• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Zakat

a. Pengertian Zakat

Menurut (Hafidhuddin, 2002) dalam penelitian (Fakhrruddin, 2008) kata zakat ditinjau dari segi bahasa mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakah (keberkahan). Al- nama’ (pertumbuhan dan perkembangan), al-thaharah (kesucian) dan al-shalah (keberesan). Sedangkan secara istilah menurut Abdurrahman al-Jaziri, zakat adalah pemilikan harta yang dikhususkan kepada mustahiq dengan syarat-syarat tertentu.

Zakat adalah harta tertentu yang dikeluarkan apabila telah mencapai syarat yang diatur sesuai aturan agama, dikeluarkan kepada 8 asnaf penerima zakat. Menurut Bahasa kata “zakat” berarti tumbuh, berkembang, subur atau bertambah. Makna tumbuh dalam arti zakat menunjukkan bahwa mengeluarkan zakat sebagai sebab adanya pertumbuhan dan perkembangan harta, pelaksanaan zakat itu mengakibatkan pahala menjadi banyak. Sedangkan makna suci menunjukkan bahwa zakat adalah mensucikan jiwa dari kejelekan, kebatilan dan pensuci dari dosa-dosa. (Badan Amil Zakat n.d.)

Zakat menurut undang-undang No.23 Tahun 2011 adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan agama dan diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa zakat adalah sejumlah harta yang wajib dibayarkan

(2)

oleh setiap muslim yang mampu berdasarkan ketentuan syariah untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya (Amini, 2018)

b. Jenis-jenis Zakat

Zakat terbagi menjadi dua jenis, yaitu zakat fitrah dan zakat harta (maal).

1) Zakat Fitrah

Zakat fitrah (zakat al-fitr) adalah zakat yang diwajibkan atas setiap jiwa baik lelaki dan perempuan muslim yang dilakukan pada bulan Ramadhan pada Idul Fitri. Sebagaimana hadist Ibnu Umar RA,"Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas umat muslim; baik hamba sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Beliau saw memerintahkannya dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk shalat.” (HR Bukhari Muslim)

Selain untuk mensucikan diri setelah menunaikan ibadah di bulan ramadhan, zakat fitrah juga dapat dimaknai sebagai bentuk kepedulian terhadap orang yang kurang mampu,membagi rasa kebahagiaan dan kemenangan di hari raya yang dapat dirasakan semuanya termasuk masyarakat miskin yang serba kekurangan.

Zakat fitrah wajib ditunaikan bagi setiap jiwa, dengan syarat beragama Islam, hidup pada saat bulan Ramadhan, dan memiliki kelebihan rezeki atau kebutuhan pokok untuk malam dan hari raya idul fitri.

Besarannya adalah beras atau makanan pokok seberat 2,5 kg atau 3,5 liter per jiwa.

Para ulama, diantaranya Shaikh Yusuf Qardawi telah membolehkan zakat fitrah ditunaikan dalam bentuk uang yang setara dengan 1 sha’ gandum, kurma atau beras.

(3)

nominal zakat fitrah yang ditunaikan dalam bentuk uang, menyesuaikan dengan harga beras yang dikonsumsi.

Berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 7 Tahun 2021 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Ibukota DKI Jakarta Raya dan Sekitarnya, ditetapkan bahwa nilai zakat fitrah setara dengan uang sebesar Rp40.000,- /hari/jiwa. (Badan Amil Zakat Nasional, n.d. )

2) Zakat Harta (maal)

Maal berasal dari kata bahasa Arab artinya harta atau kekayaan (al-amwal, jamak dari kata maal) adalah

“segala hal yang diinginkan manusia untuk disimpan dan dimiliki” (Lisan ul-Arab). Menurut Islam sendiri, harta merupakan sesuatu yang boleh atau dapat dimiliki dan digunakan (dimanfaatkan) sesuai kebutuhannya.

Oleh karena itu dalam pengertiannya, zakat maal berarti zakat yang dikenakan atas segala jenis harta, yang secara zat maupun substansi perolehannya tidak bertentangan dengan ketentuan agama.

Sebagai contoh, zakat maal terdiri atas simpanan kekayaan seperti uang, emas, surat berharga, penghasilan profesi, aset perdagangan, hasil barang tambang atau hasil laut, hasil sewa aset dan lain sebagainya. (Badan Amil Zakat Nasional, n.d.)

b. Kondisi Zakat Kekayaan

Berdasarkan buku yang ditulis oleh Yusuf Qardhawi (Al- Qaraḍawi, 2000) banyak terdapat informasi mengenai zakat kekayaan yang relevan dengan kondisi sekarang. Berikut kondisi suatu kekayaan yang wajib dan tidak wajib dibayarkan zakatnya.

