• Tidak ada hasil yang ditemukan

HEMATOLOGI DAN INFEKSI PARASIT DARAH KUDA SUMBA (Equus caballus) DI TAMAN SATWA CITRA PESONA LADANGKU, SUMATERA UTARA SKRIPSI JIWI WULANDARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HEMATOLOGI DAN INFEKSI PARASIT DARAH KUDA SUMBA (Equus caballus) DI TAMAN SATWA CITRA PESONA LADANGKU, SUMATERA UTARA SKRIPSI JIWI WULANDARI"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

HEMATOLOGI DAN INFEKSI PARASIT DARAH KUDA SUMBA (Equus caballus) DI TAMAN SATWA CITRA PESONA LADANGKU, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

JIWI WULANDARI 160805018

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

(2)

HEMATOLOGI DAN INFEKSI PARASIT DARAH KUDA SUMBA (Equus caballus) DI TAMAN SATWA CITRA PESONA LADANGKU, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

JIWI WULANDARI 160805018

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

(3)
(4)
(5)

HEMATOLOGI DAN INFEKSI PARASIT DARAH KUDA SUMBA (Equus caballus) DI TAMAN SATWA CITRA

PESONA LADANGKU, SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Infeksi parasit darah merupakan salah satu faktor yang dapat menghambat pertumbuhan ternak Kuda Sumba. Untuk mengetahui infeksi parasit darah dapat di lakukan dengan cara pemeriksaan hematologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hematologi darah kuda sumba, jenis parasit darah, prevalensi dan intensitas parasit darah pada kuda sumba di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku, Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2020.

Sampel yang digunakan adalah darah kuda sumba dengan 3 kali ulangan.

Pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Parasitologi, Balai Veteriner Medan, Sumatera Utara dengan metode pemeriksaan profil darah dan preparat ulas tipis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai WBC sebesar 11,2 ± 3,08 (x10

3

u/L); RBC 7,90 ± 0.99 (x10

6

u/L); HGB 12,2 ± 1,40 (g/dL) dan nilai HCT 29,7 ± 4,04 (%). Pada kuda sumba ditemukan 1 jenis parasit darah yaitu: Trypanosoma sp., prevalensi sebesar 0,07 % (Verry Reriley) serta intensitas serangan 0,3 (parasit sangat ringan).

Kata kunci: Equus caballus, kuda sumba, profil darah, Trypanosoma sp.

(6)

HEMATOLOGY AND PARASITE INFECTION OF THE SUMBA HORSE BLOOD (Equus caballus) I N THE ZOO CITRA PESONA

LADANGKU, SUMATERA UTARA

ABSTRACT

Blood parasite infection can be detected by hematology examination. The aims of the study was to look into hematology of Sumbanese horse as well as the types of blood parasite, the in the Sumba horse in Citra Pesona Ladangku Zoo Park, North Sumatra North Sumatra. The research was conducted from July to August 2020. The blood samples were taken from fresh blood of three Sumbanese horses. The sampes were carried out to Parasitology Laboratory, Medan Veterinary Center, North Sumatra.

Hematology were analyzed the blood profiles and thin smear preparation. The result showed that the WBC was 11,2 ± 3,08 (x10

3

u/L); RBC was 7,9 ± 0,99 (x10

6

u/L);

HGB was 12,2 ± 1,40 (g/dL) and the HCT was 29,7 ± 4,04 (%). Base on the the result, only one type of blood parasite was found which is Trypanosoma sp. The prevalence of Trypanosoma sp. was range from very rarely (0,07%) and mild (0,3) respectively.

Key words: blood profile, Equus caballus, sumba horse, Trypanosoma sp.

(7)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul HEMATOLOGI DAN INFEKSI PARASIT DARAH KUDA SUMBA (Equus caballus) DI TAMAN SATWA CITRA PESONA LADANGKU, SUMATERA UTARA Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada ibu Dr. Masitta Tanjung, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, motivasi, perhatian, semangat dan pengetahuan selama penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis kepada bapak Drs. Nursal, M.Si dan ibu Dra. Emita Sabri, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Terima kasih saya ucapkan pula kepada bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc selaku dosen Penasehat Akademik yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, semangat, nasehat, dan motivasi kepada penulis dalam menjalani perkuliahan. Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dr. Saleha Hannum, M.Si selaku Ketua Program studi Biologi FMIPA USU dan kepada bapak Riyanto Sinaga, S.Si, M.Si selaku sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU, serta seluruh staff pegawai dan dosen program studi Biologi FMIPA USU yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman selama saya menjalani perkuliahan.

Ucapan terimakasih juga kepada bapak drh. Agustina, MP. selaku kepala

Balai Veteriner Medan dan ibu drh. Nensy Marnana Hutagaol selaku Kepala Seksi

Pelayanan Teknis Balai Veteriner Medan yang telah memberikan izin penulis untuk

melakukan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ibu

Hermintha, S.Pt, ibu Samaritha Bangun, S.Pt dan kak drh. Dianatul Habibah Harahap

selaku Staf Laboratorium Parasitologi Balai Veteriner Medan yang telah membantu

penulis dalam penelitian. Terima kasih kepada pihak Taman Satwa Citra Pesona

Ladangku bapak Prof. drh Chairuddin P Lubis, D.T.M &H., Sp.A.(K.) selaku

(8)

pemilik dan bapak Sonny Wicaksono selaku manager yang telah memberikan izin untuk penelitian dilahan pertaniannya.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta Bapak Enji dan Ibu Lusiani yang telah, mendidik, menyayangi dengan sabar serta telah memberikan dukungan doa, finansial, semangat, nasehat, dan kasih sayang yang sangat luar biasa kepada penulis. Terima kasih juga teman dekat penulis Hari Kurniawan yang banyak membantu, mendoakan dan senantiasa memberikan semangat kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Terima kasih kepada sahabat Hena Triana, Windi Agustin, Farida Hanum, Pegi Andriani, Aida Nasution, Yuni Sahara Siregar, Fanny Chairani Harahap, Anggi Rehulina Sitepu, Nurjannah Nasution, Dhira Asmita, yang selalu mendukung dan menyemangati penulis dalam suka dan duka. Teman Teman Seperbimbingan Rika Azlan, Santi Mariani Napitupulu, Siti Nafik, Abigail Paulina, dan Widia Maharani Pulungan. Teman-teman LED 2016 yang telah membuat masa perkuliahan terasa menyenangkan dan berkesan. Terima kasih untuk teman-teman di Laboratorium Struktur Hewan terkhusus Anggi, Santi, Elya, Maudyna, Annisya, Mustika, Ayu, Getha, Siti, Maria yang sudah memberikan warna dan cerita indah dalam menjalani asistensi bersama. Terima kasih untuk kakak abang Asuh GENOM 2014, terutama kak Utika Dari Putri dan adik asuh Stefanny yang telah banyak memberikan doa dan dukungan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Demikian yang dapat penulis sampaikan, atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 19 Maret 2021

Jiwi Wulandari

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBARAN PENGESAHAN i

ABSTRAK ii

ABSTRCACT iii

PENGHARGAAN iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Hipotesa 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Kuda Sumba (Equus caballus) 4

2.2 Hematologi 5

2.3 Parasit pada darah 6

2.4 Penyakit pada kuda 8

2.4.1 Penyakit Selakarang 9

2.4.2 Penyakit Surra 9

2.5 Cara Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Pada Kuda 10 BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 11

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Deskripsi Area Kandang 11

3.2.2 Pengukuran Faktor Fisik Lingkungan 11

3.2.3 Pengambilan Sampel 12

3.3 Pemeriksaan Hematologi dengan

Menggunakan Hematology Analyzer 13

3.6 Pemeriksaan Sampel Parasit 13

3.6 Analisis Data

3.6.1 Identifikasi Parasit 13

3.6.2 Prevalensi Parasit 14

3.6.3 Intensitas Serangan Parasit 15

(10)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Hematologi Kuda Sumba 16

di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku 4.2 Rataan Nilai Hematologi Kuda Sumba

di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku 18 4.2 Jenis Parasit Darah pada Kuda Sumba 19 4.3 Karakteristik Parasit Darah Trypanosoma sp. 20

