• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat prasangka remaja kepada teman yang berbeda agama setelah konflik di Ambon.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat prasangka remaja kepada teman yang berbeda agama setelah konflik di Ambon."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Tingkat Prasangka Remaja Kepada Teman Yang Berbeda Agama Setelah Konflik DI Ambon

Friska Fintalia Nanulaita Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa tinggi tingkat prasangka remaja terhadap teman yang berbeda agama setelah konflik di Ambon. Prasangka adalah sebuah pandangan juga disertai sikap negatif yang tidak berdasar yang ditujukan kepada orang atau kelompok lain. Sebagai sikap, prasangka mengandung komponen-komponen kognitif, afeksi dan konatif yang cenderung lebih bermuatan negatif.

Subjek penelitian ini adalah remaja yang berumur 15/16 tahun sampai dengan 17/18 tahun yang sedang menempuh pendidikan SMU dan yang menetap di Ambon selama konflik terjadi. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 294 subjek dengan jumlah subjek laki-laki sebanyak 156 subjek dan subjek perempuan sebanyak 138 subjek. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang terjadi. Metode pengambilan data adalah penyebaran skala untuk diisi oleh subjek. Alat pengumpulan data adalah skala prasangka. Uji coba kesahihan butir dan reliabilitas skala penelitian menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,9193 yang menunjukkan tes tersebut reliabel.

Data penelitian dianalisis dengan menghitung mean teoritik dan mean empirik. Hasil analisis data menunjukkan mean teoritik lebih lebih besar dari mean empirik (90> 62,24). Hal ini berarti tingkat prasangka remaja kepada teman yang berbeda agama setelah konflik di Ambon adalah rendah.

(2)

ABSTRACT

Adolescences’ Prejudice Level

Toward Their Friends from Different Religion After the Conflict in Ambon

Friska Fintalia Nanulaita Sanata Dharma University

Yogyakarta

This research aims to observe how high the adolescences’ prejudice level toward their friends from different religion after the conflict in Ambon is. Prejudice is a point of view which is followed by a negative attitude to other people or other groups. As an attitude, prejudice has a distinct combination of cognitive, affective, and behavior tendency which tend to be negative.

The subjects of this research were adolescences of 15 or 16 until 17 or 18 who were still in Senior High School, and were living in Ambon during the conflict. The number of the subject was 294 subjects, consisted of 156 males and 138 females. The research was a quantitative descriptive research which aimed to describe, record, analyze, and interpret the present condition. The method of data taking was spreading a scale to be filled by the subject. The tool for data collecting was prejudice scale. The result of the validity and reliability test in this research was a reliability coefficient of 0.9193 which showed that the test was reliable.

The data in this research was analyzed by counting the theoretical and empirical mean. The result of the data analysis showed that the theoretical mean was bigger than the empirical mean (90>62.24). This means that the adolescences’ prejudice level toward their friends from different religion after the conflict in Ambon is low.

(3)

TINGKAT PRASANGKA REMAJA KEPADA TEMAN YANG BERBEDA AGAMA SETELAH KONFLIK DI AMBON

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.)

Program Studi Psikologi

Oleh :

Friska Fintalia Nanulaita NIM : 029114127

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

TINGKAT PRASANGKA REMAJA KEPADA TEMAN YANG BERBEDA AGAMA SETELAH KONFLIK DI AMBON

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.)

Program Studi Psikologi

Oleh :

Friska Fintalia Nanulaita NIM : 029114127

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

(5)
(6)
(7)

Halaman Persembahan

When the task at hand is mountain in front of you

It may seem too hard to climb But you don’t have to climb it

all at once – just one step at a time, Take one small step…. and one small step…..

then another…. And you’ll find….

the task at hand that was a mountain in front of you….

……is a mountain You have climbed

Skripsi ini kupersembahkan untuk

Mama dan papa Erik dan keluarga yang sudah banyak mendukungku

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,

Penulis

Friska Fintalia Nanulaita

(9)

ABSTRAK

Tingkat Prasangka Remaja Kepada Teman Yang Berbeda Agama Setelah Konflik DI Ambon

Friska Fintalia Nanulaita Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa tinggi tingkat prasangka remaja terhadap teman yang berbeda agama setelah konflik di Ambon. Prasangka adalah sebuah pandangan juga disertai sikap negatif yang tidak berdasar yang ditujukan kepada orang atau kelompok lain. Sebagai sikap, prasangka mengandung komponen-komponen kognitif, afeksi dan konatif yang cenderung lebih bermuatan negatif.

Subjek penelitian ini adalah remaja yang berumur 15/16 tahun sampai dengan 17/18 tahun yang sedang menempuh pendidikan SMU dan yang menetap di Ambon selama konflik terjadi. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 294 subjek dengan jumlah subjek laki-laki sebanyak 156 subjek dan subjek perempuan sebanyak 138 subjek. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang terjadi. Metode pengambilan data adalah penyebaran skala untuk diisi oleh subjek. Alat pengumpulan data adalah skala prasangka. Uji coba kesahihan butir dan reliabilitas skala penelitian menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,9193 yang menunjukkan tes tersebut reliabel.

Data penelitian dianalisis dengan menghitung mean teoritik dan mean empirik. Hasil analisis data menunjukkan mean teoritik lebih lebih besar dari mean empirik (90> 62,24). Hal ini berarti tingkat prasangka remaja kepada teman yang berbeda agama setelah konflik di Ambon adalah rendah.

(10)

ABSTRACT

Adolescences’ Prejudice Level

Toward Their Friends from Different Religion After the Conflict in Ambon

Friska Fintalia Nanulaita Sanata Dharma University

Yogyakarta

This research aims to observe how high the adolescences’ prejudice level toward their friends from different religion after the conflict in Ambon is. Prejudice is a point of view which is followed by a negative attitude to other people or other groups. As an attitude, prejudice has a distinct combination of cognitive, affective, and behavior tendency which tend to be negative.

The subjects of this research were adolescences of 15 or 16 until 17 or 18 who were still in Senior High School, and were living in Ambon during the conflict. The number of the subject was 294 subjects, consisted of 156 males and 138 females. The research was a quantitative descriptive research which aimed to describe, record, analyze, and interpret the present condition. The method of data taking was spreading a scale to be filled by the subject. The tool for data collecting was prejudice scale. The result of the validity and reliability test in this research was a reliability coefficient of 0.9193 which showed that the test was reliable.

The data in this research was analyzed by counting the theoretical and empirical mean. The result of the data analysis showed that the theoretical mean was bigger than the empirical mean (90>62.24). This means that the adolescences’ prejudice level toward their friends from different religion after the conflict in Ambon is low.

(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Tingkat Prasangka Remaja Kepada Teman Yang Berbeda agama Setelah Konflik Di Ambon” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.) di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama penelitian sampai penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak berupa bimbingan, dorongan, serta pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi.

2. Dra. L. Pratidarmanastiti, MS. selaku Dosen Pembimbing atas segala bimbingan, saran, serta pengarahan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Agung Santoso, S.Psi dan MM. Nimas Eki Suprawati, S.Psi., Psi selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan serta pengarahan selama kuliah

4. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si selaku dosen Penguji 1 atas segala masukan berupa kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

5. V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si selaku dosen Penguji 2 atas segala masukan berupa kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Papa dan Mama atas segala doa, kesabaran, dan dukungan yang luar biasa berarti bagi aku.

(12)

7. Goama dan Kong terima kasih untuk doa dan nasehat-nasehatnya, juga seluruh keluarga Natan

8.

Iling terima kasih atas dukungan, sharingnya dan doanya, dan untuk Ibe makasih untuk kesempatan yang diberikan merasakan hal-hal lain selain kuliah dan kuliah

9. Erik thanks ya dah jadi sopir, walaupun sering telat..Kapan ya jadi pengacara??

10. K’uci buat semangat n doanya. Buat Diva cantik terimakasih buat kelucuan dan kepolosannya

11. Dahlia, Ronal dan Ellen buat bantuannya selama pengambilan data di Ambon 12. Pute, Nta untuk persahabatan dan masa-masa tertawa, tersenyum, cemberut

dan airmata yang dilewati bersama. Thanks guys!!! Caiyo..GBU.

13. Spa n Ubul-ubul thanks buat kebersamaan n keanehan-keanehan yang menyenagkan UBUL!!!

14. Ina, Shinta, Pipin n Clare thanks ya buat bantuannya selama ini.

15. Mbak Tina atas sharing informasinya dan dukungannya. Thanks ya mb

16. Mon-mon (thanks ya buat terjemahannya n bantuannya selama ini), Cici n Winda makasih buat kesabaran kalian mendengar semua keluh kesahku selama ini dan warna lain dari persahabatan yang kalian hadirkan. Maaf kalo sering merebut bantal kalian He..He..