1) Wajib zakat

a) Kekayaan yang tumbuh

Kekayaan harus benar-benar tumbuh atau memiliki potensi untuk tumbuh. Pertumbuhan

(4)

berarti sesuatu yang memberi keuntungan bagi pemilik. Kekayaan ini dapat menjadi objek zakat.

b) Dana pensiun karyawan

Zakat untuk dana pensiun tergantung dari kondisinya. Jika karyawan sudah berhenti bekerja atau sudah menerima dana pensiun tersebut maka dana tersebut bisa menjadi objek zakat

2) Tidak wajib zakat

a) Aset yang tidak memiliki pemilik tertentu

kekayaan seperti ini tidak bisa dijadikan objek zakat karena kekayaan ini untuk kepentingan masyarakat, contohnya seperti pajak.

b) Properti dalam kepercayaan publik

Orang miskin, masjid, anak yatim, sekolah tidak dapat ditagih zakat karena tidak ada artinya jika memaksakan zakat pada kekayaan ini untuk kepentingan fakir miskin. Terdapat dua alasan tidak dapat ditagih zakatnya yaitu kepemilikannya tidak lengkap dan mereka tidak wajib dizakati tetapi lebih sebagai penerima zakat.

c) Kekayaan yang diperoleh dengan melanggar hukum Para ahli menyatakan bahwa kekayaan hasil dari kejahatan tidak dapat ditagih zakat karena semua kekayaan tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya atau kepada ahli warisnya dan jika tidak ada ahli warisnya, maka kekayaan tersebut diberikan kepada orang miskin atau orang yang membutuhkan.

d) Zakat pada hutang

Hutang tidak dapat dijadikan objek zakat, para ahli menyetujui hal tersebut karena debitur tidak memiliki kekayaan itu sedangkan kreditur tidak memiliki kendali atas kekayaan itu.

(5)

e) Dana pensiun karyawan

Zakat untuk dana pensiun tergantung dari kondisinya. Jika karyawan masih dalam masa kerja dan belum memiliki kuasa pada dana tersebut maka karyawan tidak perlu membayarkan zakatnya.

c. Kekayaan Wajib Zakat

Menurut Yusuf Al-Qardawi terdapat beberapa jenis kekayaan yang dapat dipungut zakatnya, yaitu:

1) Zakat untuk ternak.

a) Nisab binatang ternak adalah lima unta berdasarkan kesepakatan umat Islam selama berabad-abad. Tidak ada zakat wajib untuk apapun di bawah lima unta, nisab untuk domba adalah empat puluh domba.

Nisab untuk sapi bervariasi dari lima hingga tiga puluh dua hingga lima puluh ekor.

b) Berlalu satu tahun

c) Hewan ternak harus digembalakan secara alami d) Hewan ternak yang bisa dizakati bukan hewan yang

dipekerjakan. (Al-Qaraḍawi, 2000).

2) Zakat emas dan perak

Emas dan perak dapat digunakan sebagai uang suatu negara dan sebagai perhiasan. Karena adanya perbedaan dalam menggunakan emas dan perak ini, maka ketentuan zakatnya juga berbeda.

a) Emas dan perak sebagai uang

Pada zaman Rasulullah SAW emas dan perak digunakan sebagai uang. Emas digunkan untuk dinar dan perak digunakan untuk dirham. Emas dan perak menjadi subjek dalam syariah yang dapat digunakan untuk transaksi yang berkaitan dengan masalah sipil dan komersial, selain itu emas dan perak dapat digunakan sebagai langkah dalam menentukan nilai, seperti mas kawin, tebusan dan nisab dalam zakat.

(6)

ijma muslim seluruh generasi sepakat bahwa mata uang emas dan perak dapat dipungut zakatnya.

Nisab perak adalah lima uqqiyah, uqiyyah sama dengan 40 dirham menurut banyak teks dan ijma.

Dengan demikian, lima uqiyyah sama dengan 200 dirham atau 595 gram. Terdapat perdebatan dalam penentuan nisab emas, namun mayoritas ulama berpendapat bahwa nisab emas adalah 20 dinar atau sama dengan 85 gram emas murni. pemiliknya tidak wajib berzakat jika kekayaannya dibawah dari nisab tersebut karena pemiliknya tidak dianggap kaya (Al- Qaraḍawi, 2000).

Saat ini penggunaan uang berbahan dasar emas dan perak jarang ditemukan, kebanyakan negara mengunakan kertas sebagai bahan dasar uang, berikut beberapa pendapat mazhab tentang zakat pada uang kertas.

(1) Mazhab Syafi’i

Mazhab syafi'i menganggap uang kertas sebagai wesel yang mewakili hutang bank penerbit. sejak bank sepenuhnya mampu membayar dan aturan zakat pada hutang berlaku. Oleh karenanya mazhab ini menyatakan uang kertas dapat ditagih zakatnya.

(2) Mazhab Hanafi

Mazhab hanafi menganggap uang kertas sebagai klaim di bank yang beredar di antara individu dan dapat ditagih zakatnya.

(3) Mazhab Maliki

Mazhab maliki menganggap uang kertas ini adalah alat tukar dan dapat mewakili emas dan perak. Uang kertas dapat dikonversi

(7)

menjadi logam sesuai permintaan. Mereka bisa ditagih zakatnya.

(4) Mazhab Hambali

Mazhab hambali menganggap mata uang kertas tidak dapat ditagih zakatnya sampai dikonversi menjadi emas atau perak dan kemudian syarat zakat dari emas dan perak berlaku.

Mata uang kertas sekarang menjadi tulang punggung transaksi. Mata uang kertas diterbitkan dan dijamin oleh negara merupakan ukuran dari nilai saat ini dan masa depan. Uang kertas digunakan untuk melakukan semua kegiatan dan fungsi moneter emas dan perak. Logam mulia memiliki nilai sendiri, yang kadang berbeda dari nilai moneter, nilai yang ditentukan oleh penawaran dan permintaan untuk dua logam ini, hanya dengan alasan industri dan nilai komersial. Uang harus dimiliki selama satu tahun, zakat pada uang ini merupakan kewajiban tahunan dan tidak bisa dikenakan pada interval yang lebih pendek (Al- Qaraḍawi, 2000).