4.4 Prevalensi Parasit Darah 21

4.5 Intensitas Parasit Darah 22

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 23

5.2 Saran 24

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

3.2.2 Pengukuran Faktor Fisik Lingkungan 12

3.5.2 Kategori Prevalensi Parasit 14

3.5.3 Kategori Intensitas Parasit 15

4.1 Analisis Hematologi Kuda Sumba di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku

16 4.2 Rataan Nilai Hematologi Kuda Sumba di Taman Satwa

Citra Pesona Ladangku

18

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Kuda Sumba di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku 5

4.4 Trypanosoma sp. 20

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1. Kegiatan Kerja 27

2. Bagan Alur Kerja 29

3. Faktor Fisik Lingkungan di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku, Sumatera Utara

31

4. Nilai Hemotologi Darah Kuda Sumba 32

5. Infeksi Parasit Darah Kuda Sumba 33

6. Perhitungan Nilai Prevalensi dan Intensitas 35

7. Surat Hasil Uji Laboratorium Balai Veteriner Medan 36

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis fauna lokal salah satunya adalah kuda Sumba. Pada saat ini penurunan populasi kuda terus terjadi karena fungsi kuda sebagai alat transportasi telah digantikan oleh kendaraan bermotor dan tingginya angka permintaan daging kuda sebagai sumber pangan di Indonesia. Menurut Kementan (2018), populasi kuda di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 409 ekor sedangkan produksi daging kuda di Indonesia berada diperingkat 11 dari seluruh sumber daging. Produksi daging kuda di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 2458 ton.

Ternak kuda perlu mendapatkan perhatian yang spesifik karena usaha peternakan kuda tidak terlepas dari berbagai hambatan baik internal maupun hambatan eksternal. Faktor kendala yang dihadapi berkisar pada masalah pakan, pemeliharaan, dan masalah penyakit salah satunya terinfeksi parasit yang dapat menyebabkan masalah penyakit seperti diare, turunnya bobot badan, turunnya produksi susu pada ternak yang menyusui, terhambatnya pertumbuhan dan turunnya daya tahan tubuh (Hasan, 2014).

Permasalahan pada kuda yaitu adanya parasit yang menginfeksi kuda baik di dalam sistem peredaran darah maupun sistem organ lainnya, yang dapat menyebabkan gangguan organ pada kuda dan juga akan menurunkan produktivitas kuda. Untuk mengetahui parasit di dalam darah perlu dilakukan identifikasi parasit dan pemeriksaan hematologi darah agar dapat menunjang diagnosa suatu penyakit serta melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit. Pemeriksaan hematologi ini sering dilakukan untuk melihat kemajuan atau respon terapi pada hewan yang menderita suatu penyakit infeksi, pemeriksaan ini meliputi: jumlah eritrosit, jumlah leukosit, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin (Mulyanto, 2004).

Salah satu parasit pada darah kuda dari kelas Protozoa yaitu trypanosoma

yang dapat menyebabkan trypanosomiasis atau surra, penyakit parasit ini disebabkan

oleh agen Trypanosoma evansi dan ditularkan melalui gigitan lalat penghisap darah

(15)

2

(Haematophagus flies), selain itu terdapat dari kelas Nematoda atau cacing darah Cestoda, dan Trematoda yang dapat menginfeksi kuda melalui saluran atau sistem peredaraan darah (Natadisastra, 2005).

1.2 Permasalahan

Kuda Sumba (Equus caballus) merupakan jenis kuda lokal yang semakin menurun populasinya berdasarkan data kementan 2018. Salah satu upaya pelestarian dan melindungi satwa ini adalah dengan membuat peternakan kuda Sumba.

Peternakan kuda Sumba (Equus caballus) di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku, Sumatera Utara merupakan peternakaan yang cukup besar. Informasi mengenai Gambaran Hematologi darah kuda dan kejadian infeksi parasit pada darah kuda Sumba di daerah tersebut masih sangat minim bahkan tidak ada, oleh karena itu perlu dilakukan studi yang lebih mendalam mengenai identifikasi dan prevalensi parasit pada darah kuda Sumba di daerah tersebut.

1.3 Hipotesa Penelitian

Hipotesa dari penelitian ini antara lain:

a. Kuda Sumba (Equus caballus) di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku Sumatera Utara tidak memiliki informasi mengenai profil hematologi darah.

b. Kuda Sumba (Equus caballus) di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku, Sumatera Utara terinfeksi parasit darah.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian antara lain:

a. Untuk mengetahui profil hematologi darah kuda Sumba (Equus caballus) di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku, Sumatera Utara.

b. Untuk mengetahui dan mengindetifikasi jenis endparasit darah pada kuda Sumba (Equus caballus) di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku, Sumatera Utara.

c. Untuk mengetahui tingkat prevalensi dan intesitas serangan parasit darah

pada kuda Sumba (Equus caballus) di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku,

Sumatera Utara.

(16)

3

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian antara lain:

a. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana.

b. Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai jenis-jenis parasit darah pada kuda Sumba (Equus caballus) di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku, Sumatera Utara.

c. Memberikan informasi mengenai profil darah, jenis-jenis, prevalensi, dan

intensitas serangan parasit pada darah kuda Sumba (Equus caballus) di

Taman Satwa Citra Pesona Ladang, Sumatera Utara sehingga pihak pengelola

maupun peternak kuda lainnya mampu mencegah dan mengatasi

permasalahan terkait produktivitas kuda Sumba dengan memberikan

penanganan yang tepat dan memberikan informasi mengenai jenis dan

mekanisme penularan parasit.

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Kuda Sumba (Equus caballus)

Kuda merupakan salah satu mamalia dari genus Equus. Sejak dahulu kuda menjadi salah satu hewan ternak yang sangat penting secara ekonomis dan juga banyak membantu dalam mengubah kehidupan umat manusia. Kuda pada awalnya memegang peranan penting dalam pengangkutan barang dan orang selama ribuan tahun. Seiring dengan perkembangan zaman kuda tidak lagi hanya sebatas sebagai pengangkutan barang atau orang dan penarikan. Hewan ini mulai diminati dalam bidang olahraga, diantaranya polo, pacuan, dan ketangkasan berkuda (Maswarni, 2014).

Karakteristik kuda lokal Indonesia sangat dipengaruhi oleh iklim tropis dan lingkungan. Tinggi badan kuda lokal berkisar antara 1,15-1,35 m dan tergolong kedalam jenis kuda poni. Bentuk kepala yang besar dengan wajah rata, sinar mata hidup, serta bentuk leher tegak dan lebar. Tengkuk kuat, dada lebar, punggung lurus, dan panggul kuat, kaki kuda lokal berotot kuat, persendian baik, bentuk kuku kecil, dan telapak yang kuat (Soehardjono, 1990).

Menurut Wilson et al. (2005), kuda memiliki klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Perissodactyla Famili : Equidae Genus : Equus Spesies : Equus caballus.

Kuda Sandelwood atau sering disebut sebagai kuda Sandel merupakan sumber daya genetik (SDG) rumpun kuda lokal Indonesia yang dikembangkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan wilayah sebaran asli geografis berada di Pulau Sumba. Kuda Sandelwood berasal dari hasil persilangan antara kuda Arab dengan kuda poni lokal untuk memperbaiki penampilannya, dan dominan digunakan sebagai kuda pacu Indonesia (Detha et al., 2013).

Sejarah perkembangan Kuda Sandelwood di Pulau Sumba diawali pada abad

ke-16 melalui perdagangan orang Eropa, yaitu pembelian hasil bumi berupa kayu

cendana untuk ditukarkan dengan kuda maupun koin logam. Kuda Sandelwood

banyak memberikan manfaat dalam kehidupan masyarakat Sumba baik secara

(18)

5

ekonomi, sosial dan budaya, karena dominan digunakan sebagai sarana transportasi, sumber protein hewani, pertandingan ketangkasan, dan simbol kebudayaan tertinggi masyarakat (Randu, 2017).

