• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembebanan

Dalam merancang bangunan bertingkat tinggi bagian struktur yang dirancang harus cukup kuat dalam memikul semua beban kerja yang ada. Maksud dari beban itu sendiri merupakan semua beban yang langsung atapun tidak langsung dalam memepngaruhi struktur bangunan tersebut. Berdasarkan Peratura Pembebanan Indonesia untuk geudng tahun 1983 dikatakan bahwa pembebanan harus diperhatikan ialah :

a. Beban mati merupakan beban dari semua bagian suatu truktur yang bersifat tetap.

b. Beban hidup merupakan seluruh beban yang terjadi karena penghuni atau penggunaan fungsi dari suatu gedung, dan termasuk beban-beban di lantai dari benda yang bergerak ataupun berpindah, mesin serta peralatan yang terpisahkan dari struktur dan dapat diganti. Khusus untuk di atap beban hidup bisa berasal dari beban air hujan akibat genangan air maupun akibat tekanan jatuh dari air hujan.

c. Beban gempa merupakan seluruh beban statik akibat dari pengaruh dari gerakan tanah yang diakibatkan dari gempa bumi. Pengaruh gempa pada struktur bangunan ditentukan berdasarkan analisis dinamik, maka dapat diartikan beban gempa adalah gaya-gaya di struktur tersebut terjadi dari gerakan tanah karena gempa bumi.

d. Beban angina merupakan semua beban yang bekerja pada seluuruh bagian gedung disebabkan oleh perbedaan tekanan udara. Gerakan angin bersifat tidak menentu dan merupakan gerakan turbulen dengan kecepatan yang berbeda setiap saat.

2.1.1 Kombinasi dan Pengaruh Beban Gempa

Struktur bangunan gedung dan non gedung harus dirancang menggunakan

kombinasi pembebanan berdasarkan komponen elemen struktur dan bagian-bagian

(2)

pondasi harus dirancang sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh beban-beban terfaktor dengan kombinasi-kombinasi sebagai berikut:

Pengecualian faktor beban untuk L pada kombinasi 3, 4, dan 5 boleh diambil sama dengan 0,5 kecuali untuk ruangan garasi ruang pertemuan dan semua ruangan yang nilai beban hidupnya lebih besar daripada 500 kg/m

2

.

2.1.2 Persyaratan beban gempa

Semua komponen struktur gedung di antara join harus saling disambungkan dan membentuk sistem penahan gaya lateral dengan lintasan beban yang menerus.

Sambungan harus bisa menyalurkan gaya-gaya lateral yang terjadi pada bagian yang disambung. Setiap komponen struktur yang lebih kecil harus disatukan ke bagian struktur sisianya dengan menggunakan elemen-elemen struktur yang memiliki kekuatan untuk menahan gaya minimum sebesar 5% dari berat komponen struktur yang lebih kecil tersebut.

Setiap struktur harus dianalisis untuk pengaruh terhadap gaya lateral statik yang diaplikasikan sendiri di kedua arah orthogonal. Disetiap arah yang ditinjau, gaya leteral statik harus diterapkan secara simultan di tiap lantai. Untuk tujuan analisis, gaya lateral di tiap lantai dihitung sebagai berikut:

F

x

= 0,01W

x

Dimana :

F

x

= gaya lateral rencana yang diaplikasikan pada lantai X

W

x

= bagian beban mati total struktur, D, yan bekerja pad lantai X

(3)

2.1.3 Arah Pembebanan

Arah penerapan beban gempa yang digunakan dalam desain harus merupakan arah yang akan menghasilkan pengaru beban paling kritis. Arah penerapan gaya gempa dijinkan untuk memenuhi persyaratan ini menggunakan prosedur gaya-gaya gempa desain dizinkan untuk diterapkan secara terpisah dalam masing-masing arah dari dua arah orthogonal dan pengaruh interaksi orthogonal diizinkan untuk diabaikan untuk desain seismic kategori B.

zzzzzzzzategori desain seismic C pembebanan yang diterapkan pada struktur bangunan yang dirancang harus minimum, sesuai dengan persyaratan dalam tabel berikut

Tabel 2.1 Ketidakberaturan horizontal pada struktur

Sumber : SNI -1726 2012

(4)

2.2 Gempa Bumi

Gempa bumi merupakan getaran yang berlangsung di permukaan bumi dampat dari divestasi energi dari dalam secara tiba-tiba dan menimbulakan gelombang seismic yang sering dikarenakan oleh pergerakan dari lempeng bumi.

Gelombang seismic mengakibatkan patahan, tanah bergetar, longsor, likuifaksi, dan tsunami. Bumi terdapat 12-14 lempeng tektonik yang besar di dunia yang 4 diantaranya bertemu di Indonesia yaitu lempeng Australia, Pasifik, Eurasia, dan Philippines.

Gambar 2. 1 Peta Lempeng Dunia

Indonesia merupakan daerah yang rawan gempa bumi karena dilalui oleh jalur pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu: Lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Australia bergerak relatif ke arah utara dan menyusup kedalam lempeng Eurasia, sementara lempeng Pasifik bergerak relatif ke arah barat.

