SEMINAR HASTAG 2013
Audit Kekuatan Struktur dan
Perkuatan Struktur Pasca Gempa
Nathan Madutujuh (ESRC, Bandung),
Johan Prawiranegara, Ariadi, Dafit Natalius (PT AMCK, Bandung)
Abstrak
Pembangunan gedung bertingkat di Indonesia umumnya dimulai pada akhir abad 19 sebelum Perang Dunia I dan dimulai kembali sejak tahun 1970-an pada masa Pelita I. Dalam sepuluh tahun terakhir ini telah banyak terjadi gempa besar di beberapa kota besar di Indonesia. Dengan demikian mulai diperlukan audit struktur untuk gedung-gedung tersebut karena ada penurunan kekuatan gedung akibat usia, cuaca, gempa bumi, maupun peningkatan pesyaratan kekuatan gedung sesuai peraturan yang baru. Dalam tulisan ini akan dibahas beberapa metode audit struktur dan metode perkuatan pasca kejadian gempa disertai contoh kasus dari Audit Struktur yang dilakukan oleh PT AMCK Engineering Consultant.
Catatan:
1. Dr. Ir. Nathan Madutujuh, M.Sc. adalah Direktur ESRC dan PT Anugrah Multi Cipta Karya – Engineering Consultant, Bandung
2. Ir. Johan Prawirangara adalah Structural Audit Engineer di PT AMCK Engineering Consultant, Bandung
3. Ir. Ariadi adalah Structural Engineer di PT AMCK Engineering Consultant, Bandung
I. Kebutuhan akan Audit Struktur
Audit struktur adalah proses evaluasi kekuatan struktur secara menyeluruh pada struktur eksistng dan biasanya diperlukan pada gedung sbb:
1. Telah mendekati usia pakai dan mau diperpanjang usia pemakaiannya (khususnya untuk bangunan bersejarah / monumental) 2. Kekuatannya telah berkurang dimakan usia
dan cuaca
3. Kekuatan baja tulangan telah berkurang akibat karat
4. Mutu beton dan baja yang digunakan tidak sesuai dengan persyaratan peraturan terkini 5. Telah mengalami berbagai kejadian gempa
bumi besar dengan skala >= 6 SR
6. Gedung mengalami deformasi (miring, melendut) atau mengalami keretakan
7. Gedung mengalami vibrasi layanan berlebihan (bergoyang pada saat orang berjalan)
8. Kebutuhan audit untuk persyaratan asuransi dan keamanan (safety) sesuai kebijakan perusahaan
II. Tahapan dalam Audit Struktur 1. Survey Awal
Visual checking untuk menentukan kelayakan struktur untuk dapat diperbaiki dan digunakan kembali.
a. Tingkat kerusakan b. Nilai historis dan budaya c. Kemungkinan diperbaiki d. Biaya perbaikan vs bangun baru 2. Pengukuran
a. Pengukuran deformasi dan retakan b. Pengukuran dimensi struktur c. Pengukuran settlement 3. Non-Destructive Test (NDT)
a. Schmmidt Hammer Rebound Test untuk kekuatan beton
b. UPV Test untuk densitas beton c. Profometer untuk jumlah, jarak dan diameter tulangan
d. Micro-Tremor Vibration Test untuk kekakuan gedung (Time Period To)
4. Destructive Test
a. Chipping untuk mengetahui jumlah, jarak dan diameter tulangan b. Core DrillTest untuk mengetahui kekuatan tekan beton aktual 5. Loading Test
a. Static Loading Test
(Kekuatan terhadap beban gravitasi) b. Static / Dynamic Lateral Test untuk mengetahui kekakuan gedung 6. Analisis Kekuatan Struktur
7. Perkuatan Pondasi dengan menggunakan Bored Pile, raft, Grouting, dsb.
8. Perbaikan Struktur dengan berbagai metode : grouting, recasting, dsb
9. Perkuatan Struktur dengan berbagai metode : Fiber wrap, Rebar cage, Steel Profile, Steel Plate
III. Survey dan Pengukuran
Pada tahap ini dilakukan visual checking dan pengukuran untuk mengetahui tingkat kerusakan bangunan dan kelayakan untuk diperbaiki. Diamati juga apakah terjadi deformasi yang terlalu besar, bangunan miring, differential settlement yang besar akibat efek kegagalan pondasi dan liquifaksi. Pada tahap ini kemudian diputuskan apakah gedung layak digunakan atau layak untuk diperbaiki dengan estimasi biaya, resiko keamanan dan kesulitan konstruksi yang dapat diterima.