17. Mbak Anna yang sudah banyak membantu selama kuliah dan menemani malam-malam yang sepi.

(13)

18. Sutri, Dina, Katrin, dan semua teman-teman di Psikologi, khususnya angkatan ’02…”BERSEMANGAT!!!”.

19. Terakhir buat CUP terima kasih buat bahan-bahan referensi dan omelannya tiap saat biar cepat lulus..I’m coming he..he…

20. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Penulis

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………..i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………...ii

HALAMAN PENGESAHAN ….………..iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ….………...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………v

ABSTRAK ………...vi

ABSTRACT ………vii

KATA PENGANTAR ………...viii

DAFTAR ISI ………xi

DAFTAR TABEL ………..xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………..xv

BAB I. PENDAHULUAN ………1

A. Latar Belakang ………1

B. Rumusan Masalah ………...5

C. Tujuan Penelitian ………5

D. Manfaat Penelitian ………..6

1. Manfaat Teoritis ………6

2. Manfaat Praktis ……….6

BAB II. LANDASAN TEORI ………..7

A. Remaja ………7

1. Pengertian Remaja ……....………...7

(15)

2. Perkembangan Sosial Remaja ………...………...8

B. Prasangka ………..………11

1. Pengertian Prasangka ………..11

2. Prasangka Sebagai Sikap ………13

3. Sebab-sebab Timbul Prasangka ………..15

C. Konflik Di Ambon ………..………..19

D. Tingkat Prasangka Remaja Pada Teman Yang Berbeda Agama Setelah Konflik Di Ambon ………….………...21

BAB III. METODE PENELITIAN ………...……….23

A. Jenis Penelitian ………...………..23

B. Variabel Penelitian ………...………23

C. Definisi Operasional ………..………...24

D. Subyek Penelitian ………..……….. 25

E. Metode Pengambilan Data ………..………….25

F. Analisis Data ………...………..………...30

G. Validitas dan Reliabilitas ………...……….30

1. Validitas ………...………..30

2. Seleksi Aitem ………...………..31

3. Reliabilitas ………...………..33

BAB IV. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………...………...35

A. Pelaksanaan Penelitian ……….…..………….35

B. Hasil Penelitian ……...………..………..35

1. Deskripsi Data Penelitian ……….35

(16)

2. Hasil Wawancara ………. 38

C. Pembahasan ………... 41

BAB V. PENUTUP ………. 46

A. Kesimpulan ……… 46

B. Saran ………...46

1. Bagi Subyek Penelitian ………...46

2. Bagi Peneliti Lain ……… …47

DAFTAR PUSTAKA ………...48

LAMPIRAN ……… 50

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Komponen Aitem Prasangka ……… 26

Tabel 2 Skor Berdasarkan Kategori Jawaban ……… 27

Tabel 3 Guide Wawancara………...28

Tabel 4 Aitem yang gugur dan lolos setelah uji Coba ………... 32

Tabel 5 Nomer aitem bentuk Skala Final ………...33

Tabel 6 Deskripsi Data Penelitian ……… 36

Tabel 7 Uji t Mean Empirik dan Mean Teoritis ……… 37

Tabel 8 Perbedaan Mean Pada Subjek Laki-laki Dan Perempuan ………….. 38

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

A. Skala Dan Analisis Statistik Uji Coba B. Skala Dan Analisis Statistik Penelitian C. Lampiran Wawancara

D. Surat Penelitian

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Konflik yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia belakangan ini cenderung meningkat dan sudah dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Faktor-faktor SARA, organisasi atau kelompok mudah dijadikan sarana memecah belah demi kepentingan politik kelompok (dalam Ikawati, Sumarwawi, 2004). Salah satu wilayah yang mengalami konflik adalah Ambon. Konflik ini terjadi sejak 19 Januari 1999 tepat pada saat umat Muslim merayakan Lebaran. Konflik ini diawali dengan perkelahian antara preman dari suku Bugis dengan sopir angkot beretnik Ambon. Akibat dari perkelahian ini memicu terjadinya perkelahian antar kampung dan terus berkembang menjadi konflik antar etnik. Konflik antar etnik ini terjadi antara masyarakat asli beretnik Ambon dengan pendatang beretnik Bugis, Buton dan Makasar yang terkenal dengan sebutan BBM. Konflik ini menyebabkan banyak sekali penduduk berentik Bugis, Buton dan Makasar bereksodus keluar Ambon (dalam Sarwono, 2006)

Setelah eksodus etnik-etnik ini dari Ambon, konflik yang terjadi tidak semakin membaik tetapi kemudian berkembang menjadi konflik antar agama. Konflik antar agama ini terjadi antara penduduk beretnik Ambon yang beragama Muslim dan Kristen. Konflik antar agama ini kemudian terjadi

(20)

2

dalam jangka waktu yang cukup lama ( dalam Sarwono, 2006). Dampak yang ditimbulkan dari konflik ini tidak hanya sebatas pada kerusakan fisik tetapi juga mengakibatkan banyak jatuh korban. Banyak sudah korban yang meninggal dari kedua belah pihak dan dampak-dampak negatif yang ditimbulkan dari konflik ini.

Jauh sebelum konflik yang terjadi kerukunan antar umat beragama di Ambon sangat terjaga. Ikatan adat istiadat, melalui pela gandong yang menjadi tali penyekat antar umat beragama Kristen maupun Islam untuk saling menghormati dan menghargai (dalam Suaedy, 2000). Namun konflik yang terjadi ini menghancurkan kehidupan kerukunan antar umat beragama ini.

Masyarakat mudah sekali terprovokasi isu-isu yang dengan sengaja dibuat oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Isu yang paling mudah membuat masyarakat terpancing adalah isu agama. Seperti ketika suatu isu (informasi negatif yang bersifat memecahbelahkan) disebarkan pada kelompok agama Kristen tentang kelompok agama Islam maka kelompok agama Kristen akan dengan mudah mempercayainya tanpa mengkajinya secara rasional dan hal yang serupa pun terjadi di kelompok agama Islam. Pikiran-pikiran negatif yang tercipta ini dibiarkan terus berkembang dalam masyarakat.

(21)

3

dari pemukiman penduduk yang menjadi tersekat-sekat berdasarkan agama, Kristen dan Islam. Hal ini sangat menyedihkan dan juga menyusahkan karena ruang lingkup untuk melakukan mobilitas menjadi sangat sempit.

Allport mengemukakan bahwa dengan prasangka seseorang atau sekelompok orang menganggap buruk atau memandang negatif orang lain secara tidak rasional. Menurut Sherif dan Sherif, prasangka adalah sikap yang tidak menyenangkan (unfavourable attitude) yang dimiliki oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain ( dalam Santi,dkk 2000). Terjadinya prasangka disebabkan karena penilaian yang tidak berdasar (unjustified) dan pengambilan sikap sebelum menilai dengan cermat, sehingga terjadi penyimpangan pandangan (bias) dari kenyataan yang sesungguhnya ( dalam Atmadji, 2002).

Pandangan yang bias inilah yang terjadi sewaktu konflik, masyarakat dengan mudah terprovokasi oleh isu-isu yang tidak benar. Tanpa tahu apakah informasi yang didengar benar atau salah, masyarakat bisa dengan mudah menyatakan bahwa kelompok agama tertentulah yang menyababkan terjadinya sesuatu (dalam Sarwono, 2006).

(22)

4

anak-anaknya. Orang tua juga akan marah bila anak-anaknya bergaul dengan teman yang berbeda agama (dalam Save The Children, 2006)

Para remaja menjadi harus memilih-milih teman dalam bergaul, yang beragama Kristen tidak bisa berteman akrab dengan yang beragama Islam. Terkadang juga bila ada yang sebelumnya telah berteman akrab dengan teman yang berbeda agama sebelum konflik terpaksa harus terputus hubungan pertemanan atau komunikasinya. Hal ini disebabkan karena ruang lingkup untuk pertemuan yang menjadi kecil, hilangnya rasa percaya dan adanya pemikiran-pemikiran yang negatif tentang agama yang dianut oleh temannya.

