Raudika Lestari, 2015
ABSTRAK
Raudika Lestari (1000249). Menjadi Ateis: Sebuah Studi Naratif Mengenai Proses Pengambilan Keputusan. Skripsi Departemen Psikologi Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung 2015.
Ateisme merupakan isu tabu terutama di negara seperti Indonesia. Berlawanan dengan teis yang kepercayaan dan kepatuhannya terhadap Tuhan dianggap sebagai kebaikan, ateis pun diprasangkai sebagai sepenuhnya destruktif. Oleh karena itu, status identitas sebagai ateis pun tidak mudah untuk diterima secara sosial, terlebih lagi untuk mengungkapkannya secara terang-terangan. Lalu, mengapa seseorang tetap menjadi ateis? Penelitian naratif ini ingin mengetahui latar belakang di balik alasan seseorang menjadi ateis dengan menelaah seperti apa proses pengambilan keputusannya. Hasil studi yang dilakukan kepada tiga ateis menemukan bahwa peralihan dari teis ke ateis dilalui dengan melewati lima tahapan proses atau five sequential stages sebagaimana yang digambarkan oleh Janis & Mann. Proses tersebut adalah apparaising the challenge yang meliputi proses pertentangan terhadap agama; surveying alternative dan weighing
alternative yang meliputi proses pencarian dan pertimbangan; serta deliberating about commitment dan adhering despite negative feedback yang meliputi proses
berkomitmen pada pilihan dan menjalani pilihan. Hasil penemuan lainnya mengungkapkan bahwa daripada alternatif pilihan, ateis lebih mungkin jika dikatakan sebagai konsekuensi ketika pertentangan terhadap agama terjadi.
Raudika Lestari, 2015
MENJAD I ATEIS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
Raudika Lestari (1000249). Becoming Atheist: Narrative Inquiry of Decisional Making Process. Thesis of Indonesia University of Education, Department of
Psychology. Bandung 2015.
Atheism is a taboo, particularly in a country like Indonesia. Opposing theist which the belief and submission toward God considered as goodness, atheist is judged as totally destructive. Hence, identity as atheist is not easy to be accepted socially, moreover to openly confess it. Then, why one remain become atheist? This narrative inquiry conducted to know the reason behind why one become atheist by studying the process of their decisional making. Outcome of the study conducted to three atheist found that conversion from theist to atheist passed through five process of stages or five sequential stages as described by Janis & Mann. Those processes are appraising the challenge that include of process conflicting toward religion; surveying alternative and weighing alternative that include process of seeking and weighing; and deliberating about commitment and adhering despite negative feedback that include commiting to one choice and living the choice. The other finding argue that instead of being an alternative choice, atheist is more likely become a consequence when conflict toward religion happen.
Raudika Lestari, 2015
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ……….i
KATA PENGANTAR ………ii
UCAPAN TERIMA KASIH ……….…iii
ABSTRAK ……….v
DAFTAR ISI ………xii
DAFTAR TABEL ……….……...ix
DAFTAR LAMPIRAN………x
BAB I PENDAHULUAN ………..1
A. Latar Belakang………..1
B. Pertanyaan Penelitian………3
C. Tujuan Penelitian ………..3
D. Manfaat Penelitian ………...4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………...5
A. Ateisme ...5
1. Pengertian dan Sejarah Singkat ………5
2. Ragam Ateisme ………7
3. Non Ateis ...9
4. Pemikir-Pemikir Besar Ateis ………10
B. Teori Pengambilan Keputusan………14
1. Model Pengambilan Keputusan………14
2. Five Sequential Stages………..16
BAB III METODE PENELITIAN……….22
A. Desain Penelitian ………22
Raudika Lestari, 2015
MENJAD I ATEIS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
C. Fokus Penelitian………..23
D. Pengambilan Data ………24
E. Partisipan Penelitian………25
F. Lokasi Penelitian ………26
G. Analisis Data ………26
H. Keabsahan Data ……….27
I. Isu Etik ………28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………30
A. Proses Pengambilan Keputusan Partisipan Bayu………30
1. Narasi Biografis ………30
2. Gambaran Proses Pengambilan Keputusan ………..32
B. Proses Pengambilan Keputusan Partisipan Yamin ……….39
1. Narasi Biografis ………39
2. Gambaran Proses Pengambilan Keputusan ………..43
C. Proses Pengambilan Keputusan Partisipan Kartini……….53
1. Narasi Biografis ………53
2. Gambaran Proses Pengambilan Keputusan ………..56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..59
A. Kesimpulan ……….59
B. Saran ………..60
DAFTAR PUSTAKA ………..63
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Raudika Lestari, 2015
DAFTAR TABEL
Raudika Lestari, 2015
MENJAD I ATEIS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR LAMPIRAN
A. Transkripsi ……….69
B. Hasil Pembacaan dan Pembuatan Catatan (Kode) Transkripsi Data ...130
C. Bagan Hasil Temasisasi Kategori ………150
D. Keabsahan Data………153
E. Lembar Data Demografis dan Inform Consent...158
Raudika Lestari, 2015
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai bagaimana cara peneliti membangun
penelitian. Dimulai dengan metode apa yang dipakai, cara pengambilan data,
hingga analisis data.