Tarif zakat uang yang wajib dibayarkan adalah 1/40 (2,5%) jika menggunakan penanggalan hijriah.

Adapun jika menggunakan penanggalan masehi maka tarifnya adalah sebesar 2,575% (Kurnia &

Hidayat, 2008).

b) Emas dan perak sebagai perhiasan

Perhiasan yang terbuat dari emas dan perak disimpan sebagai harta dan merupakan salah satu komponen dari kekayaan seseorang, dapat ditagih zakatnya. Sama seperti jika itu disimpan dalam

(8)

bentuk batang atau koin. Perhiasan diperoleh untuk penggunaan pribadi sebagai ornamen seperti dekorasi rumah, peralatan dapat ditagih zakatnya.

Emas dan perak yang dimiliki untuk digunakan sebagai perhiasan oleh wanita tanpa berlebihan dan penggunaan cincin perak oleh pria, tidak dapat ditagih zakat. Karena tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Tetapi perhiasan yang digunakan secara berlebihan meski oleh wanita dapat ditagih zakatnya (Al-Qaraḍawi, 2000).

3) Zakat atas aset komersial

Allah mengizinkan umat Islam untuk terlibat dalam bisnis untuk mendapatkan keuntungan, asalkan tidak terlibat dalam perdagangan yang dilarang dalam islam dan tetap menerapkan nilai-nilai etika saat bertransaksi seperti kejujuran, kebenaran dan kebaikan. Kemudian keterlibatan bisnis tidak boleh menjadi penghalang untuk mengingat Allah seperti menunaikan kewajiban spiritual.

Mempraktikan bisnis adalah hal yang diizinkan Allah, maka normal bahwa Islam menetapkan zakat pada aset yang diinvestasikan dalam bisnis dan perdagangan serta pada pendapatan yang diperoleh. Sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan atas karunia-Nya dengan memperhatikan hamba-Nya yang membutuhkan (Al- Qaraḍawi, 2000).

Ibn Rushd menyebutkan bahwa aset perdagangan adalah kekayaan yang dimaksudkan untuk pertumbuhan, seperti bentuk kekayaan yang disepakati dianggap dapat ditagih zakatnya, yaitu: produk pertanian, ternak dan emas dan perak. Dengan demikian analogi ini jelas dan sesuai. Alasan yang mendukung premis ini, aset perdagangan seperti aset moneter. Mereka dapat ditukar,

(9)

dinilai dan disiapkan untuk investasi dan pertumbuhan.

jika zakat tidak dikenakan pada aset perdagangan, orang kaya akan selalu menjaga kekayaan mereka dalam bentuk barang dagangan dan inventaris dan menghindari menyimpan uang tunai, untuk menghindari pembayaran zakat. Wajar jika pengusaha menyimpan sedikit uang karena sebagian besar transaksi bisnis terjadi melalui kredit atau melalui transfer bank dan cek (Al-Qaraḍawi, 2000).

Dalam menentukan aset perdagangan dapat diambil dari salah satu dari tiga bentuk berikut:

a) Persediaan barang dagangan untuk dijual b) Uang tunai atau uang di bank

c) Piutang dan utang (Al-Qaraḍawi, 2000)

Kemudian ditambahkan dengan apa yang dimilikinya, baik itu modal, laba, tabungan, setelah itu membayar 2,5% dari total.

4) Zakat di bidang pertanian.

Terdapat beberapa pandangan mengenai zakat pada bidang pertanian, yaitu:

a) Pandangan bahwa zakat hanya diwajibkan pada empat item makanan, yaitu: gandum (terigu), gandum (sereal), kurma, kismis.

b) Pandangan bahwa zakat pertanian dapat dikenakan pada barang-barang yang bisa dimakan

c) Pandangan bahwa tanaman yang tidak mudah busuk yang dapat dikeringkan dan diukur dapat ditagih zakatnya

d) Pandangan bahwa segala sesuatu yang berasal dari tanah dapat dizakatkan (Al-Qaraḍawi, 2000)

Nisab untuk zakat barang pertanian adalah 5 wasaq.

Pada zaman Rasulullah SAW, 1 wasaq sama dengan 60

(10)

Sha‟. Menurut Dairatul Maarif Islamiyah 1 Sha‟ sama dengan 3 liter, Jadi 5 wasaq = 60 x 3 x 5 = 900 liter atau jika diubah ke ukuran kilogram menjadi 653 kg.

Ukuran zakat barang pertanian adalah 1/10 (10%) dan 1/20 (5%). Jika pengairan lahan pertanian menggunakan air hujan atau mata air maka menggunakan 1/10 (10%). namun jika pengairannya menggunakan air sendiri maka menggunakan 1/20 (5%) (Fakhrruddin, 2008).

5) Zakat madu dan produk hewani.

Yusuf Qardhawi berpendapat madu seperti tanaman lainnya yang diproduksi untuk mendapatkan keuntungan, oleh karena itu madu dapat ditagih zakatnya. Tarif zakat untuk madu adalah 10% dari pendapatan yang telah dikurangi biaya produksi. Nisab madu dapat diperlakukan dengan analogi, tarif zakat untuk madu sama dengan tarif barang pertanian (10%), nisabnya juga sama yaitu 5 wasaq.