2.3 Struktur Tahan Gempa

Perancangan struktur tahan gempa ialah untuk mencegah jatuhnya korban

jiwa. Perencanaan struktur dengan kriteria pembebanan gempa sesuai dengan

peraturan desain sesimik yang berlaku, kemudian permodelan struktur

(5)

dikombinasikan dengan elemen struktur tambahan untuk menambha ketahanan gempa, dianalisisi sesuai metode untuk mengukur kinerja struktur dalam menerima gaya-gaya gempa. Desain struktur tahan gempa juga bertujuan untuk meminimalisir kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa, membatasi ketidaknyamanan yang timbul akibat gempa dan menjamin tetap berlangusngnya fungsi dari bangunan itu sendiri.

2.4 Sistem Penahan Gempa

Sturktur tahan gempa bukanlah jenis struktur yang mampu menahan gaya gempa dengan baik sehingga mencegah terjadinya kerusakan pada struktur, tapi lebih menitikberatkan pada respons struktur terhadap gaya gempa. Desain struktur gempa juga bertujuan untuk meminimalisir keruskan yang timbul akibat beban gempa, membatasi ketidaknyamanan akibat beban gempa, dan menjamin tetap berlangsugnya fungsi vital dari sebuah struktur bangunan.

Dalam desain struktur bangunan tahan gempa, ada tiga konsep desain yaitu : 1. Metode desain layan, diutamakan kemampuan layan, control pada tegangan

yang terjadi.

2. Metode desain ultimit (desain berbasis gaya / force based design ), diutamakan kekuatan dan control pada tegangan.

3. Metode desain berbasis kinerja (performance based design), diutamakan keamanan, control pada deformasi dan kinerja yang lain harus memenuhi persyaratan.

System struktur tahan gempa harus sesuai dengan kerawanan gempa yang terdapat pada wilayah struktur. Selain itu, aspek kontinuitas, dan integritas struktur juga perlu di perhatikan. System struktur tahan gempa yang sering digunakan pada bangunan diantaranya adalah pemanfaatan kekuatan peredam (damper sistem), pengaturan isolasi struktur terhadap tanah (base isolation system), dan penggunaan system truss pada struktur (belt truss dan outrigger system).

2.4.1 Sistem Penahan Gaya Lateral

Hal terpenting pada bangunan bertingkat tinggi adalah stabilitas dan

kemampuan bangunan dalam menahan gaya lateral, baik yang disebabkan oleh

(6)

angin atau gempa bumi. Beban angin lebih berpengaruh pada dimensi ketinggian bangunan, sedangkan beban gempa lebih berpengaruh pada massa bangunan.

Kolom pada bangunan tinggi perlu diperkuat dengan sistem pengaku untuk mampu menahan gaya lateral, agar deformasi yang terjadi akibat gaya horizontal tidak melebihi ketentuan yang disyaratkan. Pengaku gaya lateral yang biasa digunakan adalah dinding geser, portal penahan momen, atau rangka pengaku.

2.5 Analisa Dinamis pada Bangunan

Pada pembebanan struktur sebagian besar dihitung sebagai suatu beban statis artinya gaya-gaya tersebut tetap ditempat kerjanya, tetap arahnya dan tetap besarnya. Gaya-gaya itu dikelompokkan menjadi beban statik. Meskipun penggunaan beban statis selalu diperhitungkan, ada juga situasi dimana harus ada penambahan beban dinamis, dimana beban yang berubah-ubah berdasarkan waktu.

Kasus yang menuntut perhitugan beban dimasi yaitu beban aibat getaran mesin, gerakan yang ditimbulkan beban gempa bumi, dan pembebanan akibat beban bergerak. Masing-masing beban memiliki karakteristik dan akibat yang berbeda terhadap struktur sehingga penyelesaiannya juga harus berbeda sama halnya dengan beban statis.

Pembebanan akibat beban gempa akibat sifat getarannya yang acak dan tidak seperti beban statik pada umumnya sehingga pengaruh beban gempa terhadap respon struktur tidak dapat diketahui dengan mudah. Gaya gempa yang terjadi pada struktur pada arah vertical maupun horizontal. Struktur SDOF (Single Degree Of Freedom) merupakan suatu struktur yang massanya terpusat pada satu lokasi seperti tangki air. Struktur yang mempunyai ketinggian lebih dari satu tingkat MDOF (multi degree of freedom) pusat massa lebih dari satu titik dan dapat bergerak ke lebih satu arah.

2.5.1 Derajat Kebebasan (Degree of freedom, DOF)

Apabila suatu massa yang dapat bergerak bebas dan berada dalam keadaan

seimbang, lalu mengalami getaran, sehingga massa tersebut mengalami translasi

dan rotasi pada sumbu X, Y, dan Z. Sehingga, maka massa tersebut memiliki enam

derajat kebebasan (jumlah tanslasi + jumlah rotasi).

(7)

Suatu struktur, berdasarkan jumlah derajat kebebasannya, dibagi menjadi dua yaitu struktur tunggal SDOF (Single Degree of Freedom) dan struktur derajat kebebasan banyak MDOF (Multi Degree of Freedom). Struktur SDOF, jika menerima beban lateral sebesar F, maka akan mengalami simpangan sebesar y pada massa struktur. Pada struktur MDOF, jika struktur menerima beban lateral F, maka akan mengalami simpangan sebesar y

n

pada tiap-tiap massa struktur. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa derajat kebebasan adalah jumlah arah yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu massa pada saat tertentu.