Gambar 2.1 Kuda Sumba di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku

Karakteristik kuda Sumba atau lebih dikenal Sandel merupakan kuda lokal Indonesia (Gambar 2.1). Kuda Sumba merupakan cikal bakal kuda lokal yang ada di Indonesia. Keistimewaan karakteristik dari kuda Sumba memiliki daya tahan tinggi terhadap iklim tropis dan juga memiliki kecepatan lari yang baik. Kuda Sumba memiliki tinggi pundak 123-133 cm, oleh karena itu kuda Sumba digolongkan ke dalam Kuda jenis poni yang memiliki tinggi pundak kurang dari 145 cm. Warna dasar kuda adalah hitam, putih dan merah, warna bulu kuda Sumba memiliki variasi yaitu: dragem (cokelat-salak/bay), Dun, Roan dan cheesnut (cokelat-salak lebih muda)

2.2 Hematologi

Darah terdiri atas plasma darah dan sel-sel darah, plasma darah dan sel-sel darah

dapat terpisah dan bebas bergerak di dalam cairan intraseluler. Total volume darah

diperkirakan sekitar 5-8% dari total bobot badan dan angka ini dapat bervariasi

karena dapat dipengaruhi oleh umur, spesies, besar tubuh, aktivitas, status kesehatan,

status gizi, dan kondisi fisiologis. Fungsi dari darah diantaranya mengangkut zat-zat

makanan dari alat pencernan ke jaringan, mengangkut hasil limbah metabolisme dari

jaringan ke ginjal, berpartisipasi dalam pengaturan asam-basa, keseimbangan

elektrolit dan temperatur tubuh, serta sebagai pertahanan tubuh terhadap penyakit.

(19)

6

Hematokrit atau sering disebut juga Packed Cell Volume adalah presentase eritrosit dari keseluruhan volume darah. Peningkatan nilai hematokrit mengindikasikan adanya peningkatan viskositas darah, hal ini dapat mengganggu aliran darah sehingga tekanan yang dibutuhkan tubuh untuk memompa darah dan mengalirkan darah ke seluruh tubuh akan semakin besar. Rendahnya konsentrasi dari eritrosit menunjukkan bahwa hewan mengalami anemia (Bijanti et al., 2010).

Hemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah. Hemoglobin terbentuk dari gabungan 2 komponen yaitu: heme dan globin.

Heme merupakan protoporphyrin yang mengandung zat besi yang disintesis oleh mitokondria, Globin adalah polipeptida yang didapatkan dari pembentukan hemoglobin yang disintesis oleh sitoplasma sel darah merah. Kandungan zat besi yang terlepas ketika hemoglobin mengalami kerusakan akan menuju ke hati kemudian digunakan kembali untuk kebutuhan hemoglobin baru (Tarang, 2013).

Eritrosit sering disebut sel darah merah atau RBC (Red Blood Cell) merupakan komponen darah yang paling banyak, memiliki bentuk lempeng bikonkaf dengan garis tengah 8 um, tebal tepi luar 2 um dan tebal bagian tengah 1 um dan berfungsi sebagai pengangkut/pembawa oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh tubuh dan membawa karbon dioksida dari seluruh tubuh ke paru-paru (B, 2010).

Indeks eritrosit terdiri atas Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). Mean Corpuscular Volume menunjukkan jenis anemia berdasarkan ukuran eritrosit yaitu: berukuran kecil (mikrositik), normal (normositik), dan besar (makrositik). Penurunan nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) menandai adanya indikasi anemia mikrositik. Peningkatan nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) mengindikasikan terjadinya anemia makrositik. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCV) merupakan indikasi dari bobot hemoglobin dalam eritrosit tanpa memperhatikan ukurannya (Bijanti et al., 2010).

Leukosit atau White Blood Cell (WBC) mempunyai fungsi utama yaitu

melawan infeksi, melindungi tubuh dengan cara memfagosit benda asing dan

memproduksi serta mendistribusikan antibodi karena adanya benda asing yang

masuk ke dalam tubuh. Nilai jenis-jenis leukosit terdiri dari basofil, eosinofil,

(20)

7

neutrofil, limfosit, dan monosit (Stockham dan Scott, 2008). Menurut Barrelet (2002) secara fisiologis peningkatan nilai leukosit dapat dipengaruhi oleh latihan fisik, rasa takut, dan stres.

Trombosit merupakan sel darah tidak berinti yang berasal dari sitoplasma megakariosit. Produksi dari trombosit berada di sumsum tulang. Sebanyak 2/3 dari seluruh trombosit berada di sirkulasi darah sedangkan 1/3 nya berada di limpa. Sel ini mempunyai peranan penting pada hemostasis tubuh karena fungsi dari trombosit untuk menutup luka. Kelainan trombosit menyebabkan terjadinya kebocoran darah melalui pembuluh darah kecil di kulit dan permukaan mukosa secara spontan yang disebut ptechiae (Bijanti et al., 2010).

2.3 Parasit Pada Darah

Parasit merupakan organisme yang hidupnya di dalam tubuh induk semang dan merugikan induk semangnya parasit dapat hidup baik sementara ataupun menetap di dalam atau di permukaan organisme lain berdasarkan tempat hidupnya parasit dikelompokkan menjadi dua yaitu: ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidup di luar tubuh inang sedangkan endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inang seperti di dalam organ tubuh, peredaran darah dan saluran pencernaan (Trimariani, 1994). Menurut Natadisastra (2005) jenis parasit darah yaitu:

A. Nematoda darah:

Banyak spesies dari kelompok ini diantaranya adalah: Kelompok Filaria dan Dracunculus salah satu spesiesnya adalah Wuchereria bancrofii, Brugia malayi, Brugia timori. Cacing filaria hidup di sistem peredaran darah, limpa, otot, jaringan atau rongga serosa, cacing ini memiliki morfologi bentuknya seperti benang, berwarna putih kekuningan, panjangnya 2-70 cm, cacing betina panjangnya lebih kurang dua kali cacing jantan, cacing jantan memiliki dua spikula untuk kopulasipada bagian ekor memiliki alae.

B. Trematoda darah

Terdapat 4 spesies yang patogen bagi mamalia yaitu: spesies Schistosoma

japonicum, Schistosoma haematobium, Schistosoma mansoni dan Schistosoma

mekongi.

(21)

8

C. Cestoda darah

Umumnya habitat cestoda terdapat dapat usus akan tetapi pada stadium larva cestoda ini dapat tersebar pada berbagai organ atau jaringan ekstraintestinal.

D. Protozoa darah

Habitat protozoa umumnya di dalam usus (intestinal) akan tetapi protozoa bisa hidup di habitat lainnya yaitu pada darah dan jaringan. Protozoa darah dan jaringan dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu: Flagelata darah dan jaringan kelompok parasit ini termasuk kedalam family Trypanosomatidae.

Protozoa darah seperti Trypanosoma sp., Babesia sp., dan Theileria sp., merupakan genus protozoa yang berpredileksi pada sel darah sapi, kuda dan kerbau penyakit yang disebabkan protozoa darah ini akan mengakibatkan rusak atau hancurnya sel-sel darah kuda yang akan mengakibatkan kuda mengalami kekurangan sel darah merah (anemia). Akibat anemia ini dapat berdampak gangguan fungsional pada semua sistem tubuh baik sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem sirkulasi, sistem reproduksi dan pada akhirnya akan mengakibatkan kematian, sehingga dari skala usaha peternakan penyakit ini sangat merugikan (Setiawan, 2014).

Menurut Martins (2012) klasifikasi dari Trypanosoma sp. Kingdom:

Protozoa, Filum: Sarcomastigophora, Kelas: Zoomastigophorasida. Ordo:

Kinetoplastorida, Famili: Trypanosomadidae, Genus: Trypanosomatidae, Spesies:

Trypanosoma sp.

Trypanosoma sp., terdapat pada pembuluh darah, pembuluh limfa, cairan otak induk kuda, unta, anjing, hewan ternak, di alam terdapat berbagai jenis Trypanosoma sp. pada hewan (animal trypanosomes) yang dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: non patogen dan patogen, agen Trypanosoma sp. dan ditularkan melalui gigitan lalat penghisap darah (haematophagus flies) (Omanwar et al., 1999).

Trypanosoma sp., umumnya hidup dalam aliran darah khususnya dalam

cairan atau plasma darah sebagai parasit ekstra seluler, parasit ini juga dapat

ditemukan dalam organ tubuh yang lain seperti: jantung, hati, otak, atau susunan

saraf pusat, limpa, ginjal dan paru-paru untuk keperluan hidup parasit ini sumber

energi diambil dari glukosa darah (Sudardjad, 1998).

