Lampiran 4 Lembar Konsultasi Skripsi

Lampiran 5 Daftar Nilai SKK

Lampiran 6 Angket Stress Akademik (Pre-Test dan Post-Test)

Lampiran 7 Jawaban Hasil Penelitian Sesi I (Pre Test)

“Angket Stress Akademik Siswa Kelas XI MA Yarobi Tahun 2016/2017”

Lampiran 8 Jawaban Hasil Penelitian Sesi I (Post Test)

“Angket Stress Akademik Siswa Kelas XI MA Yarobi Tahun 2016/2017”

Lampiran 9 Hasil Analisis Data Menggunakan SSPS

Lampiran 10 Evaluasi Kegiatan

Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian

(19)

1 A. Latar Belakang Masalah

Setiap individu di dunia ini mengalami fase perkembangan dalam

hidupnya, tak terkecuali remaja. Erickson dalam Sobur (2003:136) menyatakan

bahwa remaja merupakan individu yang berada dalam rentang usia 12-18 tahun.

Pada masa ini individu mengalami transisi dari masa anak menuju masa dewasa.

Pada masa ini, individu mulai merasakan terjadinya perubahan dalam dirinya

baik secara fisik, psikis, sosial serta intelektualnya. Transformasi intelektual

yang khas dari cara berpikir remaja memungkinkan mereka untuk mencapai

intergrasi dalam hubungan sosial dengan orang dewasa.

Harapan yang tinggi tersebut dapat membuat remaja mengalami konflik

dan rentan stres. Zaleski dalam Wilks (2008:107) menemukan bahwa jumlah

peristiwa dalam kehidupan yang penuh stres mengalami peningkatan pada saat

seseorang berstatus sebagai pelajar. Sebagian besar usia sekolah menengah

bertepatan dengan masa remaja. Remaja yang tidak mampu menghadapi tuntutan

pendidikan menunjukkan ketidaksenangan dengan menjadi orang yang

berprestasi rendah, bekerja dibawah kemampuan dalam setiap mata pelajaran atau

dalam mata pelajaran yang tidak disukai. Stres akademik merupakan produk

kombinasi dari tuntutan terkait dengan bidang akademik yang melebihi

(20)

akademik dengan efektif, maka kemungkinan akan menimbulkan konsekuensi

kesehatan psiko-sosial-emosional.

Goodman & Leroy dalam Mc Kean & Misra (2000: 41) menyatakan

bahwa sumber stres siswa dikategorisasikan menjadi: akademik, keuangan,

yang berkaitan dengan waktu dan kesehatan dan self-imposed. Para siswa juga

mengemukakan mengalami stres akademik pada setiap semester dengan sumber

stres akademik yang tinggi akibat dari belajar sebelum ujian, kompetisi nilai, dan

dari begitu banyak materi yang harus dikuasai dalam waktu yang singkat.

Senada dengan hal tersebut, Desmita (2011:297) menyatakan bahwa stresor

akademik merupakan sumber stres yang berasal dari proses belajar

mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar, yang meliputi

tekanan untuk naik kelas, lama belajar, mencontek, banyak tugas, mendapat nilai

ulangan, birokrasi, mendapatkan beasiswa, keputusan menentukan jurusan

dan karir, serta kecemasan ujian dan manajemen waktu.

Greenberger dalam Rafidah (2009:16) menyatakan bahwa masalah

akademik merupakan sumber stres utama bagi pelajar. Beberapa penelitian

terdahulu menunjukkan bahwa tingkat stres akademik siswa tergolong dalam

kategori tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurakhman (2009:66)

di SMA Pasundan 2 Bandung menunjukkan terdapat 48,3% siswa dengan

tingkat stres sangat tinggi, 45% siswa berada pada kategori tinggi, 6,67%

kategori sedang dan tidak ada seorangpun siswa (0%) yang berada pada

(21)

Perubahan tuntutan belajar dari masa sebelumnya juga menyebabkan

munculnya gejala stress. Kondisi ini, disebabkan oleh tuntutan yang tinggi

terhadap prestasi siswa dari tahun ke tahun Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan menetapkan standar kelulusan yang selalu meningkat serta

pemerintah daerah kabupaten dan kota juga menuntut dan menekan pihak sekolah

agar mencapai prestasi yang tinggi serta tingkat kelulusan siswa yang harus

mendekati 100 %. Tuntutan yang tinggi, seringkali menjadi pemicu munculnya

stres pada peserta didik khususnya pada mereka yang tidak memiliki kesiapan

dan kedisiplinan dalam belajar. Menurut Baldwin (dalam Desmita, 2009) dalam

menghadapi beban pelajaran di rasa cukup berat di sekolah akan dapat

menimbulkan stress pada remaja, terutama bagi remaja midle school, mengingat

pada masa ini remaja pada umumnya mengalami tekanan dari pihak sekolah dan

kadangkala dari orang tua untuk memperoleh nilai yang tinggi agar dapat

melanjutkan pendidikan ke sekolah favorit. Lebih lanjut Rainham (dalam

Desmita, 2009) menyatakan bahwa pada masa-masa sekolah menengah pertama

di satu sisi merupakan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman yang sangat

berharga bagi remaja, tetapi di sisi lain mereka dihadapkan dengan banyaknya

tuntutan dan perubahan yang cepat yang pada akhirnya dapat membuat mereka

mengalami masa-masa yang penuh dengan stress. Stress di bidang akademik pada

anak muncul ketika harapan untuk meraih prestasi akademik meningkat, baik dari

orang tua, guru ataupun teman sebaya. Harapan tersebut seringkali tidak sesuai

(22)

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurmalasari (2011:290) mengenai

tingkat stres akademik siswa SMP I Lembang menunjukkan bahwa 22,07% siswa

mengalami stres akademik pada area fisik; 19,03% pada area perilaku;

28,44% pada area pikiran dan 30,05% pada area emosi. Thoresen and

Eagleston (Roberson, 1985:5) menyatakan bahwa anak atau remaja yang

menghadapi seperangkat tuntutan tanpa kemampuan yang memadai akan

meresponnya dengan cara yang berbahaya atau maladaptif. Sehingga dapat

menimbulkan respon perilaku, seperti: menarik diri, penyalahgunaan alkohol

dan obat-obatan serta perilaku membolos. Dalam area kognitif,

ketidakseimbangan antara tuntutan dengan kemampuan ini dapat mengakibatkan

perasaan rendah diri dan selalu merasa gagal.

Berdasarkan berbagai penelitian (Nurdini, 2009: 6), siswa yang

mengalami stres akademik menunjukan perilaku seperti bolos sekolah,

cemas menghadapi ulangan atau ujian, mencontek, tidak peduli terhadap

materi, tidak menguasai kompetensi, tidak betah di sekolah, takut menghadapi

guru, tidak dapat berkonsentrasi di kelas, ingin pindah kelas, cemas terhadap

materi yang sulit, jenuh kalau ada pelajaran tambahan, takut terhadap

pelajaran tertentu, panik menghadapi tugas yang menumpuk atau sulit, tidak

percaya diri ketika mengisi jawaban soal-soal, dan lelah mengikuti

ekstrakurikuler. Stres akademik pada siswa dapat memberi dampak pada siswa

(23)

pelajaran, gagal dalam mencapai standar kelulusan yang ditetapkan, dan lebih

jauh berkonsekuensi pada keberhasilan siswa dalam proses pengembangan diri.

