• Tidak ada hasil yang ditemukan

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

         

Hak cipta dan penggunaan kembali:

Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse:

This license lets you remix, tweak, and build upon work

non-commercially, as long as you credit the origin creator

and license it on your new creations under the identical

terms.

(2)

LAMPIRAN

(3)
(4)

Transkrip Wawancara

Nama naasumber : Intan Bedisa (Reporter) Media : RTV

Tempat wawancara : -

Waktu wawancara : 21:00 – 21:30

Jenis wawancara : Telephone (via WhatsApp)

No Pertanyaan Peneliti Jawaban Narasumber

1.

2.

3.

Halo ka, selamat malam

Iya jadi gini ka, topik penelitian aku tentang intimidasi dan pelecehan berbasis daring?

Iya itu bisa ka, aku jelasin dulu kali ya kak biar lebih jelas gitu. Jadi maksud dari penelitian aku itu, misalnya sebenarnya aku juga sempat baca berita-berita kaka kan tentang waktu jadi wartawan RTV waktu lagi liput aksi massa 22 mei itu. Nah terkait dengan pemberitaan itu, kaka pasti punya media sosial kan bisa twitter, facebook, intagram, dna lain sebagainya nah dari media sosial tersebut kaka kan pernah upload

Iya, malam gimana gimana?

Nah, sebentar-sebentar itu dia aku juga mau ngomong dari awal ini kan kamu berbasis daring ya,

masalahnya ini kan online semetara persekusiku kan enggak online sebenarnya. Tapi cuman ada follow up pro kontra yang mereka post lewat online gitu sih, apakah itu tetap termasuk atau gimana tuh berarti?

Hmmm.. okey aku juga udah ngeliat

daftar pertanyaan kamu ya, jadi gini

sebanarnya kalau misalnya meme

aku tidak pantau, sejauh yang

pernah aku dapat itu lucu-lucuan

menurut ku sih tidak melecehkan

aku secara pribadi ya. Mungkin

yang patut merasa terlecehkan ya

orang yang teriak-teriak itu karena

meme yang dibuat netizen ini

memang justru yang aku dapat

selama ini justru mereka lebih again

(5)

video waktu aksi massa itu, dari video tersebut menimbulkan kayak

intimidasi dan pelecehan daring gitu di kolom komentar instagram kaka atau identitas pribadi kaka dibuat meme lucu-lucuan tapi yang mengarah ke negative gitu

maksudnya gitu sih ka terkait dengan garis besarnya penelitian aku?

sama orang-orang yang teriak-teriak ini kan jadi meme nya tuh lebih kepada cenderung negative pada orang-orang ini kan, hoak lah, burung gagak lah dan segala macem gitu, tapi kalau aku pribadi sejauh meme yang aku dapat gak pernah ada yang melecehkan secara pribadi sih sama sekali itu kalau meme.

Kedua kalau misalnya dari intagram atau twitter, tapi twitter aku tidak pantau karena sebenarnya aku udah gak terlalu aktif ditwitter bahkan udah jarang banget gak buka, nah kalau di instagram aku lebih aktif memang setiap hari buka instagram, nah pro kontra tuh sampai sekarang masih ada yang dibilang

melecehkan ya mungkin ada juga ya karena yang kontra-kontra ini banyak diantara mereka juga yang ngomongnya jadi kasar dan itu adreasingnya atau ditujukannya itu kepada saya pribadi, tapi mungkin kamu bisa pantau sendiri dari kolom komen ya silahkan kamu lihat mana yang sekiranya orang-orang yang kemudian jadi brutal gitu komennya dan menyerang saya secara pribadi ataupun menyerang profesi kami gitu itu kamu bisa lihat sendiri, ada juga bisa saya katakan akun

instagram yang kalau saya lihat fake account ya karena tidak ada

posting, tidak ada foto orang kalau

ga salah namanya iwananto atau

siapa saya juga lupa. Lalu kenapa

saya ngeliat ke satu instagram ini

karena masih lumayan aktif untuk

ngetag-ngetag saya untuk sebuah

(6)

pemberitaan atau fenomena apa apapun itu biasanya sih fenomena politik kemudian dia yang kayak

