Prosiding Skripsi Semester Genap 2009/2010
SK-091304
AKTIVITAS KATALIS NiO DAN NiO/MgF
2PADA SINTESIS VITAMIN E
Jumroni*, Dr. rer. nat. Irmina Kris Murwani Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Abstrak:
Pada penelitian ini telah dipelajari penggunaan senyawa NiO dan NiO/MgF
2sebagai katalis dalam reaksi sintesis vitamin E. Reaksi sintesis vitamin E umumnya melibatkan penggunaan asam Lewis pada reaksi Friedel- Crafts. Katalis dipreparasi kemudian dikarakterisasi dengan XRD, FTIR dan ditentukan keasaman dan luas permukaannnya. Aktivitas katalis ditentukan berdasarkan besarnya konversi reaktan trimetilhidrokuinon menjadi vitamin E. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas dan yield tertinggi diperoleh dengan menggunakan katalis 10% NiO/MgF
2masing-masing sebesar 96,17% dan 86,13%.
Kata kunci : impregnasi, aktivitas, vitamin E, NiO dan MgF
2Abstract :
Usage of NiO and NiO/MgF
2as catalyst on synthesis vitamin E have been studied in this research. In general, synthesis of vitamin E includes the usage of Lewis acid in the Friedel-Crafts reaction. Catalyst were prepared and characterized by XRD, FTIR and acidity, and Specific Surface Area (SSA). Based on percentage of trimetilhidroquinon convertion to vitamin E, the catalytic activities could be determined. The result showed that the higest activity and yield of trimetilhidroquinon to vitamin E was obtained on 10% NiO/MgF
2catalyst at 96,17% and 86,13% respectively.
Keywords : Impregnation, activity, vitamin E , NiO,MgF2
1. PENDAHULUAN
Vitamin E pertama kali dikemukan oleh Evan dan Bishop pada tahun 1922, fungsi utama dari vitamin E adalah sebagai antioksidan dalam mencegah oksidasi dan peroksidasi unit asam pati- lemak tidak jenuh sehingga dapat mencegah terjadinya cedera dinding sel, seperti kerapuhan sel-sel darah merah pada manusia. Sumber-sumber yang kaya akan vitamin E alami adalah minyak tanaman seperti biji bunga matahari, jagung dan buah kelapa. Dalam proses pengambilan vitamin E dari alam atau tanaman masih dijumpai beberapa kendala yaitu vitamin E tersebut masih bercampur dengan senyawa-senyawa lain yang mempunyai sifat hamper sama, sehingga perlu dilakukan isolasi vitamin E tersebut, selain itu hasil yang diperoleh juga sedikit. Selain vitamin E alami terdapat juga sintesis. Menurut beberapa penelitian yang telah ada vitamin E atau yang sering dikenal sebagai α–
tokoferol dapat disintesis melalui reaksi siklisasi Friedel–Crafts antara reaktan trimetilhidrokuinon dan isofitol, biasanya pada reaksi ini digunakan katalis asam, (Bonrath, 2007). Katalis yang biasa
digunakan adalah katalis homogen seperti AlCl
3, ZnCl
2, HCl dan lainnya. Tetapi pada kenyataannya penggunaan katalis homogen ini memiliki beberapa kelemahan yaitu regenerasi sangat kecil dan dibutuhkan proses pemisahan produk dari katalis dan sisa reaktan, sehingga katalis yang dibutuhkan sangat besar atau dalam jumlah yang banyak.
Berdasarkan pertimbangan tersebut para ilmuan mulai mengembangkan katalis-katalis yang lebih baik dalam sintesis vitamin E. Katalis heterogen dipilih sebagai katalis yang digunakan dalam sintesis vitamin E karena lebih mudah dipisahkan. Katalis heterogen yang telah digunakan dalam sintesis vitamin E antara lain adalah Al/Bentonit (Ayudianingsih, 2007), Solid Acid Catalyst nafion/silika komposit (Hinze, 2008).