Stres akademik yang terjadi pada siswa maka diperlukan suatu pemberian

layanan bantuan. Kartadinata (Yusuf dan Nurihsan, 2006:7) menjelaskan

bahwa bimbingan merupakan upaya yang diberikan untuk membantu

individu untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Layanan bimbingan

dan konseling yang membantu siswa dalam permasalahan akademik atau

belajar adalah bimbingan akademik. Bimbingan akademik adalah bimbingan

yang diarahkan untuk membantu siswa dalam menghadapi dan memecahkan

masalah-masalah akdemik. Bimbingan akademik diberikan agar siswa dapat

menghadapi tuntutan yang datang dari sekolah sehinga siswa dapat

melakukan penyesuaian diri secara baik dan optimal di sekolah (Yusuf dan

Nurihsan, 2006: 10). Siswa yang mengalami stres akademik memerlukan

upaya bantuan bimbingan akademik yang bersifat responsif. Layanan responsif

merupakan layanan bantuan bagi para siswa yang memiliki kebutuhan atau

masalah yang memerlukan bantuan segera (Yusuf dan Nurihsan, 2006:28).

Strategi yang digunakan adalah dengan teknik konseling yang dapat dilakukan

secara individual ataupun kelompok.

Menurut Sarafino (1990:87) salah satu faktor eksternal stres adalah faktor

komunitas dan masyarakat. Contohnya yaitu pengalaman stres anak-anak di

sekolah dan di beberapa kejadian kompetitif. Pada penelitian Armacort (dalam

(24)

Wisconsin. Dia menemukan bahwa stres yang dialami oleh pelajar disana adalah

karena merasa takut, aktivitas sekolah, tekanan teman sebaya, dan kecocokan

dengan lingkungan sekolah. Sumber utama stres di sekolah adalah adanya

harapan agar siswa sukses di bidang akademik, kompetisi antar siswa yang

terlihat lebih cerdas. Banyaknya kasus-kasus yang terjadi dan semakin banyak

stresor yang timbul, semakin meningkat pula tingkat stres pada remaja. Oleh

karenanya penelitian ini dilakukan merupakan langkah awal untuk mendeskripsi

tingkat stress akademik yang terjadi di siswa kelas XI MA Yarobi Kec.

Grobogan, Kabupaten Grobogan Tahun 2016/2017. Sehingga dapat menjadi data

awal untuk menentukan langkah lanjut bagi terentasnya permasalahan stress di

kalangan siswa.

Hollon and Beck (Lazarus & Folkman, 1984: 336) memaparkan beberapa

pendekatan yang dapat digunakan untuk menangani stres yang dialami

individu yaitu behavioral affective yang digunakan untuk menangani

kecemasan yang menghambat perilaku berpotensi, pendekatan dinamis yang

dapat digunakan untuk mengatasi kemarahan serta pendekatan cognitive yang

digunakan untuk menangani pemikiran maladaptif serta penyimpangan

pemrosesan informasi. Selain itu, pendekatan lain yang dapat digunakan dalam

mereduksi stres akademik siswa adalah dengan self instruction training. Bush

(2003) mengungkapkan bahwa self instruction training digunakan untuk

melakukan intervensi pada masalah-masalah emosional dan perilaku.

(25)

individu dapat dilakukan dengan menggunakan verbalisasi diri. Teknik yang

dapat digunakan dalam verbalisasi diri tersebut adalah self-instruction training.

Menurut Bryant dan Budd (1982:259) self-instruction training merupakan

teknik yang cocok digunakan dalam mengatasi masalah emosional dan perilaku.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik self-instruction

dapat digunakan dalam menangani masalah emosi dan perilaku. Bryant dan Budd

(1982:266) menyatakan bahwa teknik self-instruction efektif untuk meningkatkan

kemandirian dalam mengerjakan tugas-tugas. Begitu juga Baker dan Butler

(1984) yang menemukan keefektivan self-instruction dalam menurunkan

kecemasan siswa. Berdasarkan pendapat tersebut, teknik self-instruction dapat

digunakan sebagai salah satu intervensi untuk mereduksi stres akademik yang

dialami siswa. Manusia dilahirkan dengan segenap potensi dan seperangkat

kemampuan dari Tuhan untuk dimanfaatkan dalam pemenuhan kebutuhan.

Perilaku merupakan salah satu perantara manusia untuk mencapai tujuan dalam

memenuhi kebutuhan manusia. Perilaku dalam psikologi, dipandang sebagai

sesuatu yang dapat diubah dan dapat dipelajari. Sebagaimana dalam firman Allah

QS. Al-Baqarah ayat 286, berbunyi:

(26)

Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."

Hasil pra penelitian fenomena stress akademik yang terjadi di MA Yarobi

Kec. Grobogan, Kab. Grobogan itu sendiri adalah banyaknya siswa yang bolos

pada saat jam pelajaran berlangsung, banyak juga siswa yang mengaku jarang

mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, menggerutu ketika guru

memberikan tugas serta tidak merasakan kepuasan terhadap penjelasan guru di

depan kelas. Selain itu, prestasi belajar yang diperoleh siswa menurun tidak

memenuhi KKM baik dalam mata pelajaran maupun KKM yang telah ditentukan

sekolah. Hal tersebut dapat dijadikan salah satu dasar untuk melakukan penelitian

ini secara lebih mendalam. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis

tertarik untuk membahas lebih dalam tentang hal tersebut. Sehingga penulis

mengambil judul skripsi: “Efektifitas Teknik Self-Instruction dalam Mereduksi

Stress Akademik pada Siswa Kelas XI MA YAROBI Kecamatan Grobogan,

Kabupaten Grobogan Tahun 2016/2017”.

B. Rumusan Masalah

Dalam rangka mengetahui jawaban penelitian perlu merumuskan

permasalahan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang penulis teliti, sebagai

(27)

1. Bagaimana pelaksanaan bimbingan dengan menggunakan teknik

self-instruction pada siswa kelas XI MA Yarobi Kecamatan Grobogan,

Kabupaten Grobogan Tahun 2016/2017?

2. Bagaimana tingkat stres akademik yang dialami siswa kelas XI MA Yarobi

Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan Tahun 2016/2017 sebelum dan

sesudah pelaksanaan bimbingan dengan teknik self instruction?

3. Apakah teknik self-instruction efektif untuk mereduksi stres akademik siswa

kelas XI MA Yarobi Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan Tahun

2016/2017?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mencapai hasil yang baik, maka peneliti menetapkan tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan penelitian, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan bimbingan dengan menggunakan teknik self-instruction pada siswa kelas XI MA Yarobi Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan Tahun 2016/2017.