Saat ini banyak industri berputar di sekitar produk hewani seperti susu, sutra, telur dan daging. Sebagian besar industri ini bukan bisnis skala besar pada zaman Nabi SAW, para sahabat dan ulama besar. Oleh karena itu zakat untuk industri ini tidak dapat diketahui secara jelas. tetapi, zakat pada industri ini dapat diketahui dengan mengutip pendapat para ahli hukum yang menetapkan zakat pada madu dan untuk membebaskan zakat pada susu dari hewan yang digembalakan. Madu dan susu sama-sama berasal dari hewan, yang membedakannya adalah hewan tersebut merupakan hewan yang wajib dibayarkan zakatnya atau tidak (Al- Qaraḍawi, 2000).

(11)

Terdapat sebagian ahli fikih yang berpendapat bahwa tarif zakat madu sebesar 2,5% dari penghasilan bersih. Sebagaimana zakat tunai lainnya (Kurnia &

Hidayat, 2008).

6) Zakat mineral dan produk laut

Manusia memerlukan mineral untuk kehidupan sehari-hari. Seperti halnya zakat untuk pertanian yang wajib zakat, mineral juga wajib zakat karena sama-sama berasal dari bumi. Terdapat perbedaan tarif zakat untuk mineral, perbedaan penentuan tarif ini disebabkan adanya perbedaan biaya ekstraksi mineral. Jika biaya ekstraksi tinggi, maka tarif zakat yang dikenakan adalah 2,5%, namun jika biaya ekstraksi rendah, maka tarif zakat yang dikenakan adalah 20%. Nisab mineral sama dengan nisab yang diberlakukan pada emas dan perak. Tetapi tidak perlu dimiliki selama satu tahun (Al-Qaraḍawi, 2000).

Abu ‘Ubaid melaporkan dari Yunus bin’ Ubaid,

‘Umar bin’Abd al ‘Aziz menulis kepada gubernurnya’

Oman, “Jangan mengambil apa pun dari ikan sampai mencapai dua ratus dirham yang nilainya mirip dengan nisab uang. Setelah menjadi dua ratus dirham, ambil zakat darinya.” (Al-Qaraḍawi, 2000).

7) Zakat untuk aset yang dieksploitasi atau disewakan Menurut Yusuf Al-Qardawi, Perbedaan antara aset yang digunakan untuk eksploitasi dan yang digunakan untuk perdagangan adalah bahwa yang pertama sebagai modal permanen, sementara yang kedua berpindah tangan. Aset yang dieksploitasi yang digunakan dalam sektor industri, transportasi dan jasa, mewakili sebagian besar dari ekonomi kontemporer (Al-Qaraḍawi, 2000).

Nisab yang digunakan pada aset yang dieksploitasi adalah nisab uang, selama pendapatan yang diterima dari

(12)

aset ini berupa uang. Pendapatan yang digunakan yaitu pedapatan sewa selama satu tahun dan pendapatan tersebut sudah diterima (Al-Qaraḍawi, 2000).

Kemudian, tarif zakat aset yang disewakan adalah 2,5% dari pendapatan sewa stelah dikurangi dengan pajak, upah, utang dan biaya pemeliharaan (The Zakat Foundation of America, 2007).

Menurut Dr. Main Al-Qudah, Investasi jangka panjang dalam bentuk saham dapat dikategorikan dalam aset yang dieksploitasi. Kadar zakatnya adalah 2,5% dari laba atau pendapatan (Al-Qudha).

8) Zakat gaji, upah dan pendapatan profesional.

Yusuf Al-Qardhawi berpendapat bahwa sangat penting untuk menetapkan aturan yang kuat tentang zakat gaji, upah dan pendapatan profesional karena pendapatan yang diperoleh adalah kategori utama kekayaan di zaman sekarang. Pendapatan yang diperoleh mungkin hanya peningkatan dalam aset zakat, seperti keuntungan dari aset perdagangan atau peningkatan jumlah sapi atau domba. Kenaikan ini ditambahkan ke pokok dan menjadi subjek zakat pada akhir tahun fiskal pokok tersebut.

Di sisi lain, pendapatan yang diperoleh mungkin merupakan nilai yang diperoleh dari aset yang sudah ditunaikan zakatnya, seperti tanaman yang dijual setelah zakat dibayarkan. Penghasilan yang diperoleh ini tidak dikenakan zakat sampai satu tahun berlalu, untuk menghindari duplikasi.

Al Ghazali menentukan nisab zakat penghasilan setara dengan nisab biji-bijian dan buah-buahan (produk pertanian). Tetapi nisab zakat penghasilan juga dapat diambil dari nisab uang, yaitu 200 dirham perak, 20 dinar emas atau setara dengan itu 85 gram emas karena

(13)

penghasilan yang diperoleh bisaanya dibayarkan dan dihitung dalam bentuk uang. Dan tarif zakatnya adalah 2,5% (Al-Qaraḍawi, 2000). (Hafidhuddin, 2002)

Dalam menentukan kewajiban zakat profesi, BAZNAS mengacu pada UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat Pasal 4 ayat 2 huruf h (Pendapatan dan Jasa) dan Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 52 tahun 2014 tentang Syariat dan Tata cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif. Dalam penentuan nisab dan kadar zakat profesi, BAZNAS memberikan tiga alternatif, yaitu:

a) Zakat profesi dianalogikan dengan zakat emas-perak dan zakat perdagangan

b) Zakat profesi dianalogikan dengan zakat pertanian c) Zakat profesi dianalogikan dengan kedua zakat di

atas (qiyas syabah) yaitu nishab disamakan dengan zakat pertanian dan kadar disamakan dengan zakat emas dan perak (BAZNAS, 2017).