(22)

9

2.4 Penyakit pada Kuda

Penyakit kuda dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang berupa: bakteri, virus dan cendawan. Selain itu penyakit kuda juga diperantarai oleh gigitan vektor ektoparasit seperti: nyamuk, lalat, dan serangga yang hinggap pada tubuh kuda tersebut. Adapun penyakit tersebut adalah: Antraks, Aspergillosis, Blastomycosis, Botulism, Coccidioidomycosis, Colitis, Cryptococcus, Cushing's Disease, Eastern Equine Encephalitis (EEE), Equine Influenza, Equine Infectious Anemia, Equine Herpes, Equine Viral Arteritis, Foot Rot, Histoplasmosis, kolik, Potomac Horse Fever, Rabies, Salmonellas, Strangles tetanus (lockjaw), Virus/Rhinopneumo, Venezuelan Equine Encephalitis (VEE), Vesicular Stomatitis, West Nile Virus (WNV), Western Equine Encephalitis (WEE) dan Wet Tail di Sulawesi khususnya Sulawesi Selatan (Nahis, 2005).

2.4.1 Penyakit Selakarang

Penyakit mikotik ini disebabkan oleh cendawan dimorfik Histoplasma farciminosum, atau dengan beberapa nama lain yaitu: Cryptococcus farciminosum, Equine blastomycosis, Equine histoplasmosis umumnya menyerang bangsa kuda (Nahis, 2005).

Cendawan Histoplasma farciminosum penyebab penyakit ini adalah jenis dimorfik karena cendawan tersebut dapat berbentuk khamir pada suhu 37

0

C dan berbentuk miselium pada suhu 25

0

-30

0

C, selain itu morfologi mirip dengan Histoplasma capsulatum cendawan tersebut berbentuk khamir mulai dalam wujud ovoid sampai globos dengan diameter berukuran 2-5 µm, dapat ditemukan pada ekstra-seluler dan intra-seluler di dalam sel-sel makrofag dan sel raksasa. Dalam bentuk miselium tumbuh dengan lambat berbentuk arial, berkoloni berwarna abu-abu dan permukaannya seperti kulit (Jungerman dan Schwartzman, 1972).

2.4.2 Penyakit Surra

Surra merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh Trypanosoma evansi

dan ditularkan secara mekanis oleh vektor lalat penghisap darah, yaitu lalat dari

genus Tabanus, tetapi Stomoxys, Haematopota dan Lyperosia juga dapat menularkan

protozoa ini parasit ini dapat ditemukan dalam plasma darah dan cairan limfa

penderita surra merupakan penyakit yang serius pada kuda dan unta di Afrika dan

(23)

10

Asia menyebabkan turunnya produktivitas, kematian dan kerugian anatomi. Surra merupakan penyakit parasit darah yang penting dan secara sporadik menyebar di beberapa wilayah Indonesia baik pada area tropis maupun subtropis kuda dan unta termasuk hewan yang paling peka terhadap infeksi Trypanosoma evansi yang dapat menyebabkan mortalitas tinggi sapi dan babi dapat menderita penyakit ini, tetapi tanda klinis yang muncul kurang parah dibandingkan unta dan kuda, sedangkan domba, kambing, dan rusa memiliki kerentanan yang rendah terhadap infeksi Trypanosoma evansi. Sapi dan kerbau dapat bertindak sebagai reservoir, kerbau menunjukkan parasitemia lebih lama dan lebih tinggi dari pada sapi sehingga kerbau diduga merupakan sumber penularan yang potensial bagi ternak sapi maupun kuda (Ndahi, 2018).

2.5 Pencegahan dan Pengedalian Penyakit Pada Kuda

Pencegahan penyakit lebih utama dilakukan dari pada pengobatan, hal ini disebabkan karena penggunaan obat akan menambah biaya produksi dan tidak terjaminnya keberhasilan pengobatan yang dilakukan, bahwa pada umumnya pencegahan dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan kandang, pemberian pakan yang sesuai dan memenuhi gizi dan penyingkiran sesegera mungkin ternak yang sakit mengemukakan bahwa usaha terbaik mencegah timbulnya penyakit pada ternak yaitu dengan menerapkan manajemen pemeliharaan yang ketat, seperti melakukan sanitasi yang baik terhadap kandang dan lingkungannya, maupun dengan obat tertentu yang dicampurkan dalam pakan yang lazim disebut koksidiostat (Setyawati, 2012).

Untuk meminimalkan kejadian penyakit disarankan memperkenalkan

penggunaan obat-obatan untuk pengendalian penyakit yang disebabkan oleh

cendawan pencegahan selalu lebih baik dari pada pengobatan pencegahan dimulai

dengan mengendalikan kantung-kantung pemeliharaan kuda dengan lalu lintas

perdagangannya hewan kuda yang diperdagangkan harus bebas penyakit

pemeliharaan kuda dan peralatannya harus dilakukan dengan baik penularan pada

benda yang berhubungan dengan kuda

(24)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2020 hingga September 2020 di Citra Pesona Ladang, Desa Tebing Ganjang, Sumatera Utara dan Laboratorium Parasitologi, Balai Veteriner Regional Medan, Sumatera Utara.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Deskripsi Area Kandang

Taman Satwa Citra Pesona Ladangku Desa Tebing Ganjang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Didirikan pada tahun 2008 dan mendapatkan izin No.SK.235/Menhut-II/2012 pada tanggal 10 Mei 2012 untuk menjadi taman satwa dengan luas ± 15 hektar.

Pada sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah darah kuda Sumba di Citra Pesona Ladangku, Desa Tebing Ganjang, Sumatera Utara. Kadang kuda Sumba berjumlah 2 buah. Pertama kadang semi intensif yaitu area kadang yang luas yang di gunakan untuk kuda Sumba tersebut melakukan aktivitas seperti pada habitat aslinya panjang dari kandang ini ± 100,3 m dan lebar ± 70,9 m dengan tanah, rumput, dan kolam kecil di tepi kandang, pada bagian selatan kandang semi intensif terdapat kandang sapi Bali dan pada bagian utara terdapat kadang rusa. Kedua kadang jempit atau intensif kadang ini memiliki ukuran panjang ± 50,2 m dan lebar

± 43,8 m dengan semen dan tempat makan kadang intensif atau kadang jempit ini digunakan untuk kuda Sumba yang hamil dan melahirkan, pada bagian timur kadang semi intensif ini terdapat kandang unggas angsa dan bebek, sedangkan pada bagian selatannya terdapat kandang burung merak biru.

3.2.2 Pengukuran Faktor Fisik Lingkungan

Pengukuran faktor fisik lingkungan meliputi suhu, kelembaban udara,

kelembaban tanah, ph tanah dapat dilihat pada Tabel 3.2.2 dibawah ini:

(25)

12

Tabel 3.2.2 Pengukuran Faktor Fisik Lingkungan

No Faktor Fisik Alat Metode

1 Suhu Thermometer Thermometer diletakkan pada lokasi pengambilan sampel, ditunggu beberapa saat hingga terlihat garis merah berhenti, lalu dibaca angka yang terlihat pada alat.

2 Kelembaban udara Hygrometer Hygrometer diletakkan dilokasi yang akan diukur kelembabannya, ditunggu beberapa saat dan dibaca hasil angka yang terlihat pada alat.

3 Kelembaban tanah Soil Moisture Meter

Soil Moisture Meter diletakkan dilokasi yang akan diukur kelembabannya dengan cara ditancapkan kedalam tanah kurang lebih 5 cm, ditunggu beberapa saat dan dibaca hasil angka yang terlihat pada alat.

4 pH tanah Soil pH meter Soil ph meter diletakkan dilokasi yang akan diukur ph nya dengan ditancapkan kedalam tanah dengan kedalaman kurang lebih 5 cm, ditunggu beberapa saat dan dibaca hasil angka yang terlihat pada alat

3.2.3 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: darah kuda dengan jumlah 13 ekor. Teknik pengambilan darah pada kuda dilakukan dengan cara vakum.

Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena jugularis, pembuluh darah dibendung dan daerah yang akan diambil darahnya dibersihkan menggunakan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol 75%. Selanjutnya dilakukan pengambilan darah menggunakan jarum hisap (multi drawing needle) dengan holder pada vena jugularis, kemudian tabung vakum dilekatkan pada jarum dan darah akan mengalir masuk kedalam tabung (Ndiha, 2018).

3.3 Pemeriksaan Hematologi dengan Menggunakan Hematology Analyzer Pemeriksaan hematologi darah dengan menggunakan hematology analyzer.

Prinsip kerja dari alat menggunakan flow cytometer, alat ini menggunakan metode

pengukuran dari jumlah dan sifat-sifat dari sel yang dapat dibungkus oleh aliran

(26)

13

cairan kemudian dilewatkan bersamaan aliran melalui celah sel dapat lewat satu persatu kemudian dilakukan perhitungkan (Koehane, 2016).

Cara pemakaian alat Hematology Analyzer dengan cara menekan tombol power pada posisi ON dan tunggu inisisasi atau alat bekerja sampai selesai. Untuk memasukkan data sampel kita dapat menekan tombol ID masukkan data sampel dan kemudian tekan tombol OK. Sampel darah yang terdapat di dalam tabung EDTA dihomogenkan dengan membentuk angka 8. Tabung EDTA dimasukkan kedalam pipet yang ada pada alat haematology analyzer lalu kita dapat menekan tombol biru, biarkan pipet menghisap darah hingga pipet naik kembali. Tunggu beberapa menit hingga hasil muncul pada layar alat dan dalam bentuk print, alat ini menghitung nilai RBC ( Red Blood Cell), WBC (White Blood Cell), HGB (Hemoglobin), HCT (Hematokrit) (Darmadi, 2018).

3.4 Pemeriksaan Sampel Parasit

Pembuatan preparat ulas darah dilakukan menggunakan dua buah objek glass, dimana ujung salah satu objek glass disentuhkan pada darah yang keluar dari edta kemudian ujung objek glass disentuhkan pada objek glass lainnya membentuk sudut 45

0

. Selanjutnya kedua objek glass digeser berlawanan arah secara cepat sehingga akan terbentuk ulas darah tipis pada objek glass. Setelah dikeringkan dengan cara mengangin-anginkan, sediaan ulas darah difiksasi menggunakan larutan methanol absolut selama lima menit, dan diwarnai dengan giemsa 10% selama ± 50 menit kemudian dibilas menggunakan air mengalir dan dikeringkan. Preparat ulas darah yang telah diwarnai kemudian ditetesi dengan minyak emersi dan diamati dibawah mikroskop menggunakan pembesaran 40 x 10 untuk mengidentifikasi keberadaan parasit jika ditemukan sampel yang positif dilanjutkan dengan penghitungan jumlah parasit per 10 (sepuluh) lapang pandang (Ndiha, 2018).

3.5 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu: dengan mengidentifikasi,

menghitung prevalensi dan intensitas parasit.

(27)

14

3.5.1 Identifikasi Parasit

Identifikasi parasit dilakukan di Laboratorium Parasitologi Balai Veteriner Medan dengan menggunakan buku identifikasi Atlas Parasitologi oleh Hidajati (2014) dan Helmints, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals (Soulsby, 1986).

3.5.2 Prevalensi Parasit

Prevalensi adalah jumlah host yang terinfeksi dengan 1 atau lebih individu dari spesies parasit tertentu dan dibagi dengan jumlah host yang diperiksa pada spesies parasit. Dinyatakan sebagai persentase apabila digunakan secara deskriptif dan sebagai proporsi saat dimasukkan ke dalam model matematika (Margolis et al., 1982).

Untuk melihat kategori infeksi berdasarkan Prevalensi dapat dilihat pada Tabel 3.5.2 dibawah ini:

Tabel 3.5.2 Kategori Prevalensi Parasit

No Kategori Frekuensi

1. Always 99-100%

2. Almost always 90-98%

3. Usually 70-89%

4. Frequently 50-69%

5. Commonly 30-49%

6. Often 10-29%

7. Occasionally 1-9%

8. Rarely >0,1-1%

9. Very Rarely >0,01-0,1%

10. Almost Never 0,01%

Sumber : (William dan Williams, 1996)

Berdasarkan Tabel 3.5.2 dapat dilihat bahwa infeksi parasit terdiri atas 10

kategori berdasarkan prevalensi. Kategori always atau selalu menggambarkan bahwa

parasit selalu menginfeksi dan tingkat infeksi parasit yang ditimbulkan sangat parah

(99-100%). Kategori almost always atau hampir selalu menggambarkan bahwa

parasit hampir selalu menginfeksi dan tingkat infeksi parasit yang ditimbulkan parah

(98-99%). Kategori usually atau biasanya menggambarkan bahwa parasit biasanya

(28)

15

menginfeksi (70-89%). Kategori frequently atau sering kali menggambarkan bahwa parasit tersebut sering kali menginfeksi (50-69%). Kategori commonly atau biasa menggambarkan bahwa parasit tersebut biasa menginfeksi (30-49%). Kategori often atau sering menggambarkan bahwa parasit tersebut sering menginfeksi (10-29%).

Kategori occasionally atau kadang-kadang menggambarkan bahwa parasit kadang- kadang menginfeksi. Kategori rarely atau jarang menggambarkan bahwa parasit tersebut jarang menginfeksi (0,1-0,01%). Kategori almost never atau hampir tidak pernah menggambarkan bahwa parasit tersebut sangat jarang atau tidak pernah menginfeksi (<0,01%) (Williams, 1996).

3.5.3 Intensitas Serangan Parasit

Intensitas adalah jumlah indivisu dari spesies parasit tertentu dalam satu host yang terinfeksi, yaitu jumlah populasi dalam intrapopulasi. Rumus intensitas dan nilai intensitas infeksi parasit dapat dilihat pada Tabel 3.5.3 untuk menghitung menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut (Margolis et al., 1982).

Tingkat intensitas dapat dikategorikan berdasarkan Tabel 3.5.3 dibawah ini:

Tabel 3.5.3 Kategori Intensitas Serangan Parasit

Nilai Keterangan

<1 Parasit sangat ringan

1-5 Parasit ringan

6-50 Parasit sedang

51-100 Parasit berat

>100 Parasit sangat berat

>1000 Super infeksi parasite

(Williams dan Williams, 1996).

(29)

16

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai hematologi darah pada kuda sumba di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku, Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Analisis Hematologi Kuda Sumba di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku

Standar Normal

Parameter Hematologi WBC

(x10

3

u/L)

RBC\

(x10

6

u/L)

HGB

(g/dL)

HCT (%) 5.60-12.1 7.00-10.4 10.1-16.1 25-30

K1 10,7 8,08 11,7 28,7

K2 11,8 8,27 12,4 30,6

K3 7,60 8,81 13,0 34,4

K4 17,0 7,57 10,6 27,4

K5 11,7 8.28 12,5 32,7

K6 6,20 7,70 12,3 28,8

K7 13,3 8,37 13,4 32,2

K8 11,1 7,34 11,5 26,8

K9 11,7 7,77 12,2 28,2

K10 11,6 8,06 12,7 28,1

K11 8,90 5,00 8,90 20,0

K12 8,80 8,49 14,1 34,5

K13 16,3 9,02 14,3 34,3

Keterangan: standar normal (Mercks Manual 2010) WBC (white blood cell). RBC (Red blood cell), HGB (Hemoglobin), HCT (Hematokrit) (Stockham, 2008).

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai WBC berkisar 6.2-17 bila dibandingkan dengan standart normal ditemukan ada satu kuda yang nilai WBC nya melebih standart normal 5.6-12.1 (x10

3

u/L) pada K4: 17 dan K13: 16.3 (x10

3

u/L).