2. Untuk mengetahui tingkat stres akademik yang dialami siswa kelas XI MA Yarobi Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan Tahun 2016/2017

sebelum dan sesudah pelaksanaan bimbingan dengan teknik self instruction. 3. Untuk mengetahui efektifitas penggunaan teknik self-instruction dalam

menangani stres akademik siswa kelas XI MA Yarobi Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan Tahun 2016/2017.

D. Kegunaan Penelitian

(28)

2016/2017, maka harapan peneliti dari penelitian ini dapat memberikan manfaat secara praktis maupun teoritis, yaitu:

1. Manfaat teoritis

a. Menambah pengetahuan dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh selama kuliah, sehingga penelitian ini merupakan wahana untuk mengembangkan ilmu yang dimiliki penulis.

b. Penelitian ini digunakan sebagai referensi atau bahan kajian di bidang ilmu pengetahuan.

c. Dapat dijadikan referensi dalam mengembangkan pengetahuan tentang teknik self instruction dalam mengurangi stress akademik pada siswa. 2. Manfaat praktis

a. Bagi guru, dapat membantu menangani stres akademik yang dialami siswa dengan menerapkan teknik self-instruction.

b. Bagi siswa, diharapkan dapat memiliki keterampilan bantuan diri melalui teknik self-instruction dalam mereduksi stres akademik.

c. Bagi sekolah, penerapan teknik self-instruction untuk menurunkan tingkat

stres akademik bukan hanya berimplikasi pada pemahaman seorang

konselor terhadap pendekatan teknik self-instruction, tetapi juga

menuntun konselor untuk memiliki kepribadian yang mampu menjadi

model (sabar, empati, respek kepada orang lain).

E. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam penulisan skripsi ini, perlu

penulis jelaskan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam judul di atas.

(29)

1. Teknik Self Instruction

Self instruction, merupakan sebuah metode yang diadaptasi dari

modifikasi konseling kognitif perilaku yang dikembangkan oleh

Meichenbaum pada tahun 1977. Meichenbaum menduga bahwa beberapa

perilaku maladaptif dipengaruhi oleh pikiran irasional yang menyebabkan

verbalisasi diri yang tidak tepat (Baker & Butler, 1984). Dengan kata lain,

merupakan sebuah latihan untuk meningkatkan kontrol diri dengan

menggunakan verbalisasi diri sebagai rangsangan dan penguatan selama

menjalani treatment (Blackwood, et al., dalam Tang, 2006:76 ). Self

instruction adalah suatu teknik untuk membantu klien terhadap apa yang

konseli katakan kepada dirinya dan menggantikan pernyataan diri yang lebih

adaptif (Ilfiandra, 2008). Hal ini berdasarkan pada asumsi Meichenbaum

(Baker & Butler, 1984) yang menyatakan bahwa individu yang mengalami

perilaku salah dikarenakan pikiran irasional yang diakibatkan kesalahan

dalam melakukan verbalisasi diri.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas yang dimaksud teknik self

instruction adalah suatu cara mengubah perilaku sesuai tujuan yang hendak

dicapai dengan mengganti verbalisasi diri yang kurang tepat menjadi

verbalisasi yang lebih dapat diterima.

Adapun indikator teknik self instruction, sebagai berikut:

a. Aspek keberartian (significance), adanya kepedulian, perhatian dan afeksi

(30)

b. Aspek kekuatan (power), kemampuan individu untuk bisa mengatur

perilaku sendiri dan mempengaruhi perilaku orang lain.

c. Aspek kemampuan (competence), ditandai dengan perfomansi individu

dalam mengerjakan bermacam-macam tugas dengan baik sesuai dengan

tingkat usia dan tugas perkembangannya.

d. Aspek kebajikan (virtue), ditandai dengan ketaatan individu terhadap

standar moral, etika dan prinsip-prinsip religius.

2. Stress akademik

Stress akademik merupakan stress yang disebabkan oleh academic

stressor. Academic stressor yaitu stress siswa yang bersumber dari proses

belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar yang

meliputi: tekanan untuk naik kelas, lama belajar, mencontek, banyak tugas,

mendapat nilai ulangan, birokrasi, mendapatkan beasiswa, keputusan

menentukan jurusan dan karir serta kecemasan ujian dan manajemen waktu

(Desmita, 2011: 297).

Penelitian Wilks (2008:106-125) menunjukkan bahwa masa

menempuh pendidikan di sekolah menengah merupakan suatu pengalaman

yang berharga bagi remaja, tetapi disisi lain banyak siswa

berpendapat bahwa menempuh pendidikan yang lebih tinggi merupakan masa

transisi yang ditandai dengan seperangkat tuntutan yang berkaitan dengan

(31)

terkait dengan bidang akademik yang melebihi kemampuan yang dimiliki

individu.

Menurut peneliti stress di bidang akademik adalah respon individu

akibat kesenjangan antara tuntutan lingkungan terhadap prestasi akademik

dengan kemampuan untuk mencapainya sehingga situasi tersebut

mengakibatkan perubahan respon dalam diri individu tersebut, baik secara

fisik maupun psikologis.

Adapun indikator-indikator dalam stress akademik, sebagai berikut:

a. Indikator fisik (objektif dalam bentuk keluhan fisik, seperti: muka

memerah, pucat, lemah dan merasa tidak sehat, jantung berdebar-debar,

gemetar, sakit perut, pusing, badan kaku dan berkeringat dingin).

b. Indikator perilaku (tampak dari perilaku-perilaku menyimpang, seperti:

munculnya rasa cemas, sensitif, sedih, kemarahan, frustasi).

c. Indikator pikiran (tampak dalam gejala sulit berkonsentrasi, mudah lupa

dan sulit mengambil keputusan, seperti: kesulitan memusatkan perhatian

dalam belajar, sulit mengingat pelajaran atau mudah lupa, sulit

memahami bahan pelajaran, berpikir negatif pada diri dan lingkungan).

d. Indikator psikologis (lebih dikaitkan pada aspek emosi, seperti: mudah

marah, sedih dan tersinggung merusak, menghindar, membantah, berkata

kotor, menghina, menunda-nunda penyelesaian tugas sekolah, malas

sekolah dan terlibat dalam kegiatan mencari kesenangan secara

(32)

F. Hipotesis

Hipotesis diartikan suatu jawaban yang sementara terhadap suatu

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.

Berdasarkan paparan diatas maka hipotesis penelitian dirumuskan, sebagai

berikut: “penerapan teknik self-instruction efektif dalam menangani stres

akademik siswa kelas XI MA Yarobi Kecamatan Grobogan, Kabupaten

Grobogan Tahun 2016/2017”.

