• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. LANDASAN TEORI. A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilih Tidak Hadir Dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. LANDASAN TEORI. A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilih Tidak Hadir Dalam"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

II. LANDASAN TEORI

A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilih Tidak Hadir Dalam Pemilihan Umum

Istilah “golput” sendiri muncul tahun 1990-an. Istilah ini diperkenalkan oleh sejumlah aktivis dan kelompok pro demokrasi (seperti Arief Budiman) yang menolak terlibat dalam Pemilu di masa Orde Baru. Saat itu, Pemilu dilihat sebagai kewajiban. Warga negara yang mempunyai hak pilih dipaksa untuk terlibat atau berpartisipasi sebagai pemilih. Seseorang menggunakan hak pilihnya lebih karena kewajiban atau ketakutan daripada pencerminan dari sikap atau pilihan politik. Aktivis yang tidak setuju dengan penyelenggaraan Pemilu dan termasuk partai-partai yang ikut bertarung, memperkenalkan golput untuk mengajak agar masyarakat tidak ikut memilih. Golput karena itu lebih merupakan sikap atau polihan politik yang diambil secara sengaja. Saat ini istilah ‘golput” kemungkinan mengalami perubahan. Saat ini, warga negara berhak untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak pilihnya. Tidak ada sanksi atau hukuman bagi orang yang tidak menggunakan hak pilihnya

Golput adalah singkatan dari Golongan Putih yaitu orang-orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam proses Pemilihan Umum, baik karena sengaja maupun karena penyebab lainnya. Karena putih identik dengan bersih,

(2)

yaitu bersih dari segala noda-noda dalam proses pemilu tersebut. Ada berbagai macam penyebab orang berlaku Golput dan bila dibahas disini mungkin menjadi panjang di samping karena saya sendiri tidak mahir dalam hal ini.

Hasil dari pemilu berefek selama 5 tahun, di mana rakyat sebagai pemilih hanya dilibatkan dalam kurang lebih sebulan atau bahkan sebenarnya sekejap yaitu ketika proses pemilhan berlangsung. Rakyat kini semakin banyak yang golput, ditandai dengan meningkatnya angka golput di berbagai pemilihan kepala daerah.

Golput kini menjadi pro dan kontra. Ada banyak yang setuju golput karena sudah tidak percaya lagi dengan proses pemilu dan politik di negara ini. Banyak juga yang menentang tindakan golput. Bahkan sebuah kelompok keagamaan terbesar di negara ini mengeluarkan fatwa haram terhadap tindakan golput. Padahal sudah jelas tindakan golput adalah hak setiap warga negara.

Pilihan masyarakat untuk golput juga ditengarai disebabkan beberapa faktor. Salah satunya, faktor materi. Ada sebuah paradigma di masyarakat bahwa jika ada pasangan calon yang memberikan uang kepada calon pemilih, dia akan memilih. Jika tidak ada pasangan calon yang memberi uang, dia akan golput. Pandangan masyarakat seperti itu tentu ada benarnya. Setelah pemilihan usai, biasanya pemimpin kita, seperti presiden, wakil presiden, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, lupa akan janji-janjinya. Mereka meninggalkan begitu saja masyarakat pemilih. Proses pendidikan dan demokratisasi di daerah tidak berjalan lagi. Maka, tidak aneh jika banyak warga yang apatis dan cenderung berperilaku pragmatis.

(3)

Faktor penyebab golput tersebut pada dasarnya dapat ditekan atau diminimalkan. Peran serta tokoh masyarakat, pemuka agama, dan pamong desa, misalnya, sangat berpengaruh di sini.

Tokoh masyarakat harus mau dan mampu mendidik warga agar mempunyai kesadaran politik. Politik tidak hanya diukur dengan uang atau hadiah lain. Pelaksanaan pemilu akan menentukan masa depan daerah.

Pada dasarnya, keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum yang merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ramlan Surbakti yaitu memilih atau tidak memilih dalam pemilu. Sehingga, keputusan untuk tidak memilih ini juga merupakan suatu pilihan yang memungkinkan untuk diambil. Hal ini merupakan bentuk konsekuensi dari berbagai macam karakteristik perilaku politik masyarakat yang oleh Bone dan Renney diuraikan antara lain menyumbang dan memberikan dana bagi organisasi, mendirikan organisasi, menjadi anggota organisasi, mengemukakan pendapat, memberikan suara dan bersikap apolitis.