Gambar 1. Wisma Bergamin, Padang (sebelum dan sesudah perkuatan, AMCK 2012)
Gambar 2. Yang tidak perlu audit struktur (Padang) IV. Non-destructive Test
Setelah gedung dinyatakan layak untuk diperbaiki, maka dilakukan test yang lebih akurat dengan NDT yang bersifat cepat dan tidak merusak gedung yang ada. Setelah itu bila diperlukan dapat dilakukan test yang bersifat destruktif.
a. Schmmidt Hammer Rebound Test
Untuk mengetahui kekuatan beton yang ada digunakan Hammer Test. Walaupun metode ini sangat populer, karena cepat dan mudah, sebenarnya tingkat akurasinya kurang begitu bagus (+/-10-15%) dan hasilnya sangat rentan terhadap kondisi test:
1. Kondisi permukaan beton
2. Sudut aplikasi alat (harus tegak lurus)
3. Arah gravitasi (hanya bila menggunakan Hammer Test dengan pegas,non-digital)
4. Kadar air dan ukuran agregat
Gambar 3. Original dan Electronic Schmidt
Gambar 4. Aplikasi Hammer Test di GKY Pluit (4) Walaupun telah dikembangkan beberapa rumus korelasi antara nilai R dan fc', namun yang paling tepat adalah bila dibuat kurva korelasi yang spesifik untuk suatu projek. Contoh korelasi R da fc' dalam Mpa (1):
(1) b. UPV Test untuk densitas beton
Kuat tekan beton juga dapat diestimasi dari densitasnya. Karena kecepatan rambat gelobang ultrasonik pada beton tergantung pada densitas material, maka untuk mencari densitas beton, dapat digunakan Ultrasonic Pulse Velocity Test yang mengukur kecepatan rambat gelombang ultrasonik 54 Khz pada beton. Rumus dasar yang digunakan adalah: V = √E/ρ (2) Atau rumus yang lebih akurat (2):
(2a)
Dari test UPV ini bisa diperoleh juga apakah ada retakan atau rongga dalam beton. Test UPV ini cukup mudah dan sederhana namun perlu dilakukan dengan hati-hati :
1. Permukaan transducer harus menempel rapat tanpa rongga udara dan diberikan lapisan gel. 2. Kedua transducer harus membentuk garis
lurus tegak lurus permukaan
3. Jarak kedua transducer >= 100-150mm 4. Lebar benda uji, w >= l = 80mm 5. Input jarak ke-2 transducer harus akurat
Gambar 5. Alat UPV Test dan Transducer 54Khz Walaupun sudah dilakukan dengan hati-hati, hasil dari UPV Test ini masih dapat dipengaruhi oleh:
1. Adanya tulangan memanjang (Test perlu diulang pada jarak 25mm) 2. Faktor Kelembaban pada beton 3. Adanya rongga atau retakan
Dalam aplikasinya UPV dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu Direct, Semi-direct dan Indirect. Penggunaan standard untuk mencari nilai V adalah dengan metode Direct, sedangkan metode Indirect dapat digunakan untuk mencari lokasi retakan.