Beberapa ulama kontemporer menolak adanya zakat profesi. Pihak yang menolak umumnya adalah ulama Arab Saudi, alasan mereka menolak adalah tidak adanya konsistensi dalam menganalogikan zakat profesi karena terdapat pendapat yang menyatakan jika nishab zakat profesi dianalogikan dengan zakat pertanian dan kadarnya dianalogikan dengan zakat emas dan perak.

Kemudian alasan lain tidak menyetujui adanya zakat profesi yaitu:

a) Zakat adalah ibadah Mahdhah

b) Tidak ada nash dari Al-Quran dan As-Sunnah c) Tidak pernah ada sepanjang 14 abad (Trigiyanto,

2016).

(14)

10) akat pada saham dan obligasi

Dalam syariah islam, tidak semua saham wajib dibayarkan zakatnya, penentuaan ini berdasarkan sifat kegiatan ekonomi suatu perusahaan. Saham perusahaan industri murni yang tidak mempraktikkan kegiatan perdagangan apa pun, seperti hotel, iklan, transportasi umum, pengiriman dan industri maskapai penerbangan.

Saham perusahaan ini tidak perlu ditunaikan zakatnya karena kegiatan ekonomi perusahaan ini bukan perdagangan. Namun,dividen yang dibagikan pada saham-saham ini ditambahkan ke aset lain dari para pemegang saham dan dapat ditagih pada akhir tahun, menurut aturan zakat. Saham perusahaan yang dapat ditagih zakatnya adalah perusahaan dagang karena kegitan ekonominya berupa pembelian dan penjualan komoditas, seperti impor /ekspor dealer dan perdagangan ritel, bersama dengan perusahaan yang memiliki campuran perdagangan dan industri, seperti perusahaan yang mengolah bahan baku atau perusahaan yang membeli barang dari tempat lain, kemudian menjual produk akhir mereka, dapat dikenakan zakat. Dengan demikian, kriteria untuk zakatabilitas saham adalah tergantung pada penggunaan asetnya. Saham dievaluasi pada nilai sekarang. Pengurangan dilakukan untuk persentase modal yang digunakan dalam bangunan, mesin dan peralatan yang dimiliki oleh perusahaan- perusahaan ini. Setelah dikurangi persentase ini dari nilai sekarang saham, nilai saham tersebut bisa dikenakan zakat (Al-Qaraḍawi, 2000).

Berbeda dengan pendapat Yusuf Al-Qardhawi yang kecenderungan menyatakan perusahaan bertanggung jawab untuk membayar zakat saham. Tanggung jawab

(15)

membayar zakat juga dapat diwajibkan kepada pemegang saham jika perusahaan tidak membayar zakat. kemudian, mengenai metode perhitungan zakat atas saham adalah 2,5% sesuai dengan harga saat ini pada akhir jangka waktu zakat yang ditransaksikan (Abdullah & L.H., 2018).

Obligasi merupakan bentuk hutang spesifik yang memiliki jaminan hukum. selain bunga yang mereka peroleh, harus dapat ditagih zakatnya setiap tahun. Fakta bahwa bunga dilarang bukan menjadi alasan untuk membebaskan ikatan-ikatan ini dari zakat karena seseorang yang melakukan hal yang dilarang tidak boleh diberi hak istimewa (Al-Qaraḍawi, 2000).

2. Zakat perusahaan

Zakat perusahaan adalah zakat yang didasarkan atas prinsip keadilan serta hasil ijtihad para ahli fikih. Oleh sebab itu, zakat ini agak sulit ditemukan pada kitab fikih klasik.

Kewajiban zakat ditujukan kepada perusahaan yang dimiliki (setidaknya mayoritas) oleh muslim. Sehingga zakat ini tidak ditujukan pada harta perusahaan yang tidak dimiliki oleh muslim. Para ulama kontemporer menganalogikan Zakat perusahaan kepada zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi, kegiatansebuah perusahaan intinya berpijak pada kegiatan trading atau perdagangan (Nurhayati

& wasilah, 2015).

a. Regulasi Zakat perusahaan di Indonesia

Peraturan (regulasi) yang mengatur tentang Zakat perusahaan sudah ada di Indonesia yaitu;

1) Peraturan Pemerintah (PerPu) No. 14 tahun 2014 tentang pelaksanaan undang-undang No. 23 tahun 2011 yang menyatakan bahwa untuk melaksanakan pengelolaan zakat, pemerintah membentuk BAZNAS baik di tingkat pusat, propinsi dan

(16)

kabupaten Kota (Ridwan, 2016). Anatomi Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat terdiri dari 11 bab dan 47 pasal tentang pengelolaan zakat juga telah dinyatakan bahwa badan usaha atau perusahaan juga termasuk kedalam kategori muzakki (Hakim, 2016).

2) Peraturan Zakat perusahaan juga dapat dilihat dari masalah pelaporan. Pelaporan Zakat perusahaan di Indonesia ada dalam PSAK No. 101 yang telah dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

PSAK No. 101 menyatakan bahwa penyajian laporan keuangan entitas syariah terdiri dari 5 elemen. Dua dari laporan tersebut menunjukan fungsi sosial entitas syariah yang terdiri dari adalah (1) pernyataan sumber dan penggunaan dana dalam dana zakat dan amal (2) pernyataan sumber dan penggunaan dana dalam dana qard (Andriani, Rakhmawati, & Fahmi, 2016).