Sebenarnya perilaku memilih merupakan bentuk partisipasi politik aktif yang paling kecil dari masyarakat karena hal itu hanya menuntut suatu keterlibatan minimal yang akan berhenti jika pemberian suara telah terlaksana. Meskipun demikian perilaku memilih menjadi sebuah obyek penelitian menarik bagi para ilmuwan sosial, termasuk perilaku memilih di Indonesia. Hal ini dikarenakan pluralitas yang terdapat dalam masyarakat Indonesia, yaitu kemajemukan suku, agama, ideologi, aliran dan budaya politik dalam masyarakat yang dapat

(4)

mepengaruhi sikap dan perilaku memilih masyarakat terhadap pemilihan partai maupun calon kepala daerah tertentu. Lebih menarik lagi dicermati, bahwa ternyata pola perilaku masyarakat pemilih di Indonesia cenderung tidak bersifat rasional dalam arti bahwa para pemilih di Indonesia menentukan pilihannya terhadap partai tertentu bukan semata-mata karena perhitungan rasional tentang manfaat yang akan mereka terima, namun cenderung didasarkan oleh faktor-faktor yang bersifat tradisional dan ikatan-ikatan emosional yang dibangun sebagai akibat internalisasi nilai yang mereka pilih dari suatu generasi ke generasi sebelumnya. Maka, konsep identifikasi kepartaian menjadi sangat relevan dalam memahami perilaku memilih masyarakat.

B. Macam-Macam Golput

Golput juga dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu: a. Golput Teknis

Mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara atau mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah.

b. Golput Teknis-Politis

Seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik, penyelenggara pemilu).

c. Golput Politis

Mereka yang merasa tidak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tidak percaya bahwa pemilu akan membawa perubahan dan perbaikan.

(5)

d. Golput Ideologis

Mereka yang tidak percaya pada mekanisme demokrasi (liberal) dan tidak mau terlibat di dalamnya entah karena alasan fundamentalisme agama atau alasan politik-ideologi lain. Memilih adalah pilihan bijak. Dengan memilih, kita menjadi bagian dari masyarakat dan turut serta dalam pembangunan daerah. (http://ugiq.blogspot.com, diakses 19 Agustus 2011 pukul 16.10 WIB)

Penyebab adanya golput yaitu Pertama, administratif. Seorang pemilih tidak ikut memilih karena terbentur dengan prosedur administrasi seperti tidak mempunyai kartu pemilih, tidak terdaftar dalam daftar pemilih dan sebagainya. Kedua, teknis. Seseorang memutuskan tidak ikut memilih karena tidak ada waktu untuk memilih seperti harus bekerja di hari pemilihan, sedang ada keperluan, harus ke luar kota di saat hari pemilihan dan sebagainya. Ketiga, rendahnya keterlibatan atau ketertarikan pada politik (political

engagement). Seseorang tidak memilih karena tidak merasa tertarik dengan

politik, acuh dan tidak memandang Pemilu sebagai hal yang penting. Keempat, ekonomi politik. Pemilih memutuskan tidak menggunakan hak pilihnya karena secara sadar memang memutuskan untuk tidak memilih. Pemilu dipandang tidak ada gunanya, tidak akan membawa perubahan berarti. Atau tidak ada calon yang disukai dan sebagainya.

Golput bukanlah sebuah organisasi. Golput tidak melakukan gerakan-gerakan di luar hukum, karena salah satu tujuan dari gerakan-gerakan ini adalah menguatkan ketaatan pada hukum. Dia melakukan protes dalam

(6)

batasan-batasan hukum yang ada, gerakan ini merupakan gerakan kultural, dalam arti yang diperjuangkan bukanlah kekuasaan kritik melainkan suatu transisi masyarakat di mana hak asasi selalu terlindungi dari kekuasaan sewenang-wenang. Pada umumn ya orang mengartikan Golput sebagai tindakan orang yang secara sengaja dan sadar untuk tidak ikut mencoblos dalam pemilihan umum karena alasan tidak percaya dan tidak punya calon (pilihan) yang disukai, atau membuat pilihan dengan tetap menggunakan hak pilih tapi yang dicoblos adalah bukan gambar, tetapi bagian lain atau putihnya, artinya Bagi para pendukung Golput bisa merefleksikan banyak pesan. Oleh karena itu, pemahaman prilaku Golput haruslah kontekstual. Artinya, menjelaskan prilaku tidak bisa hanya didasarkan pada interpretasi sepihak para teoritis, ilmuwan, akedemisi atau bahkan peneliti, tetapi harus didasarkan pada pemahaman dan kesad aran para pendukung Golput itu sendiri: pesan apa yang

C. Penyebab Surat Suara Tidak Syah

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan juga yang telah diatur dalam peraturan KPU no 13 tahun 2009 membagi tiga kategori penilaian sah atau tidak sah sebuah surat suara pada pemilu. Ketiga kategori penilaian tersebut yakni, surat suara yang dinyatakan sah, tidak sah, dan surat suara yang dianggap sah, saat ini mulai disosialisasikan secara masiv kepada para pemilih maupun penyelenggara pemilu.