2.5.2 Karakteristik Dinamik Struktur

Sebuah struktur yang menerima beban dinamik, dapat diterangkan pada model matematis di bawah ini. Model matematis itu terdiri dari empat elemen, yaitu:

Gambar 2.2 Model Matematis Persamaan Dinamis Sumber : Clough& Penzien, Dynamic of Structure

2.5.2.1 Massa (M)

Massa adalah elemen yang menyatakan sidat massa dan inersia struktur.

Jumlah massa independen pada suatu system akan mempengaruhi jumlah derajat

kebebasan, dimana semakin banyak jumlah massa independen, maka semakin

banyak pula derajat kebebasannya. Ada dua pendekatan pokok untuk

mengambarkan massa pada struktur, yaitu : a) Lumped Mass System, dengan

mengasumsikan bahwa massa terpusat di tempat-tempat tertentu (digunakan pada

struktur gedung bertingkat) ; dan b) Consstent Mass Matrix. Dimana massa struktur

diasumsikan terdistribusi secara merata pada arah vertical struktur (misalnya

(8)

digunakan pada struktur cerobong). Untuk megitung massa, dapat meggunakan suatu persamaan sederhana, yaitu:

𝑚 =

𝑊

𝑔

(2.1)

Dimana, m = massa (kg.dt/cm

2

) W = berat beban (kg)

g = percepatan gravitasi (dt/cm

2

) 2.5.2.2 Kekakuan (K)

Elemen kekakuan menyatakan gaya balik elastis dan kapasitas yaga pontensial pada struktur. Elemen kekakuan ini biasanya disebut juga sebagai elelemen pegas. Berdasarkan hokum Hooke, kekauan merupakan perbandingan antara gaya yang bekerja pada suatu system dengan regangan yang dihasilakan.

Persamaan matematisnya, 𝐾 =

𝑃

𝑦

(2.2)

Dimana, K = kekakuan (kg/cm) P = gaya (kg)

y = regangan (cm)

terdapat 2 metode yang bisa digunakan untuk menghitung elemen kekakuan pada suatu struktur, yaitu :

a. Gedung bergerak menurut prinsip shear mode, sehngga plat dan balok sangat kaku da tidak terdapat rotasi pada kedua ujungnya. Dengan asumsi ini, maka kekauan kolom saja yang dihitung. Ada dua asumsi mengenai nilai kekauan balok berdasarkan jenis perlekannya, yaitu:

Apabila kekakuan lentur balok sangan kaku (EI = ∞), maka berlaku kekakuan kolom jepit-jepit dengan besar:

K =

12EIc

hc3

(2.3)

Apabila kekakuan lentur balok bernilai nol (EI = 0), makan berlau kekakuan kolom jepit-sendi dengan besar.

K =

3EIc

hc3

(2.4)

Dimana, k = kekakuan kolom (kg/cm)

(9)

E = modulus elastis material kolom (kg/cm

2

) Ic = momen inersia kolom (cm

4

)

h

c

= tinggi kolom (cm)

b. Perhitungan kekakuan struktur dengan asumsi bahwa plat dan balok memiliki ilia kekakuan tertentu dan pengaruhnya pada kekauan kolom juga diperhitungkan, sehingga terdapat rotasi pada nodal-nodal antara kolom dan balok. Terdapat beberapa cara yang bisa digunakan guna menghitung kekakuan kolom yang dipengaruhi olek kekakuan balok, salah satunya cara yang diperkenalkan oleh Muto (1975). Kekakuan kolom menurut cara Muto ini diperoleh melalui persamaan:

K

M

= C

M

× K

F

(2.5)

Koefisien Muto (C

M

) tergantung pada konfigurasi letak balok dan kolm.

Untuk kolom tepi yang dikekang oleh dua balik seperti pada gambar makan koefisiwn C

M

dihitung menurut rumus,

C

M =

Kba + Kbb

Kba + Kbb + 4 × Kc`

(2.6)

Untuk kolom tengah yang dikekag oleh empat balok seperti gambar maka koefisin C

M

dihitung menurut rumus,

C

M =

∑Kba + ∑Kbb

∑Kba + ∑Kbb + 4 × Kc`

(2.7)

Untuk kolom dasar seperti gambar, makan koefisien C

M

dihitung menurut rumus,

C

M =

∑Kb + 0,5 × Kc

∑Kb + 2 × Kc `

(2.8)

Dimana, C

M

= koefisien Muto

K

b

= kekakuan balok

K

c

= kekakuan kolom

K

ba

= kekakuan balok atas

K

bb

= kekakuan balok bawah

(10)

2.5.2.3 Redaman (C)

Redaman adalah kejadian pelepasan energy (energy dissipation) oleh struktur akibat dari berbagai ragam sebab. Redaman berfungsi untuk melepaskan energi sehingga mengurangi respons struktur.

Redaman dikategorikan menurut system redaman dan jenis redaman.