3) Mengenai kewajiban perusahaan untuk membayar zakat juga diterangkan dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia (Permenag RI) No.52/2014 pasal 1 dan 2 yang memaparkan bahwa zakat merupakan sejumlah harta yang wajib dikeluarkan oleh muzaki, yang mana muzaki tersebut terbagi atas muzaki perorangan dan muzaki Badan usaha (Perusahaan) (Kementrian Agama Republik Indonesia, 2014).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa saat ini di Indonesia sudah ada Peraturan (regulasi) yang mengatur tentang Zakat perusahaan. Namun Zakat perusahaan masih belum difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia.

b. Pro dan Kontra Zakat perusahaan di Indonesia

(17)

Pada faktanya, sampai saat ini jika ditinjau dari sudut pandang Fiqh, kewajiban berzakat kepada perusahaan masih jadi perdebatan. Dalam kitab-kitab Fiqh klasik nyaris tidak pernah secara khusus mendiskusikan teori yang berkenaan dengan Zakat perusahaan (Andriani, mairijani, & Ainun, 2020).

Pro dan kontra mengenai Zakat perusahaan ini tercantum di dalam salah satu penelitian yang menyatakan bahwa syarikat (perusahaan) merupakan syaksiyah al-I’tibariyah dalam syariat islam. Yang mana maksud dari syaksiyah al-I’tibariyah adalah kumpulan manusia yang bersatu untuk menuju objek tertentu atau kumpulan harta yang diurus untuk tujuan tertentu yang dapat melakukan transaksi dan layak untuk membayar zakat. Ini menunjukkan bahwa syarikat (perusahaan) juga wajib untuk membayar zakat (Rosele, Abdullah, &

Ramli, 2013).

Namun pendapat ini berlawanan dengan penelitian oleh (Hadi, 2016) menurutnya wajib zakat itu tidak terkena pada perusahaan atau badan hukum, sebab perusahaan atau badan hukum tidak melakukan ibadah mahdah.Yang terkena zakat adalah orang yang bekerja atau karyawan pada perusahaan atau badan hukum tersebut. Perusahaan atau badan hukum, sangat terpuji apabila melakukan infak dan sedekah. Dengan demikian, perusahaan atau badan hukum tidak terkena ketentuan nisab dan tarif sebesar 2,5% dari nilai kekayaan bersih (net worth). Lain halnya apabila perusahaan itu milik perorangan, maka di sini Zakat perusahaan itu identik dengan zakat pemiliknya. Jika diberlakukan kewajiban zakat atas pemilik dan perusahaanya, maka akan terjadi dua kali zakat. Selain itu masih perlu diperhitungkan dari

(18)

mana tarif 2,5% itu dihitung, dari laba bersih atau kekayaan bersih atau kedua-duanya.

Pro dan kontra ini tentunya menjadi sebuah peluang sekaligus menjadi tantang dalam penerapanya mengingat potensi zakat yang tinggi di Indonesia namun belum memiliki fatwa dari MUI yang mensuport potensi ini.

c. Penerapan Zakat perusahaan di Indonesia

Walaupun regulasi yang ada di Indonesia masih belum jelas mengenai Zakat perusahaan, namun beberapa penelitian menunjukan bahwa sudah ada entitas yang menerapkannya. Seperti pada salah satu penelitian yang menunjukan bahwa pada tahun 2013 sudah ada BUS di Indonesia yang menerapkan Zakat perusahaan yaitu Bank BNI syariah, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah (Andriani, Rakhmawati, & Fahmi, 2016).

Kemudian dilanjutkan dengan penelitan dari (Qurrota'ayyun, 2019) yang menunjukan bahwa dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 2013-2017 penerapan Zakat perusahaan pada BUS di Indonesia meningkat menjadi tujuh BUS yaitu bank PT Bank Muamalat Indonesia, Bank BNI syariah, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank BRI syariah, PT Bank Jabar Banten Syariah dan Bank Panin Dubai Syariah.

d. Penerapan Zakat perusahaan di Negera Lain

Selain di Indonesia ada juga penelitian yang menyatakan bahwa beberapa negara sudah menerapkan Zakat perusahaan seperti pada penelitian (Obaidullah, 2016) yang menyatakan bahwa Beberapa negara telah menunjukkan perusahaan sebagai subjek zakat. Namun, hanya sedikit negara-negara yang telah mewajibkan zakat bisnis, antara lain: Saudi Arab, Pakistan dan Kuwait.

(19)

Selanjutnya, peneliti dari (Ismail, Tohirin, &

Ahmad, 2013) menemukan bahwa Zakat bisnis selama ini hanya dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan di sektor bank syariah. Di banyak negara hukum zakat agak bersifat umum dan menyerahkan peraturan khusus untuk dirumuskan oleh organisasi yang ditunjuk.

e. Potensi Zakat perusahaan di Indonesia

Potensi Zakat perusahaan di Indonesia pada dasarnya tinggi, tetapi dana yang dikumpulkan oleh Badan Zakat Nasional dan lembaga pengelolaan zakat lainnya masih sangat kecil. Hal ini tercantum didalam data Badan Amil Zakat Nasional tahun 2014 bahwa Potensi zakat nasional, terutama Zakat perusahaan di tanah air relatif sangat tinggi. Yaitu, mencapai Rp114 triliun atau 52,5 % dari potensi zakat nasional yang mencapai Rp217 triliun. Sayangnya, dana Zakat perusahaan yang bisa dihimpun lembaga pengelola zakat sangat kecil. BAZNAS saja, pada 2013, hanya menghimpun Rp5,3 miliar (BAZNAS, 2014).