Surat suara dinyatakan sah apa bila ditemukan beberapa unsur. Yaitu; tanda coblos hanya ditemukan satu kali pada surat suara, pada kolom nama parpol;

(7)

atau kolom nomor urut calon; atau kolom nama caleg. Hal ini sesuai pasal 153 ayat 1 UU Nomor 10/2008 yang menyebutkan, pemberian suara untuk pemilu anggota DPR/DPRD/DPRK/DPD dilakukan dengan memberi tanda centang satu kali pada surat suara.

Sedangkan surat suara yang dinyatakan tidak sah apabila ditemukan ada dua tanda coblos dalam kertas suara. Misalnya setelah mencoblos kolom nama calon, pemilih juga mencoblos kolom partai. Atau setelah mencoblos nama calon, kemudian mencoblos lagi kolom partai. Atau setelah mencoblos nomor urut calon, kemudian pemilih mencoblos lagi kolom nama calon. Surat suara juga dinyatakan tidak sah apabila ditemukan tanda coblos tiga kali, pada nomor urut calon, kolom nama calon, dan kolom lambang partai.

Selain itu, bentuk suara tidak sah juga dapat dilihat bila dalam surat suara ditemukan tanda coblos di luar nama kolom lambang partai, kolom nomor urut caleg dan kolom nama caleg, serta sudut tanda “V” berada di luar ketiga kolom tersebut.

Dari hasil pemilu yang telah ada ternyata kita dapat melihat sejauh mana kinerja KPU dalam mensukseskan terselengarakannyanya pemilu legislatif kali ini. salah satu parameternya adalah jumlah kertas suara yang rusak atau tidak syah.

Besarnya surat suara yang tidak syah menimbulkan banyak sekali kemungkinan, kemungkinan pertama adalah pemilih secara sadar membuat surat suara menjadi tidak syah karena beberapa faktor seperti tidak ingin surat

(8)

suaranya disalah gunakan maupun alasan2 idiologis. kemungkinan kedua adalah pemilih tidak mengetahui syarat surat suara yang syah, dengan tidak mengetahui cara memilih maka surat suara yang ada menjadi tidak syah karena pemilih melakukan sebuah kesalahan. kemungkinan ketiga adalah surat suara telah cacat dan pemilih tidak mengetahui kecacatannya sehingga bisa dianggap sebagai surat suara yang tidak syah.

Apabila kemungkinan kedua inilah yang paling masuk akal dan mungkin adalah mayoritas penyebab dari surat suara yang tidak syah karena kemungkinan pertama dan ketiga jumlahnya sangat tidak terlalu banyak, karena kemungkinan pertama orang yang sudah meniatkan untuk merusak suaranya dalam bilik berasal dari golongan orang2 yang sebenarnya golput dan orang yang golput tidak akan capek2 membuang tenaga,waktunya untuk hanya merusak surat suara walaupun tetap ada yang datang dan merusak surat suaranya tetapi jumlahnya tidak dominan, kemungkinan ketiga juga sama apabila kemungkinan ketiga merupakan faktor dominan berarti penyediaan logistik pemilu yang dilakukan oleh KPU bermasalah. Kemungkinan Kedua sepertinya menjadi faktor dominan dikarenakan sosialisasi yang kurang maksimal dan cara baru dalam memilih sehingga menyebabkan banyak masyarakat yang kurang tahu tata cara yang benar ini pun menunjukkan bahwa KPU tidak bekerja maksimal dalam penyelengaraan pemilu legislatif ini. (http://rthamrinr.wordpress.com)

(9)

D. Pemilihan Kepala Desa

Dalam rangka perwujudan prinsip demokrasi, maka kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi persyaratan. Dengan masa jabatan 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan adat hukum adat setempat, yang diterapkan dalam peraturan daerah dengan berpedoman dengan peraturan daerah. Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa, ditetapkan sebagai kepala desa dan dilantik oleh Bupati atau Walikota paling lambat 30 hari setelah pemilihan dan sebalum pemangku jabatannya, kepala desa mengucapkan sumpah atau janji terlebih dahulu. (Pasal 203,204,205 UU no. 32 th. 2004).