A. Desain Penelitian
Penelitian bertajuk proses pengambilan keputusan individu menjadi ateis
ini dilakukan dengan menggunakan riset kualitatif. Riset kualitatif tepat untuk
digunakan sebab di dalamnya terdapat upaya untuk menggali dan memahami
pemaknaan terhadap apa yang terjadi pada berbagai individu atau kelompok
yang berasal dari persoalan sosial atau kemanusiaan (Creswell, dalam
Santana, 2010, hlm. 1). Sementara itu, studi naratif dipakai sebagai metode
selama proses penyelidikan dalam penelitian ini beralangsung. Studi naratif
dipilih sebab pendekatan tersebut paling tepat digunakan ketika penelitian
ditujukan untuk mengetahui cerita atau pengalaman hidup satu atau sejumlah
kecil individu secara mendetail (Creswell, 2013).
Studi naratif dalam penelitian ini menggunakan kerangka three
dimensional inquiry (Clandinin & Conelly, 2000). Artinya, selama proses
penyelidikan berlangsung peneliti mengkaji pengalaman partisipan ateis dari
masa lalu hingga sekarang (backward-forward) terutama yang berkaitan
langsung dengan kejadian yang membawa mereka pada teistik, dengan
memerhatikan interaksi antara dunia internal dan eksternal mereka
(inward-outward) yang berada dalam satu konteks atau situasi (situation).
B. Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini adalah manusia atau peneliti sendiri.
Artinya, dalam proses penelitian ini, peneliti tidak bersandar pada instrumen
yang dibuat sebagaimana pada penelitian kuantitatif (Creswell, 2013),
melainkan menjadi alat pengumpul data itu sendiri dengan mewawancarai
23
Raudika Lestari, 2015
MENJAD I ATEIS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
instrumen penelitian bukan hanya berarti peneliti menjadi segalanya di dalam
keseluruhan proses penelitian, melainkan peneliti menjadi alat pengumpul
data itu sendiri. Data yang dimaksud adalah data yang berkenaan dengan
proses pengambilan keputusan partisipan menjadi ateis.
C. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada proses pengambilan keputusan individu
menjadi ateis. Model pengambilan keputusan five sequential stages yang
dikembangkan oleh Janis & Mann (1977) adalah teori yang digunakan untuk
mengkaji pengalaman partisipan ketika memutuskan menjadi ateis. Five
sequential stages meliputi tahapan:
1. Appraising the challenge. Tahap ini merupakan tahapan ketika hadir
sebuah informasi yang menantang keyakinan beragama partisipan.
Informasi itu cukup kuat sehingga bukan hanya menimbulkan
pertentangan antara diri ideal mereka dengan nilai agama, melainkan
juga keragu-raguan terhadap keyakinan beragama hingga akhirnya
membuat mereka perlahan menjauh dari teistik.
2. Surveying alternative. Tahap ini merupakan tahapan ketika partisipan
melakukan pencarian untuk menjawab pertentangan mereka pada
tahap pertama.
3. Weighing alternative. Tahap ini merupakan tahapan ketika partisipan
mempertimbangkan pilihan. Tahap ini tidak dapat dipisahkan dari
tahapan kedua, sebab apa yang dicari menjadi apa yang
dipertimbangkan untuk meninggalkan teistik.
4. Deliberating about commitment. Tahapan ini merupakan tahapan
ketika partisipan mulai berkomitmen dengan memilih satu keputusan,
yaitu keluar dari teistik. Di tahap, terlihat bagaimana usaha partisipan
membawa dirinya sebagai ateis di dalam sosial.