Hal ini dikarenakan kuda K4 pasca melahirkan sehingga kemungkinan mengalami peningkatan nilai WBC serta pada kuda K13 mengalami stress saat melakukan pengambilan darah. Nilai WBC yang bervariasi dari ketiga belas kuda tersebut kemungkinan dapat dipengaruhi oleh waktu dan proses pengambilan darah. Pada RBC nilai pada kuda K11 yaitu: 5,00 (x10

6

u/L), dibandingkan dengan nilai standart Kode

Sampe

l

(30)

17

normal 7,00-10,4 (x10

6

u/L) kuda K11 RBC nya diluar dari standart normal. Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan kuda mengalami anemia atau mengalami stress, karena kuda K11 dipelihara bersama dikandang sapi bali sehingga berpengaruh pada nilai RBC nya. Untuk HGB didapatkan nilai berkisar 8,90-14,3 (g/dL) jika dibandingan dengan nilai standart normal ada kuda yang Nilai HGBnya di luar dari standart normal pada K11 yaitu: 8,9 (g/dL). Penurunan nilai HGB menandai adanya indikasi anemia, kemungkinan kuda K11 mengalami anemia yang menyebabkan nilai HGB tidak sesuai standart normal dan juga pada kuda K11 tidak ada latihan fisik yang diberikan karena kuda K11 hanya berada di kandang sapi bali dan tidak dilepaskan di padang rumput seperti kuda lainnya. Pada nilai HCT berkisar 20,0-34,5 (%) jika dibandingan dengan nilai standart normal ada kuda yang Nilai HCT nya di luar dari standart normal pada K11 yaitu: 20,0 (%). Peningkatan atau penurunan nilai hematokrit mengindikasikan adanya peningkatan viskositas darah sehingga merupakan salah satu gejala kuda K11 mengalami anemia, dapat dilihat pada (Lampiran 4). Hal ini sejalan dengan pernyataan Ricketts (2006) nilai RBC, WBC, HGB, HCT yang bervariasi dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas yang pada kuda.

Kuda yang sering mengalami latihan fisik maka terlihat nilai RBC dan nilai hematokritnya akan lebih tinggi karena latihan dapat meningkatkan afinitas hemoglobin terhadap pengambilan oksigen. Menurut Barrellet (2002) bervariasi dari kadar WBC, RBC, HGB, HCT kuda kemungkinan dapat dipengaruhi oleh waktu dan proses pengambilan darah, cara handling, keadaan lingkungan, dan karakter kuda yang berbeda.

Leukosit sering disebut sel darah putih, atau WBC (White Blood Cell) merupakan sel darah yang mengandung inti yang ada dalam tubuh manusia yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh (Sherwood, 2011). Pada umumnya leukosit adalah indikator adanya infeksi didalam tubuh, sehingga peningkatan kadar leukosit di dalam darah dapat dijadikan gambaran adanya infeksi. Kadar leukosit akan meningkat pada keadaan infeksi akut, nekrosis jaringan, leukemia, stress, aktifitas fisik berlebihan dan kelelahan (Fikriya, 2016).

Nilai eritrosit atau indeks eritrosit digunakan untuk pemeriksaan hitung darah

lengkap (Complete Blood Count) pemeriksaan ini umumnya digunakan untuk

membantu diagnosa penyebab anemia (Tarang, 2013).

(31)

18

Kadar hemoglobin menunjukkan nilai kelarutan oksigen di dalam darah.

Indeks eritrosit ini dapat digunakan untuk menentukan jenis anemia yang terjadi pada hewan. Peningkatan Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) terjadi akibat defisiensi besi pada kasus anemia. Penurunan Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) menandai adanya indikasi anemia mikrositik hipokromik (Bijanti et al., 2010).

Untuk Kadar hematokrit yang rendah sering ditemukan pada kasus anemia dan leukimia, dan peningkatan kadar ditemukan pada dehidrasi dan pada polisetemia vera. Peningkatan kadar hematokrit dapat mengindikasikan hemokonsentrasi, akibat penurunan volume cairan dan peningkatan sel darah merah (Kamuh, 2015).

4.2 Rataan Nilai Hematologi Kuda Sumba

Rataan nilai hematologi darah pada kuda Sumba di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku, Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rataan Nilai Hematologi Kuda Sumba Di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku

Parameter Nilai Darah Kuda Standart Normal

WBC (x10

3

u/L) 11,2 ± 3,08 5,60-12,1

RBC (x10

6

u/L) 7,90 ± 0,99 7,00-10,4

HGB (g/dl) 12,2 ± 1,40 10,1-16,1

HCT 29,7 ± 4,04 25,0-30,0

Keterangan: standar normal (Mercks Manual 2010) WBC (white blood cell). RBC (Red blood cell), HGB (Hemoglobin), HCT (Hematokrit).

Berdasarkan Tabel 4.2 didapatkan rataan hematologi darah pada kuda sumba

yaitu: WBC sebesar 11.2 ± 3.08 (x103u/L), RBC 7.9 ± 0.99 (x10

6

u/L), HGB 12.2 ±

1.4, (g/dL) dan HCT 29.7 ± 4.04 (%). Rataan nilai hematologi darah kuda yang ada

di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku masih berkisar pada nilai normal dan tidak

jauh berbeda dengan rataan nilai hematologi darah pada kuda normal hal ini

kemungkinan besar di karena kondisi kuda yang sehat serta pemeliharan yang baik,

selain itu faktor ras kuda letak geografis serta suhu lingkungan membuat adanya

variasi nilai hematologi pada kuda. Seperti penyataan Egbe et al. (2012) perbedaan

nilai hematologi dari setiap ras juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan diantaranya

suhu, ketinggian, dan letak geografis, dan kuda yang sering mengalami latihan fisik,

(32)

19

dehidrasi, dan ketakutan akan menyebabkan hilangnya cairan didalam tubuh yang disebut sebagai polisitemia relative.

Berdasarkan hasil penelitian Satria (2016) nilai hematologi pada kuda gayo di dapatkan sebesar RBC 7,9 ± 0,3 (10

6

u/L), WBC 9,1 ± 1,5 (x 10

3

/u/L), Hb 12,3 ± 0,5 (dl/L) hal ini dikarenakan kuda gayo yang hidupnya di dataran tinggi dan sering digunakan oleh penduduk lokal sebagai kuda transportasi dan kuda pekerja. Kuda yang hidup di dataran tinggi konsentrasi oksigennya akan berkurang sehingga dapat menyebabkan hipoxia kronis keadaan ini dapat menstimulus ginjal untuk memproduksi hormon eritropoietin dalam jumlah yang banyak sehingga RBC yang dihasilkan dapat mencukupi kebutuhan tubuh dalam mengikat oksigen.

4.3 Jenis Parasit Darah pada Kuda Sumba

Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan ditemukan 1 jenis parasit yang menginfeksi kuda sumba di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku, Sumatera Utara yaitu: Kingdom: Protozoa, Filum: Sarcomastigophora, Kelas:

Zoomastigophorasida, Ordo: Kinetoplastorida, Famili: Trypanosomadidae, Genus:

Trypanosomatidae, Spesies: Trypanosoma sp.

Menurut Taylor (2007), protozoa darah seperti Trypanosoma sp., Babesia sp., dan Theileria sp., merupakan genus protozoa yang berpredileksi pada sel darah.

Penyakit yang disebabkan protozoa darah ini akan mengakibatkan rusak atau hancurnya sel-sel darah yang akan mengakibatkan kuda mengalami kekurangan sel darah merah (anemia). Akibat anemia ini selanjutnya akan berdampak gangguan fungsional pada semua sistem tubuh baik sistem pernafasan, sistem pencernaan, sitem sirkulasi, sistem reproduksi dan pada akhirnya akan mengakibatkan kematian, sehingga dari skala usaha peternakan penyakit ini sangat merugikan.

Trypanosoma murni ditularkan oleh vektor melalui mukosa kelamin, mukosa

usus, dan luka terbuka puncak penularannya pada siang hari trypanosoma didalam

tubuh vektor hidup akan bertahan selama kurang lebih 6-12 jam. Vektor utama

trypanosoma adalah lalat pengisap darah (Stomoxys calcitrans, Lyperosia sp,

Glossina sp dan Tabanus sp). Trypanosoma evensi berbentuk tunggal (monomorfik)

berbeda dengan spesies lainnya yang berbentuk ganda (polimorfik), pada saat

memasuki peredaran darah trypanosoma memperbanyak diri secara biner, dalam

(33)

20

waktu singkat host akan mengalami parasitemia dan suhu tubuh biasa akan mengalami kenaikan sel darah putih pada penderita yang tersitasasi, saat parasit ini masuk langsung segera dikenali oleh makrofag dan dihancurkan oleh sel darah putih tersebut. Bila sel darah merah yang di makan makrofag cukup banyak, kuda akan segera mengalami anemia normositik dan normokromik akan tetapi dalam keadaan tertentu protozoa ini tidak dalam tertangkap saat di lakukan pemeriksaan karena dapat bersembunyi didalam kelenjar (Subronto, 2006).