Kepala desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintah desa berdasrkan kebijakan yang ditetapkan bersama badan pemerintahan desa (BPD). Masa jabatan kepala desa adalah 6 tahun dan dapat diperpanjang yntuk satu kali masa jabatan. Kepala desa juga memiliki wewenang untuk menetapkan peraturan desayang telah mendapat persetujuan bersama BPD.

a. Syarat-Syarat Menjadi Kepala Desa

Kepala desa dipilih langsung melalui pemilihan kepala desa oleh penduduk desa setempat.syarat-syarat untuk menjadi cain kepala desa sesuai peraturan pemerintah no. 72 tahun 2005 sebagai berikut :

(10)

1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

2. Setia kepada pancasila sebagai dasar Negara, UUD 1945dan kepada NKRI, serta pemerintah.

3. Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat. 4. Berusia paling rendah 25 tahun.

5. Bersedia dicalonkan sebagai kepala desa. 6. Penduduk desa setempat.

7. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun.

8. Tidak dicabut hak pilihnya.

9. Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan.

10. Memenuhi syarat lain yang telah diatur oleh Perda Kab/Kota.

b. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa

Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa berdasarkan pasal 46 PP No. 72 Tahun 2005 adalah:

1. Kepala desa dipilih lansung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi persyaratan.

2. Pemilihan kepala desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

3. Pemilihan kepala desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan dan tahap pemilihan.

(11)

b. Tahapan Pencalonan Kepala desa

Pada tahap pencalonan panitia melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Mengumumkan kepada masyarakat desa tentang akan diadakannya

pemilihan kepala desa.

2. Melakukan pendaftaran pemilih terhadap warga desa.

3. Mengumumkan kepada warga desa tentang pendaftaran bakal calon kepala desa.

4. Menyusun jadwal penyelenggaraan pemilihan kepala desa sesuai dengan tahapan pemilihan.

5. Menyusun rencana biaya penyelenggaraan pemilihan kepala desa dan mengajukannya kepada BPD.

6. Merancang tempat pemungutan suara.

7. Mempersiapkan administrasi penyelenggaran pemilihan kepala desa. 8. Menerima pendaftaran bakal calon kepala desa.

9. Melaksanakan penjaringan dan penyaringan bakal calon kepala desa sesuai persyaratan.

10. Menetapkan bakal calon kepala desa yang telah memenuhi persyaratan sebagai calon kepala desa.

11. Mengumumkan calon kepala desa yang berhak dipilih kepada masyarakat. 12. Menyiapkan surat undangan bagi penduduk yang berhak memilih.

13. Menyiapkan kartu suara dan kotak suara serta perlengkapan lainnya dalam rangka pemungutan suara dan perhitungan suara.

(12)

14. Melaksanakan pengundian tanda calon kepala desa yang disaksikan Pejabat Kecamatan, Kabupaten Kota, dan Perangkat Desa, BPD, serta tokoh masyarakat.

c. Tahapan Pemilihan Kepala Desa

Pada tahap pemilihan, dilaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Kampanye calon kepala desa.

2. Panitia pemilihan kepala desa mengirimkan undangan untuk memberikan suaranya pada waktu dan tempat diselenggarakannya pemunggutan suara kepada penduduk yang terdaftar dalam daftar pemilih.

3. Panitia pemilihan mempersiapkan tempat pemunggutan suara, pada tempat yang telah ditetapkan.

4. Guna menjaga keamanan dan ketertiban pada saat dilaksanakanya pemunggutan suara, panitia pemilihan dapat meminta bantuan keamanan (POLRI).

5. Pemunggutan suara dilaksanakan oleh panitia pemilihan pada hari dan tempat yang telah ditetapkan, secara luber dan jurdil dengan dihadiri para calon dan saksi yang mewakili calon serta diawasi oleh pejabat.

6. Pemugutan suara dianggap sah apabila pemilih yang hadir untuk memberikan suaranya memenuhi jumlah quorum 2/3 dari jumlah pemilih. 7. Perhitungan suara pemilihan kepala desa dilaksanakan oleh panitia

pemungutan suara segera setelah berakhirnya pemungutan suara.

8. Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dinyatakan sebagai calon kepala desa terpilih.

(13)

9. Calon kepala desa terpilih dituangkan dalam berita acara pemilihan yang dibuat oleh panitia pemilihan dan dilaporkan kepada BPD.

10. BPD membuat keputusan tentang penetapan calon kepala desa terpilih. 11. Bupati/Walikota menerbitkan keputusan tenetang pengesahan

pengangkatan kepala desa terpilih.

12. Kepala desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lama 15 hari terhitung tanggal diterimanya penyapaian hasil pemilihan dari BPD.