5. Adhering despite negative feedback. Tahap ini tidak dapat dipisahkan
dari tahap keempat sebab merupakan tahap pasca peralihan, yaitu
24
Raudika Lestari, 2015
D. Pengambilan Data
Data penelitian ini diambil melalui teknik wawancara. Jenis wawancara
yang digunakan adalah pendekatan menggunakan petunjuk umum
wawancara. Artinya, peneliti membuat kerangka yang berisi hal pokok yang
perlu ditanyakan sebagai pedoman. Kerangka yang dirumuskan tidak perlu
ditanyakan secara terstruktur, juga dapat ditanyakan dalam bahasa yang
berbeda (Moleong, 2013). Pedoman disusun dengan tujuan agar proses
wawancara tetap berada dalam fokus. Adapun isi pedoman tersebut
mencakup (1) pertanyaan untuk menjaring data tentang bagaimana perjalanan
mereka hingga menjadi ateis (2) pertanyaan untuk menjaring data tentang
apa yang mereka cari setelah keluar dari teis, (3) pertanyaan untuk menjaring
data tentang pertimbangan seperti apa yang mereka pikirkan ketika keluar
dari teis, (4) pertanyaan untuk menjaring data tentang pernah atau tidaknya
mereka mendeklarasikan diri sebagai ateis serta bagaimana mereka membawa
diri sebagai ateis di dalam lingkungan sosial dan bentuk komitmen seperti apa
yang mereka tunjukan sebagai ateis, dan (5) pertanyaan untuk menjaring
datang tentang seperti apa bentuk peralihan yang mereka rasakan sebelum
dan setelah mereka menjadi ateis, serta apa arti menjadi ateis bagi mereka.
Wawancara dilakukan sebanyak dua kali dengan durasi antara 25 sampai
50 menit. Wawancara dilakukan pada partisipan pertama pada tanggal 20 dan
22 Oktober 2014. Wawancara pada partisipan kedua dan ketiga dilakukan di
hari yang sama pada tanggal 21 dan 23 Oktober 2014. Agar memudahkan
dalam proses transkripsi, peneliti merekam wawancara dengan aplikasi
perekam suara di ponsel.
Kemudian pada tanggal 18 Maret 2015, peneliti kembali mewawancarai
partisipan pertama dan kedua untuk melengkapi data yang peneliti temukan
masih kurang. Karena keterbatasan waktu, wawancara singkat tersebut
dilakukan melalui facebook messanger. Selain itu, sebelum dilangsungkannya
wawancara utama, peneliti juga sempat mewawancarai ketiga partisipan
25
Raudika Lestari, 2015
MENJAD I ATEIS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu E. Partisipan
Partisipan penelitian dipilih secara purposif. Konsep sampel purposif
digunakan di dalam penelitian kualitatif sebab peneliti perlu memilih individu
yang mampu memberikan pemahaman mengenai masalah penelitian dan
fenomena utama (Cresswell, 2013). Selain itu, sebab tujuan dari penelitian
kualitatif adalah bukan untuk mengeneralisasi, melainkan untuk melihat
keunikan sesuai dengan konteks, maka pemilihan sampel dalam penelitian
kualitatif bersifat purposive atau bertujuan (Moleong, 2013).
Proses rekruitmen dilakukan dengan dua cara. Cara pertama dilakukan
atas bantuan rekan peneliti yang mengenalkan peneliti pada teman satu
komunitasnya yang menyandang status ateis. Cara kedua adalah dengan
menghubungi pendiri Indonesian Atheist untuk membantu peneliti
mencarikan anggotanya yang bersedia menjadi partisipan dan berdomisili di
Bandung. Akhirnya peneliti memperoleh tiga partisipan yang diperkirakan
akan dapat memberikan informasi yang kaya mengenai fenomena. Setelah
mengadakan wawancara awal melalui media sosial, peneliti baru mengetahui
bahwa mereka sama-sama anggota dari Indonesian Atheist.
Peneliti menyamarkan nama ketiga partisipan dengan nama Bayu (sebagai
partisipan satu), Yamin (sebagai partisipan dua), dan Kartini (sebagai
partisipan tiga). Pada bagian-bagian selanjutnya dalam laporan penelitian ini,
peneliti akan menyebut nama ketiganya dengan nama samaran tersebut. Di
[image:10.596.109.517.560.735.2]bawah ini adalah data demografis ketiganya:
Tabel 1. Data Demografis
Data Demografis Partisipan
Bayu Yamin Kartini
Usia 29 35 27
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan
Status Pernikahan Menikah Belum menikah Belum menikah
Tingkat Pendidikan SMA D3 S1
Pekerjaan Wiraswasta Guru, Freelance,
Ilustrator, desaigner graphis
Peneliti
Latar Belakang
Budaya/Etnis
Jawa Cina, Belanda,
Jawa, Sunda
26
Raudika Lestari, 2015
F. Lokasi Penelitian
Proses wawancara dilakukan di Bandung. Peneliti mendatangi langsung
tempat kerja Bayu, Yamin dan Kartini. Karena Kartini bekerja sebagai
peneliti yang lebih sering mengerjakan pekerjaannya di rumah, maka peneliti
mendatangi tempat tinggalnya secara langsung.