4.4 Karakteristik Parasit Darah Trypanosoma sp.

Bentuk dan morfologi dari parasit Trypanosoma sp. pada darah kuda sumba di citra pesona ladangku sumatera utara dapat dilihat pada gambar 4.4

A B

Gambar 4.4 Trypanosoma sp. (A) Trypanosoma sp. yang terdapat pada darah kuda sumba di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku dengan perbesaran (40x10). (B) Trypanosoma sp (Desquenees et al., 2013).

Berdasarkan gambar 4.4 (A), karakteristik Trypanosoma yang temukan pada kuda sumba di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku Sumatera Utara memiliki bentuk morfologi tubuh pipih dan memanjang, pada bagian kedua ujung tubuhnya berbentuk runcing, serta letak inti sel berada di tengah tubuh, ukuran dari Trypanosoma sp., yang ditemukan memiliki panjang tubuh 10,2 mikron serta memiliki lebar tubuh 0,8 mikron. Berdasarkan penelitian Desquesnes (2013) pada preparat apusan darah tipis dengan pengecatan Giemsa menunjukkan bentuk Trypanosoma tipis, bentuk ramping, flagella bebas panjang dan ekstremitas posterior tipis dengan kinetoplast kecil di subterminal dan berkembang biak dengan cara A

B

(34)

21

membelah binary fussion, bagian tengah tubuhnya terdapat inti yang mengandung kariosoma (trofonukleus) yang besar dan terletak hampir sentral.

Parasit Trypanosoma evansi yang termasuk dalam protozoa memiliki sinonim: Trypanosoma annamense, Trypanosoma berberum, Trypanosoma cameli, Trypanosoma hippicum, Trypanosoma saudanense, Trypanosoma venezuelense, berukuran panjang 11,7 -33,3 mikron (rata-rata 24 mikron), ada pula yang berukuran 15-34 mikron (rata-rata 24 mikron) dan lebar antara 1,0-2,5 mikron (rata-rata 1,5 mikron), inti parasit berbentuk bulat atau oval ditemukan dibagian tengah tubuh (Hoare, 1972).

4.4 Prevalensi Parasit Darah

Prevalensi parasit darah berdasarkan hasil pemerikasaan terhadap 13 ekor kuda sumba jantan dan betina di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku, Sumatera Utara didapat nilai prevalensi sebesar 0,07 % dan ini termasuk kategori Very Rarely.

(Tabel 3.5.2) nilai dalam kategori ini adalah sangat ringan dan tingkat infeksi parasit rendah. Hal ini karena waktu pengambilan sampel yang dilakukan pada musim kemarau yang menyebabkan tingkat perkembangbiakan parasit rendah dan pemeliharaan yang baik, kondisi kandang yang bersih serta pakan organik yang diberikan berkualitas, pakan organik yang diberikan untuk kuda terlebih dahulu di jemur dibawah sinar matahari.

Nilai prevalensi dapat dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan yang buruk dan juga waktu pengambilan sampel, pengambilan sampel yang dilakukan pada musim kemarau akan mempengaruhi prevalensi, padang rumput yang biasa menghasilkan hijauan yang melimpah pada musim hujan dan musim kemarau mengalami kekeringan, pada musim kemarau terjadi keterbatasan pakan bagi ternak akibatnya ternak kurus dan kekurangan nutrisi, kekurangan nutrisi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi infeksi Trypanosoma sp. (Reid, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Kabaru, Kabupaten,

Sumba Timur bahwa prevalensi infeksi Trypanosoma evansi pada kuda sebesar 8%,

pada penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan

pada kuda di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan sebesar 4%. Hal ini berhubungan

dengan pola pemeliharaan kuda di Desa Kabaru, pada umumnya, kuda di Kabupaten

(35)

22

Sumba Timur masih dipelihara secara tradisional yaitu dengan cara dilepas di padang gembalaan pada siang hari bersamaan dengan ternak lain seperti kerbau dan sapi kemudian malamnya dimasukkan ke dalam kandang, ada pula yang dibiarkan di padang selama berbulan-bulan, kuda yang diternakkan bersama dengan kerbau dan sapi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya infeksi Trypanosoma evansi dimana kerbau dan sapi dapat bertindak sebagai reservoir infeksi Trypanosoma evansi (DPK Sumba Timur, 2015).

4.5 Intensitas Parasit Darah

Intensitas Parasit darah berdasarkan hasil pemerikasaan terhadap 13 ekor Kuda Sumba di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku, Sumatera Utara didapat nilai intensitas sebesar 0.3 dan termasuk kategori sangat ringan (Tabel 3.5.3).

Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi perkembangbiakan parasit darah

karena vektor utama dari parasit darah adalah lalat berdasarkan hasil penelitian di

Taman Satwa Citra pesona Ladangku terhadap kuda yang dipelihara berada pada

suhu 30

0

C dan bukan merupakan suhu optimal untuk parasit darah menginfeksi,

kelembapan udara 90%, kelembapan tanah sebesar 48% dan pH tanah sebesar 5.3

(Lampiran 3). Berdasarkan penyataan Desquesnes (2013) bahwa status

epidemiologic dan kondisi geografis dapat mempengaruhi kejadian penyakit surra di

suatu wilayah disamping itu waktu pengambilan sampel yang dilakukan pada musim

kemarau juga kemungkinan mempengaruhi intensitas pada penelitian ini. Selama

musim hujan terjadi peningkatan jumlah vektor dibandingkan dengan musim

kemarau. Menurut Herczeg (2015) bahwa curah hujan, kelembapan udara dan sinar

matahari berpengaruh terhadap banyaknya vektor khususnya Tabanus sp. di alam

vektor membutuhkan suhu udara di sekitarnya 18

0

C untuk terbang, suhu optimal bagi

Tabanus sp untuk terbang minimal 31

0

C-35

0

C suhu rata-rata di kabupaten Sumba

Timur umumnya, 22,5

0

C-31,73

0

C (Ndiha, 2018).

(36)

23

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulam

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

a. Profil darah Kuda Sumba di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku adalah nilai WBC sebesar 11,2 ± 3,08 (x10

3

u/L); RBC 7,90 ± 0,99 (x10

6

u/L); HGB 12,2 ± 1,40 (dl/L) dan HCT 29,7 ± 4,04 (%).

b. Jenis parasit darah yang ditemukan pada darah Kuda Sumba di Taman Satwa Citra Pesona Ladangku yaitu: Trypanosoma sp.

c. Prevalensi parasit Trypanosoma sp. 0,07% dengan kategori Verry Reriley.

Sedangkan intensitas parasit sebesar 0,3 dengan keterangan (parasit sangat ringan).

5.2 Saran

Baiknya dalam proses pengambilan sampel dilakukan pada musim hujan dikarenakan saat musim hujan adalah waktu optimum vektor parasit atau parasit itu sendiri berkembangbiak. Pengembala kuda hendaknya melakukan pengembalaan yang baik agar kuda Sumba yang negatif tidak tertular oleh yang positif parasit.

Selanjutnya dilakukan pengendalian dan pengobatan pada hewan ternak serta

perbaikan proses pengelolaan sistem pemeliharaan.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

.

Ahmad Z dan Anis S, 2012. Kejadian Penyakit Skalarang pada Kuda dan cara Pengendalian. WARTAZOA. 22(2): 65-71.

Barrelet A, Ricketts S, 2002. Haematology and blood biochemistry in the horse: a guide to interpretation. In Practice. 24: 318-327.

Bijanti R, Yuliani GA, Wahjuni RS, Utomo RB, 2010. Buku Ajar Patologi Klinik Veteriner. Surabaya (ID): Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair.

Darmadi, 2018. Perbedaan Jumlah leukosit Darah EDTA di Periksa Segera dan di Tunda 2 jam. Klinikal Sains. 6(2): 30-37

Detha A, 2013. Identifikasi Kandungan Protein dan Potensi Pemanfaatan Susu

Kuda Sumba di Pulau Sumba. Jurnal Flobamora Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. 8(4): 250-259.