Usia remaja sebagai salah satu tahap dari perkembangan merupakan masa terjadi banyak sekali perubahan, baik fisik, emosi maupun sosial. Pada masa remaja hubungan sosial mengalami perubahan, yang awalnya lebih senang bermain sendiri dengan mainannya berubah menjadi lebih senang bergaul dengan teman-teman sebayanya. Remaja lebih senang bergaul dengan teman-teman sebayanya dikarenakan remaja lebih sering berada diluar rumah bersama-sama teman-teman sebayanya sehingga dapat dimengerti mengapa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock, 1980)

(23)

5

mempunyai minat yang sama, yang dapat mengerti dan membuatnya merasa aman, dan yang kepadanya ia dapat mempercayakan masalah-masalah dan membahas hal-hal yang tidak dapat dibicarakan dengan orang tua maupun guru. Menurut Hurlock (1980) yang diinginkan remaja sebagai teman adalah orang-orang yang dapat dipercaya, seseorang yang dapat diajak bicara, dan seseorang yang dapat diandalkan. Berdasarkan pendapat ini, maka remaja seharusnya dalam berteman tidaklah membeda-bedakan atau memilih teman menurut suku, ras ataupun agama, tetapi lebih pada minat yang sama, dan dapat dipercaya. Kondisi inilah yang mendorong penulis ingin meneliti apakah remaja juga memiliki prasangka terhadap teman-teman sebayanya yang berbeda agama sehingga dapat mempengaruhi hubungan pertemanan mereka.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan permasalahan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

“Bagaimana prasangka remaja pada temannya yang berbeda agama setelah konflik di Ambon ? “

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan :

(24)

6

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat secara teoritis adalah memberikan dan menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dibidang Psikologi Sosial mengenai tingkat prasangka remaja terhadap teman yang berbeda agama setelah konflik karena selama ini pembahasan tentang prasangka lebih didominasi tentang prasangka terhadap RAS yang terjadi di Amerika khususnya terhadap warna kulit dan masih sedikitnya adanya pembahasan secara khusus tentang prasangka yang terjadi di Indonesia.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. REMAJA

1. Pengertian Remaja

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan” (Ali dan Asrori, 2004). Istilah adolescence¸ seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1980). Piaget dalam Hurlock (1980) mendukung pandangan ini dengan menyatakan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia individu yang berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat yang sama.

Masa remaja menurut Mappiare (dalam Ali dan Asrori, 2004), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia ini dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. Sedangkan menurut hukum di Amerika Serikat saat ini, individu dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, bukan 21 tahun seperti sebelumnya (Hurlock, 1980). WHO sendiri (dalam Sarwono, 1994) menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja, WHO

(26)

8

membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun.

Menurut Stanley Hall (Santrock, 2003), remaja adalah masa antara usia 12 sampai 23 tahun. Stanley Hall (Santrock, 2003) menggambarkan remaja sebagai masa goncangan (strom and stress) yang ditandai dengan konflik dan perubahan suasana hati. Menurut Hall (Santrock, 2003) pikiran, perasaan, dan tindakan remaja berubah-ubah antara kesombongan dan kerendahan hati, baik dan godaan, kebahagian dan kesedihan. Perubahan ini digambarkan oleh Hall (Santrock, 2003) seperti ini: pada satu saat remaja mungkin akan bersikap jahat pada temannya tapi juga bisa bersikap baik di waktu yang lain atau ingin berada sendirian tetapi sesaat kemudian mencari teman.

Berdasarkan uraian diatas maka remaja adalah masa antara usia 12 sampai dengan 23 tahun dan ditandai dengan perubahan fisik, sosial, emosional maupun mental. Remaja mengalami perubahan suasana hati yang timbul secara bergantian antara senang dan sedih, namun perubahan seperti ini wajar terjadi di masa remaja.

2. Perkembangan Sosial Remaja

(27)

9

yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang popular, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar (Hurlock, 1980).

Remaja tidak lagi memilih teman-teman berdasarkan kemudahannya entah di sekolah atau di lingkungan tetangga sebagaimana halnya pada masa kanak-kanak. Kegemaran pada kegiatan-kegiatan yang sama tidak lagi merupakan faktor penting dalam pemilihan teman (Hurlock, 1980), tetapi remaja menginginkan teman yang mempunyai minat, pola tingkah laku, ciri fisik dan kepribadian yang sama (Hurlock, 1980 dan Mappiare dalam Ali dan Asrori,2004 ). Persamaan tersebut membuat para remaja dapat saling mengerti dan merasa aman, sehingga dapat mempercayakan masalah-masalah juga membahas hal-hal yang tidak dapat ia bicarakan dengan orang tua maupun guru (Hurlock, 1980). Sullivan (Santrock, 2003) menyatakan bahwa remaja dapat lebih mengungkapkan informasi yang bersifat mendalam dan pribadi kepada teman-teman mereka daripada para anak yang lebih kecil. Remaja juga lebih mengandalkan teman daripada orang tua untuk memenuhi kebutuhan kebersamaan, untuk meyakinkan harga diri dan keakraban.

(28)

10

(Santrock, 2003) melalui interaksi teman sebayalah anak-anak dan remaja belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara, menggali prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan dengan cara mengatasi ketidaksetujuan dengan teman sebaya. Melalui hubungan dengan teman sebaya, remaja belajar menjadi teman yang memiliki kemampuan dan sensitif terhadap hubungan yang lebih akrab dengan menciptakan persahabatan yang lebih dekat dengan teman sebaya yang dipilih. Teman bagi remaja sebagai orang kepercayaan yang penting yang mampu menolong remaja untuk melewati berbagai situasi yang menjengkelkan (kesulitan dengan orang tua atau putus pada hubungan romantis) dengan menyediakan dukungan emosi dan nasihat yang memberikan informasi.

(29)

11

saya, dimana tempat saya merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan remaja yang berkaitan dengan konsep identitasnya. Maka remaja untuk membentuk konsep identitasnya ini memerlukan tempat atau wadah agar dapat menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan ini. Tempat yang menjadi awal pembentukan identitas remaja berawal dari keluarga dimasa anak-anak kemudian setelah memasuki masa remaja kelompok teman sebayalah yang diperlukan remaja untuk menjadi tempat untuk menggembangkan identitasnya (dalam Soekanto,1989)

Berdasarkan informasi diatas maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya merupakan sosok yang penting dan terpercaya bagi remaja selain orang tua. Teman merupakan tempat bagi remaja untuk mengungkapkan perasaan yang dirasakannya atau pemikiran-pemikirannya, hal ini mungkin disebabkan karena rasa aman dan dimengerti yang didapatkan remaja dari temannya. Teman sebaya yang dipilih oleh remaja adalah teman yang memiliki persamaan minat, kesukaan, kepribadian tanpa melihat suku, ras dan agama.

B. PRASANGKA

1. Pengertian Prasangka

(30)

12

(dalam Ahmadi Abu,1991) menyebutkan prasangka adalah mempunyai ciri khas pertentangan antara kelompok yang ditandai oleh kuatnya in group dan out group. Sedangkan menurut Sherif dan Sherif prasangka adalah sikap tidak menyenangkan (unfavourable attitude) yang dimiliki oleh suatu kelompok dengan kelompok lain ( dalam Ahmadi Abu, 1991).

Nelson (dalam Sarwono, 2006) menyatakan prasangka merupakan evaluasi negatif seseorang atau sekelompok orang terhadap orang atau kelompok lain yang disebabkan karena bukan bagian dari kelompoknya. Menurut Brown (2005) prasangka merupakan seperangkat kepercayaan yang “salah” atau “irasional”, generalisasi yang semparangan atau disposisi yang “tidak beralasan” yang menyebabkan orang berperilaku negatif terhadap kelompok lain.

Baron dan Byrne (2004) serta Gerungan (1988) menyatakan prasangka sebagai suatu sikap negatif yang ditujukan kepada orang lain atau kelompok tertentu, semata-mata karena keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Prasangka mengarahkan seseorang atau sekelompok orang kepada keyakinan bahwa kelompok atau orang tertentu adalah golongan manusia yang rendah dan tidak dapat disejajarkan dengan manusia lain. Sikap diskriminasi seperti ini pada akhirnya dapat menimbulkan perilaku agresi (Koeswara dalam Santi,dkk 2000).

(31)

13

ataupun kelompok lain. Sikap negatif yang tidak berdasar ini disebabkan karena adanya kepercayaan yang salah, evaluasi negatif, ataupun adanya generalisasi yang salah. Penilaian yang tidak berdasar berupa penilaian yang diberikan hanya berdasarkan golongan, agama, ataupun suku seseorang bukannya memandang seseorang tersebut sebagai seorang individu yang utuh. Prasangka juga bermuatan kualitas suka dan tidak suka terhadap objek yang diprasangkai. Selanjutnya prasangka tidak hanya sebatas pada kepercayaan yang salah, rasa suka ataupun tidak suka tetapi juga dapat di wujudkan dalam bentuk perilaku ataupun tindakan yang tidak menyenangkan berupa diskriminasi yang pada titik ekstrem dapat berupa tindakan penyerangan terhadap objek yang diprasangkai.