G. Analisis Data
Dalam menganalisis penelitian ini, peneliti mengikuti proses analisis
data spiral yang telah disesuaikan dengan pendekatan studi naratif
sebagaimana yang digambarkan Creswell (2013, hlm.190-191). Proses
tersebut mencakup beberapa tahapan. Pertama, organisasi data. Tahap
organisasi data sebetulnya telah diawali sejak peneliti mengumpulkan
data melalui wawancara. Proses pengambilan data yang telah
didokumentasikan melalui alat perekam suara kemudian peneliti buat
transkripsinya dengan teknik verbatim (lihat lampiran A, hlm. 69-129).
Kedua, pembacaan dan pembuatan catatan (kode) untuk dijadikan
kategorisasi tema, menggambarkan cerita atau rangkaian pengalaman dan
menempatkannya secara kronologis, dan mengidentifikasi cerita dengan
melokasikan kejadian penting dalam satu pengalaman hidup partisipan,
lalu mengidentifikasi bahan yang sesuai dengan konteks untuk disajikan.
Proses-proses tersebut adalah proses ketika hasil transkripsi yang telah
dicetak peneliti baca secara seksama. Proses pembacaan dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek-aspek three dimensional inquiry space
(Clandinin dan Conelly, 2000), yaitu dengan melihat interaksi antara
kondisi internal/personal dan eksternal/sosial partisipan (inward-outward)
yang bergerak dari masa lalu hingga sekarang (backward-forward) di
dalam satu seting atau situasi (situation). Proses ini memungkinkan
peneliti untuk dapat mengidentifikasi kejadian-kejadian penting yang
muncul dari kisah partisipan.
Selama proses pembacaan berlangsung, peneliti membuat coretan di
samping setiap pernyataan yang memunculkan suatu gagasan atau makna
27
Raudika Lestari, 2015
MENJAD I ATEIS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penting yang telah diidentifikasi sebelumnya. Coretan tersebut
menghasilkan semacam kode yang peneliti kumpulkan untuk dijadikan
kategorisasi yang memuat kesamaan makna. Dari kategorisasi tersebut
terbuatlah beberapa tema besar sebagai dasar penemuan dalam penelitian
ini. Peneliti melakukan beberapa kali revisi dalam proses ini sampai
akhirnya mencapai fiksasi tema (lihat lampiran B, hlm. 130-152).
Selanjutnya adalah penginterpretasian cerita ke dalam makna yang
lebih luas, artinya peneliti mencoba memberikan interpretasi yang lebih
luas terhadap penemuan yang muncul dengan menggunakan beberapa
literatur yang sesuai, khususnya yang berkenaan dengan model
pengambilan keputusan. Selama proses ini berlangsung, peneliti
mendiskusikan penemuan dengan pembimbing, serta menghubungi
kembali partisipan sebagai upaya untuk memastikan apakah data yang
telah dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya memiliki kekurangan atau
tidak, sehingga tidak terjadi kesalahapahaman dalam upaya peneliti
mendalami penemuan. Terakhir adalah representasi hasil data ke dalam
narasi, yaitu menampilkan hasil penelitian dalam bentuk narasi
berdasarkan format laporan ilmiah yang telah ditentukan.
H. Keabsahan Data
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menguji keabsahan
data kualitatif. Peneliti menggunakan teknik member check untuk menguji
keabsahan data di dalam penelitian ini. Member check dilakukan untuk
menguji keakurasian data. Lincoln dan Guba mengatakan bahwa partisipan
diharapkan dapat setuju terhadap apa yang telah dibangun oleh peneliti
meskipun tidak sepenuhnya (dalam Cho dan Trent, 2006). Member
checking terjadi selama penyelidikan berlangsung (Cho dan Trent, 2006)
dan dapat dilakukan selama proses pengambilan data ataupun setelahnya
(Shenton, 2004). Menurut Thomas (2006), member check dapat dilakukan
pada pengujian dokumen awal (transkripsi wawancara) atau pada
28
Raudika Lestari, 2015
memakai teknik member checking yang berbeda (lihat lampiran C, hlm.
153-157).
