Evaluasi Penggunaan Tempat Pemeliharaan (Kontainer Plastik dan Jaring) untuk Peneltian Respon Feeding Abalon Terhadap Pakan Segar Alga Makro.
Deny S. Yusup+
+) Jurusan Biologi FMIPA UNUD Email: dsyusup@yahoo.com
Studi pendahuluan di lakukan untuk mengevaluasi penggunaan tempat pemeliharaan (keranjang dan Jaring) untuk peneltian respon feeding abalon terhadap pakan segar alga makro berdasarkan variabel mortalitas dan sirkulasi air (aerasi)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun penggunaan keranjang plastik lebih memungkinkan hewan uji mendeteksi keberadaan pakan dan tingkat aerasi yang baik, namun tingkat kematian (mortalitas) pada pemeliharaan dengan menggunakan keranjang plastik lebih tinggi dibandingkan mortalitas pada jaring.
Hasil uji lanjutan terhadap kelayakan mata jaring, menunjukkan bahwa tingkat aerasi ukuran mata jaring 2 mm lebih tepat digunakan dibandingkan ukuran mata jaring 1 mm dan > 1mm. Pengamatan deposit material (bahan tersuspensi di air) lebih banyak ditemukan pada jaring 1 mm dan > 1mm, sehingga menurunkan sirkulasi air dalam jaring.
Hasil studi pendahuluan ini menunjukkan bahwa penggunaan media pemeliharaan abalon berupa jaring berukuran 2mm lebih baik dibandingkan jaring dengan mata jaring (mesh size) 1 mm dan > 1mm serta keranjang plastik untuk penelitian dengan pakan segar alga makro.
================================================================== ==
Kata Kunci : Abalon, Respon feeding, Media pemeliharaan
1. Latar Belakang
Siput abalon secara taksonomi tergolong ke dalam kelompok hewan moluska
bercangkang satu (kelas Gastropoda) genus Haliotis. Nilai ekonomi siput abalon termasuk
salah satu komoditi laut yang prospektif pada industtri perikanan internasional karena
harganya yang tergolong tinggi. Kebutuhan pasar internasional masih jauh di atas suplai
(Cook and Gordon, 2008). Menurut Freeman (2001)Hal ini terkait dengan semakin
menurunnya hasil tangkapan abalon dari alam akibat semakin menurunnya populasi di
alam dikarenakan eksploitasi yang intensif. Selanjutnya dikatakan bahwa produksi
abalon hasil budidaya masih belum maksimal. Kondisi tersebut mendorong
pengembangan diversifikasi usaha budidaya abalon berbasis di alam (sea-based farming)
atau di darat (land-based farming) dalam skala kecil seperti indoor maupun back yard.
Faktor pakan merupakan salah satu faktor yang penting dalam keberhasilan kegiatan
budidaya abalone, peranan faktor pakan dapat mencapai tidak kurang dari 30% biaya
produksi usaha budidaya perikanan (Vandepeer, 2006). Secara umum pengembangan
pakan alami abalon terbagi menjadi dua yaitu fase larva yang masih tergantung pakan
plankton dan fase paska juvenil yang mengkonsusmsi alga makro (rumput laut) (Susanto
pakan segar alga makro adalah mengembangkan jenis-jenis alga makro dan komposisi
ransum segar yang menghasilkan pertumbuhan yang maksimal.
Abalon sangat sensitif terhadap perubahan faktor lingkungan (khususnya suhu dan O2
dan amonia) dan gangguan fisik (physical teratment) sehingga mudah stress (Freeman
2001). Oleh karena itu penelitian pengembangan pakan banyak dilakukan dengan
menggunakan jaring (waring) atau kontainer plastik karena keduanya memiliki pori
sehingga meminimalisis pengaruh faktor aerasi. Namun sejauh ini masih minimum
informasi hasil penelitian yang membandingkan efektifitas kedua metode tersebut. Secara
umum jaring dan kontainer plastik memiliki tekstur yang berbeda. Sehingga perlu
dilakukan penelitian dasar untuk mengetahui efetifitas dan efisiensi kedua media tempat
pemeliharaan.