2. Prasangka Sebagai Sikap

Prasangka sosial terdiri atas attitude-attitude sosial yang negatif terhadap golongan lain, dan mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok kepada orang atau kelompok lain (Gerungan 1988). Menurut Myers (1999) prasangka adalah sikap, maka sikap merupakan sebuah kombinasi dari perasaan, kecenderungan perilaku dan sebuah kepercayaan. Hal ini menunjukkan adanya komponen-komponen sikap yang terkandung dalam prasangka, maka perlulah dijelaskan tentang prasangka sebagai sikap.

(32)

14

positif atau negatif yang berhubungan dengan simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga ataupun ide-ide. Menurut Traves, dkk (dalam Ahmadi Abu, 1991) sikap melibatkan tiga komponen yaitu komponen afeksi, kognitif dan konasi.

Menurut Walgito (1990) sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya.

Seperti halnya sikap maka prasangka juga memiliki komponen yang sama seperti sikap, tetapi prasangka cenderung berupa sikap-sikap yang bermuatan negatif. Maka tiga komponen prasangka adalah :

(33)

15

informasi yang diterima kurang tepat atau generalisasi yang kurang tepat

2. Prasangka juga melibatkan perasaan negatif atau emosi pada orang yang dikenai prasangka ketika mereka hadir atau hanya dengan memikirkan anggota kelompok yang tidak disukai (Baron dan Bryne, 1994). Komponen afektif pada prasangka berisi perasaan ataupun emosi negatif terhadap kelompok lain. Emosi-emosi negatif tersebut berupa perasaan tidak suka, membenci, tidak simpati, dll (Ahmadi Abu,1991)

3. Komponen konatif yang menunjukkan pada pengalaman dengan kelompok. Merujuk pada perilaku diskriminatif kepada kelompok lain atau orang lain. Menurut Baron dan Byrne (2004) diskriminasi adalah tingkah laku negatif yang ditujukan kepada anggota kelompok sosial yang menjadi objek prasangka.

3. Sebab-sebab Timbul Prasangka

Ada beberapa faktor penyebab timbulnya prasangka antara lain : a. Proses Belajar

(34)

16

terekam dalam pikiran mereka (Baron dan Byrne 2004). Berdasarkan pandangan proses pembelajaran sosial (social learning), sesorang mengadopsi informasi baru, tingkah laku, atau sikap dari orang lain (Baron dan Byrne 2004). Hal ini akan semakin diperkuat apabila diberikan sebuah reinforcement positif berupa sikap teman-teman sebaya yang bersikap sama, informasi-informasi dari media massa yang kurang proposional, ataupun lingkungan yang mendukung seseorang bersikap seperti itu (Baron dan Byrne 2004). Hal ini sejalan dengan penjelasan Bandura, bahwa prasangka dapat terjadi karena subjek belajar dari orang-orang disekitarnya yang berprasangka terhadap kelompok lain dengan cara meniru atau mendapatkan pengaruh reinforcement positif dari orang-orang disekitarnya (dalam Atmadji 2002). Hal ini menunjukkan bahwa prasangka merupakan sebuah sikap yang bisa dipelajari.

b. Realistic Conflict Theory

(35)

17

Menurut Sherif dan Sherif (dalam Baron dan Byrne 2004) kompetisi yang rasional terhadap sumber daya yang sedikit dapat dengan cepat berkembang menjadi konflik berskala penuh sehingga menimbulkan sikap negatif terhadap lawannya dan pada akhirnya bisa membentuk akar prasangka. Selanjutnya hubungan yang dipenuhi dengan konflik dapat menimbulkan jarak sosial antara kelompok atau individu. Menurut Sherif & Sherif (dalam Atmadji, 2002) jarak sosial adalah sikap negatif anggota kelompok tertentu pada anggota kelompok lain yang dijadikan norma-norma kelompok. Akibatnya jarak sosial ini menimbulkan batasan-batasan negatif diantara kelompok-kelompok.

c. Kategorisasi Sosial

(36)

18

Kesalahan atribusi merupakan kecenderungan untuk memberikan atribusi yang lebih baik dan menyanjung anggota kelompoknya sendiri daripada anggota kelompok lain. Menurut Lambert ; Linville dan Fischer (dalam Baron dan Byrne 2004) kelompok out group diasumsikan memiliki traits yang tidak diinginkan dan dipersepsikan lebih serupa daripada anggota dari in group dan sering tidak disukai.

Perbedaan antara in group dan out group juga membentuk persepsi lebih superior dari kelompok lain yang menjadi pesaingnya. Menurut Tajfel dan Turne (dalam Baron dan Byrne 2004) persepsi superior ini terjadi dikarenakan individu berusaha meningkatkan self esteem mereka dengan mengidentifikasikan diri dengan kelompok sosial lainnya.

d. Stereotipe

Prasangka juga bersumber dari aspek dasar kognisi sosial yaitu berpikir mengenai orang lain, menyimpan dan mengintegrasikan informasi tentang mereka, dan kemudian menggunakan informasi ini untuk menarik kesimpulan tentang mereka atau membuat penilaiaan sosial. Aspek kognisi yang dimaksud adalah stereotipe. Menurut Judd, Ryan dan Parke (dalam Baron dan Bryne 2004) stereotipe merupakan kerangka berpikir kognitif yang terdiri dari pengetahuan dan keyakinan tentang kelompok sosial tertentu dan traits tertentu yang mungkin dimiliki oleh orang yang menjadi anggota kelompok-kelompok lain.

(37)

19

prisons) : ketika stereotipe telah terbentuk, stereotipe akan membangun persepsi kita terhadap orang lain, sehingga informasi baru tentang orang ini akan diinterpretasikan sebagai penguatan terhadap stereotipe kita, bahkan ketika hal ini tidak terjadi. Menurut Baron dan Byrne (2004) sterotipe memberikan efek kuat bagaimana kita memproses informasi, bahkan menurut Kunda & OLeson ; O’sullivan 7 Durso (dalam Baron dan Byne 2004) sterotipe bahkan mendorong seseorang memperhatikan jenis-jenis informasi tertentu saja. Informasi yang diperhatikan ini khususnya informasi yang konsisten dengan stereotipe tersebut dan bahkan ketika informasi tersebut tidak konsisten dengan stereotipe yang disadari, maka seseorang secara aktif menolak atau sedikit merubahnya sehingga tampaknya konsisten dengan stereotipe tersebut. Menurut Sarwono (2006) stereotipe memang berhubungan dengan prasangka, yaitu prasangka mengaktifkan stereotipe dan stereotipe menguatkan prasangka.

C. KONFLIK DI AMBON

(38)

20

dapat berjalan dengan damai. Keberagaman tersebut dapat berjalan dengan damai karena diikat oleh sebuah sistem adat-istiadat yang sering disebut Pela Gandong. Sistem ini memungkinkan warga yang berbeda agama ataupun suku mengangkat sumpah melalui suatu upacara khusus, berjanji untuk saling setia dan saling membantu, membela dalam suka dan duka (Suedy, 2000). Menurut F. L Cooley (dalam Suedy, 2000) Pela ini terbentuk dalam abad ke XVI di Maluku dengan latar belakang yang berbeda-beda tetapi mempunyai yang sama yaitu ‘bekerja sama untuk kepentingan bersama’. Hal diatas menunjukan walaupun kehidupan masyarakat di Ambon dan Maluku memiliki agama, suku, jenis pekerjaan , dll yang berbeda tetapi mereka dipersatukan oleh sebuah sistem yang disebut Pela Gandong.

(39)

21

dewasa tapi juga anak-anak yang beranjak remaja. Dalam laporan salah satu organisasi yang memperhatikan hak-hak anak Save the Children UK (SCKU) yang bekerja di Indonesia khususnya wilayah Ambon dan sekitarnya melaporkan bahwa dalam konflik di Ambon ada anak-anak yang terlibat secara aktif dalam konflik ataupun anak yang menjadi korban langsung dan anak yang menjadi saksi konflik yang terjadi di Ambon. Dampak yang dirasakan anak-anak mulai dari rasa takut, rasa tegang, sedih, gangguan makan dan tidur sampai dengan menyimpan dendam dan merasakan kebencian yang terus menerus. Save the Children juga mencatat bahwa konflik di Ambon mengakibatkan anak-anak terpisah dari teman-teman mereka yang pergi atau tewas karena koflik. Ketakutan dan kebencian baru terhadap anggota komunitas dan agama lain mengakibatkan hilangnya pertemanan yang dulu ada serta munculnya keterbatasan dalam membentuk hubungan-hubungan baru dengan teman sebaya. Situasi seperti ini mendorong SCUK melakukan tindakan-tindakan rekonsiliasi yang juga melibatkan anak-anak sebagai fasilitator perdamaian untuk sesama anak-anak sendiri juga.