Katalis-katalis tersebut masih memiliki kelemahan seperti mudah terdeaktivasi dengan pelarut polar, selain itu juga masih relatif mahal dan sulit untuk didapatkan.
Karena sintesis vitamin E ini berdasarkan pada
reaksi siklisasi Friedel–Crafts, oleh karena itu,
katalis-katalis yang digunakan harus memenuhi
kriteria sebagai katalis reaksi Friedel–Crafts, yaitu mempunyai sifat asam lewis. Tingkat keasaman katalis sangat mempengaruhi jumlah produk yang dihasilkan, sesuai dengan kaidah katalis asam heteropoli, produk vitamin E (α-tokoferol) sebanding dengan tingkat keasaman katalisnya (Kozhevnikov, 1991). NiO telah terbukti memiliki sifat keasaman yang tinggi dan telah terbukti sebagai katalis yang aktif dan selektif untuk pembentukan fenol dari asam benzoat (Seiichi Ohyama, 2002). Untuk meningkatkan keasaman dan menambah daya katalitiknya maka katalis NiO perlu diberi support atau pendukung seperti MgF
2sehingga diperoleh luas permukaan yang lebih besar. MgF
2dipilih karena berdasarkan penelitian yang telah dilakukan MgF
2mempunyai sifat keasaman (Wojciechowska, dkk., 2006), sehingga diharapkan sifat keasaman tersebut menjadi lebih besar jika MgF
2bertindak sebagai support dari NiO. Dengan tingkat keasaman yang tinggi diharapkan hasil dari sintesis vitamin E lebih banyak..
2. EKSPERIMEN 2.1 SINTESIS KATALIS
Pendukung MgF
2dibuat sesuai dengan metoda yang dilakukan oleh Murwani, (2004), yaitu dengan cara mereaksikan secara stoikiometri Mg(NO
3)
2·6H
2O dalam etanol dan HF hingga terbentuk gel. Gel yang diperoleh disetimbangkan, selanjutnya disaring dan dicuci dengan aquades.
Gel yang telah dicuci selanjutnya dikeringkan pada 100 °C dan dikalsinasi pada 400 °C. Katalis NiO dibuat dengan cara melarutkan senyawa NiCl
2·6H
2O dengan aquades secukupnya kemudian dikeringkan pada 100 ºC dan dilanjutkan dengan kalsinasi pada 400 ºC.
Katalis NiO/MgF
2merupakan katalis berpendukung yang diperoleh melalui metoda impregnasi. Impregnasi dilakukan dengan cara perendaman padatan MgF
2dalam larutan NiCl
2hingga terbentuk bubur, kemudian dikeringkan pada 100 °C, padatan yang terbentuk dikalsinasi pada 400 °C, sehingga diperoleh NiO/MgF
2. Metoda impregnasi ini dilakukan sebanyak enam variasi, yaitu 5, 10 dan 15%, untuk masing-masing Ni dalam MgF
2.
2.2 UJI KATALISIS UNTUK SINTESIS VITAMIN E
Hasil Preparasi katalis yang meliputi MgF
2, NiO dan NiO/MgF
2dengan loading 5, 10 dan 15% dilakukan uji aktivitas katalis pada reaksi sintesis α-tokoferol. Trimetilhidrokuinon sebanyak 0,025 g dimasukkan dalam labu leher tiga kemudian dicampurkan dengan katalis sebanyak 0,00625 g, ditambah dengan metanol 5 mL.
Kemudian direfluks selama 30 menit pada 75 °C menit. Larutan isofitol 60 µL ditambahkan dalam campuran setetes demi setetes dan direfluks selama
3 jam pada 75 °C. Hasil yang diperoleh diekstrak dengan n-heksana sebanyak 5x2 mL, kemudian hasil ekstrak pada fase n-heksana maupun fase metanol diukur secara kualitatif dengan HPLC dan kuantitatif dengan spektrofotometer Uv-Vis.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil sintesis pendukung MgF2 dengan menggunakan metode sol-gel telah didapatkan serbuk putih sesuai dengan yang diharapkan. Hasil karakterisasi padatan katalis ini dilakukan dengan menggunakan XRD untuk mengetahui kristal yang terbentuk dan FT-IR mengetahui gugus fungsi yang ada dalam padatan.