Peneliti melakukan percakapan informal dengan Kartini melalui
media sosial WhatsApp. Peneliti juga sempat menemuinya dan
memberikan hasil penceritaan kembali kisahnya untuk ia baca. Melalui
cara tersebut, peneliti memberikan ruang bagi Kartini untuk mengoreksi
atau menambahkan interpretasi yang telah peneliti bangun yang mungkin
tidak sesuai dengan yang ia maksudkan.
Pada Yamin, peneliti memintanya untuk membuat catatan semacam
jurnal yang memuat isi pikiran dan perasaannya berkenaan dengan isu-isu
yang membuatnya ragu kepada agama.
Sama seperti pada Kartini, peneliti pun memberi Bayu hasi
penceritaan ulang kisahnya. Peneliti memintanya untuk mengoreksi atau
menambahkan jika ada yang dirasakannya tidak sesuai atau mungkin ingin
ditambahkan. Setelah itu, peneliti juga sempat melakukan percakapan
nonformal mengenai apa yang peneliti temukan dalam proses analisis.
Melalui percakapan tersebut, peneliti memberi ruang bagi Bayu untuk ikut
memberikan pandangannya mengenai studi ateisme sebagai objek
penelitian.
I. Isu Etik
Meskipun keberadaan kelompok Indonesian Atheist tidak bersifat
rahasia, namun tidak berarti para ateis dapat membuka identitas mereka
secara terang-terangan di hadapan sosial. Peneliti menyadari betul akan
riskannya posisi mereka bahkan sebelum pendiri Indonesian Atheist
mewanti-wanti peneliti untuk dengan hati-hati menjaga kerahasiaan
mereka. Oleh sebab itu, sebelum penelitian berlangsung, peneliti
memberikan jaminan kepada ketiga partisipan bahwa nama mereka dalam
penelitian akan disamarkan demi keamanan.
Di dalam lembar inform consent dicantumkan bahwa identitas asli
mereka hanya diizinkan untuk diketahui oleh peneliti. Kemudian, dalam
29
Raudika Lestari, 2015
MENJAD I ATEIS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
keterangan dengan nama samaran yang telah peneliti berikan. Selain itu,
jika selama proses wawancara peneliti menyebut nama ketiga partisipan,
peneliti juga menyamarkan nama ketiganya di dalam transkripsi dengan
Raudika Lestari, 2015
MENJAD I ATEIS
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bagian ini membahas apa yang dapat disimpulkan dan direkomendasikan
dari hasil penelitian.
A. Kesimpulan
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat dua pola pengambilan
keputusan. Pertama, pola yang ditunjukan oleh Bayu dan Yamin yang
memperlihatkan bahwa mereka mengawali perjalanan ateisnya dari posisi
sebagai teis pada tahap adhering despite negative feedback. Posisi itu lalu
mendapat tantangan sehingga membawa mereka pada tahap appraising the
challenge, surveying alternative, weighing alternative, deliberating about
commitment sampai adhering despite negative feedback.
Pola kedua adalah pola yang ditampilkan Kartini yang menunjukan
bahwa ateistik merupakan posisinya pada tahap adhering despite negative
feedback. Maka dari itu, jika Bayu dan Yamin mengalami perpindahan dari
teistik ke ateistik, tidak demikian halnya dengan Kartini. Posisinya pada tahap
adhering despite negative feedback sempat mendapatkan tantangan pasca
kematian ayahnya, namun hal itu hanya bertahan sampai tahap appraising the
challenge.
Hasil penemuan menunjukan bahwa proses pengambilan keputusan
menjadi ateis diawali oleh pertentangan terhadap agama. Banyak hal dapat
melatarbelakanginya, namun pandangan humanistik menjadi pemicu
pertentangan partisipan dengan agama.
Dalam penelitian ini, terlihat bahwa ateisme didapat melalui serangkaian
pencarian. Namun ateisme bukan merupakan alternatif yang sebelumnya telah
diprediksi atau dibayangkan. Ateisme lebih tepat dikatakan sebagai
konsekuensi logis yang diperoleh ketika pemikiran partisipan sudah tidak
dapat menerima konsep agama dan ketuhanan sehingga semakin memperkuat
skeptisisme terhadap agama. Sementara yang menjadi alternatif pilihan dalam
proses pengambilan keputusan menjadi ateis ini adalah tetap berada di dalam
60
Raudika Lestari, 2015
MENJAD I ATEIS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Penemuan selanjutnya, meski ateisme menjadi pemikiran yang dibawa
oleh keluarga, namun bukan berarti seseorang akan menjadi ateis sejak lahir.