D. TINGKAT PRASANGKA REMAJA PADA TEMAN YANG BERBEDA AGAMA SETELAH KONFLIK DI AMBON

(40)

22

sama dengan teman-teman sebayanya (Hurlock, 1980). Menurut Santrock (2003) teman sebaya adalah anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama dan bagi remaja hubungan dengan teman sebaya sangatlah penting. Menurut Sullivan (Santrock, 2003) teman bagi remaja sebagai orang kepercayaan yang penting yang mampu menolong remaja melewati berbagai situasi yang kurang menyenangkan. Remaja juga mengungkapkan informasi yang bersifat mendalam dan pribadi kepada temannya. Menurut Hurlock, 1980 dan Mappiare (Ali dan Asrori, 2004) pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Mengapa pengaruh teman sebaya menjadi hal yang penting bagi remaja dapat dipahami karena menurut Erikson (dalam Gunarsa, 1984 dan Santrock, 2003) masa remaja merupakan masa pembentukan identitas diri namun pembentukan identitas tidaklah mulai ataupun berakhir hanya pada masa remaja. Menurut Soekanto, (1989) pembentukan identitas berawal dari keluarga pada masa anak-anak dan kemudian pada masa remaja kelompok teman sebayalah (peers) yang merupakan tempat bagi pembentukan identitas diri.

(41)

23

tua yang mempunyai pandangan dan perasaan negatif mengkomunikasikan pandangan dan perasaan negatif kepada anak-anaknya. Orang tua juga akan marah bila anak-anaknya bergaul denagn teman yang berbeda agama (dalam Save The Children, 2006). Hubungan yang penuh dengan konflik ini dapat menimbulkan jarak sosial.

Menurut Sherif & Sherif (dalam Atmadji, 2002) jarak sosial adalah sikap negatif anggota kelompok tertentu pada anggota kelompok lain yang dijadikan norma-norma kelompok. Sikap negatif inilah yang bisa berakibat timbulnya prasangka antara remaja terhadap teman sebayanya. Prasangka tidak hanya sebatas sebuah pandangan atau wacana tetapi juga sebagai sebuah sikap. Menurut Baron dan Byrne, 2004 prasangka juga merupakan suatu sikap negatif yang ditujukan kepada kelompok lain ataupun orang lain. Selain itu prasangka juga dapat muncul karena proses belajar yang salah. Sikap orang tua dalam keluarga yang menunjukkan sikap negatif terhadap orang lain atau kelompok lain dipelajari oleh remaja. Sikap negatif yang dipelajari remaja dari orang tua diperkuat dengan reinforcement positif yang diterimanya dari lingkungan ataupun teman-temannya.

(42)

24

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu

penelitian yang berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang

berdasarkan data-data dengan cara menyajikan data, menganalisis dan

menginterpretasi (Acmadi. A dan Narbuko Cholid, 2001). Penelitian deskriptif

merupakan penelitian yang bertujuan mendeskripsikan, mencatat,

menganalisis dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi atau

ada. Penelitian ini tidak menguji atau tidak menggunakan hipotesa tetapi

hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai variabel yang diteliti

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif

mengenai variabel yang diperoleh melalui analisis skor jawaban subjek pada

skala sebagaimana adanya. Dengan demikian jenis penelitian yang akan

dilakukan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu memberikan gambaran

tentang tingkat prasangka remaja terhadap teman yang berbeda agama setelah

konflik di Ambon. Seberapa tinggi atau rendah tingkat prasangka remaja

terhadap teman yang berbeda agama dan menunjukkan bagaimana prasangka

tersebut terlihat melalui indikasi-indikasi yang tergambarkan.

B. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian adalah

Prasangka agama.

(44)

24

C. Definisi Operasional

Prasangka adalah sikap negatif yang ditujukan oleh seseorang atau

kelompok kepada orang lain atau kelompok lain. Dan dalam penelitian ini

prasangka dilakukan oleh remaja kepada teman sebayanya yang berbeda

agama.

Prasangka dalam penelitian ini diungkap dengan skala parasangka.

Tingkat prasangka diperoleh dari skor total penelitian yang merupakan hasil

penjumlahan skor yang terdapat pada setiap pernyataan skala. Semakin tinggi

skor total yang diperoleh subjek, maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi

prasangka remaja kepada teman yang berbeda agama dan sebaliknya semakain

rendah skor total yang diperoleh maka semakin rendah prasangka remaja

kepada teman yanag berbeda agama. Beberapa komponen prasangka :

1. Komponen kognitif meliputi keyakinan yang bervalensi negatif

tentang kelompok lain. Seperti penilaian negatif, menilai agamanya

yang paling baik, menilai perayaan agamanya yang paling baik,

hanya yakin pada informasi yang berasal dari teman yang seagama,

dll

2. Komponen afektif berisi perasaan ataupun emosi negatif terhadap

kelompok lain. Emosi-emosi negatif tersebut berupa perasaan tidak

suka, membenci, tidak simpati, tidak nyaman dan lain-lain

3. Komponen konatif

Merujuk pada perilaku diskriminatif kepada kelompok atau orang

(45)

25

membeda-bedakan atau memilih-milih teman untuk menjadi

temannya, tidak bersedia melakukan kegiatan dengan teman yang

berbeda agama, dan lain-lain

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah remaja yang berumur 15/16 tahun sampai

dengan 17/18 tahun yang sedang menempuh pendidikan SMU dan yang

menetap di Ambon selama konflik terjadi. Dalam hal ini peneliti

menggunakan Purposive Sampling yaitu memilih sekelompok subjek

didasarkan karakteristik tertentu yang sesuai dengan karakteristik populasi

yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 1998)

E. Metode Pengambilan Data

Metode yang digunakan untuk mengukur data dalam penelitian ini

adalah dengan menyebarkan skala prasangka untuk mengungkap tingkat

prasangka remaja terhadap temannya yang berbeda agama. Skala prasangka

ini dibuat berdasarkan komponen-konponen prasangka yang telah disebutkan

sebelumnya.

Metode penyusunan skala yang digunakan adalah Summated Rating

dengan menggunakan skala Likert dengan 4 kategori jawaban yaitu sangat

setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).

Dimana butir-butir pernyataannya terdiri atas pernyataan favorable dan

(46)

26

sikap positif yang mendukung atau memihak pada objek sikap yang hendak

diukur sedangkan pernyataan unfavorable adalah pernyataan sikap negatif

yang tidak mendukung atau memihak pada objek sikap yang hendak diukur.

Tabel 1

Komponen Aitem Prasangka

No Komponen Favorable Unfavorable Presentase 1 Kognitif terdiri dari

keyakinan yang

bervalensi negatif

terhadap teman yang

berbeda agama

7,14,20,25,

2 Afeksi terdiri dari

emosi-emosi negatif

(seperti :marah,

benci, tidak

simpati,tidak

menghargai,dll)

kepada teman yang

(47)

27

(tingkah laku

negatif, menghina,

membeda-bedakan,

memilih-milih,dll)

teman yang tidak

seagama

Jumlah 34 29 63

Cara penyekoran yang akan dilakukan pada aitem-aitem favorable dan

unfavorable adalah sebagai berikut :

Tabel 2

Skor Berdasarkan Kategori Jawaban

Skor Jawaban

Favorable Unfavorable

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangay Tidak Setuju (STS) 1 4

Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin tinggi tingkat

prasangka remaja pada temannya yang berbeda agama, sebaliknya semakin

rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin rendah tingkat prasangka

(48)

28

Penelitian ini selain menggunakan metode penggukuran melalui skala

juga menggunakan metode wawancara. Metode wawancara bukanlah metode

utama yang digunakan untuk menggumpulkan data pada penelitian ini.

Metode wawancara hanya bertujuan untuk semakin melengkapi data yang

diperoleh dari metode pengukuran melalui skala. Model wawancara yang

digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terpimpin. Menurut

Acmadi. A dan Narbuko Cholid (2001) wawancara terpimpin adalah

wawancara yang menggunakan panduan pokok-poko kmasalah yang diteliti

sehingga akan memudahkan dan melancarakan jalannya wawancara. Guide

wawancara yang digunakan terdiri dari 10 pertanyaan yang mengandung

komponen kognitif, afektif dan konatif.

Tabel 3

Guide Wawancara

No Komponen Pertanyaan

1 Kognitif 1. Bagaimana pendapatmu (pandanganmu)

tentang ajaran agama teman yang berbeda

agama dengan kamu?