3. Lembaga Pengelola Zakat

Lembaga Pengelola Zakat (LPZ) merupakan sebuah institusi yang bergerak di bidang pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah. Definisi Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2011 lembaga yang bertugas melakukan pengelolaan zakat di Indonesia adalah Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.

BAZNAS berkedudukan ditiap-tiap kabupaten/kota dan berpusat di ibukota. Sedangkan LAZ adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat yang pembentukkannya wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh

(20)

Menteri dan wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala. Baik BAZNAS maupun LAZ sama-sama memiliki tugas mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat (Amini, 2018).

4. Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga Keuangan Syari'ah adalah sebuah lembaga keuangan yang prinsip operasinya berdasarkan pada prinsip- prinsip syari'ah. Operasional lembaga keuangan Islam harus menghindar dari riba, gharar dan maisir. Hal-hal terssebut sangat diharamkan dan sudah diterangkan dalam Al- Quran dan Al- Hadist.

Lembaga keuangan syariah (LKS) adalah lembaga yang dalam aktifitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atau dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil. Perkembangan perbankan syariah dan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia mengalami peningkatan baik dari segi kuantitas maupun jenisnya. Perbankan syariah yang mulai beroperasi di Indonesia pada tahun 1992 dengan berdirinya Bank Muamalat dan disusul dengan Asuransi Syariah Takaful yang didirikan pada tahun 1994. Kedua lembaga keuangan syariah tersebut bisa katakan menjadi pionir tumbuhnya bisnis syariah di Indonesia (Karim, 2006).

Lembaga keuangan syariah menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan mendapat izin operasional sebagai lembaga keuangan syariah (DSN- MUI,2003). Adapun unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan yang diatur oleh berbagai institusi yang memiliki kewenangan mengeluarkan izin operasi. (Salman, 2017)

(21)

Tujuan utama mendirikan lembaga keuangan syariah adalah untuk menunaikan perintah Allah dalam bidang ekonomi dan muamalah serta membebaskan masyarakat Islam dari kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh agama Islam. Untuk melaksanakan tugas ini serta menyelesaikan masalah yang memerangkap umat Islam hari ini, bukanlah hanya menjadi tugas seseorang atau sebuah lembaga, tetapi merupakan tugas dan kewajiban setiap muslim. Menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam berekonomi dan bermasyarakat sangat diperlukan untuk mengobati penyakit dalam dunia ekonomi dan sosial yang dihadapi oleh masyarakat.

Jenis Lembaga Keuangan Islam di Indonesia menurut ketentuan perundangundangan dibagi menjadi dua, yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank (Hidayat, 2009). Lembaga keuangan bank dikelompokkan menjadi dua,yaitu bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sedangkan yang termasuk lembaga keuangan non- bank, antara lain BMT, Koperasi, Pegadaian, Asuransi, dan Obligasi.

a. Industri Perbankan syariah

Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pengertian dari perbankan syariah sendiri adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Secara teknis yuridis, harus dibedakan antara istilah Perbankan Syariah dengan Bank Syariah. Bank Syariah adalah bagian dari Perbankan Syariah selain dari Unit Usaha Syariah (UUS), sedangkan Bank Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) (GofurAnshori, 2009).

(22)

Dapat disimpulkan dari pendapat di atas Perbankan syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri dari Bank Umum Syariah yang dalam kegiatanyan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran(Khoir, 2009).

Fenomena yang behubungan mengenai BUS dengan Zakat perusahaan mengatakan bahwa perbankan syariah merupakan badan usaha yang konsisten dalam membayar zakat di Indosesia. Hal ini dapat dilihat dari beberapa penelitian mengenai penerapan Zakat perusahaan oleh Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesi.

Akan tetapi juga diketahui bahwa entitas yang menyatakan bahwa mereka membayar zakatnya terrnyata pada faktanya zakat yang dimaksud bukanlah Zakat perusahaan.

Dua peneliti sebelumnya menunjukan bahwa sumber dana Zakat perusahaan yang dibayarkan oleh BUS bukan semata-mata langsung dari BUS melainkan dari 3 sumber yaitu; perusahaan, karyawan dan nasabah (Qurrota'ayyun, 2019) dan (Andriani, Rakhmawati, & Fahmi, 2016) b. Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah

IKNB merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi untuk menyalurkan dana, seperti yang di ungkapkan oleh Thamrin Abdullah bahwa Industri Keuangan Non Bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan, secara langsung maupun tidak langsung, menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat untuk kegiatan produktif (Djazuli & Yanuari, 2001).

(23)

Ruang lingkup IKNB sendiri adalah lembaga pembiayaan seperti asuransi, dana pensiun. Leasing, modal ventura dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Sedangkan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah sebagaimana IKNB konvensional yakni lembaga yang menjalankan usahanya berkaitan dengan aktivitas industri asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya yang dalam pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip- prinsip syariah ( Otoritas Jasa Keuangan)

5. Unsur-unsur Laporan Keuangan

Unsur-unsur laporan keuangan entitas syariah meliputi:

a. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan material:

1) Laporan posisi keuangan

2) Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain

3) Laporan arus kas

4) Laporan perubahan ekuitas

b. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial:

1) Laporan sumber dan penyaluran dana zakat 2) Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan c. Komponen laporan keuangan lainnya yang

mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2017).