Contoh rumus korelasi V (km/s) dan fc' (1) :
(3) Hasil dari Schmidt Hammer dan UPV dapat dirata-ratakan atau dikombinasikan pada projek tertentu untuk mendapat rumus korelasi yang lebih akurat. Contoh korelasi R, V, dan fc' :
(4) Penilaian kualitatif kecepatan rambat V:
Velocity (V, km/s) Concrete Quality > 4 Very good to excellent 3.5 - 4.0 Good to very good
3.0 -3.5 Satisfactory, loss integrity. < 3.0 Poor, loss integrity Tabel 1. Korelasi V dan quality (3)
Bila hasil dari Hammer Test dan UPV berbeda secara signifikan, ini dapat merupakan indikasi terjadinya korosi pada beton,sbb:
Hammer UPV Indication
High High Good,
No corrosion Low Medium Bad surface or
possible corrosion
High Low No corrosion
Low Low Possible
corrosion Tabel 2. Indikasi Korosi pada beton (3) c. Test Profometer untuk jumlah, jarak dan diameter tulangan
Setelah mutu beton diketahui, maka bila tidak ada data as-built drawing yang akurat, perlu dilakukan pengujian untuk mendapatkan jumlah, jarak dan diameter tulangan. Test ini sangat mudah dilakukan namun sangat tidak akurat karena dipengaruhi berbagai faktor:
1. Tebal selimut beton yang tidak seragam 2. Plesteran tambahan
3. Jarak tulangan yang tidak seragam
4. Tulangan sengkang dan tul arah tegak lurus 5. Overlap antar tulangan
6. Posisi final Profometer (Trial and error)
Gambar 7. Profometer dan Profocope (6) Karena test profometer ini sangat tergantung banyak faktor, diperlukan verifikasi tambahan dengan test lain seperti Test Chipping.
Gambar 8. Profoscope Test di GKY Pluit (4) d. Micro-Tremor Vibration Test untuk
kekakuan gedung (Time Period, To)
Pada kondisi layanan, suatu gedung akan mengalami getaran kecil akibat beban lateral yang bekerja, misalkan beban angin atau getaran akibat lalu-lintas. Bila getaran ini dapat diukur gelombangnya, maka dengan Fast Fourier Transform dapat ditentukan periode dasar gedung yang merupakan fungsi dari akar massa dibagi kekakuan lateral gedung. Untuk itu perlu digunakan alat pengukur getaran yang peka seperti MicroTremor dan accelerometer resolusi tinggi. V. Coring dan Loading Test
Unuk mendapatkan kuat tekan beton yang lebih akurat dapat dgunakan Core Dril Test, namun membutuhkan sampling bahan (destruktif), waktu yang lebih lama, pelaksanaan lebih sulit dan biaya yang lebih mahal. Walaupun test ini lebih akurat, namun karena bersifat destruktf, tidak akan dilakukan dalam jumlah banyak, lain halnya test non-destruktif yang dapat dilakukan sebanyak-banyaknya dan di semua tempat.
Persyaratan untuk Core Drill Test adalah: – Diameter > 2-3 x ukuran agregat – H = 1.0-2.0 D (Faktor koreksi fc') – Umur beton minimal 14 hari – Lokasi di bawah, tengah kolom/wall – Direndam dalam air kapur 40 jam – Test pada waktu masih jenuh air – Minimum 3 benda uji
– Nilai rata-rata fc' >= 0.85 * fc' – Tidak ada nilai fc' dibawah 0.75 * fc'
Loading Test dapat dilakukan untuk memeriksa apakah struktur masih memiliki kekuatan untuk memikul beban yang direncanakan (setelah diperkuat). Beban total harus diberikan 48 jam sebelum test dilakukan, sebesar :
TL = 0.85 (1.4 DL + 1.7 LL) (5) Dengan lendutan maksimum yang terjadi harus lebih kecil dari :
dmax = L2 / (20000 h), inches (6) Untuk beban uji, dapat menggunakan blok beton, karung pasir, air atau dengan metode jacking + load cell. Untuk pengukuran lendutan dapat digunakan LVDT, Digital Indicator, Dial gauge, atau juga Laser Distance Meter. Loading test dapat dilakukan setelah struktur beton berusia 60 hari.
VI. Analisis Kekuatan Struktur
Setelah diperoleh data ukuran penampang, kuat tekan beton dan jumlah/jarak/diameter rebar, maka dapat dilakukan pemodelan 3D dan analisis struktur sesuai kondisi dan data material yang ada. Material dapat dimasukkan berbeda-beda sesuai hasil test yang ada. Untuk bangunan gedung dapat digunakan Program SANSpro, sedangkan untuk Tower dapat menggunakan TOWERWIN.