2. Metode
Bahan yang digunakan adalah kontainer plastik (ukuran 30 X 22,5 cm) dengan ukuran
pori antara 1 – 2 mm) dan jaring (waring) nylon yang memiliki ukuran mata jaring (mesh
size) 2 mm, 1-2 mm dan > 1 mm. Pengujian tahap pertama, dilakukan uji perbandingan
kontainer dan jaring (waring) dengan variabel sistim aerasi dan survival rate. Pengujian
tahap pertama menggunakan hewan uji abalon dengan ukuran panjang cangkang 2,5 cm –
3,5 cm (kepadatan 20 ekor/kontainer). Tahap kedua dilakukan pengujian perbandingan
ukuran jaring (waring). Hal ini didasarkan bahwa ketersediaan jaring/ waring di pasar
sangat bervariasi tergantung bahan dasar dan ukuran mata jaring. Variabel yang diamati
adalah sitem aerasi, deposit material tersuspensi dan kebocoran bahan pakan. Pengujian
(A) (B) (C) (D)
Gambar 1 : Media pemeliharaan abalon (A- B : kontainer plastik; C: jaring/waring (mata jaring: < 1 mm (putih); 1 – 2 mm (hijau) dan 2 mm (hitam)) dan D: sistem pemeliharaan dengan jaring dengan sistem aliran ait dan aerator)
3. Hasil Dan Pembahasan
Hasil uji pergandingan media pemeliharaan kontainer plastik dengan jearing
dituukkan pada Tabel 1
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing media pemeliharaan memiliki
kelebihan dan kekurangan masing masing.
Meskipun tiap unit pemeliharaan memerlukan dua unit kontainer, secara ekonomi,
keranjang memiliki kelebihan karena harganya lebih murah sehingga menghemat biaya
operasional pemeliharaan. Penggunaan keranjang dapat menggunakan sistim aerasi terpusat
(central system) sehingga dalam satu bak yang berisis beberapa kontainer plastik hanya
membutukan tidak terlalu banyak aerator. Sehingga dengan sistim aerasi terpusat (central
[image:4.595.81.494.47.388.2]sytem) dapat menekan biaya pengeluaran untuk pemebelian aerator.
Tabel 1. Perbandingan beberapa aspek pada kontainer plastik dan jaring (waring)
Faktor Kontainer plastik Jaring / Waring
Feed probability Tinggi Kondisional Penggunaan lahan Minimalis (dapat lebih dari
7 unit/1,5m2)
Memerluakan lahan yang cukup (7 unit/1,5m2)
Keterangan: *) Harga satuan per 2014
**) Teragntung ukuran mata jaring
***) Pada penelitian lain dengan kepadatan 23 / m2
Abalon adalah hewan ang sangat rentan terhdap perubahan oksigen terlarut (Freeman
2001), sehingga memerlukan kontinyuitas suplay oksige. Sistem aeratsi terpusat
menghasilkan aliran/gerakan air (agitasi air) dalam bak. Sehingga sirkulasi air dalam plastik
kontainer terjaga cukup baik karena memiliki pori-pori. Terlebih dengan kondisi kontainer
yang terapung sehingga bergerak akibat goncangan air oleh aerator dapat meningkatkan
aliran air ke dalam kontainer sehingga meningkatkan sirkulasi O2 dalam kontainer. Gerakan
keranjang yang terapung bebas akibat guncangan air juga dapat mengakibatkan gerakkan
pakan dalam kontainer sehingga dapat meningkatkan akses abalon terhadap bahan pakan
karena abalon adalah organisme non-visual yang memiliki perilaku makan "wait and see "
dan sangat tergantung sensor saraf sentuhan (Freeman,2001).
Penggunaan kontainer plastik lebih praktis ketika mengontrol sisa pakan maupun
ketika membersihkan sisa pakan karena menggunakan systme klip untuk mengunci penutup
kontainer.
Meskipun kontainer plastik memiliki beberapa kelebihan, hasil pengamatan
menunjukkan bahwa tingkat mortalitas pada pada plastik kontainer lebih tinggi. Kematian
abalon ini diduga akibat luka pada bagian totot bagian bawah dikarenakan "pencokelan"
pada saat sampling untuk monitoring pertumbuhan, meskipun telah digunakan alat
congkel/ungkityang cukup halus. Tingkat stress ini diindikasikan adanya lendir yang
diproduksi abalon saat dilakukan pengukuran. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan
plastik kontainer pada penelitian feeding abalon memerlukan keahlian/pengalaman untuk
mencokel individu abalon, karena abalon memiliki kemampuan menempel yang sangat kuat
pada media / subtrat yang padat. Sehingga untuk peneliti yang belum
berpengalaman/mahasiswa sebaiknya menggunakan jaring plastik (waring). Sehingga
penggunaan kontainer plastik dapat digunakan pada penelitian yang memerlukan monitoring /
pengukuran tubuh yang terbatas misalnya pada tahap larva. Sedangakan untuk penelitian
yang memerlukan pengukuran lebih sering maka lebih baik menggunakan jaring/waring.
Pengujian Ukuran Mata Jaring
Penghitungan efisiensi pakan pada penelitian dengan menggunakan jaring (waring)
tidak terpakan akan keluar dari jaring / terbuang. Jika hal demikian terjadi maka akan
mengakibatkan hasil yang bias pada saat penghitungan efisiensi bahan pakan (FCE) dan food
covertion ration (FCR). Oleh sangat strategis untuk mengetahui ukuran mata jaring yang
sesuai untuk penelitian feeding biologi abalon.