13. Pelantikan kepala desa dilaksanakan di desa bersangkutan di hadapan masyarakat.

14. Sebelum memangku jabatannya kepala desa mengangkat sumpah atau janji dengan susunan kata-kata sebagai berikut: “ Demi Allah (Tuhan), saya

bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku kepala desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan memepertahankan Pancasila sebagai dasar Negara, dan saya akan menegakkan demokrasi dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi desa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Masa jabatan kepala desa adalah 6 tahun terhitug sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaanya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang diatur dalam perda dan wajib

(14)

memperhatikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat kesatuan masyarakat hukum adat setempat.

d. Tata Cara, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Pasal 53 PP No 72 tahun 2005 menegaskan ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, sekurang-kurangnya memuat:

1. Mekanisme pembentukan panitia pemilihan.

2. Susunan, tugas, wewenang dan tanggung jawab panitia pemilihan. 3. Hak memilih dan dipilih.

4. Persyaratan dan alat pembuktiannya. 5. Penjaringan bakal calon.

6. Penyaringan bakal calon. 7. Penetapan calon berhak dipilih. 8. Kampanye calon.

9. Mekanisme pengaduan dan penyelesaian masalah. 10. Pemungutan suara.

11. Penetapan calon terpilih. 12. Pengesahan pengangkatan. 13. Pelantikan.

14. Sanksi pelanggaran.

(15)

E. Kerangka Pikir

Kerangka pemikiran penelitian adalah batasan-batasan yang akan diteliti untuk menghindari permasalahan tidak terlalu kompleks sehingga hasil penelitian menjadi jelas dan terarah, dan tidak menyimpang dari jalur pembahasan. Hasir Mujiman dan Purwat (1987) mengemukakan kerangka pikir adalah konsep yang terdiri dari hubungan antara sebab akibat atau disebut juga kausal hipotesis antara variabel bebas dengan variabel terikat atau variabel tidak bebas dalam rangka memberikan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diselidiki.

Pilihan masyarakat untuk golput juga ditengarai disebabkan beberapa faktor. Salah satunya, faktor teknis. Ada sebuah paradigma di masyarakat bahwa jika ada pasangan calon yang memberikan uang kepada calon pemilih, dia akan memilih. Jika tidak ada pasangan calon yang memberi uang, dia akan golput.

Pandangan masyarakat seperti itu tentu ada benarnya. Setelah pemilihan usai, biasanya pemimpin kita, seperti presiden, wakil presiden, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, lupa akan janji-janjinya. Mereka meninggalkan begitu saja masyarakat pemilih. Proses pendidikan dan demokratisasi di daerah tidak berjalan lagi. Maka, tidak aneh jika banyak warga yang apatis .

Faktor penyebab golput tersebut pada dasarnya dapat ditekan atau diminimalkan. Peran serta tokoh masyarakat, pemuka agama, dan pamong desa, misalnya, sangat berpengaruh di sini.

(16)

Inilah yang menjadi masalah yang menarik, bagaimanakah perilaku golput masyarakat desa Waringinsari Barat dalam pemilihan kepala desa. Agar lebih jelas maka kerangka pikir tersebut digambarkan dalam bagan berikut ini:

Gambar 1. Kerangka Pikir Calon Kepala Desa

Baru

Calon Kepala Desa

‘Incumbent’ Pemilihan Kepala Desa Banyaknya Masyarakat Yang Golput

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir Calon Kepala Desa

Referensi

Dokumen terkait

a) Memperkuat kerjasama antar kota-kota yang ada didunia. b) Menyediakan kesempatan bagi para pejabat kota dan penduduk untuk merasakan dan menjelajahi kebudayaan

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

4) Tahun keempat Hijrah nyaris terjadi perang dengan bani Nadhir karena konspirasi ingin membunuh Nabi Muhammad Saw.. pengepungan akhirnya mereka menyerah dan

rambat/handrail yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki bentuk

Jumlah persalinan di Propinsi DIY berdasarkan data dari 5 Rumah Sakit Daerah Tingkat II Yogyakarta pada tahun 2010 sebanyak 11.005 persalinan dengan persentase perdarahan

Berdasarkan hasil pemeriksaan, Dalam setiap kemasan produk hasil produksi Auditee yang akan dipasarkan untuk ekspor telah dibubuhi Tand V Legal dengan

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa untuk karakteristik persampahan pada perkantoran di Kecamatan Rappocini, jenis sampah yang paling banyak adalah sampah kering,

Kapasitas produksi yang terpasang pada lokasi tambang andesit baru sebesar 600 ton per jam dan dapat beroperasi untuk jangka waktu 20 - 30 tahun..