Menurut system struktru yang dimaksud adalah :

a. Redaman Klasik (Classical Damping), jika suatu sistem menggunakan bahan yang sama, sehingga rasio redamannya sama. Pada redaman klasik in akan berlaku kaidah kondisi orthogonal.

b. Redaman Nonklasik (Nonclassical Damping), jika suatu system struktur yang menggunakan bahan yang berbeda seperti bahan yang bersangkutan mempunyai rasio redaman yang berlainan secara signifikan.

Berdasarkan jenisnya, redaman dibedakan lagi menjadi beberapa kelompok yaitu:

a. Redaman Proporsional Terhadap Massa (Mass Proportional Damping), suatu redaman akan berbanding langsung dengan massa struktur.

b. Redaman Poporsional Terhadap Kekakuan (Stiffness Prportional Damping), redaman ini adalah fungsi dari kekakuan struktur tersebut.

c. Redaman Proprsional Terhadap Massa dan Kekakuan (Mass and Stiffness Proportional Damping), merupakan kombinasi antara tipe redaman di atas.

2.5.3 Persamaan Diferensial Dinamika Struktur

Persamaan umum dari kesetimbangan dinamik suatu struktur adalah, (2.9) Dimana, F

I

= gaya inersia

F

D

= gaya peredam F

S

= gaya pegas F

(t)

= gaya dinamik Persamaan dijabarkan menjadi,

(2.10)

(11)

Dimana, [M] = Matriks massa [C] = Matriks redaman [K] = Matriks kekakuan

{ӱ} = Vektor percepatan struktur (turunan dari vector kecepatan)

{ẏ} = Vektor kecepatan struktur (turunan dari vector perpindahan)

{y} = Vektor perpindahan struktur F(t) = Vektor gaya dinamik

2.5.4 Pembentukan Matriks Dinamik Karakterisirik pada Struktur MDOF Pada struktur MDOF, matriks massa, redaman, dan kekakuan, disusun menjadi,

[M] = (2.11a)

Dimana M

n

= massa struktru pada lantai n

[K] = (2.11b)

Dimana K

n

= kekakuan strukturpada lantai n

[C] = (2.11c)

Dimana C

n

= gaya redam strukur pada lantai n

(12)

2.6 Sistem Base Isolation 2.6.1 Sejarah Base Isolation

Penerapan system isolasi dasar pada struktur berkembang pesat selama kurun waktu 40 tahun terakhir, terutama di Negara-negara maju. Akan tetapi, konse tersebut telah diperkenalkan sejak abad ke-19 oleh John Milne. Ia seorang professor berkebangsaan Inggris yang meajar ilmu pertambangan di Universuty Tokyo pada tahun 1876-1895, akibat gempa besar yang menimpa Jepang ia melakukan penelitian komprehesif pertama pada penerapan system base isolation. Atas jasanya dibidang tersebut, bersamaan dengan keterlibatan besarnya dalam bidang seismologi lainnya, ia dijuluki sebagai Bapak seismologi modern. Pada tahun 1909, Dr. J.A. Calantarients, seorang ahli medis dari inggris, menulis surat kepada Direktur Dinas Seismologi Chili, menyampaikan idenya akan suatu system isolasi dasas pada struktur. Selanjutnya, Dr. Calantarients mengembangkan penelitiannya dan mendapatkan hak paten atas hasil penelitian tersebut.

Walaupun kosep isolasi dasar pada struktur elat di teliti pada awal abad ke- 20, barulah pada decade 1970-an konsep tersebut dapat diterapkan secara nyata pada struktur gedung dan jembatan. Dr. R. Ivan Skinner dari Department of Industrial Research, Selandia Baru, memprakasai penelitian ekstensif terhadap teknologi base isolaton, dan akhirnya menemukan salah satu perangkat yang sering digunkan hingga saat ini, yaiutu Lead Rubber Bearing. Semenjak itu, telah berkembang banyak variasi dari system base isolation.

2.6.2 Persamaan Dinamik Struktur Isolasi

Struktur fixed base, dimana struktur tersebut adalah struktur SDOF dengan lumped mass m, kekakuan k, dan redaman c. struktur tersebut selanjutnya diberi

base isolator, seperti struktur fixed base persamaan frekuensi sudut, periode

(13)

natural, dan rasio redaman berturut-turut adalah,

(a) (b)

Gambar 2.3 (a) Struktur Konvensional. (b) Struktur Terisolasi Sumber : Anil K. Chopra (Dynamics of Structures)

(2.12)

Gambar 2.2.b menunjukkan struktur terisolasi, terdapat tambahan property, yaitu massa slab dasar, m

b,

dengan kekakuan lateral base isolator, k

b

, dan redaman liat, c

b

. Frekuensi sudut, periode ntural, dan rasio redaman dari struktur terisolasi adalah,

(2.13)

Penambahan base isolator pada struktur MDOF (memiliki dua derajat kebebasan). Penambahan degree of freedom ini dikarenakan penambahan penggunaan base isolator memerlukan penambahan base slab pada struktur, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.3 Model matematis struktur SDOF tanpa base isolator

(14)

Gambar 2.4 Model Matematis Struktur SDOF dengan Base Isolator Dalam bentuk matriks, persamaan gerakan strukutr SDOF dengan base isolation bisa dituliskan sebagai berikut,