Hasil difraktogram yang diperoleh dari hasil karakterisasi MgF
2menggunakan XRD terdapat pada gambar 1 dan database standard yang sesuai adalah PDF No. 70-2269 yaitu kristal MgF
2. Puncak utama terletak pada 2θ 27,2; 40,4 dan 53,5°. Difraktogram MgF
2hasil sintesis sudah tidak memunculkan adanya puncak karakteristik dari Mg(NO
3)
2·6H
2O (PDF No19-0765) yang merupakan prekursor MgF
2atau kontaminan lainnya seperti MgO (PDF No77-2179).
Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa MgF
2hasil sintesis ini merupakan MgF
2murni.
Gambar 1: Difraktogram MgF
2Selain karakterisasi dengan XRD, MgF
2juga dikarakterisasi dengan FT-IR untuk mengetahui ikatan-ikatan yang terdapat di dalamnya. Spektra FTIR MgF
2ini terdapat pada gambar 2 berikut
Gambar 2: Spektra FT-IR MgF
220 30 40 50 60 70 80
0 500 1000 1500 2000 2500
2θ (°)θ (°)θ (°)θ (°)
Intensitas (cps)
MgF2 PDF 70-2269
Pada spektra FTIR nampak puncak yang melebar pada daerah 3600-3200 cm
-1yang menunjukkan puncak streching air atau O-H dan karakteristik H-O-H bending pada daerah sekitar 1600 cm
-1. Berdasarkan karakterisasi FT-IR MgF
2ditunjukkan dengan puncak karakteristik pada bilangan gelombang 1408, 1004, 704 dan 492 cm
-1yang merupakan serapan vibrasi ikatan Mg-F (Rywak dan Burlitch 1996; Cho dkk.1998 dan Wojciechoswaka dkk.2003).
Untuk katalis NiO diperoleh dari bahan dasar NiCl
2·6H
2O, melalui pelarutan senyawa NiCl
2·6H
2O dengan aquades secukupnya kemudian dikeringkan pada 100 ºC, dilanjutkan dengan kalsinasi pada 400 ºC. Pada saaat NiCl
2·6H
2O dilarutkan dalam aquades, terjadi perubahan warna dari hijau terang menjadi hijau tua, hal ini menunjukkan bahwa terbentuknya kompleks [Ni(H
2O)
6]Cl
2(Gonzalez, 2009), yang kemudian dikeringkan dalam oven pada 100 ºC, sedangkan kalsinasi pada 400 ºC bertujuan untuk memperoleh padatan Ni sebagai katalis yang stabil.
Setelah proses kalsinasi diperoleh serbuk hijau yang kemudian dikarakterisasi dengan XRD.
Difraktogram padatan yang diperoleh dari hasil karakterisasi terdapat pada gambar 3. Difraktogram padatan dicocokkan dengan dengan database JCPDS-Internal Centre of Diffraction Data PCPDFWIN tahun 2001. Ternyata puncak-puncak padatan NiO sesuai dengan PDF No. 73-1519 yang mempunyai sistem kubik dan puncak pada 2θ 37,34; 43,38; 63,02; 75,60 dan 79,60°. Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa padatan yang diperoleh adalah murni NiO.
.