2. Bagaimana pendapatmu tentang

teman-temanmu yang menggunakan

aksesoris/pakaian yang menunjukkan

keagamaannya?

3. Apakah kamu mempunyai teman baik?

Agamanya apa? Mengapa kamu mau berteman

dengan dia?

(49)

29

berebeda agama dengan kamu? Kemudian apa

pendapatmu tentang teman-temanmu yang

seagama dengan kamu?

2 Afeksi 5. Bagaimana perasaanmu terhadap teman yang

seagama dengan kamu? Bagaimana

perasaanmu dengan teman yang berbeda

agama dengan kamu ?

6. Misalnya pada sebuah ujian ada temanmu yang

berbeda agama denganmu memperoleh nilai

ujian yang lebih tinggi dari kamu. Bagaimana

perasaanmu? Bagaimana pendapatmu terhadap

temanmu itu?

3 Konatif 7. Apakah dalam bergaul, kamu mempunyai

syarat dalam memilih teman? Kalau iya

syaratnya apa? Mengapa? Kalau tidak,

mengapa?

8. Kalau ada teman yang sakit apakah kamu akan

menjenguk? Nah kalau misalkan temanmu

berbeda agama dengan kamu apakah akan tetap

menjenguk? Kalau iya, mengapa? Kalau tidak,

mengapa?

9. Apakah kamu akan selalu membantu temanmu

yang membutuhkan bantuan walaupun dia

berebda agama denganmu? Mengapa?

10. Misalnya kamu kenalan dengan seorang

cewek/cowok dan kamu ada perasaan suka tapi

ternyata dia berbeda agama dengan kamu.

Bagaimana sikapmu? (kamu akan menjauhi dia

(50)

30

F. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah melalui perhitungan

median atau mean dan yang menjadi dasar pemberian skor adalah pernyataan

yang disetujui oleh responden. Pada metode wawancara analisis data yang

dilakukan dengan membuat kesimpulan berdasarkan hal-hal paling dominan

muncul dari hasil wawancara.

G. Validitas dan Reliabilitas

Sebelum skala diujikan kepada subjek penelitian, terlebih dahulu

dilakukan uji coba dengan subjek yang mmemiliki kriteria yang sama dengan

subjek penelitian untuk memperoleh validitas dan reliabilitas dari

pernyataan-pernyataan dalam skala.dilakukan uji coba dengan tujuan agar alat ukur yang

digunakan dalam penelitian bisa dipercaya, lebih akurat dan representative.

1. Validitas

Menurut Azwar (2006) validitas adalah ketepatan dan kecermatan

suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen

pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat

tersebut mampu menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur

yang sesuai dengan tujuan pengukuran.

Pada penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas isi.

Validitas ini merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap

isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgment dengan

(51)

31

keluar dari batasan tujuan ukur. Dalam hal ini sebelum peneliti melakukan

uji coba, peneliti terlebih dahulu mengkonsultasikannya dengan dosen

pembimbing skripsi, sehingga aitem-aitemnya di pandang cukup untuk

mewakili keseluruhan isi obyek yang hendak diukur.

2. Seleksi Aitem

Dalam seleksi aitem, parameter yang paling penting adalah daya

beda aitem. Indeks daya beda aitem merupakan indikator keselarasan

antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan yang dikenal

dengan konsistensi aitem total. Parameter daya beda aitem diestimasi

berdasarkan koefisien korelasi item total.

Sebagai kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total

(rix), biasanya digunakan batasan rix ≥ 0,30. Artinya aitem-aitem yang

dianggap mempunyai daya beda yang tinggi apabila mempunyai indeks

daya beda lebih besar atau sama dengan 0,30 (Azwar 2003).

Dalam penelitian ini analisis dan seleksi aitem dilakukan dengan

menggunakan komputasi SPSS 11.0.

Tahap uji coba dilakukan pada tanggal 27- 29 Desember 2006 dan

pada tanggal 8-13 Januari 2007 pada lima SMU yang berbeda.

Sekolah-sekolah yang dipilih terdiri dari Sekolah-sekolah swasta dan negeri dengan jumlah

responden 101 orang.

Hasil pengujian terhadap 63 aitem menunjukkan terdapat 51 aitem

(52)

32

aitem komponen kognitif dan masing-masing 2 aitem komponen afeksi

dan konatif

Tabel 4

Aitem yang gugur dan lolos setelah uji coba

Kompenen Favorable Unfavorable Jumlah

Kognitif 7,(14),20,(25),28,(37),

(39),48,51,56,62

6,(11),(15),19,

(34),36,50,63,

12

Afeksi 2,10,12,17,(21),

30,43,47,54

,57,60,61

4,5,8,16,24,

27,29,32,

(35),40,59

21

Konatif 1,3,13,22,26

,31,33,(38)

,41,44,49

9,18,23,42,

45,46,52,

(53),55,58

19

Keterangan : ( ) adalah aitem yang gugur

Dari hasil uji coba diketahui jumlah aitem yang layak digunakan

untuk penelitian adalah 52 aitem. Namun untuk menyeimbangkan jumlah

aitem pada setiap komponen kembali digugurkan masing-masing 9 aitem

dari komponen afektif dan 7 aitem untuk komponen konatif yang

mempunyai indeks daya beda yang paling kecil diantara indeks daya beda

aitem-aitem pada komponen afeksi dan konatif tersebut. Maka diperoleh

(53)

33

Tabel 5

Nomer aitem bentuk Skala Final

Komponen Favorable Unfavorable Presentase Kognitif 7(18),20(2),28(20),

48(26),51(16),

56(30),62(14)

6(36),19(10),63(8),

36(3),50(13)

33,3 %

Afeksi 10(32),30(1),

43(25),47(22),

54(7),61(9)

5(23),16(17),

24(29),27(19),

32(24),40(31)

33,3%

Konatif 13(27),22(21),26(33),

31(11),33(34),44(6)

23(28),45(12),46(5),

52(15),55(4),58(35)

33,3%

Jumlah 19 17 36

Keterangan : ( ) no aitem pada skala final

3. Reliabilitas

Ide pokok yang terkandung dalam reliabilitas menurut Azwar

(2006) adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya

sehingga apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap

kelompok objek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama.

Tinggi rendahnya reliabilitas tes dicerminkan oleh koefisien

reliabilitas (r ). Secara teoritis besarnya koefisien relibilitas berkisar

mulai dari 0,0 sampai 1,0 akan tetapi pada kenyataannya koefisien sebesar

(54)

34

1,0 dan sekecil 0,0 tidak pernah dijumpai. Koefisien reliabiliras r = 1,0

berarti adanya konsistensi yang sempurna pada hasil ukur alat yang

bersangkutan atau berarti koefisien reliabilitas alat ukur tinggi. Pada

umumnya reliabilitas telah dianggap memuaskan bila koefisisennya

mencapai minimal r

xx

xx = 0,900.

Pada penelitian ini pendekatan reliabilitas yang digunakan untuk

menghitung koefisien reliabilitas adalah perhitungan reliabilitas koefisien

Alpha. Perhitungan reliabilitas koefisien Alpha dilakukan dengan

menggunakan satu bentuk tes yang dikenakan hanya sekali saja pada

sekelompok subjek. Selain itu penggunaan reliabilitas ini dimungkinkan

untuk penggunaan aitem yang berjumlah ganjil.

Setelah uji coba skala yang dilakukan diperoleh reliabilitas

koefisien Alpha yang di hitung dengan bantuan SPSS 11.0 diperoleh

koefisien Alpha sebesar 0,9193 yang berarti reliabilitas skala dianggap

memuaskan dan bisa dipercaya (reliabel) untuk di ujikan kembali untuk

(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 25 Januari 2007 sampai 1 Febuari 2007 di enam SMU negeri dan swasta, baik yang mayoritas muridnya beragama Kristen dan Islam maupun pada sekolah yang campur. Dari enam SMU ini diperoleh 294 subjek dengan jumlah subjek laki-laki sebanyak 156 subjek dan subjek perempuan sebanyak 138 subjek. Selama penelitian, tidak ada permasalahan yang sangat menganggu. Dalam pemberian instruksi ditekankan kepada subjek untuk mengisi skala sesuai dengan apa yang dirasakan dan tidak perlu takut. Selain itu peneliti juga meminta subjek untuk membayangkan apabila berada dalam situasi yang ada dalam skala karena sebagian besar subjek belum pernah lagi mempunyai teman yang berbeda agama dengan mereka sejak konflik di Ambon terjadi. Pada saat pengisisan skala juga diberikan batasan waktu, setiap subjek dapat mengisi setiap skala dalam waktu 15 menit. Pemberian waktu ini bertujuan agar subjek bisa mengisi secepat mungkin sehingga bisa menghindari facking good.