(2.14) Persamaan 2.14 apabila dinyatakan dalam bentuk matriks adalah

Dimana, m

b

=massa base slab M = massa struktur atas

∑M = total massa struktur (m

b

+ M) c

b

= redaman base isolator

c = redaman struktur atas

k

b

= kekakuan lateral base isolator k = kekakuan lateral struktur atas ÿ

b

= percepatan base isolator ÿ = percepatan struktur atas ÿ

g

= percepatan gempa

b

= kecepatan base isolator ẏ = kecepatan struktur atas y

b

= simpangan base isolator y = simpangan struktur atas

(2.15)

(15)

Matriks redaman juga dapat diperoleh dengan metode mass and stiffness proportional damping, sehingga,

C = α . M + β . K (2.16)

Konstanta α dan β dapat diperoleh melalui persamaan α = ξ

iωj

ωij

(2.17)

β = ξ

2

ωij

(2.18)

Dimana, ξ = Rasio redaman

ω

i

= Frekuensi natural mode ke-i ω

j

= Frekuensi natural mode ke-j

Pada struktur MDOF (Multi Degree of Freedom), penerapan base isolator akan menambah satu massa tergumpal (lumped mass), yaotu massa base slab pada dasar struktur. Model matematis struktur MDOF konvensioanl dan struktur MDOF dengan base isolator di tunjukkan oleh gambar 2.5 dan 2.6.

Gambar 2.5 Model Matematis Struktur MDOF Konvensional

(16)

Gambar 2.6 Model Matematis Struktur MDOF dengan base isolator

2.6.3 Konsep Base Isolation

Konsep dibalik dari base isolator merupakan sangat sederhana yaitu bagaimana “memisahkan” antara dasar bangunan yang berhubungan dengan tanah dengan bangunan struktur diatas, hingga gerakan tanah tidak secara langsung di transfer ke struktur atas, ketika terjadi gempa bumi. Konsep isolasi seismik adalah perkembangan yang lumayan signifikan dalam rekayasa gempa dalam 20 tahun terakhir ini. Sistem ini telah banyak dipakai di negara yang memiliki resiko tinggi terhadap gempa bumi seperti Jepang, China, Iran, Indonesia, Italy, USA, Selandia Baru, Portugal, Turki, dan Taiwan. Sistem ini akan memisahkan struktur dari komponen horizontal pergerakan tanah dengan meyisipkan bahan base isolator dengan kekakuan horizontal yang relatif kecil antara bangunan atas dan pondasinya.

Bangunan yang menggunakan sistem base isolasi ini memiliki frekuensi

yang jauh lebih kecil dari bangunan konvensional dan frekuensi besar dari

pergerakan tanah. Maka dari itu percepatan gempa yang bekerja terhadap bangunan

menjadi lebih kecil. Ragam getar pertama bangunan hanya menyebabkan deformasi

lateral pada sistem isolator, sedangkan bagian struktur atas akan berperilaku sebagai

rigid body. Ragam-ragam getar lebih tinggi yang menimbulkan deformasi pada

(17)

struktur dan gerakan tanah sehingga ragam-ragam getar ini tidak ikut berpartisipasi dalam respon struktur, atau energi gempa tidak disalurkan ke struktur bangunan.

Pada gempa yang kuat, base isolator dengan kekakuan horizontal yang relatif kecil, dapat menyebabkan periode alamiah bangunan lebih besar, (umumnya berkisar 2 s/d 3,5 detik). Pada periode ini, percepatan gempa relatif kecil, khususnya pada tanah keras. Dengan base isolator akan mereduksi percepatan pada struktur bangunan. Namun, sebaliknya akan menyebabkan peningkatan perpindahan bangunan. Untuk membatasi perpindahan sampai pada batas yang dapat diterima, sistem isolasi juga dilengkapi elemen-elemen yang mampu mendisipasi energi.

Selain itu, sistem isolasi juga memiliki kemampuan untuk kembali pada posisi semula setelah terjadi gerakan seismik. Sedangkan gempa kecil atau akibat angin kekakuan horizontal dari sistem isolator harus sesuai, agar tidak menimbulkan getaran yang menyebabkan ketidaknyamanan penghuninya.

Konsep bangunan dengan base isolator adalah mengeliminasi pengaruh ragam-ragam getar yang lebih tinggi terhadap struktur. Persamaan gerakan bangunan dengan isolasi seismik akibat gaya gempa, ditinjau atas dua bagian yaitu pertama untuk struktur bangunan diatas isolator dan untuk stuktur pada level bearing isolator. Sebelumnya, untukmencegah keruntuhan akibat gempa, struktur di perkuat dengan cara memperbesar dimensi dan meningkatkan kekuan elemennya. Walaupun begitu, apabila hubungan antara pondasi dan struktur bersifat kaku, maka struktur akan menerima seluruh beban gempa pada frekuansi yang sama. Maka dari itu, menambahkan isolasi pada pertemuan antara pondasi dan struktur utama dapat mengurangi beban gempa yang diterima oleh struktur utama.