G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut :

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang

mendekatkan analisis pada data numerik (angka) yang dianalisis dengan

metode statistik. Menurut Creswell, pendekatan kuantitatif merupakan

penelitian yang bekerja dengan angka, yang datanya berwujud bilangan, dan

datanya dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan

atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik dan untuk melakukan prediksi

bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel yang lain (Hasa,

2004:13). Pada dasarnya pendekatan kuantitatif melaksanakan penelitian

dengan cara sistematis, terkontrol, empirik, dan bisa menengahi hipótesis

yang diasumsikan menengahi fenomena alam (Hasa, 2004:2).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

(33)

terikat. Menurut Sumadi, tujuan penelitian dengan pendekatan korelasional ini

adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor

berkaitan dengan faktor dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain

berdsarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 1990:82).

2. Instrumen pengukuran

Penelitian ini status peneliti diketahui oleh informan atau responden.

Peneliti bersifat terbuka dan menampakkan bahwa dirinya adalah seorang

peneliti yang sedang melakukan penelitian serta mengharap ada respon dari

responden. Adapun cara yang digunakan untuk mengungkap pelaksanaan

teknik self instruction menggunakan wawancara dan observasi secara

langsung, sedangkan untuk stress akademik menggunakan angket/quesioner

scoring menggunakan skala yang ditetapkan alat ukur DASS (depression

anxiety stress scale) yaitu selalu (3), sering (2), kadang-kadang (1) dan tidak

pernah (0).

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah MA Yarobi Kecamatan

Grobogan, Kabupaten Grobogan Tahun 2016/2017. Sedangkan waktu

penelitian ini direncanakan dan dilaksanakan pada bulan Juli 2016 sampai

dengan selesai.

4. Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang mempunyai

(34)

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini yang

menjadi populasi adalah jumlah siswa kelas XI MA Yarobi Kecamatan

Grobogan, Kabupaten Grobogan Tahun 2016/2017.

Sampel adalah sebagian atau wakil yang diteliti (Suharsimi Arikunto,

1991:104). Tehnik sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil

sampel (Suharsimi Arikunto, 1991:106). Dalam hal ini Sutrisno Hadi

(1995:73), berpendapat bahwa tidak ada ketentuan yang mutlak berapa

sampel yang harus diambil dari populasi. Ketidakpastian ini menimbulkan

keraguan dalam penyelidikan. Adapun teknik sampling yang penulis gunakan

adalah teknik purposive random sampling. Adapun dalam penelitian

mengambil sampel secara acak yakni 20 responden/siswa dari keseluruhan

jumlah siswa kelas XI A dan XI B dengan mendasarkan pada prestasi

akademik siswa dan saran dari guru MA Yarobi Grobogan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data secara holistik integrative relevan dengan

fokus, maka teknik pengumpulan data yang akan dipakai meliputi :

a. Metode Angket

Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan data melalui

formulir-formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara

tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan

jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti

(35)

mengetahui tingkat stress akademik pada siswa kelas XI MA Yarobi

Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan Tahun 2016/2017.

b. Metode Interview

Interview atau wawancara yaitu suatu kegiatan yang dilakukan

untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan

pertanyaan-pertanyaan yang sistematis kepada para responden.

Wawancara bermakna tahapan cara interview (pewawancara) dengan

responden, dan kegiatannya dilakukan secara lisan (Hadi, 2000:196).

Metode ini ditujukan kepada guru dan siswa kelas XI MA Yarobi

Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan Tahun 2016/2017 untuk

mengetahui pelaksanaan bimbingan menggunakan teknik self instruction.

c. Metode Observasi

Observasi sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis

fenomena yang diselidiki (Hadi, 2000:136). Metode ini digunakan untuk

mendapatkan data tentang pelaksanaan teknik self instruction siswa kelas

XI MA Yarobi Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan Tahun

2016/2017.

6. Teknik Analisis Data

Analisa data pada penelitian merupakan penelitian eksperimen jenis

One-Group Pretest-Posttest Design. Dalam penelitian ini hasil perlakuan

akan dibandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. Adapun desain

(36)

Sebelum Perlakuan Sesudah

O1 X O2

Sumber: Sugiyono(2010: 111)

Keterangan :

O1 = nilai pretest (sebelum diberikan perlakuan)

O2 = nilai posttest (sesudah diberikan perlakuan)

X = perlakuan yang diberikan.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan, sebagai berikut:

a. Uji Validitas

Validitas merupakan tingkat dimana suatu alat pengukur mengukur

apa yang akan diukur. Data penelitian tidak akan berguna apabila

instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian tidak

memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Teknik korelasi yang

digunakan adalah. (Sudjana, 2002: 369)

Keterangan :

r ; koefisien korelasi antara item (X) dengan skor total (Y)

X ; skor setiap item

Y ; skor total

(37)

b. Uji Reliabilitas

Realibilitas adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil

pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau

lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang

sama pula (Siregar, 2010: 173).

Dalam setiap penelitian adanya kesalahan pengukuran ini cukup

besar. Karena itu untuk mengetahui hasil penelitian pengukuran yang

sebenarnya, kesalahan pengukuran itu sangat diperhitungkan.

c. Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.

Seperti diketahui bahwa uji t dan f mengasumsikan bahwa nilai residual

mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik

menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Salah satu cara termudah

untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram

serta melihat nilai signifikan dari uji Kolmogrov-Smirnov.

d. Uji Partial (t-test)

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen

(X) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Y).

Signifikan berarti pengaruh yang terjadi dapat berlaku untuk populasi

(38)

thitung, maka H1 diterima, begitupun jika sig > α (0,05), maka H0 diterima

H1ditolak dan jika sig < α (0,05), maka Ho ditolak H1 diterima.

7. Alat Analisis

Penelitian kali ini adalah merupakan data kuantitatif dimana data dapat

dinyatakan dalam bentuk angka, maka akan mudah untuk diaplikasikan ke

dalam olah data SPSS 16 for windows. SPSS merupakan sebuah program

komputer statistik yang berfungsi untuk membantu dalam memproses

data-data statistik secara tepat dan cepat, serta menghasilkan berbagai output yang

dikehendaki oleh para pengambil keputusan. Statistik dapat diartikan sebagai

suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data, meringkas atau

menyajikan data kemudian menganalisis data dengan menggunakan metode

tertentu, dan menginterpretasikan hasil dari analisis tersebut. Dalam

penghitungan statistik, alat yang sering digunakan adalah olah data SPSS.

Program olah data SPSS ini sangat membantu dalam proses pengolahan data,

sehingga hasil olah data yang dicapai juga dapat dipertanggungjawabkan dan

terpercaya.

H. Sistematika Pembahasan

Secara umum dalam penulisan skripsi ini terbagi dari beberapa bagian

pembahasan teoritis dan pembahasan empiris dari dua pokok pembahsan tersebut

kemudian penulis jabarkan menjadi lima bab. Adapun perinciannya, sebagai

(39)

BAB I : PENDAHULUAN.

Dalam bab ini penulis akan mengemukakan pokok-pokok pikiran

yang mendasari penulisan skripsi ini. Pokok-pokok tersebut antara

lain : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, sistematika

penulisan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA.