Gambar 3: Difraktogram NiO
Padatan NiO juga dikarakterisasi dengan FTIR untuk mengetahui ikatan-ikatan yang terdapat di dalamnya. Spektra FTIR NiO ditunjukkan pada gambar 4. Pada spektra FTIR dari NiO menunjukkan beberapa puncak serapan yang signifikan. Spektra FTIR yang diperoleh menunjukkan adanya puncak melebar pada bilangan gelombang 600-700 cm
-1yang merupakan serapan dari vibrasi tekuk Ni-O. Selain getaran dari
Ni-O, terdapat pula puncak lebar pada 3440 cm
-1yang disebabkan oleh vibrasi ulur O-H dan puncak lemah sekitar 1635 cm
-1yang menunjukkan vibrasi tekuk dari H-O-H. Adanya puncak vibrasi dari O-H dan H-O-H pada spektra disebabkan oleh adsorpsi air dari udara pada sampel saat dianalisis dengan FTIR karena sampel disiapkan di udara terbuka (Zhiqiang, 2009).
Gambar 4: Spektra FT-IR NiO Pada penelitian ini disintesis katalis NiO berpendukung MgF
2atau dinotasikan NiO/MgF
2, masing-masing dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 5, 10 dan 15% loading Ni. Katalis NiO/MgF
2yang digunakan pada penelitian ini diperoleh melalui metoda impregnasi. Metoda ini dilakukan dengan cara melarutkan padatan NiCl
2·6H
2O dalam aquades, kemudian dicampurkan dengan pendukung MgF
2hingga terbentuk bubur berwarna hijau, kemudian diuapkan pelarutnya pada 100 °C dan dikalsinasi pada 400 °C, metoda impregnasi ini diadop dari penelitian yang dilakukan oleh Deraz (2008).
Berdasarkan pengamatan secara visual, terjadi perubahan warna padatan sampel sebelum dan sesudah proses kalsinasi. Sebelum kalsinasi, padatan berwarna hijau tua yang berasal dari campuran NiCl
2dan MgF
2. Setelah kalsinasi, padatan berubah menjadi berwarna hijau muda. Hal ini menunjukkan bahwa padatan hasil impregnasi telah terdekomposisi menjadi campuran oksida logam NiO yang berwarna hijau dan MgF
2yang berwarna putih, yaitu membentuk katalis NiO/MgF
2(Wang dkk., 2003).
Karakterisasi struktur padatan NiO/MgF
2hasil sintesis dilakukan dengan XRD. Difraktogram padatan NiO/MgF
2dengan loading Ni 5, 10 dan 15% hasil sintesis ditunjukkan pada Gambar 5.
Pada difraktogram NiO/MgF
2ditunjukkan adanya puncak-puncak khas NiO di daerah 2θ 37,34 dan 43,38° (tanda ●), hal ini sesuai dengan PDF No.
73-1519 yang menunjukkan bahwa puncak-puncak utama logam NiO terletak pada 2θ 37,34; 43,38;
63,02; 75,60 dan 79,60°. Puncak-puncak karakteristik MgF
2di daerah 2θ 27,23; 35,25;
40,44; 43,70; 53,49; 56,17; 68,09; 71,46 dan 77,82°
(tanda ■). Berdasarkan hasil analisis dengan XRD
30 40 50 60 70 80
-500 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500
Intensitas (cps)
2θ (°)θ (°)θ (°)θ (°)
PDF 73-1519
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 20
40 60 80
Bilangan Gelombang (cm-1)
Transmitan (%) O-H Ni-O
H-O-H
menunjukkan bahwa proses impregnasi tidak menyebabkan rusaknya padatan penyusun katalis NiO maupun MgF
2, hal tersebut dibuktikan dengan munculnya puncak-puncak khas dari NiO dan MgF
2.
Intensitas puncak NiO pada difraktogram NiO/MgF
2terlihat jauh lebih rendah dari pada difraktogram NiO murni, sehingga puncak khas NiO pada 2θ 37,34; 43,38 dan 63,02° memiliki intensitas yang kecil pada difraktogram NiO/MgF
2. Berdasarkan difraktogram diatas terlihat jelas bahwa semakin besar jumlah loading Ni maka semakin tinggi intensitas pada puncak-puncak khas NiO, seperti pada 2θ 63,02; 43,38 dan 37,34°
(tanda ), hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Deraz (2008).