Gambar 2.7 Skema Respons Struktur Akibat Gempa

(18)

Peran penting dari base isolator pada strukktur adalah kemammpuan untuk memperbesar periode natural struktur pada saat terjadinya gempa. Apabila pada saat terjadi gempa, suatu struktru memiliki periode yang hamper sama besarnya dengan periode getaran gempa, maka struktur akan menglami osilasi gelombang gempa, seingga mode getaran gempa bersifat harmonis dengan periode gempa. Hal ini menyebabkan kerusakan besar pada struktur, dan adaynya suatu kemungkinan besar bahwa struktur akan mengalami kolaps.

System base isolation yang sederhana terdiri dari isolatoion bearing dan peredam pasif. Isolation bearing berfungsi untuk memisahkan struktur utama dengan pondasi, sedangkan perdam pasif berfungsi untuk meyerap energy yang timbul pada gerakan isolation bearing akibat gempa.

2.6.4 Rubber Bearing 2.6.3.1 Elastometric Bearing

Elastometric bearing dibuat dari lempengan baja yang tipis dan karet alam yang disusun berlapis dan disatukan dengan cara vulkanisasi. Pelat baja yang tebal diletakkan pada bagian atas dan bawah bantalan tersebut sebagai penghubung antara bantalan dengan pondasi dibawahnya dan bantalan dengan struktur atasnya.

Penutup dari karet digunakan untuk membungkus bantalan guna melindungi pelat baja dari korosi. Pelat baja mecegah lapisan karet menggelembung, dengan demikian bearing itu mampu mendukung beban vertical yang besar dengan hanya mengalami deformasi yang kecil. Terhadap beban lateral bearing bersifat fleksibel.

Base isolator ialah sebuah bantalan karet berkekuatan tinggi yang dipasang

diantara pondasi dan struktur bangunana atas. Sistem ini bekerja dengan menjaga

struktur diaasnya sebagai satu kesatuan. Pada saat terjadi gempa, masing-masing

struktur bagunan akan bergetar akibat dari pergerakan tanah yang mempengaruhi

pondasi bangunan. Karena pergerakan tanah yang terjadi bersifat acak maka getaran

yang memasuki struktur juga tidak selaras, hal ini menyebabkan bangunan yang

bersifat kaku mudah runtuh. Elastomeric bearing yang sederhana menyediakan

fleksibelitas, tetapi tidak ada peredaman signifikan dan akan bergerak pada beban

layan. Salah satu metode yang digunakan untuk mengatasi kekurangan ini adalah

(19)

dengan memasang inti pada bearing, elastomeric special yang diformulasi dengan redaman tinggi dan kekakuan untuk regangan kecil, atau digabung dengan piranti lain.

Gambar 2.8 Elastomeric Bearing

Sumber : bridgebearing.org

2.6.3.2 Low Damping Rubber Bearing

Low Damping Rubber Bearing paling banyak digunakan di negara Jepang.

terdapat dua plat tebal di bangian atas dan bawah isolator, dan diantaranya terdapat lepmpengan plat-plat baja untuk memperbesar kekakuan vertical tanpa mempegaruhi kekauan horizontalnya.

2.6.3.3 Lead Rubber Bearing (LRB)

Lead Rubber Bearing ditemukan di Selandia Baru pada tahun 1975.

Karakteristik khas dari lead rubber bearing adalah di tengah-tengah plat baja terdapat suatu lubang yang diisi dengan timah (lead plug). Timah hitam digunakan untuk menyerap energi dari gempa dan menahan beban angin. Diameter lubang dibuat lebih kecil daripada diameter timah, sehingga timah yang dimasukkan ke lubang akan tertekan dan mengalami deformasi sebesar 10 MPa.

Gambar 2.9 Base Isolator Lead Ruber Bearing

Sumber : bridgestone.com

(20)

2.6.3.3 High Damping Rubber Bearing

High damping rubber bearing (Gambar 2.6) merupakan bahan anti seismik yang dikembangkan dari karet alam yang mempunyai kekakuan horizontal yang relatif kecil dan dicampur dengan extra fine carbon block, oil atau resin, serta bahan isian lainnya sehingga meningkatkan damping antara 10% - 20% pada shear strain 100% dengan modulus geser soft (G=0,4 Mpa) dan hard (G=1,4 Mpa).

Gambar 2.10 Base Isolator High Damping Rubber Bearing

Sumber : bridgestone.com

Bantalan pada sistem isolasi seismik harus didesain dengan cermat untuk memastikan agar bangunan yang dipikul tetap berdiri ketika dan setelah gempa terjadi.

2.6.3.4 Langkah – Langkah Perencanaan Base Isolator

Perhitungan property mekanik base isolator mengacu pada Design of Lead- Rubber Bearing oleh New Zealand Ministry of Work and Development. Langkah pertama dalam mendesain base isolator adalah menentukan perode target dari system isolator. Setelah terger periode ditentukan, maka kekauan horizontal bse isolator dapat dihitung dengan persamaan,

K

H

=

W

g

. (

TD

)

2

(2.19)

Dimana, K

H

= kekakuan horizontal (kN/mm)

W = berat struktur yang diterima oleh base isolator (kN)

G = percepatan gravitasi (mm/detik

2

)

(21)

T

D

= target periode

Berdasarkan SNI-1726-2012, setidaknya ada tiga jenis simpangan pada respoons simpangan base isolator. System isolator harus mampu menhan Simpangan Rencana (Design Displacement), D