B. Hasil penelitian

1. Deskripsi Data Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada enam sekolah diperoleh data sebagai berikut

(56)

36

Tabel 6

Deskripsi Data Penelitian

N 293 Skor Minimum Teoritik 36

Skor Maksimum Teoritik 144

Mean Teoritik 90

Skor Minimum Empiris 37 Skor Maksimum Empiris 101

Mean Empiris 62, 24

Dari deskripsi data penelitian diatas dapat dilihat bahwa mean empirik dalam penelitian ini lebih kecil dari mean teoritik ( 62,24 < 90 ). Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata kelompok data lebih rendah dari nilai rata-rata teoritik, yang berarti bahwa subjek penelitian secara umum memiliki tingkat prasangka yang rendah pada teman yang berebeda agama dengannya.

(57)

37

Tabel 7

Uji t Mean Empirik dan Mean Teoritis

One-Sample Statistics

294 62,24 11,606 ,677

TOTAL

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

One-Sample Test

-41,014 293 ,000 -27,76 -29,09 -26,43

TOTAL

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference Lower Upper

95% Confidence Interval of the

Difference Test Value = 90

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai t sebesar 41,014 dengan probabilitas sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,01 (p = 0,000 < 0,01) yang berarti secara signifikan ada ada perbedaan antara mean empirik dan mean teoritis. Hal ini membuktikan bahwa secara signifikan mean empirik lebih kecil dari mean teoritik sehingga bisa dinyatakan bahwa tingkat prasangka remaja kepada teman yang berbeda agama setelah konflik di Ambon adalah rendah terbukti secara signifikan.

(58)

38

Tabel .8

Perbedaan Mean Pada Subjek Laki-laki Dan Perempuan

Group Statistics

156 64,62 11,803 ,945

138 59,54 10,803 ,920

JK laki-laki perempuan TOTAL

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Independent Samples Test

,570 ,451 3,831 292 ,000 5,08 1,326 2,469 7,688

3,851 291,653 ,000 5,08 1,319 2,483 7,673

Equal variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean t-test for Equality of Means

Dari deskripsi diatas terlihat bahwa ada tingkat prasangka remaja kepada teman yang berbeda agama pada subjek laki-laki lebih tinggi dari subjek perempuan dengan nilai probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,01 (p = 0,000 < 0,01). Hal ini berarti bahwa ada perbedaan tingkat prasangka pada subjek laki-laki dan perempuan secara signifiikan.

2. Hasil Wawancara

(59)

39

mereka masih duduk di SD. Salah satu subjek adalah anak yang selama konflik di Ambon pernah terlibat secara langsung dalam konflik. Pernah dipersenjatai namun sekarang ini telah mengikuti beberapa pembinaan oleh salah satu LSM yang melindungi hak-hak anak di Ambon. Kesimpulan dari wawancara pada 4 orang subjek sebagai berikut :

(60)

40

keagamaannya. Selain itu berdasarkan yang mereka lihat dan dengar, menurut mereka teman-teman yang berbeda agama, dalam pergaulannya terlalu bebas dan cenderung memaksakan kehendak (terlihat pada subjek 1 Kognitif 178-181 ;subjek2 kognitif 109-114, 132-133). Namun buat ketiga subjek mereka mau dan mempunyai keinginan untuk membangun hubungan pertemanan apabila ada kesempatan, sehingga bisa membuka wawasan serta bisa berdiskusi tentang ajaran agama masing-masing sehingga tidak ada lagi kebingungan perasaan aneh terhadap ajaran agama lain.

(61)

41

berbeda agama dengan dirinya . Hal ini mau dilakukan oleh subjek karena subjek ingin memandang dan menjalani kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang, subjek ingin menyenangkan orang tuanya.

C. Pembahasan

(62)

42

proses yang bisa dipelajari dan akan semakin kuat bila ada reinforcement positif, mereka percaya bahwa anak mempelajari prasangka dari orang tuanya, orang dewasa lain, pengalaman masa kanak-kanak dan media massa. Hal ini pun dibenarkan dari hasil pengumpulan data dari Save the Children bahwa banyak orang dewasa yang memelihara perasaan negatif mereka sendiri terhadap komunitas lawan dan mengkomunikasikannya kepada anak. Dari hasil wawancara pun dapat dilihat bahwa anak-anak pada saat konflik menjadi takut ketika mendengar isu-isu ataupun informasi yang bisa memprovokasi. Maka menurut Baron dan Byrne (1994) untuk mengurangi prasangka dapat dilakukan dengan teknik belajar untuk tidak membenci dan mengembangkan toleransi. Pettigrew (dalam Baron dan Byrne, 1994) juga memunculkan ide untuk mengurangi prasangka dengan meningkatkan derajat kontak antara kelompok-kelompok yang berbeda, dengan asumsi melalui kontak dengan kelompok yang berbeda dapat mengembangkan pemahaman akan kesamaan. Kontak dengan kelompok yang berbeda juga dapat memunculkan informasi-informasi baru yang tidak sesuai dengan stereotipe yang sudah ada sehingga mampu menggeser stereotipe tersebut. Ide ini terus dikembangkan sehingga muncul asumsi bahwa bukan hanya kontak langsung yang menjadi inti dalam mengurangi prasangka, tapi efek yang menguntungkan dapat diperoleh jika orang yang terkait tahu bahwa orang dalam kelompok mereka sendiri telah menjalin persahabatan dengan orang yang berasal dari kelompok lain.

(63)

43

agar bisa saling mengenal. Pada sesi-sesi awal program, anak diminta untuk saling berbagi tentang pengalaman masing-masing selama konflik. Dari sini akan muncul informasi-informasi baru yang bisa menghadirkan kesadaran dan pengertian bahwa informasi yang selama ini didengar merupakan desas-desus dan informasi yang salah, yang sengaja dihembuskan untuk tetap menjaga ketegangan. Pada sesi sharing ini pun, para peserta akan bisa menyadari bahwa dampak konflik ini dirasakan bersama dan merata oleh semua pihak, baik orang dewasa, remaja maupun anak-anak dari kedua komunitas yang berkonflik. Kesempatan untuk bertemu satu sama lain pun sangat bermanfaat untuk menumbuhkan komunikasi, rasa percaya satu sama lain, rasa aman dan nyaman karena program ini tidak hanya berhenti pada membina hubungan yang baik antara temen-teman yang berbeda agama tapi diharapkan pengalaman dan ilmu yang diperoleh selama pelatihan dapat ditransferkan kepada teman-teman sebayanya. Save the Children berharap bahwa anak-anak yang memperoleh pembinaan bisa menjadi agen perdamaian untuk teman-teman sebayanya. Kondisi ini menunjukkan bahwa kontak langsung bisa memunculkan kesadaran akan persamaan bahwa dampak konflik dirasakan merata oleh semua pihak dan informasi yang diterima selama ini pun keliru. Kondisi ini pun tergambar pada hasil wawancara pada salah seorang subjek yang menyatakan bahwa dengan banyaknya diskusi-diskusi yang dilakukan, subyek menyadari bahwa konflik selama ini disebabkan karena pihak ketiga bukan karena konflik agama.

(64)

44

salah yang sini (muslim) tapi karena sekarang sudah banyak

berdiskusi jadi kamiberkesimpulan bukan karena kita mau

berputus hubungan tapi karena orang ketiga.

Selain itu dari hasil wawancara, para subjek menyatakan bahwa mereka tidak keberatan dan merasa senang bila bisa membangun interaksi dan komunikasi dengan teman-teman yang berbeda agama yang lebih banyak lagi karena mereka menginginkan kehidupan yang lebih baik dimasa datang. Hal ini semakin menguatkan asumsi bahwa kontak dengan kelompok yang berbeda bisa mengurangi dampak dari prasangka. Penjelasan ini mungkin bisa sedikit menjelaskan mengapa tingkat prasangka remaja kepada teman yang berbeda agama setelah konflik di Ambon cenderung rendah.

(65)

45

(66)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Tingkat Prasangka remaja kepada teman yang berbeda agama setelah konflik di Ambon adalah rendah, ditunjukkan dengan Mean Teoritik = 90 > Mean Empirik = 62,24

2. Ada perbedaan tingkat prasangka antara subjek laki-laki dan perempuan kepada teman yang berbeda agama setelah konflik di Ambon. Subjek laki-laki cenderung memiliki tingkat prasangka yang lebih tinggi dari subjek perempuan (64,62 > 59,54)

B. Saran

1. Bagi Subjek Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja di Ambon mempunyai tingkat prasangka yang rendah terhadap teman yang berbeda agama. Kondisi ini baik bila bisa terus dipertahankan dan ditingkatkan karena sudah seharusnya remaja memperoleh kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan dan situasi yang sehat. Subjek sebaiknya berusaha untuk terus bisa menggunakan kesempatan yang ada untuk terus saling mengenal dan berinteraksi dengan teman-teman yang berbeda agama agar bisa lebih saling mengenal dan mengerti kondisi satu sama lain.