Desquesnes M, Philippe H, De-Hua L, Alan D, Zhao-Rong L, and Sathaporn J, 2013.

Trypanosoma evansi and Surra: A Review and Perspectives on Origin, History, Distribution, Taxonomy, Morphology, Hosts, and Pathogenic Effects. Bio. Med. Res. Int.

Ebge TN, Kalu NA, Naphtali C, 2012. Preliminary studies on some haematological and serum biochemical parameters of apparently healthy adult horses in maiduguri, Nigeria. Afr J Biomed Res. 15 : 49-53.

Fikriya I, 2016.Hitung leukosit pada ketuban pecah dini sebagai indikator inflamasi di Rumah Sakit Universitas Airlangga.[Skripsi]. Surabaya: Universitas Airlangga. Program Studi Pendidikan Bidan.

Hasan AMA, 2014. Identifikasi Penyebab dan Nilai Ekonomi Kerugian Mortalitas Ternak Kuda di Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar [Skripsi]. Makasar: Universitas Hasanuddin.

Herczeg T, Dénes S, Miklos B, Andras B, Monika G, Robert F and Gabor H, 2015.

The effect of weather variables on the flight activity of horseflies (Diptera:

Tabanidae) in the continental climate of Hungary. Parasitol Res, 114: 1087- 1097.

Hoare CA, 1972. The Trypanosomes Of Mammals A Zoological Monograph.

Backwell Scientific Publications: Oxford.

Jugerman PF, Scahwartzman RM, 1972. Veterinary Medical Mycology. LEA and FEBRIGER : Philadelphia.USA.

Kamuh PSS, Mongan EA, Memah FM, 2015. Gambaran Nilai Hematokrit dan Laju Endap Darah pada Anak dengan Inveksi Virus Dengue Di Manado.

Universitas Sam Ratulangi Manado.

[Kementan] Kementrian Pertanian Republik Indonesia, 2018. Populasi Kuda Menurut Provinsi tahun 2009-2019. Sensus Pertanian. Jakarta.

Keohane EM, Smith LJ and Walenga JM, 2 6. Ro ’ H o o C c Principles And Aplications. Amerika: Elsevier.

Martins AV, Gomes AP, Mendonca EG, Fietto JLG, Santana LA, Oliveira MG,

Geller M, Santos RF, Vitorino RR, and Batista RS, 2012. Biology Of

Trypanosoma cruzi: an update. Infectio. 16(1): 45-58.

(38)

25

Maswarni dan Rachman N, 2014: Manajemen Pemeliharaan dan Pengembangbiakan.

Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Margolis LG, 1982. The Use of Ecological Terms in Parasitoloy (Report of an ad hoc committee of the American Society of Parasitologists). J Parasitol, 68: 131- 133.

Natadisastra D, 2005. Parasitologi Kedokteran DiTinjau Dari Organ Tubuh Yang di Serang. Jakarta: Kedokteran EGC.

Ndiha MRM, 2018. Prevalensi Dan Intensitas Infeksi Trypanosoma Evansi Pada Kuda Di Desa Kabaru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur. Buletin veteriner Udayana, 10(1): 70-75.

Omanwar S, Basagoudanavar SH, Sigh RK, and Butchaiah G, 1999. Direct and Sensitive Detection of Trypanosoma evansi by Polymerase Chain Reaction.

Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. 18-19 Oktober 1999, Puslitbang Peternakan, Bogor. 54-65.

Pathak KML, Singh YS, Meirvenne NV, and Kapoor M, 1997. Evaluation of various diagnositic techniques for Trypanosoma evansi infections in naturally infected camels. Vet Parasitol, 69: 49-54.

Randu MDS, Suek FS, dan Hartono B, 2017. Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi dan Sosial Budaya dalam Pengembangan Kuda Pasola di Kabupaten Sumba Barat Daya, Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Laboratorium Riset Terpadu Undana ke-2 Kupang: 77-83.

Reid SA, 2002. Trypanosoma evansi control and containment in Australasia. Trends Parasitol, 18(5): 219-224.

Ricketts S. 2006. Equine Clinical Pathology. Suffolk: Rossdale & Partners Veterinary Surgeons..

Satria IM, 2016. Profil Hematologi dan Kimia Darah kuda Gayo.[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan: IPB.

Setyawati SJ, Indrasari D, Hastuti SS, Yuwono E, Indradji M, dan Prabowo D, 2012.

Inventarisasi Penyakit Ternak Kelinci di Sentra Peternak Kelinci di Kabupaten Banyumas. Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Agribisnis Peternakan dalam Mendukung Pemenuhan Protein Hewani Nasional.

Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Setiawan DK, Dwinata IM, dan Oka IDM, 2014. Identifikasi Jenis Cacing Nematoda pada Saluran Gastrointestinal Kuda Penarik Cidomo di Kecamatan Selong Lombok Timur. Indonesia Medicus Veterinus, 3(5): 351-358.

Sherwood L, 2011. Body Defenses.Fundamentals of Human Physiology. Edisi ke-4:

Brooks/Cole.

Stockham SL, Scott MA, 2008. Fundamental of Veterinary Clinical Pathology Ed.

2nd. State Avenue (US): Blackwell Pub.

Subronto, 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sudardjad S, 1988. Ekologi Parasit Hewan. Fakultas Pasca Sarjana lnstitut Pertanian Bogor: Bogor.

Soehardjono O, 1990. Kuda. Jakarta : Yayasan Pamulang.

Tarang F, 2013. Indeks Eritrosit pada Kelinci New Zealand White Jantan (Oryctolagus cuniculus) Pasca Operasi Urethrotomi. [Skripsi]. Bogor:

Institusi Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan.

(39)

26

Taylor MA, RL Coop, RL Wall, 2007. Veterinary Parasitology. 3th Edition.

Hongkong (HG): Graphicraft Limited.

Trimariani A, 1994. Petunjuk Praktikum Parasit dan Penyakit Ikan, Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Williams JEH, and Williams LB, 1996. Parasites of Offshore Big GameFishes of Puerto Rico and The Wasterm Atlantic. Departement of Biology University of Puerto Rico: Puerto Rico.

Wilson, Don E, and Deeann M. Reeder, eds, 2005. Mammal Species of the World:

A Taxonomic and Geographic Reference, 3

rd

. Baltimore, Maryland (US):

John Hopkins University Pr.

(40)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kegiatan Kerja

Kondisi kandang kuda Pengambilan sampel darah

Pembuatan ulas darah Fiksasi dengan methanol

Pewarnaan dengan Giemsa Proses pembilasan dengan air

(41)

28

Proses Pengeringan Pengamatan dibawah Mikroskop

(42)

29

Lampiran 2 Bagan Alur Kerja A. Pemeriksaan Sampel Parasit

Di ambil darah dengan cara vakum

Diberi label pada masing-masing tabung Edta Dimasukkan kedalam coolbox

Darah Dalam Edta

Ditetesi darah di ujung objek glass

Disentuhkan darah dengan objek glass lainnya membentuk 45

0

Dikering anginkan

Ulas Darah Tipis

Di fiksasi ulas darah tipis dengan menggunkan Menthanol absolut selama 5 menit

Diwarnai dengan pewarna di Giemsa 10%

Ditunggu selama 50 menit Dibilas dengan air mengalir Dikering anginkan

Ditetesi dengan minyak emersi setealh kering

Diamati di bawah mikroskop danidentifikasi dengan buku

Hasil

Pengambilan sampel darah

(43)

30

A. Pemeriksaan Hematologi

Di ambil darah dengan cara vakum

Diberi label pada masing-masing tabung Edta Dimasukkan kedalam coolbox

Pemakaian Hematology Analyzer

Hidupkan alat dengan menekan tombol ON

Alat akan Slef Check, Pesan Please Wait akan muncul Alat Ready, tekan tombol ID dan massukkan data sampel Darah dalam EDTA

Darah dalam EDTA dihomogenkan

Tabung Edta dimasukkan kedalam pipet yang ada pada alat Tekan Tombol Biru biarkan pipet menghisap darah

Tunggu beberapa saat

Hasil

Pengambilan sampel darah

Referensi

Dokumen terkait