Hal tersebut dikarenakan di dalam pemikiran ateisme tidak terdapat dogma.
Ateisme tidak memiliki struktur atau pola nilai tersendiri seperti halnya
agama atau aliran kepercayaan. Ateisme adalah landasan filosofis yang
dibangun dalam proses yang tidak sebentar. Daripada keyakinan, ateisme
lebih tepat dikatakan sebagai pemikiran analitis yang diperoleh melalui
serangkaian pembelajaran yang disadari.
Hal lain yang dapat disimpulkan adalah, ateis menciptakan nilai-nilainya
sendiri. Dengan demikian, tidak ada yang disebut dengan komitmen ateis.
Ateisme merupakan ide atau pemikiran. Oleh karena itu, bentuk komitmen
yang ditunjukan bergantung pada masing-masing ateis, disesuaikan dengan
nilai personal yang mereka miliki. Komtimen yang dimaksud adalah
komitmen yang berkenaan dengan bagaimana pengimplementasian nilai-nilai
personal tersebut.
Selain itu, ateis juga tidak berkaitan dengan pemikiran atau landasan
filosofis tertentu. Ateisme tidak mendasarkan dirinya pada landasan
pemikiran apa pun, termasuk empirisme yang melandasi sains. Hal itu
dikarenakan, setiap ateis dapat memiliki landasan pemikiran yang
berbeda-beda meskipun beberapa pandangan filosofis dekat dengan pemikiran ateisme
(contoh: humanisme dan eksistensialisme).
B. Saran
Bagian ini membagi saran menjadi dua bagian. Saran-saran yang berkenaan
dengan penyelidikan lebih lanjut menjadi saran yang paling utama mengingat
penyelidikan mengenai ateisme dalam bidang psikologi masih terbatas di
Indonesia.
1. Saran untuk Penelitian Selanjutnya
Ada banyak hal yang berhasil digali seputar penyelidikan mengenai
ateisme ini. Namun studi naratif yang bertajuk pengambilan keputusan
61
Raudika Lestari, 2015
MENJAD I ATEIS
dunia ateis yang lebih terperinci, mendalam, dan komprehensif. Oleh karena
itu, penyelidikan lebih lanjut mengenai ateisme disarankan.
Penyelidikan kualitatif dengan pendekatan grounded sebaiknya
dilakukan jika ingin memahami bagaimana ateis membangun nilai
kehidupannya. Metode grounded yang biasanya menggunakan skala
partisipan lebih banyak di dalam proses penelitiannya menjadi pilihan apabila
ingin membangun satu konsep yang belum pernah ada. Penyelidikan
grounded pun dapat dipakai jika ingin mengetahui bagaimana ateis
mengonstruksi identitas dirinya di tengah-tengah masyarakat beragama di
Indonesia.
Selanjutnya, penyelidikan berbasis mix method yang menggabungkan
antara kualitatif dan kuantitif pun dapat dilakukan jika ingin membandingkan
nilai kehidupan antara teis dan nonteis dengan melihat bagaimana perbedaan
dan persamaan di antara keduanya.
Studi etnografi adalah yang paling direkomendasikan, khususnya bagi
peneliti sendiri jika ada kesempata di masa yang akan datang. Selama proses
penyelidikan naratif ini berlangsung, peneliti menyadari bahwa studi
mengenai ateisme akan menjadi menarik jika dibangun melalui penyelidikan
etnografi. Namun di sisi lain peneliti juga menyadari keterbatasan waktu,
tenaga dan biaya dalam pelaksanaannya.
Studi etnografi menarik untuk dilakukan sebab memungkinkan peneliti
untuk dapat menyelidiki dunia ateis yang lebih kompleks beserta kaitannya
dengan sosial dan budaya. Melalui studi etnografi, peneliti dapat mengkaji
perilaku ateis tidak hanya dalam konteks individual namun juga komunal.
Kemudian dengan menggunakan studi etnografi, peneliti juga dapat
membandingkan kelompok ateis yang satu dengan yang lainnya.
2. Saran kepada Pembaca
Selanjutnya, peneliti menyadari bahwa isu yang berkaitan dengan
ateisme masih sensitif di Indonesia. Ada prasangka tersendiri ketika
mendengar kata ‘ateis’. Maka dari itu, disarankan pula kepada pembaca
62
Raudika Lestari, 2015
MENJAD I ATEIS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
psikolog untuk dapat lebih membuka pemikiran berkenaan dengan ateisme.