(67)

47

2. Bagi Peneliti Lain

(68)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Abu, dkk. 1991. Psikologi Sosial. Jakarta, PT Rineka Cipta

Ali, M dan Asrori, M. 2004. Psikologi Remaja Perkembangan peserta Didik. Jakarta, Bumi Aksara

Achmadi Abu. H, Drs dan Narbuko Cholid, Drs., 2001. Metodologi Penelitian. Jakarta, PT Bumi Aksara

Atmadji Suko Yudi Antonius. 2002. Perbedaan Tingkat Prasangka Agama Antar Kelompok Mahasiswa Katolik Mayoritas dan Kelompok Mahasiswa Katolik Minoritas. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Azwar Saifuddin, Drs. 1998. Sikap Manusia. Yogyakarta, Pustaka Pelajar

Azwar Saifuddin, Drs. 2006. Reliabilitas Dan validitas. Yogyakarta, Pustaka Pelajar

Azwar Saifuddin, Drs. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta, Pustaka Pelajar

Baron Robert A dan Byrne Donn. 1994. Social Psychology Understanding Human Interaction. Boston, Allyn and Bacon

Baron Robert A dan Byrne Donn, 2004. Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh. Jakarta, PT Erlangga

Brown Rupert, 2005. Prejudice Menengani ‘Prasangka” dari Perspektif Sosial. Jakarta, Pustaka Pelajar

Dariyo Agoes, 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor, Ghalia Indonesia Gerungan W A. 1988. Psikologi Sosial. Bandung, PT Eresco

Gunarsa D Singgih Ny, Dra dan Gunarsa D Singgih, Dr. 1984. Psikologi Remaja. Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia

Hadi Sutrisno, Drs. 1998. Statistik Jilid 2. Yogyakarta, ANDI

Hurlock. Elizabeth B, 1980. Psikologi Perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta, Erlangga

(69)

Margawati Margaretha. Tony Aryanto, 2000. Konflik Antaragama atau Politisasi Agama. www.jai.or.id/jurnal/2006/63/13brtp63.pdf

Myers G David, 1999. Social Psychology. Sixth Edition. Boston, MC Graw Hill Companies, inc

Proposal Pemecahan Masalah Kerusuhan di Ambon (in Indonesian).

www.fica.org/hr/ambon/idRusuh1.hmtl.

Sarwono, Dr. Sarlito Wirawan. 1994. Psikologi Remaja. Jakarta, PT raja Grafindo Persada

Santi, Dyan Evita, dkk. Hubungan Antara Prasangka Sosial Dengan Agresivitas. Fenomena Jurnal Psikologi Vol V No 6, September 2000 : 17-26

Santrock, 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta, PT Erlangga

Sarwono Sarlito Wirawan, 2006. Psikologi Prasangka Orang Indonesia Kumpulan Studi Empirik Prasangka Dalam berbagai Aspek Kehidupan Orang Indonesia. Jakarta, PT RajaGrafindo Persada

Save The Children UK di Indonesia, 2006. Dampak Ketegangan Antar-Komunitas, Kekerasan dan Dislokasi terhadap Kehidupan Anak Konsultasi Sebaya Yang Difasilitasi Anak

Suaedy. Ahmad, 2000. Luka Maluku. Jakarta, Institut Studi Arus Informasi (ISAI).

Soekanto Soerjono, Dr. Prof, 1989. Remaja dan Masalah-Masalahnya. Yogyakarta, Kanisius

(70)

A.

LAMPIRAN

(71)

JENIS KELAMIN :

USIA :

AGAMA :

KELAS :

Berikut ini akan disajikan beberapa pernyataan sikap. Teman-teman

diminta menyatakan sikap teman-teman terhadap isi pernyataan-pernyataan

tersebut dengan cara memilih

SS bila SANGAT SETUJU

S bila SETUJU

TS bila TIDAK SETUJU

STS bila SANGAT TIDAK SETUJU

Berilah tanda centang (√) pada jawaban yang menyatakan kondisi teman-teman.

Tidak ada jawaban yang salah dalam penelitian ini, oleh karena itu jawablah pernyataan ini sesuai dengan kondisi yang benar-benar teman-teman rasakan. Mohon semua diisi jangan sampai ada yang terlewatkan.

Atas kesediaan dan perhatian teman-teman dalam mengisi skala ini, saya

mengucapkan banyak terima kasih.

“SELAMAT MENGERJAKAN

NO PERNYATAAN SS S TS STS

1

Saya tidak mau pergi melayat ke teman yang berbeda agama dengan saya karena prosesi

keagamaan yang berbeda dengan saya

2

Saya tidak terlalu antusias mengikuti pelajaran yang diajar oleh guru yang berbeda

agama dengan saya

3 Saya tidak bersedia datang pada hari-hari

raya teman yang berbeda agama dengan saya

4

Saya merasa senang sekali bila ada teman yang berbeda agama dengan saya datang

(72)

5

Saya dengan senang hati akan menolong teman saya yang sedang kesusahan tanpa

memandang agama yang dianutnya

6

Saya mempunyai teman-teman yang sangat simpatik walaupun berbeda agama dengan

saya

7

Menurut saya sebaiknya sejak dini perlu membatasi pergaulan dengan temen-teman

yang berbeda agama

8 Saya menghargai cara berdoa teman saya

yang berbeda agama dengan saya

9

Pada saat perayaan hari besar teman yang berbeda agama dengan saya, saya akan datang mengunjunginya untuk bersilah

turahmi

10

Saya merasa tidak senang (tidak suka/ benci) bila ada teman yang tidak seagama

menyentuh barang-barang saya di sekolah

11

Menurut saya tidak masalah bila ada teman yang berbeda agama dengan saya yang

memimpin kelompok belajar

12 Saya tidak nyaman ngobrol dengan teman

yang tidak seagama dengan saya

13

Saya tidak bersedia untuk menyapa teman dari agama lain yang mempunyai nama yang

menyimbolkan keagamaannya

14

Menurut saya teman-teman yang menggunakan aksesoris/ pakaian yang menunjukkan keagamaan tertentu sangatlah

berlebihan

15 Menurut saya proses keagamaan teman yang

berbeda agama dengan saya sangat hikmat

16 Saya senang bergaul dengan siapa saja tanpa

memandang agama yang dianutnya

17 Saya lebih senang bergaul dengan

teman-teman yang seagama dengan saya saja.

18 Saya bersedia membalas sapaan dari teman

yang berbeda agama dengan saya

19

Semua teman-teman saya tanpa memandang agama yang dianutnya bisa mendapat nilai

ujian yang bagus bila rajin belajar

20

Menurut saya murid-murid yang berbeda agama sering merasa tidak nyaman dalam

Gambar

Tabel 2 Skor Berdasarkan Kategori Jawaban ………………………………… 27
Tabel 1 Komponen Aitem Prasangka
Tabel 2 Skor Berdasarkan Kategori Jawaban
Guide Tabel 3 Wawancara
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sistem kerja yang dipakai dalam merancang alat pemberian pakan ikan secara otomatis ini memerlukan orang untuk meletakkan makanan ikan yang berupa pellet di

Selanjutnya pengguna juga dapat masuk ke mode jelajah (Gambar 7), yang berisi sama seperti materi dari mode kelas, hanya saja pada mode jelajah tidak terdapat test, rapor,

Seandainya pusat laba penjualan tidak dapat menjual seluruh produk ke pasar bebas dengan kata laian, ia memiliki kapasitas yang berlebih. Perusahaan mungkin akan

(Meinhardt, 2012) menyajikan sebuah model matematika yang menggambarkan pola pembentukan sel pada hydra , yang berbentuk sistem persamaan diferensial parsial.. Persamaan

Pengertian clustering keilmuan dalam data mining adalah pengelompokan sejumlah data atau objek ke dalam cluster (group) sehingga setiap dalam cluster tersebut akan berisi data yang

Pembagian tugas terkait pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Surabaya tahun 2010-2015 dilakukan oleh beberapa SKPD antara lain adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan,

Untuk mengatur bagaimana kerjasama itu dilakukan dan bagaimana tujuan itu dicapai, di setiap organisasi pada umumnya memiliki seperangkat aturan, baik yang berbentuk