Pada bab II ini penulis akan mengemukakan tinjauan teoritis tentang:

Pertama, teknik self instruction. Kedua, stress akademik. Ketiga,

efektifitas tehnik self instruction dalam mereduksi stress akademik.

BAB III : LAPORAN HASIL PENELITIAN

Bab ini berisi tentang gambaran umum MA Yarobi Kecamatan

Grobogan, Kabupaten Grobogan Tahun 2016/2017; tinjauan historis;

letak geografis, sarana dan pra sarana sekolah, struktur organisasi dan

data hasil uji coba/try out angket: uji validitas dan uji reliabilitas, hasil

penskoran angket.

BAB IV : ANALISIS DATA

Dalam bab ini berisi tentang analisis data yang terkumpul sehingga

(40)

stress akademik pada siswa kelas XI MA Yarobi Kecamatan

Grobogan, Kabupaten Grobogan Tahun 2016/2017.

BAB V : PENUTUP

Meliputi tentang kesimpulan dan saran-saran yang menjadi akhir dari

(41)

23 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Self Instruction

1. Definisi Self Instruction

Metode self-instruction merupakan salah satu metode dari pendekatan

cognitive-behavior, yang melibatkan identifikasi keyakinan-keyakinan

disfungsional yang dimiliki seseorang dan mengubahnya menjadi lebih

realistis serta melibatkan teknik-teknik modifikasi perilaku. Pada metode

self-instruction ini, terdapat strategi-strategi kognitif yang bisa digunakan,

seperti self-verbalization atau self-talk yang bertujuan untuk menuntun

seseorang mengatasi masalah yang dihadapinya.

Sementara itu, teknik self-instruction sendiri merupakan suatu teknik

modifikasi perilaku yang memiliki dua kegunaan, yaitu untuk mengganti

pemikiran negatif terhadap diri sendiri menjadi pemikiran yang positif serta

dapat digunakan untuk mengarahkan perilaku.

2. Kegunaan Self Instruction

Kegunaan metode self-instruction untuk mengganti pemikiran negatif

menjadi positif, didasari oleh pemikiran bahwa pandangan seseorang

mengenai dirinya dapat diarahkan. Sementara itu, keguanaan teknik ini untuk

mengarahkan perilaku didasari oleh pemikiran bahwa pemberian instruksi

merupakan bagian penting pada perkembangan manusia dalam mengarahkan

(42)

untuk mengarahkan perilakunya. Pada masa anak-anak awal, anak-anak

mengarahkan perilakunya berdasarkan instruksi yang diberikan orang tua,

kemudian anak mulai mengembangkan instruksi lisan secara overt untuk

mengarahkan perilakunya. Semakin besar, anak mulai belajar mengatur

perilaku menggunakan covertspeech.

Intervensi menggunakan self-instruction ini bisa melibatkan berbagai

strategi seperti; modeling, rehearsal, verbal cueing, visual cueing,

role-playing dan sub-vocalization. Salah satu strategi lain pada teknik

self-instruction adalah thought stopping. Langkah ini dilakukan untuk membantu

individu untuk menghentikan pemikiran self-defeating yang dilakukan secara

berlebihan. Misalnya, seseorang yang sedang diliputi pemikiran negatif

tentang dirinya, perlu diajarkan untuk mengatakan stop kepada dirinya untuk

menghentikan pikiran negatif, lalu mengarahkan pemikiran yang lebih

produktif.

3. Tahap-tahap Self-instruction

Melalui metode self-instruction, pandangan negatif seseorang

mengenai dirinya dapat diarahkan menjadi lebih positif sehingga dapat

meningkatkan self-esteem. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan

bahwa pernyataan positif tentang diri sendiri (positive self-statement) dapat

meningkatkan self-esteem. Teori ini didukung oleh beberapa penelitian yang

menggunakan metode self-instruction dalam meningkatkan remaja dengan

self-esteem yang rendah. Metode self-instruction berhasil meningkatkan

(43)

remaja dengan self-esteem rendah untuk membaca berulang kali positive

self-statement mengenai diri mereka sebanyak dua kali sehari selama tiga

minggu. Selain itu, penelitian juga menunjukkan keberhasilan dalam

menggunakan positive self-talk untuk meningkatkan self-esteem remaja.

Hingga saat ini, metode self-instruction masih terus berkembang.

Langkah-langkah serta jumlah sesi yang digunakan dalam intervensi

menggunakan metode self-instruction pada dasarnya dapat disesuaikan

sesuai dengan tujuan dan permasalahan yang dihadapi. Teknik

self-instruction yang pernah dilakukan oleh Meichenbaum dan Goodman terdiri

dari lima sesi dengan masing-masing sesi berdurasi satu setengah jam.

Langkah-langkah intervensi yang dilakukan oleh Meichenbaum

menggunakan teknik self-instruction adalah:

a. Identifikasi keyakinan diri yang negatif

Pengalaman negatif seseorang di masa lalu berkaitan erat

dengan cara seseorang mengatasi situasi tersebut dengan melibatkan

pikiran, perasaan, dan perilakunya. Ketika pikiran negatif

mendominasi dalam menghadapi sebuah situasi maka akan muncul

perasaan yang tidak menyenangkan dan perilaku yang tidak tepat.

Akibat dari interaksi semacam itu adalah kegagalan dalam mengatasi

sebuah situasi yang berujung pada menguatnya evaluasi negatif diri

(44)

Dalam pendekatan cognitive-behavioral, identifikasi keyakinan

diri dapat membantu individu untuk memahami mengapa ia selalu

memiliki cara berpikir yang sama dan terjebak dalam perangkap

negatifnya sendiri dan mengapa masalah yang sama terus terjadi.

Meichenbaum (dalam Martin dan Pear, 2003) menambahkan bahwa

keyakinan diri negatif ini kerap dipicu oleh pernyataan-pernyataan negatif

(negative self-statement) diri yang kerap digunakan individu untuk

menggambarkan dirinya. Oleh karena itu, untuk memperbaiki evaluasi

negatif diri, perlu dilakukan identifikasi terlebih dahulu terhadap

keyakinan diri yang dimiliki oleh individu.

b. Pembelajaran positive self-talk untuk melawan negative self-statement

Salah satu cara untuk mengontrol pikiran-pikiran negatif atau

kesalahan berpikir yang sering dilakukan oleh individu adalah dengan

mengajarkan strategi kognitif berupa positive self-talk. Positive self-talk

membantu individu untuk menemukan dan mengenali kualitas-kualitas

positif yang ia miliki dan bukan memfokuskan diri pada apa yang telah

gagal ia raih. Daripada mencari apa yang belum berhasil dicapai, subjek

didorong untuk mencari dan memuji keberhasilannya. Dengan demikian,

evaluasi diri individu akan berkembang lebih positif sehingga mampu

berdampak pada self-esteemnya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian

yang membuktikan bahwa positive self-talk berhasil dalam meningkatkan

(45)

c. Pembelajaran teknik self-instruction untuk melakukan langkah-langkah

perilaku yang akan dilakukan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketika pikiran negatif

mendominasi dalam menghadapi sebuah situasi maka akan muncul

perasaan yang tidak menyenangkan dan perilaku yang tidak tepat

(Stallard, 2002). Perilaku yang kurang tepat dapat mendatangkan

respon dari lingkungan yang kurang positif sehingga memperkuat

pikiran negatif yang dimiliki subjek. Oleh karena itu, selain memperbaiki

keyakinan negatif, perubahan perilaku menjadi lebih efektif juga

diperlukan dalam usaha untuk membentuk keyakinan positif yang baru.