Pada model ini dapat digunakan peraturan beban, peraturan gempa dan peraturan disain yang lebih baru dibandingkan dengan yang digunakan pada awal berdirinya bangunan. Dengan demikian perilaku gedung terhadap beban aktual dapat ditentukan. Beberapa poin dalam peraturan gempa (SNI) yang baru yang mempengaruhi perilaku gedung lama adalah sbb:
Item Lama (2002) Baru (2011)
Importancy
Factor 1 penghuni > 300)1.25 (untuk
Redundancy 1 1.3 untuk SDC =
D, E dan F Cd Fungsi C, I, R Fungsi Ss, S1, I,
R Mutu beton >= K-225 >= K-300 Gempa vertikal Ψ * Ao*I 0.2 Sds D
Tabel 3. Perbandingan Peraturan Gempa Lama dan Baru
Setelah model di-run dan dilakukan disain elemen struktur, maka deformasi dan kebutuhan tulangan yang ada dibandingkan dengan data aktual hasil survey dan NDT.
Gambar 10. Model Audit Struktur Adira, (AMCK) Untuk elemen struktur yang membutuhkan kekakuan dan tulangan yang lebih dari yang telah terpasang, maka perlu dilakukan perkuatan seperti dibawah ini. VII. Perbaikan dan Perkuatan Struktur
a. Perkuatan Pondasi
Pondasi yang mengalami masalah liquifaksi perlu diperkuat dengan pondasi Bored Pile yang menembus lapisan liquifaksi. Demikian juga dengan masalah tanah ekspansif. Bored pile baru in perlu dihubungkan dengan pilecap yang lama dengan menggunakan chemset.
Penambahan pondasi raft juga sangat membantu meratakan settlement yang terjadi. Efek liquifaksi dapat dikurang dengan injeksi cairan semen pada lapisan pasir halus lepas yang berpotensi memadat pada saat gempa. Namun pelaksanaan injeksi semen ini cukup mahal dan sulit.
Beton yang mengalami retakan halus pada saat gempa mungkin masih bisa diperkuat bila test UPV menunjukan bagian dalam beton masih cukup padat dan tidak remuk dan retakan terjadi pada area tulangan tarik. Namun bila retakan terdapat pada join kolom-balok, sebaiknya dibongkar dan apabila kondisi tulangan masih baik, dapat dicor ulang.
Retakan yang berukuran kurang dari 5mm masih dapat dilakukan grouting dengan mutu bahan grouting minimum adalah K-400.
Gambar 11. Yang bisa dan tidak bisa diperbaiki Setelah dilakukan grouting, sebaiknya penampang beton diperkuat dengan Fiber wrap atau pelat strip baja agar integritas beton dapat dijaga.
c. Perkuatan dengan Fiber wrap
Perkuatan dengan Fiber wrap memiliki keuntungan sbb:
– Sangat praktis, ringan, cepat dan mudah dilaksanakan
– Tersedia dalam lembaran dan strip – Kekuatan bahan lebih dari baja (Kevlar) – Dapat meningkatkan kapasitas lentur, tekan
dan geser hingga 50%
– Dapat diaplikasikan pada pelat, balok, kolom, dan juga pier jembatan
Gambar 12. Contoh Aplikasi Fiber Wrap (MrSafety) Namun metode ini memiliki beberapa kelemahan yaitu:
– Biaya bahan cukup mahal
– Tidak tahan api dan sinar UV, perlu dilapisi mortar setebal 50mm
– Supplier bahan Aplikator khusus
– Program khusus untuk perhitungan kekuatan
penampang (SFRS, Sky-SAP)
– Penambahan kekuatan dibatasi maksimal 50% saja.
Gambar 13. Program SFRS, ESRC, 2011 d. Perkuatan dengan Lapisan Beton baru
Bila dibutuhkan penambahan kekuatan yang lebih besar, maka metode perkuatan dengan membungkus kolom dengan tulangan dan lapisan beton baru dapat digunakan. Tulangan perlu diangkur ke pelat beton dibawahnya dengan chemset yang sebaiknya menembus pelat sampai penebalan kolom dibawahnya. Tebal lapisan beton baru minimal 75mm. Lapisan beton baru juga perlu diikat dengan chemset ke beton kolom yang lama.