Berikut ini adalah kerangka laporan sumber dan penyaluran dana zakat (LSPDZ) Bank Syariah yang terdapat dalam PSAK 101 Lampiran A

Table 2.1 kerangka LSPDZ

BANK SYARIAH ABC

LAPORAN SUMBER DAN PENYALURAN DANA ZAKAT

(24)

Periode yang berakhir pada 31 Desember 20X1

SUMBER DANA ZAKAT

Zakat dari internal bank syariah xxx

Zakat dari eksternal bank syariah xxx

Jumlah

PENYALURAN DANA ZAKAT KEPADA ENTITAS PENGELOLA

ZAKAT (xxx)

KENAIKAN xxx

SALDO AWAL xxx

SALDO AKHIR xxx

Sumber: (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2017)

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Berikut ini terdapat beberapa penelitian penelitian yang relevan dengan penelitian ini sebagaimana ditunjukan pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu

Aspek Akmalia (2019) Rakhmawati (2015)

Judul Penerapan Zakat oleh Bank Umum Syariah di Indonesia

Analisis Potensi Zakat perusahaan pada Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia

Institusi yang Diteliti

Bank Umum Syariah di Indonesia Bank Umum Syariah Di Indonesia

Periode Analisis 2019 2015

Rumusan Masalah 1.Bagaimana perkembangan penerapan zakat oleh Bank Umum Syariah di Indonesia dari tahun 2013 sampai tahun 2017?

2).Bagaimana Analisis atas penerapan Zakat perusahaan pada Bank Umum Syariah Di Indonesia dari aspek

Bagaimana potensi Zakat perusahaan Bank Umum Syariah dengan Metode Perhitungna Zakat perusahaan menurut AAOIFI?

(25)

perlakuan akuntansi zakat?

Tujuan Penelitian 1).Untuk menjelaskan perkembangan penerapan zakat oleh Bank Umum Syariah di Indonesia dari tahun 2013 sampai tahun 2017.2). Untuk memberikan analisis atas penerapan Zakat perusahaan pada Bank Umum Syariah di Indonesia dari aspek perlakuan akuntansi zakat

Untuk mengetahui potensi Zakat perusahaan Bank Umum Syariah dengan Metode Perhitungna Zakat perusahaan menurut AAOIFI

Metode Penelitian Penelitian kualitatif dengan menggunakan data sekunder.

Kualitatif

Hasil Penelitian hasil penelitian ini 10 BUS di Indonesia yang melaksanakan pengelolaan zakat, sumber dananya berasal dari Zakat perusahaan, zakat karyawan, zakat nasabah, dan umum. Peningkatan jumlah BUS yang membayar Zakat perusahaan tidak berbanding lurus dengan jumlah realisasi Zakat perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhitungan zakat dengan berbasis aktiva memberikan nilai Zakat perusahaan yang lebih tinggi.

hasil penelitian ini Penggunaan metode net asset method akan menghasilkan jumlah zakat yang lebih besar

Sumber: ( Qarata’ayyun,2019; Rakhmawati & Fahmi, 2016)

Penelitian yang penulis lakukan secara umum memiliki kesamaan dengan penelitian-penelitian terdahulu dalam beberapa hal: (1) metode penelitian yang digunakan yaitu; metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif; (2) variabel yang digunakan, yaitu penerapan zakat oleh BUS.

Sementara itu, penelitian penulis memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian tersebut dalam hal subyek penelitian dan periode analisis. Penulis tidak hanya membahas variabel tentang penerapan zakat oleh BUS melainkan juga penerapan zakat oleh IKNBS dan periode analisisnya dari awal tahun 2018 hingga tahun 2020 Selain itu,

(26)

penulis hanya memfokuskan penelitian pada faktor-faktor yang bersifat internal (Sumber dana zakat, Jumlah nominal zakat dan pelaporan pembayarn zakat) saja, sedangkan penelitian-penelitian terdahulu menggabungkan antara faktor internal (mengenaii kebijakan metode pembayaran zakat) dan faktor eksternal (penyaluran zakat pendistribusian dana social (CSR)) bank.

Gambar

Tabel 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Dampak kompetensi profesional guru SKI dalam mengelola kelas PAIKEM di MAN Binjai terhadap hasil belajar siswa yaitu menunjukkan dampak yang positif. Dari sepuluh

bakpia Mengolah kulit bakpia Mencetak bakpia Memanggang Mengemas bakpia.. 35 Tahun 1991 Pasal 1 yang dimaksud dengan sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah

Pemerintah bertujuan mempercepat diversifikasi energi bahan bakar kebutuhan pembangkit listrik dari bahan bakar minyak ke bahan bakar batubara, melalui Peraturan

dan Penyelenggaraan Pendidikan dijelaskan bahwa (a) SPM ditetapkan masing-masing untuk pemerintah daerah atau satuan atau program pendidikan, (b) SPM bidang

Explosion adalah pecah secara tiba-tiba dan dengan cara kekerasan dari suatu “plant” yang disebabkan oleh kekuatan tekanan uap atau cairan dari dalam (selain

Alhamdulillahirrobbil’alamiin, in the name of Allah, The Most Gracious, The Most Merciful and all praises be upon Allah SWT, lord of the world who has given his divine

Sejalan dengan penelitian di Kuwait tahun 2009 dikatakan bahwa perawat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan merasa kurang puas dengan pekerjaan mereka,

internal dengan baik di SKPD maka tindakan kecurangan akan dapat berkurang. Good governance berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat kecurangan. Ini artinya