Salah satu teknik yang dapat dilakukan dalam mengarahkan perilaku

adalah self-instruction. Teknik self-instruction digunakan oleh individu

sepanjang perkembangan hidupnya untuk mengarahkan perilaku. Dengan

demikian, penggunaan self-instruction ini menjadi penting bagi individu

dalam mengarahkan perilakunya, terutama dalam mempraktekkan perilaku

baru yang hendak dipelajari.

d. Menentukan self-reinforcement apabila berhasil mengatasi situasi.

Self-reinfoncement perlu dilakukan begitu individu berhasil mengatasi

situasi yang dihadapinya dengan mengarahkan perilakunya (Meichenbaum

(46)

B. Stress Akademik

a. Pengertian Stress Akademik

Stress merupakan suatu fenomena yang pernah atau akan dialami oleh

seseorang dalam kehidupannya dan tidak seorang pun dapat terhindar dari

padanya. Berdasarkan terminologinya, istilah stress berasal dari bahasa Latin

singere” yang berarti keras atau sempit (strictus). Istilah ini mengalami

perubahan seiring dengan perkembangan penelaahan yang berlanjut dari

waktu ke waktu dari straise, stresst, stressce, dan stresss (Yosep, 2007).

Menurut Santrock (2005), stress merupakan respon individu terhadap

keadaan atau kejadian yang memicu stress (stressor) yang mengancam dan

mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping). Stress

adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari, disebabkan

oleh perubahan yang memerlukan penyesuaian (Keliat, 1998). Sarafino (1990)

mendefinisikan stress sebagai kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara

individu dengan lingkungannya yang menimbulkan persepsi jarak antara

tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya dari

sistem-sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang.

Sekolah adalah pengalaman yang penuh dengan stress atau tekanan.

Stress akademik muncul ketika harapan untuk pencapaian prestasi akademik

meningkat, baik dari orang tua, guru ataupun teman sebaya dan stresss ini

meningkat setiap tahunnya seiring dengan tuntutan terhadap anak yang

berbakat dan berprestasi yang tidak pernah berhenti. Baumel dalam Wulandari

(47)

oleh stressor akademik, yaitu yang bersumber dari proses belajar mengajar

atau yang berhubungan dengan kegiatan belajar yang meliputi lama belajar,

banyak tugas, birokrasi, mendapatkan beasiswa, keputusan menentukan

jurusan, dan karir serta kecemasan ujian dan manajemen waktu.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stress di bidang

akademik adalah respon individu akibat kesenjangan antara tuntutan

lingkungan terhadap prestasi akademik dengan kemampuan untuk

mencapainya sehingga situasi tersebut mengakibatkan perubahan respon

dalam diri individu tersebut, baik secara fisik maupun psikologis.

b. Faktor-faktor Penyebab Stress

Penyebab stress atau stressor adalah setiap keadaan atau peristiwa

yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang

tersebut terpaksa mengadakan adaptasi untuk menanggulangi stressor yang

timbul (Yosep, 2007). Menurut Yosep (2007), pada umumnya penyebab stress

dapat digolongkan, sebagai berikut:

1) Masalah orang tua, yaitu permasalahan yang dihadapi orang tua, misalnya

kebanyakan anak, kenakalan anak, anak yang sakit dan kondisi

pertengkaran dengan mertua, besan dan ipar yang tidak baik.

2) Hubungan interpersonal, berupa gangguan yang timbul dari hubungan

dengan orang terdekat seperti teman dekat, konflik dengan kekasih,

(48)

3) Lingkungan hidup, berupa gangguan yang dialami di daerah tempat

tinggal, misalnya: disebabkan oleh hidup dalam lingkungan yang tingkat

kriminalitas tinggi, penggusuran dan pindah tempat tinggal.

4) Perkembangan, yaitu gangguan yang timbul akibat perkembangan fisik

dan mental seseorang yang tidak baik sehingga menimbulkan kondisi

stress, bahkan jatuh dalam kondisi cemas dan depresi.

5) Penyakit fisik atau cedera, misalnya: akibat penyakit, kecelakaan, operasi,

aborsi, dan lain sebagainya.

6) Faktor keluarga, yaitu faktor penyebab stress yang dialami oleh anak dan remaja yang disebabkan hubungan keluarga yang tidak baik, misalnya

komunikasi orang tua dan anak yang tidak baik, kedua orang tua jarang di

rumah, orang tua kurang sabar dalam mendidik anak, dan lain sebagainya.

7) Faktor penyebab stress lainnya, seperti: bencana alam, kebakaran, dan lain

sebagainya.

c. Faktor-faktor Penyebab Stress Akademik

Stressor adalah situasi atau keadaan yang menimbulkan stress atau

memicu terjadinya stress (Santrock, 2005). Wilks dalam Calaguas (2011),

menyatakan bahwa banyak faktor yang berkontribusi terhadap pengalaman

stress siswa, tetapi secara khusus stress akademik yang dialami berkaitan

dengan manajemen waktu, masalah keuangan, interaksi dengan guru, tujuan

pribadi, kegiatan sosial, penyesuaian dengan lingkungan sekolah dan

kurangnya dukungan.

Berdasarkan penelitian Ross dkk (1999), terdapat empat kategori

(49)

teman atau masalah dengan orang tua; 2) masalah intrapersonal misalnya

perubahan pola makan dan waktu tidur; 3) masalah akademik yang berupa

aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan beban tugas siswa yang harus

dikerjakan, pindah sekolah, ketinggalan pelajaran dan perselisihan dengan

guru; dan 4) lingkungan, misalnya kendaraan yang mogok, komputer yang

rusak, dan masalah keuangan.

Kohn & Frazer (1986) mendeskripsikan pengalaman penyebab stress

menjadi tiga bagian, yaitu: 1) physical stressors berupa suhu ruangan,

pencahayaan dan kebisingan; 2) psychological stressor berupa belajar untuk

menghadapi ujian, tugas yang berlebihan, lupa mengerjakan tugas; 3)

psychosocial stressor yang terjadi akibat interaksi interpersonal.

Berdasarkan penelitian Calaguas (2011), faktor penyebab stress yang

sering dialami oleh siswa di Philipina ada delapan kategori, yaitu:

1) Stressor yang berkaitan dengan pendaftaran dan penerimaan siswa, yaitu

mengikuti prosedur pendaftaran, mengambil/menambahkan mata

pelajaran, dan validasi mata pelajaran.