D

, dan Simpangan Maksimum (Maximum Lateral Displacement), D

M

, yang bekerja pada sumbu utama horizotal bangunan, D

D

bekerja pada gempa DBE (Design Basic Earthquake), sedangkan D

M

bekerja pad gempa MCE (Maxiumum Credible Earthquake). Persamaan D

D

,

D

D

=

g . SD . TD

4 . π2 .BD

(2.20)

Dimana, D

D

= simpangan rencana (mm)

G = percepatan gravitasi (mm/detik

2

)

S

D1

= percepatan spektrum pada periode 1 detik T

D

= target periode

B

D

= koefisien pereduksi (diperoleh dari tabel 22 SNI

1726-2012 atau dapat menggunakan persamaan yang diajukan, Kelly, 1999)

B

D

dapat diperoleh melalui rumus B

D

=

4

(1−lnβ)

(2.21)

Dimana, B

D

= koefisien pereduksi

β = rasio redaman base isolator

Kekakuan base isolator teridiri dari 3 parameter, yaitu K1, K2, dan Q. K1 adalah kekauan elastis. K1 cukup sulit dihitung, sehingga umumnya diasumsikan sebesar 10K2 (Kelly, 1999). K2 adalah kekakuan paska leleh base isolator. Sedangkan Q, characteristic strength, merupakan perpotongan hysteretic loop dengan sumbu Y positif. Q dapat dihitung melalui persamaan,

Q =

WD

4 . DD

(2.22)

Dimana, Q = characteristic strength (kN)

W

D

= jumlah energi terdisipasi setiap siklus (kN-mm) D

D

= simpangan rencana (mm)

Jumlah energi yang terdisipasi setiap siklus (W

D

) diperoleh dengan persamaan,

W

D

= 2. Π . K

H

. D

D2

.β (2.23)

Dimana, K

H

= kekakuan horizontal base isolator (kN/mm)

(22)

D

D

= rasio redaman base isolator β = rasio redaman base isolator

Kekakuan Paska Leleh (K2), didapat dari persamaan, K2 = K

H

Q

DD

(2.24)

Dengan diketahui nilai K1 dan K2, makan Dy dapat dihitung dengan persamaan,

Dy =

Q

K1−K2

(2.25)

Dimana, Dy= simpangan leleh (mm) Q= characteristic strength (kN)

K1= kekakuan elastis base isolator (kN/mm) K2= kekakuan pasca leleh base isolator (kN/mm)

Setelah Dy dapat diperoleh, makan nilai Q actual (Q

A),

dihitung dengan menggunakan persamaan,

Q

A

=

WD

4 . (DD− DY)

(2.26)

Luas area lead plug diperoleh dari persamaan, A

LP

=

QA

γLP

(2.27)

Dimana, A

LP

= luas area lead plug (mm

2

)

γLP= tegangan leleh lead plug (kN/mm

2

) Total ketebalan karet (tr) di peroleh melalui persamaan,

tr =

DD

γ

(2.28)

Dimana, tr= total ketebaln karetpada base isolator (mm) D

D

= displacement desain (mm)

γ = shear strain karet (dalam persen) Perhitungan Kekakua Horizontal Aktual (K

HA

) KH

A

=

ARB . G

tr

(2.29)

Perhitungan Periode Aktual (T

DA

) T

DA

=

2𝜋

𝜔

(2.30)

Perhitungan kekakuan horizontal komposit, K

HT,

(23)

K

HT

= Jumlah Gaya Aksial . KH

A

𝜔 = √

total gaya aksialKHT

(2.31)

Perhitungan Ketebalan Karet dan Tebal Base Isolator Ketebalan satu karet dihitung melalui persamaan, t =

φRB

4 . S

(2.32) Shape factor dapat dihitung melalui persamaan,

S =

1

√6

×

fv

fh

(2.33)

Untuk jumlah lapisan karet yang digunakan, dapat dihitung memalui persamaan,

n =

tr

t

(2.34)

ketebalan toatal pada base isolator dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut,

H = 2. P + n . t + (n – 1) . S (2.35)

Dimana, H = ketebalan total base isolator P = tebal baja end-plate

t = tebal satu lapis rubber n = jumlah lapis rubber S = tebal plat baja / shim

2.7 Analisa Pushover

Analisis pushover adalah suatu cara untuk menganalisis struktur dengan

beban statik tertentu dalam arah lateral yang diaplikasikan sepanjang ketinggian

struktur dan ditingkatkan sampai struktur mencapai simpangan target. Menurut SNI

Gempa 03-1726-2002, analisis static beban dorong (pushover) adalah suatu analisis

nonlinear static, yang dalam analisisnya pengaruh gempa rencana terhadap struktur

bangunan gedung dianggap sebagai beban static pada pusat massa pada masing-

masing lantai, yang nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai

melampaui pembebanan sehingga menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi

plastis) pertama di dalam struktur bangunan gedung, kemudian dengan peningkatan

beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk elasco-elastik yang besar sampai

(24)

mencapai target peralihan yang diharapkan atau sampai mencapai kondisi di ambang keruntuhan.