Dengan membuka pemikiran diharapkan akan memudahkan pemahaman
Raudika Lestari, 2015
DAFTAR PUSTAKA
Al-Tarawneh, H.A. (2012). The Main Factors Beyond Decision Making. Journal
of Management Research 4 (1). doi: 10.5926/jmr.v4il.1184
Assegraf, F. (Senin, 1 April 2013). Kami Tidak Percaya Tuhan dalam Bentuk
Apapun. Merdeka.com. Diakses 30 November 2013, dari
http://www.merdeka.com/khas/kami-tidak-percaya-tuhan-dalan-wujud-apapun-komunitas-ateis-5.html
Atheist Census (2014). Diakses dari http://www.atheistcensus.com/
Baggini, J. (2003). Atheism: A Very Short Introduction. New York: Oxford
University Press Inc.
Beresford, B & Sloper, T. (2008). Understanding the Dynamic of
Decision-Making and Choice: A Scopong Study of Key Psychological Theories to
Inform The Design and Analysis of the Panel Study. University of York:
Social Policy Research Unit.
Cherry, K. (t.t). What is A Cognitive Bias? Mental Mistakes and Errors.
Psychology.about. Diakses 23 Maret 2015, dari
http://psychology.about.com/od/cindex/fl/What-Is-a-Cognitive-Bias.htm
Cho, J. & Trent, A. (2006). Validity in Qualitative Research Revisited.
Qualitative Research 6 (3), 319-340. doi: 10.1177/14687941006065006
Clandinin, D.J. & Conelly, F.M. (2000). Narrative Inquiry Experience and Story
in Qualitative Research. San Fransisco: Jossey-Bass Publishers.
Comte-Sponville, Andre. (2007). Spiritualitas Tanpa Tuhan. Jakarta: Pustaka
Alvabet.
Creswell, J.W. (2013). Qualitative Inquiry & Research Design Choosing Among
Five Approaches (3rd ed). Los Angeles: SAGE Publications Inc.
Elliot, T. (2005). Expert Decision-Making in Naturalistic Environments: A
Summary of Research. Edinburh Sout Australia: Land Operations System
Sciences Laboratory. Diakses dari
http://www.dtic.mil/get-tr-doc/pdf?AD=ADA434061
Hardiman, F. B. (2004). Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche.
64
Raudika Lestari, 2015
MENJAD I ATEIS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Haris, I. (2012). Determinant Factors of Decision Making Process in Higher
Education Institution (A Case of State University of Gorontalo Indonesia).
Global Journal of Management and Business Research 12 (18). Diakses
dari
https://globaljournals.org/GJMBR_Volume12/5-Determinant-Factors-of-Decision-Making.pdf
Hergenhahn, B.R. (2009). An Introduction to the History of Psychology. (6th ed).
Belmont: Wadsworth Cengage Learning.
Hymn, G. (2010). A Short History of Atheism. New York: I.B. Touris & Co Ltd.
Janis. I L. & Mann, L. (1977). Decision Making: A Psychological Analysis of
Conflict, Choice, and Commitment. New York: The Free Press.
Lamb, K. (16 Juni 2012). Mengaku Atheis di Facebook, Seorang Pria Sumatera
Divonis 2,5 Tahun. VOAIndonesia. Diakses 23 Maret 2015, dari
http://m.voaindonesia.com/a/mengakui-atheis-di-facebook-seorang-pria-di-sumatera-dipenjara/1211771.html
Leahy, L. (1985). Aliran-Aliran Besar Ateisme: Tinjauan kritis. Yogyakarta:
Kanisius.
Magee, B. (1998). The Story of Philosophy. London: Dorling Kindersley Limited.
Magnis-Suseno, F. (2005). Pijar-Pijar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Magnis-Suseno, F. (2006). Menalar Tuhan. Yogyakarta: Kanisius.
Moleong, L. J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya.
Morriston, W. (2011). God and the Ontological Foundation of Morality. Religious
Studies, 48, hlm. 15-34. doi: 10.1017/S0034412510000740
Newell, B.R. & Bröder, A. (2008). Cognitive Process, Models and Metaphors in
Decision Research. Judgment and Decision Making 3 (3), 195-204. Diakses
dari http:// journal.sjdm.org/bn1.pdf
Nietzsche, F.W. (1999). Thus Spake Zarathustra. New York: Dover Publication,
Inc.