2) Stressor yang berkaitan dengan mata pelajaran, yaitu mempersiapkan

ujian, melewati ujian tertulis, melewati ujian lisan, lulus dalam ujian

praktek, berpartisipasi dalam diskusi kelas, memahami diskusi kelas,

melakukan penelitian, menyelesaikan karya tulis, mencari bahan referensi,

menyelesaikan tugas, berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan.

3) Stressor yang berkaitan dengan guru, yaitu menghadapi guru pengajar

(50)

yang memperlakukan mahasiswa dengan tidak adil, permasalahan dengan

guru.

4) Stressor yang berkaitan dengan teman sekelas, yaitu berdebat dengan

teman sekelas, tidak menyukai teman sekelas, persaingan dengan teman

sekelas, teman sekelas yang suka mengganggu, tingkah laku teman

sekelas.

5) Stressor yang berkaitan dengan jadwal kuliah, yaitu kehadiran mengikuti

pelajaran, waktu kosong yang terlalu banyak, waktu kosong yang terlalu

sedikit, partisipasi dalam kegiatan ekstrakulikuler, menghadiri pertemuan

organisasi dan menghadiri kegiatan kampus.

6) Stressor yang berkaitan dengan ruang kelas, yaitu kelas yang sangat

penuh, ventilasi kelas yang buruk, pencahayaan kelas yang buruk, kelas

yang kotor, kelas yang bising, kelas dengan tempat yang terbatas, dan

gangguan dari dalam dan luar kelas.

7) Stressor yang berkaitan dengan keuangan, yaitu penganggaran keuangan,

pengeluaran yang tidak terduga, dan penghematan uang untuk

rencana-rencana.

8) Stressor yang berkaitan dengan harapan, yaitu khawatir terhadap masa

depan dan mendapatkan pekerjaan setelah lulus kuliah, harapan dari orang

tua, harapan kerabat, harapan guru, dan menangani harapan diri.

d. Tahapan Stress

Gejala-gejala stress pada seseorang seringkali tidak disadari karena

(51)

tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari.

Amberg dalam Hawari (2001) membagi tahapan-tahapan stress sebagai

berikut:

1) Stress tahap I

Merupakan tahapan stress yang paling ringan, dan biasanya

disertai dengan perasaan-perasaan semangat bekerja besar, penglihatan

“tajam” tidak sebagaimana biasanya, merasa mampu menyelesaikan

pekerjaan lebih dari biasanya tanpa menyadari cadangan energi

dihabiskan, disertai rasa gugup yang berlebihan, merasa senang dengan

pekerjaan tersebut dan semakin bertambah semangat tetapi tanpa disadari

cadangan energi semakin menipis.

2) Stress tahap II

Pada tahap ini dampak stress yang semula “menyenangkan” mulai

menghilang dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena kurang

istirahat. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan adalah merasa letih

ketika bangun pagi, merasa mudah lelah sesudah makan siang, lekas

merasa capai menjelang sore hari, sering mengeluh lambung atau perut

tidak nyaman (bowel discomfort), detakan jantung lebih keras dari

biasanya (berdebar-debar), otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang

dan tidak bisa santai.

3) Stress tahap III

Merupakan keadaan yang akan terjadi apabila seseorang tetap

memaksakan dirinya dalam pekerjaan tanpa menghiraukan

(52)

gangguan usus dan lambung yang semakin nyata, ketegangan otot-otot,

perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional yang semakin

meningkat, gangguan pola tidur (insomnia), koordinasi tubuh terganggu.

Pada tahapan ini, seseorang harus berkonsultasi pada dokter atau terapis,

beban stress hendaknya dikurangi dan tubuh beristirahat.

4) Stress tahap IV

Tidak jarang seseorang yang memeriksakan diri ke dokter karena

keluhan-keluhan yang dialami pada stress tahap III, dinyatakan tidak sakit

oleh dokter dikarenakan tidak adanya kelainan fisik yang ditemukan pada

organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan orang tersebut tetap memaksakan

diri untuk bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stress tahap IV

akan muncul. Gejalanya adalah bosan terhadap aktivitas kerja yang

semula terasa menyenangkan, kehilangan kemampuan untuk merespon

secara memadai (adequate), ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan

rutin sehari-hari, gangguan pola tidur disertai mimpi-mimpi yang

menegangkan, seringkali menolak ajakan (negativism) karena tidak ada

semangat dan kegairahan, daya konsentrasi dan daya ingat menurun dan

timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan

penyebabnya.

5) Stress tahap V

Keadaan lanjutan yang ditandai dengan keadaan kelelahan fisik

dan mental yang semakin mendalam (physical and psychological

exhaustion), ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari

(53)

(gastro-intestinal disorder) dan timbul perasaan ketakutan dan kecemasan

yang semakin meningkat serta mudah bingung dan panik.

6) Stress tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang akan

mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Stress

pada tahap ini ditandai dengan gejala debaran jantung teramat keras, susah

bernapas (sesak dan megap-megap), sekujur badan terasa gemetar, dingin

dan keringat bercucuran, ketiadaan tenaga untuk melakukan hal-hal yang

ringan, pingsan atau kolaps (collapse).

e. Reaksi Stress

Menurut Helmi dalam Safaria & Saputra (2009), ada empat macam

reaksi stress, yaitu reaksi psikologis, fisiologis, proses berpikir dan tingkah

laku. Keempat reaksi ini dapat berwujud negatif maupun positif. Reaksi yang

bersifat negatif antara lain sebagai berikut:

1) Reaksi psikologis, biasanya lebih dikaitkan pada aspek emosi, seperti

mudah marah, sedih dan tersinggung.

2) Reaksi fisiologis, biasanya muncul dalam bentuk keluhan fisik, seperti

pusing, nyeri tengkuk, tekanan darah naik, nyeri lambung, gatal-gatal di

kulit dan rambut rontok.

3) Reaksi proses berpikir (kognitif), biasanya tampak dalam gejala sulit

berkonsentrasi, mudah lupa, dan sulit megambil keputusan.

4) Reaksi perilaku, biasanya tampak dari perilaku-perilaku menyimpang

seperti minum-minuman beralkohol, mengkonsumsi obat-obatan,

(54)

f. Dampak Stressor

Menurut Kozier dan Erb dalam Keliat (1998), dampak stressor

dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:

1) Sifat stressor

Jika seseorang mempersepsikan stressor sebagai keadaan yang

mengancam kehidupannya dan berakibat buruk baginya, maka tingkat

stress yang dialami akan terasa berat. Namun, bila stressor yang sama

dipersepsikan dengan baik, maka tingkat stress yang dialami akan lebih

ringan.

2) Jumlah stressor yang dihadapi dalam waktu bersamaan

Apabila terdapat banyak stressor sedang dialami oleh seseorang, maka

penambahan stressor kecil dapat menjadi pencetus yang mengakibatkan

reaksi yang berlebihan.