Gambar 5 Difraktogram Katalis Hasil Impregnasi:
(a) 5% NiO/MgF
2, (b) 10% NiO/MgF
2dan (c) 15% NiO/MgF
2: ■ = Puncak MgF
2, ● = Puncak NiO
Karakterisasi padatan NiO/MgF
2juga dilakukan dengan FTIR untuk mengetahui ikatan yang terdapat di dalamnya. Spektra FTIR dari katalis NiO/MgF
2hasil sintesis dengan loading Ni 5, 10 dan 15% serta katalis NiO dan pendukung MgF
2dapat dilihat pada Gambar 6
Gambar 6 Spektra FTIR dari: (a) MgF
2, (b) 5%
NiO/MgF
2, (c) 10% NiO/MgF
2dan (d) 15% NiO/MgF
2Spektra dari katalis NiO/MgF
2dan pendukung MgF
2memberikan pita-pita serapan yang hampir sama, tidak terlihat munculnya puncak baru, namun terjadi penurunan intensitas puncak- puncak yang muncul jika dibandingkan dengan spektra padatan pendukung MgF
2. Katalis NiO yang ditambahkan pada MgF
2ternyata tidak mampu membentuk ikatan yang kuat, hanya menempel pada permukaan, hal tersebut dibuktikan dengan tidak munculnya puncak-puncak baru pada spektra FTIR. Puncak yang muncul pada daerah 3600-3200 cm
-1mewakili vibrasi ulur O–H yang berasal dari MgF
2, di mana OH terikat dengan ion Mg
2+(Wojciechowska, 2007). Pada spektra diatas tidak terlihat adanya puncak khas NiO seperti yang ditunjukkan pada gambar 7, hal ini disebabkan karena konsentrasi NiO yang ditempelkan pada pendukung cukup kecil.
Gambar 7 Spektra FTIR Keasaman Katalis: (a) MgF
2, (b) 5% NiO/MgF
2, (c) 10%
NiO/MgF
2, (d) 15% NiO/MgF
2dan (f) NiO
Penambahan logam pada padatan pendukung MgF
2terbukti mampu meningkatkan jumlah sisi asamnya, hal ini sesuai dengan pernyataaan Murthy dkk., (2004). Urutan sisi asam lewis katalis mulai dari yang paling besar adalah kecil adalah MgF
2< NiO < 15% NiO/MgF
2< 5%
NiO/MgF
2< 10% NiO/MgF
2.
Tabel 1 Data Luas Permukaan Katalis Hasil Pengukuran BET
Katalis Luas Permuakaan (m
2/g)
MgF
224,67
NiO tidak terdeteksi
5% NiO/MgF
214,76
10% NiO/MgF
27,27
15% NiO/MgF
20,51
20 30 40 50 60 70 80
(c)
(b)
(a)
2θ (°)θ (°)θ (°)θ (°)
Intensitas (cbs)1500
4000 3000 2000 1000
Mg−−−−F Mg−−−−F Mg−−−−F
Η−Ο−ΗΗ−Ο−ΗΗ−Ο−ΗΗ−Ο−Η
Η−ΟΗ−ΟΗ−ΟΗ−Ο
(a)
Bilangan Gelombang (cm-1) (d) (c) (b)
Mg−−−−F
Transmitan (%)50
1650 1600 1550 1500 1450 1400
L
Absorbansi (a.u)
(a) (c) (e)
(d)
Bilangan Gelombang (cm-1)
(b) L
0,1
Menurut data diatas, semakin besar loading Ni maka semakin kecil luas permukaannya, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Haber dkk (2007), karena partikel NiO yang diimpregnasikan pada padatan pendukung menimbulkan penyempitan jari-jari pori dan terisinya pori oleh partikel (Hilal dkk., 2007). Oleh karena itu semakin banyak NiO yang ditambahkan maka semakin banyak pori-pori MgF
2yang tertutupi, sehingga menyebabkan luas permukaan dari katalis semakin kecil.