Nusa. (Rabu, 11 Desember 2013). Kasus Dukun Santet di Banyuwangi Diminta
Diusut Kembali. Koran Tempo. Diakses 02 Februari 2015, dari
http://tempo.co.id/ang/har/1997/970107_1.html
65
Raudika Lestari, 2015
Oliveira, A. (2007). Decision-Making Theories and Models, A Decision of
Rational and Psychological Decision-Making Theories and Models: The
Search for a Cultural-Ethical Decision-Making Model. Electronic Journal of
Business Ethic and Organization Studies 2 (12). Diakses dari
http://ejbo.jyu.fi/pdf/ejbo_vol12_no2_pages_12-17.pdf
Palmer, D. D. (2001). Kierkegaard untuk Pemula. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Polič, M. (2009). Decision Making: Between Rationality and Reality. Interdisciplinary Description of Complex System 7(2), 78-89. Diakses dari
http://www.indecs.eu/2009/indecs2009-pp78-89.pdf
RMIT University. (t.t). Factors Affecting Decision Making. Diakses 30 Maret
2015, dari https://www.dlsweb.rmit.edu.au/toolbox/leadership/toolbox/ip/
ip_c15.html
Robinson, R. (1964). An Atheist Values. London: Oxford University Press.
Santana K.,S. (2010). Menulis Ilmiah Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi
kedua). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Sarwono, S.W., & Meinarno, E.A., (Editor). (2009). Psikologi Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika.
Schwartz, S. H. (2006). Basic Human Values: Theory, Measurement, and
Applications. Revue francaise de sociologie 47 (4). Diakses dari http://
seangallaghersite.com
Shenton, A. K. (2004). Strategies for Ensuring Trustworthiness in Qualitative
Research Projects. Education for Information 22, 63-75. Diakses dari
http://www.crec.co.uk/docs/Trustworthypaper.pdf
Simonson, et al. (2011). Making Meaning of Atheist Stereotypes and
Discrimination. Redford University. Diakses dari
http://wagner.radford.edu/90/7/Kevin_Simonson_final.pdf
Smith, G. H. (1974). Atheism: The Case Against God. Los Angels: Nash
Publishing.
Smith, I (ed). (2000, 2007, 2010). The Future on An Illusion. Freud Complete
Works. Diakses dari
66
Raudika Lestari, 2015
MENJAD I ATEIS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Smith, J. M. (2011). “Becoming an Atheist in America: Constructing Identity and Meaning from the Rejection of Theism.” Sociology of Religion 72(2):
215-237. Diakses dari
http://atheistresearch.org/documents/Smith11-BecominganAtheistinAmerica.pdf
Sobur, A. (2009). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Sternberg, R.J. (2008). Psikologi Kognitif. (Edisi Keempat). Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Sulistiadi, R. (T.T). Gambaran Makna Hidup Pada Penganut Ateis (Skripsi).
Diakses dari http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/
psychology/2009/Artikel_10503091.pdf
Tempo. (7 Januari 1997). Kerusuhan Tasikmalaya: Soal Beragama, Upaya
Memojokan NU, atau Soal Kezaliman Ekonomi? Info Harian Tempo.
Diakses 02 Februari 2015, dari
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1997/01/08/0009.html
Thomas, D.R. (2006). A General Inductive Approach for Analyzing Qualitative
Evaluation Data. American Journal of Evaluation 27 (2), 237-246. doi:
10.1177/1098214005283748
Tjahjadi, S P. (2009). Tentang Ateisme. Jurnal Filsafat Driyakarya. Ateisme
Modern, 1 (3), 1-4.
Valbiant. (14 Oktober 2012). Apakah Ateisme Dilarang di Indonesia? Kaitannya
dengan Sila Pertama Pancasila? Andabertanyaateismenjawab.wordpress.
Diakses 23 Maret 2015, dari
https://andabertanyaateismenjawab.wordpress.com/2012/10/14/apakah-ateisme-dilarang-di- indonesia-kaitannya-dengan-sila-pertama-pancasila/
Vivanews. (Rabu, 19 Desember 2012). Ateis Terbanyak Ketiga Setelah Kristen
dan Islam. Vivanews. Diakses 3 Januari 2014, dari
http://www.dunia.news.viva.co.id
Yanoff, T.G. (2007). Bounded Rationality. Philosophy Compass 2 (3), 534-563.
doi:10.1111/j.1747-9991.2007.00074.x
Yayasan Salawaku. (15 September 1999). Kronologis Kerusuhan Ambon (Sept
1999). Yayasan Salawaku Maluku. Diakses 02 Februari 2015, dari
67
Raudika Lestari, 2015
Zuckerman, P. (2009). Atheism, Secularity, and Well-Being: How the Findings of
Social Science Counter Negative Stereotypes and Assumptions. Sociology
Compass 3/6: 947-971. Diakses dari