3) Lamanya pemaparan terhadap stressor

Pemaparan yang intensif terhadap stressor dapat menyebabkan kelelahan

dan ketidakmampuan menghadapi stressor.

4) Pengalaman masa lalu

Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi seseorang menghadapi

stressor yang sama. Misalnya, seseorang yang dirawat di rumah sakit satu

tahun yang lalu dengan pengalaman negatif terhadap perawat, maka akan

merasa lebih cemas lagi ketika harus di rawat di rumah sakit yang sama

(55)

5) Tingkat perkembangan

Pada tingkat perkembangan tertentu, terdapat jumlah dan intensitas

stressor yang berbeda sehingga resiko terjadinya stress pada tiap tingkat

perkembangan berbeda-beda.

g. Pandangan Islam terhadap Stress

Perubahan-perubahan dalam kehidupan manusia, baik menyenangkan

atau menyusahkan, selalu memerlukan penyesuaian kembali. Ada orang yang

kesulitan melakukan penyesuaian terhadap perubahan itu, sehingga muncul

stres berkepanjangan. Dalam sebuah studi ditemukan bahwa perubahan

mendadak karena kehilangan seorang yang sangat dicintai menjadi

pemicupaling tinggi bagi kemunculan stress berat. Stress dapat merusak

struktur fisik “high stress is capable of damaging or destroying a physical

structure”. Itu sebabnya Al-Qur`an mengingatkan manusia agar selalu

bersabar (menyesuaikan diri secara baik terhadap sesuatu yang terjadi dalam

kehidupan). Pemicu stress memang bermacam-macam, sebagaimana pesan

dalam QS. Al-Baqarah 286, sebagai berikut:

(56)

Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir".

Ayat ini jelas menunjukkan bahwa segala tekanan dan dugaan dalam

kehidupan seperti kesempitan hidup. Permasalahan yang melanda, misalnya:

merupakan karunia Allah kepada manusia berdasarkan kemampuan manusia

itu sendiri. Stress juga dikategorikan sebagai ujian hidup. Boleh jadi

disebabkan kesempitan hidup mengundang stress dan tekanan yang negatif.

Namun, hanya diri kita sendiri yang dapat menjadikan tekanan tersebut

mendatangkan kesan yang baik atau sebaliknya.

Penulis berpendapat seseorang manusia yang tidak mampu

menjalankan kehidupan sebagai seorang manusia mengalami tekanan atau

stress. Penyebab stress adalah disebabkan ketidak-sempurnaan ketiga-tiga

komponen ini berfungsi dengan baik. Maka, untuk mengembalikan

kefungsiaan manusia agar dapat menjalani kehidupan harian dengan baik serta

mampu mengurus stress dan tekanan, Islam melihat arti pentingnya ketiga

faktor tersebut. Hal ini dikemukakan oleh Al Ghazali mengambil bahwa

manusia itu terdiri daripada 3 komponen utama yaitu roh, jasad dan akal

(Al- Ghazali, 1996:342).

C. Efektifitas Teknik Self Instruction dalam Mereduksi Stress Akademik

Self-Instruction merupakan sebuah metodologi yang diadaptasi dari

(57)

pada tahun 1977. Meichenbaum menduga bahwa beberapa perilaku maladaptif

dipengaruhi oleh pikiran irasional yang menyebabkan verbalisasi diri yang tidak

tepat (Baker & Butler, 1984). Pendekatan self-instruction ini merupakan sebuah

latihan untuk meningkatkan kontrol diri dengan menggunakan verbalisasi diri

sebagai rangsangan dan penguatan selama menjalani treatment (Blackwood, et al.,

dalam Tang, 2006:76). Self instruction training adalah suatu teknik untuk

membantu klien terhadap apa yang konseli katakan kepada dirinya dan

menggantikan pernyataan diri yang lebih adaptif (Ilfiandra, 2008). Hal ini

berdasarkan pada asumsi Meichenbaum (Baker & Butler, 1984) yang menyatakan

bahwa individu yang mengalami perilaku salah sesuai dikarenakan pikiran

irasional yang diakibatkan kesalahan dalam melakukan verbalisasi diri. Oleh

karena itu, teknik self- instruction berperan untuk mengganti verbalisasi diri yang

kurang tepat dengan verbalisasi yang lebih dapat diterima. Safaria (2004:75)

menjelaskan ada tiga cara dalam menerapkan teknik self-instruction, yaitu :

1. Metode non direktif yaitu dengan memberikan instruksi kepada konseli,

kemudian konseli mencobanya secara berulang-ulang melalui aktivitas dan

verbalisasi.

2. Metode interaktif yang dipasangkan dengan teknik kontrol diri, seperti:

monitoring diri, evaluasi diri dan penguatan diri.

3. Metode penerapan modeling, imitasi dan eksekusi yakni terapis pertama-tama

mencontohkan, kemudian konseli menirukannya bersama terapis, setelah

konseli mampu maka konseli diinstruksikan untuk mengerjakannya sendiri.

Dalam menangani masalah stresss akademik, teknik self-instruction yang

(58)

Sugara, 2011:36) yang menyatakan bahwa terdapat tiga tahapan yang digunakan

dalam teknik ini yaitu :

1. Tahapan pertama yaitu pengumpulan informasi yang berkaitan dengan

konseptualisasi masalah yang dihadapi. Dalam tahapan ini konseli diharapkan

ebih sensitif terhadap pikiran, perasaan, perbuatan, reaksi fisiologis dan pola

reaksi terhadap orang lain dan lingkungan belajar.

2. Tahapan kedua yaitu melakukan konseptualisasi terhadap masalah. Pada

tahapan ini konselor merencanakan intervensi dalam konteks melakukan

observasi terhadap masalah. Konselor mengidentifikasi pikiran dan perasaan

yang irasional yang menyebabkan terjadinya masalah.

3. Tahapan ketiga yaitu melakukan perubahan langsung. Tahapan ini merupakan

tahapan perubahan perilaku dengan menggunakan ungkapan diri.

Modifikasi perilaku dengan teknik self instruction yang digunakan dalam

mereduksi stress akademik, bertujuan untuk melakukan restrukturisasi sistem

berpikir melalui perubahan verbalisasi diri yang positif sehingga melahirkan

perilaku yang lebih adaptif. Adapun prosedur dalam melakukan teknik

self-instruction untuk mereduksi stress akademik yang disebutkan, sebagai berikut :

1. Konselor menjadi model dengan memverbalisasikan langkah-langkah dalam

self-instruction dengan suara keras.

2. Konseli melakukan verbalisasi, seperti: yang dicontohkan oleh konselor

dengan suara keras.

3. Konseli mengungkapkan verbalisasi diri dengan suara yang keras, seperti: apa

Gambar

Tabel 3.1 Keadaan Guru MA YAROBI Kecamatan Grobogan,
Tabel 3.2 Keadaan Sarana Prasarana
Tabel 3.3 Daftar Responden
Tabel 3.4 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Pada Siswa Kelas XI
+7

Referensi

Dokumen terkait