Adapun kurva adsorpsi dan desorpsi isothermal dari pengukuran menggunakan adsorpsi gas nitrogen ditampilkan pada gambar 8.
Berdasarkan klasifikasi IUPAC (International Union in Pure And Applied Chemistry) yang berhubungan dengan sistem pori spesifik yang memiliki loop histeresis, katalis yang disintesis pada penelitian ini semuanya menunjukkan pola isotermal adsorpsi tipe IV yang menunjukkan bahwa partikel memiliki ukuran mesopori, dengan loop histeresis tipe H1 yaitu padatan memiliki ukuran pori yang spesifik (Mikhail dan Robens, 1983).
Gambar 8 Kurva Isotermal Adsorpsi Desorpsi Nitrogen
= Adsorpsi, = Desorpsi
Setelah produk vitamin E terbentuk, maka analisa kualitatif produk ini dilakukan menggunakan UV-Vis dan HPLC. Berdasarkan analisis menggunakan UV-Vis bahwa muncul puncak pada daerah 284,5 nm yang sesuai dengan penelitian Ayudianingsih tahun 2007. Sementara itu Kromatogram HPLC disajikan dalam gambar 10 dan gambar 11.
Gambar 9: Kromatogram HPLC Vitamin E Hasil Sintesis dalam n-heksan
Gambar 10: Kromatogram HPLC Vitamin E Hasil Sintesis dalam metanol
Adapun hasil uji kuantitatif aktifitas katalis dan yield vitamin E tersaji dalam tabel dan gambar berikut
Tabel 2: Data Uji Aktivitas dan Yield Produk pada Sintesis Vitamin
Jenis Konversi Yield (%)
Katalis (%) Vitamin E Benzofuran lain-lain
Tanpa 8,90 0,63 3,25 5,03
MgF
294,93 46,37 2,71 45,85
NiO 96,11 48,31 3,54 44,25
5% NiO/MgF
295,87 83,58 2,57 9,72
10% NiO/MgF
296,17 86,13 1,74 8,30
15% NiO/MgF
295,64 56,93 1,13 37,58
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0
-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80
15% NiO NiO 10% NiO 5% NiO MgF2
Volume (cc/g)
P/P0
Gambar 11 Aluran Katalis terhadap Prosentase Konversi Trimetilhidrokuinon dan Yield Vitamiin E ( ), Benzofuran ( ) dan Lain- lain ( )
Menurut data diatas terlihat adanya perbedaan aktivitas pada tiap katalis yang ditunjukkan dengan jumlah konversi trimetilhidrokuinon yang bervariasi. Katalis 10%
NiO/MgF
2memberikan hasil konversi terbesar yaitu 96,17%. Urutan konversi trimetilhidrokuinon pada reaksi sintesis vitamin E dari yang terkecil adalah tanpa katalis < MgF
2< 15% NiO/MgF
2<
5% NiO/MgF
2< NiO < 10% NiO/MgF
2.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa NiO berpendukung MgF
2dapat digunakan sebagai katalis dalam reaksi sintesis vitamin E. Produk vitamin E dengan katalis 10% NiO/MgF
2menjadi 37,72% lebih tinggi (86,13%) dibandingkan dengan katalis NiO yang hanya 48,41%.
Pada katalis hasil impregnasi, produk vitamin E yang dihasilkan sebanding dengan keasamannya. Adapun urutan kemampuan untuk menghasilkan vitamin E (yield) adalah tanpa katalis
< MgF
2< NiO < 15% NiO/MgF
2< 5% NiO/MgF
2< 10% NiO/MgF
2.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih pada Dr.rer.nat. Irmina Kris Murwani selaku dosen pembimbing atas semua saran dan bimbingannya selama ini serta seluruh pihak telah berpartisipasi dalam penulisan artikel ini.
0 20 40 60 80 100
Tanpa Katalis MgF2 NiO 5% NiO/MgF2
10% NiO/MgF2
15% NiO/MgF2
0 20 40 60 80 100
Konversi (%)
Katalis
Yield (%)