Analisa pushober adalah kurva kapasitas yang kemudian bersamaan dengan respin spektrum, kedua kurva MDOF dibaa ke format acceleration displacement response spectrum (ADRS) SDOF untuk mendapatkan level kinerja atau performance point. Performance point didapat dari pertemuan kurva kapasitas dan kurva respon spektrum. Pushover diubah ke ADRS menggunakan (ATC-40) :

𝑆𝑎= 𝑉/𝑊

𝛼1

(2.36)

𝑆𝑑= 𝑟𝑜𝑜𝑓

𝑃𝐹1 ∅𝑟𝑜𝑜𝑓.1

(2.37)

(2.38)

(2.39)

Keterangan :

S

a

= spektrum percepatan S

d

= spektrum perpindahan

PF

1

= factor partisipasi ragam (modal participation factor) untuk ragam 1 α

1

= koefisien massa ragam untuk ragam ke-1

N = jumlah lantai V = gaya geser dasar w

i

/g = massa lantai i

i1

= perpindahan lantai i ragam ke-1

atap

= perpindahan atap (yang digunakan pada kurva kapasitas)

2.7.1 Level Kinerja Struktur

(25)

Tingkat level kinerja struktur gedung menurut FEMA 356 ditampilkan dalam tabel berikut :

Tabel 2.2 Target level kinerja struktur gedung menurut FEMA 356

Tabel 2.3 Batasan simpangan utuk berbagai level kinerja struktur

Tabel 2.4 Batasan simpangan untuk berbagai level kinerja struktur

(26)

Hasil analisis pushover adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara Base Shear dengan simpangan lantai atap maksimum ( Top Floor Displacement ) seperti ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 2.10 Top Floor Displacement

Apabila kurva kapasitas berpotongan dengan kurva respon spectrum maka akan didapat performance point. Pada Performance Point dapat diperoleh informasi mengenai periode bangunan dan redaman efektif akibat perubahan kekakuan struktur setelah terjadi sendi plastis. Berdasarkan informasi tersebut respons- respons struktur lainnya seperti nilai simpangan tingkat dan posisi sendi plastis dapat diketahui

Gambar 2.11 Performance Point pada Capacity Spectrum Method

(27)

Sasaran kinerja terdiri dari kejadian gempa rencana yang ditentukan dan taraf kerusakan yang diijinkan atau level kinerja (performance level) dari bangunan terhadap kejadian gempa tersebut, mengacu pada FEMA-273 yang menjadi acuan klasik bagi perencanaan berbasis kinerja maka kategori level kinerja struktur dapat dilihat berdasarkan gambar dibawah ini

Gambar 2.12 Kurva Perfomance Levels (Tingkat Kinerja) dari Hubungan Gaya-Perpindahan Suatu Bangunan

Tabel 2.5 Tingkat Kerusakan Struktur Akibat Terbentuknya Sendi Plastis

Keterangan Simbol Penjelasan

B Menujukkan batas liniear yang kemudian diikuti terjadinya pelelehan pertama pada struktur

IO Terjadi Kerusakan yang kecil pada struktur, kekuan struktur hampir sama pada saat belum terjadi gempa LS Terjadi kerusakan mulaidari kecil sampai tingkat

sedang. Kekakuan struktur berkutang tetapi masih mempunyai ambang yang cukup besar terhadap nilai keruntuhan

CP Terjadi kerusakan yang parah pada struktur sehingga kekuatan dan kekakuannya berkurang banyak

C Batas maksimum gaya geser yang masih mampu

ditahan Gedung

(28)

D Terjadi degradasi kekuatanstruktur yang besar, sehingga kondisi struktur tidak stabil dan hampir collapse

E Struktur tidak mampu menahan gaya geser dan

hancur

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perhitungan pembebanan gaya lateral gempa menggunakan SNI 03-1726-2012 memiliki selisih 15,6% dari peraturan pembebanan gempa gempa SNI 03-1726-2002, artinya

Perhitungan beban angin menggunakan peraturan Uniform Buildmg Code 1997, untuk beban lateral gempa menggunakan SNI 03- 1726 - 2002 Tata Cora Perencanaan Ketahanan

Analisis statik beban dorong (pushover) adalah suatu analisis nonlinier statik dimana pengaruh gempa rencana terhadap struktur bangunan gedung dianggap sebagai

Perhitungan beban gempa pada struktur berdasarkan SNI 03-1726-2012 dimana beban gempa tersebut akan tergantung pada lokasi struktur bangunan yang bersangkutan

Berdasarkan analisis waktu getar alami fundamental untuk struktur Menara Dang Merdu Bank Riau Kepri dengan shearwall apabila struktur dikenakan beban gempa

Penelitian ini merupakan penelitian analisis dengan membandingkan hasil perhitungan gaya gempa antara SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-1726-2012 dengan variasi jumlah tingkat

Berdasarkan SNI 1726-2012, beban geser dasar nominal statik ekivalen V yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung berdasarkan persamaan: V = Cs x Wt [pers 21, 7.8.1 SNI 1726-2012]

Level Kinerja Struktur FEMA 356 2000[8] Pada penelitian ini menggunakan metode analisis beban dorong atau pushover mengacu pada pedoman SNI 1726-2019 [9] tentang Tata Cara Perencanaan