Hasil pengamatan pengujian ukuran mat jaring berbeda di tampilkan pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Perbandingan beberapa aspek pada kontainer plastik dan jaring (waring)
Aspek Ukuran mata jaring
2 mm 1 – 2 mm < 1mm
Aerasi Baik Kurang baik Kurang baik
Deposit material tersuspensi
[image:6.595.69.531.327.413.2]Tidak ada Sedang Tinggi
Tabel 2. Beart rata-rata kebocoran bahan pakan pada media pemeliharaan jaring/ waring (gr)
Aspek Ukuran mata jaring
2 mm 1 – 2 mm < 1mm
Gracillaria sp 0,33 1,53 0
Hellimenia sp 2,02 0,53 0
Ulva sp 1,17 0 0
Enteromorpha sp 0,81 1,56 0
Hasil pengamatan kebocoran bahan pakan pada ukuranmata jaring yang kecil sangat
baik. Namun hasil pengamatan menunjukkan adanya deposist material tersuspensi dan aerasi
yang kurang baik pada ukuran mata jaring < 1 mm dan 1 – 2 mm. Hasil pengamatan
mengindikasikan bahwa sirkulasi dan aliran air dalam jaring dengan ukuran mata jaring <
1mm dan 1-2 mm kurang baik. Hal ini diindikasikan juga oleh tingginya deposit material
tersuspensi dalam jaring. Hal ini akan mengganggu suplay oksigen kedalam jaring.
Sehingga penggunaan ke dua mata jaring tersebut (< 1mm dan 1-2 mm) kurang tepat untuk
pemeliharaan maupun penelitian pakan abalon. Sehingga berdasarkan pertimbangan hasil
tersebut di atas makan penggunaan mata jaring 2 mm lebih tepat untuk penelitian feeding
respon abalon.
Penggunaan alat tambahan "shelter" pada media jaring (Inzet Gambar 1D) dapat
meningkatkan akses abalon terhadap pakan, karena pakan diletakkan dalam shelter.
Penggunaan shelter juga dapat meningkatkan suplay oksigen bagi abalon karena gelembung
udara kan tertahan oleh shelter. Untuk menghindari shelter terangkan oelh gelembung udara
Meskipun penggunaan jaring memiliki beberapa kelebihan dari kontainer plastik,
kekurangannya adalah sustim aerasi sistm unit yaitu paling tidak tiap dua unit jaring
memerlukan satu unit suplay oksigen, sehingga menimbulkan biaya pengeluaran.
4. Kesimpulan
Mengacu pada perbandingan faktor keperluan hidup abalon dan biaya yang dikeluarkan
maka dapat disimpulkan:
1. Jaaring/ Waring lebih sesuai untuk penelitian feeding respon abalon dengan pakan segar
alga makro dengan ukuran mata jaring (mesh size 2 mm)
2. Media kontainer plastik lebih tepat untuk aplikasi dan riset yang minimalis dilakukan
monitoring pengukuran pertumbuhan.
Ucapan terimakasih
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian untuk disertasi. Penelitian ini didanai
melalui dana DIPA untuk Hibah Doktor tahun 2015 dengan nomer kontrak
311-109/UN14.2/ PNL.01.03. 00/2015 .untuk pembiayaan penelitian tahun 2015 .
5. Daftar Pustaka
Cook, P.A. and H.R. Gordon.2010. World Abalone, Suply, Market and Pricing. Journal of Shelfish Research.29 (3).p:569-571.
Freeman, K.A. 2001. Aquaculture and Related Biological Attributes of Abalon Spesies in Australia- Review. Fisheries Reserach Report No. 128. Western Asutralia Marine Research Laboratories. Dept. Of Fisheries. Western of Autralia.
Johnston, D.; N.Moltschaniwskyj and J. Wells, 2005. Development of Radula and Digestive System of Juvenile blacklip abalon (Haliotis rubra): Potential Factors responsible for variable weaning success on artificial diets. Aquaculture. 250: 341-355
Susanto, B; I. Rusdi; S. Ismi dan R. Rahmawati. 2010. Pemeliharaan yuwana abalon (Haliotis squamata) Turunan F-1 Secara Terkontrol Dengan Jenis Pakan Berbeda. J. Ris. Akuakultur. 5(2).p: 199-209.
Vandepeer, M. 2006.Abalon Aquaculture Subprogram: Preventing summer mortality of abalon in aquaculture systems by understanding interactions betweennutrition and water temperature. South Australian Research and Development Institute (Aquatic Sciences), Adelaide, 85pp. SARDI Publication Number RD02/0035-2.