Gambar 14. Perkuatan dengan Bungkus Beton, Santika, AMCK, 2012
e. Perkuatan dengan pelat dan profil baja
Bila dibutuhkan penambahan kekuatan yang lebih besar namun tempat terbatas, maka metode perkuatan dengan pelat atau profil baja dapat digunakan sebagai
alternatif bungkus beton. Kolom dan balok beton dapat dibungkus pelat baja yang dilas mengelilingi penampangnya dan celah antara pelat baja dan beton digrouting. Pelat baja diangkur ke beton lama dengan menggunakan chemset.
Balok beton dapat diperkuat dengan menambahkan balok baja dibawah pelat atau balok beton dan diikat ke beton lama dengan chemset.
Gambar 15. Perkuatan pelat beton dengan balok baja, Hotel Santika, AMCK, 2012
f. Perbaikan dengan metode Jacking
Bila gedung telah mengalami deformasi yang besar dan miring, dan kondisi struktur masih memungkinkan, maka dapat dilakukan proses jacking untuk meluruskan gedung tersebut. Proses jacking ini harus dilakukan oleh kontraktor spesialis dan dilakukan dengan hati-hati secara bertahap sesuai urutan pekerjaan dan gaya yang telah diperhitungkan. Dudukan dongkrak/hydraulic jack harus didisain agar cukup menahan beban yang ada. Bila ada perkuatan pondasi dan struktur beton maka perlu ditunggu sampai 60 hari sebelum dapat dilakukan proses ini. Contoh pelaksanaan Jacking lantai mezannin gedung di Bukit Indah City yang mengalami penurunan sampai 20-30cm, memerlukan persiapan 3 bulan menunggu umur beton perkuatan pondasi dengan Bored Pile, Pemasangan alat dan dudukan jacking selama 2 minggu dan proses jacking 6 jam.
Gambar 16. Proses Jacking Lantai, Bukit Indah City, AMCK, 2012
VIII. Kesimpulan danSaran 1. Kesimpulan
1. Audit Struktur sangat dibutuhkan di Indonesia karena banyaknya kejadian gempa dan mutu pelaksanaan konstruksi yang tidak seragam
2. Metode NDT sebaiknya digunakan dalam audit struktur karena lebih cepat, murah dan tidak merusak struktur
3. Struktur yang tidak memenuhi syarat ada yang masih dapat diperkuat sampai batas tertentu asalkan dilakukan dengan metode yang sesuai
2. Saran
1. Gedung yang telah melewati usia 20 tahun atau telah mengalami gempa diatas 6 SR perlu diaudit strukturnya secara menyeluruh 2. Pelaksanaan metode NDT perlu dilakukan
dengan hati-hati dan dibandingkan dengan metode lainnya
3. Pemilihan metode perkuatan struktur perlu dilakukan dengan memper-timbangkan jenis komponen struktur, kondisi eksisting dan kebutuhan kapasitas penampang yang baru
DAFTAR PUSTAKA
1. Assessing the strength of reinforced concrete structures through UPV and Schmidt
Hammer, Mahdi Shariati, Nor Hafizah Ramli-Sulong, Department of Civil Engineering, University of Malaya, Malaysia.
2. Reliability of nondestructive tests for on site concrete strength assessment, E. Proverbio, V. Venturi, University of Messina, Italy
3. ULTRASONIC PULSE VELOCITY (UPV) TEST, The Constructor Civil Engineering Home, 2012
4. Laporan Audit Struktur GYK, Pluit, PT AMCK, 2013
5. Laporan Audit Struktur KU BCA 22 Lokasi, PT AMCK, 2011-2012
6. Pundit Lab Brochures, 2012 7. Proceq Brochures, 2012 8. Manual SANSpro, ESRC, 2010 9. Manual TOWERWIN, ESRC, 2010 10. Manual SFRS, ESRC, 2011 Website: www.esrcen.com
E-mail: [email protected] [email protected]