―heh mana lo media lo wartawan kan mana kok ga ngeliput‖

nah yang gitu gitu, satu account ini masih suka ngetag saya dengan kalimat yang kurang patut dan kasar, terakhir dia ngetag sebulan atau dua bulan lalu kayaknya bahkan saya udah di Inggris dia masih ngetag gitu. Pokoknya semenjak saya ngepost di instagram sampai saya udah di Inggris dia masih suka tiba-tiba ngetag auros the blue yang saya juga gak ngerti dan yang dia tag juga instagram- instagram yang saya gak bisa ngejudge instagram abal atau ga ya tapi mungkin instagram yang kontennya politik terus mungkin dia ada mendukung satu pemimpin baik itu pemimpin provinsi atau

pemimpin negara gitu ya, terus yang

kayak berita tentang si pemimpin

politik ini. Misalnya pemimpin

politik ini melakukan kebaikan tapi

kemudian si akun instagram ini

bilang ―mana media tidak meliput

dan segala macem‖ nah itu dia

ngetag misalnya ―mana ni lo media

kan lo gak ngeliput‖ nah paling

cuman kayak gitu doang sejauh ini

gak ada intimidasi yang menurut

saya sampai keterlaluan kayak harus

dipolisikan atau saya jadi terancam

yang gitu-gitu sih so far gak ada,

nah kalau kayak gitu masuk dalam

katagori penelitian kamu gak?

(7)

3.

4.

5.

Masuk sih kak, berarti kaka katagorinya bisa dalam bentuk ancaman karena adanya fake account yang terus mengikuti kaka dan bisa juga komentar-komentar itu. lalu apakah bentuk-bentuk kekerasan itu menganggu profesi jurnalis kaka?

Okey terkait dengan fenomena yang kaka alami itu bentuk-bentuk kekerasan daring yang lebih sering kaka alami itu seperti apa? Kayak misalnya ancaman kah atau pelecehan atau komentar negative.

Dari pengamalan kaka tersebut, strategi apa yang kaka gunakan dalam menangani intimidasi yang kaka alami? Karena kaka pasti punya prinsip sebagai jurnalis untuk

menangani intimidasi atau kekerasan daring lainnya.

Ya kalau saya sih biasa aja, belum ada sih sejauh ini yang membuat saya merasa terancam atau tidak aman terus saya jadi harus

konsultasi ke orang lain ―eh kira- kira gimana nih bahaya loh ni orang gitu‖ belum ada so far jangan sampai ada ya, paling hanya sekedar ya orang-orang kontra terus dia yang kayak ngomong kasar aja paling gitu doang, tidak membuat saya sampai kayak terancam gitu sih Kayaknya sih komentar negtaive sih sama yang itu yang tadi saya bilang ngetag auros the blue terus dia yang kayak ngomongnya ―heh lo ― yang kayak gitu-gitu tapi udah cuman sekedar itu, paling yang paling banyak ku rasa bentuknya adalah komentar negative, omongan yang kurang patut, kalimat yang kasar.

Dan sayanya sendiri tidak

mempermasalahkan atau membuat itu menjadi hal yang besar gitu cuman bentuknya yang kayak gitu aja.

Okey, kalau fokus ke daring kita hidup di era sosial yang keterbukaan informasi dan sekarang saya bukan seorang wartawan tapi saat saya jadi wartawan saya harus sadar posisi saya adalah jurnalis yang

sebenanrya dilindungi secara hukum

karena jurnalis punya undang-

undang pers dan saya bagian dari

intensitas perusahaan saya bagian

dari intensitas media jadi saya tidak

(8)

bisa posisikan diri saya sebagai seorang sipil yang bebas bicara atau bebas mengungkapkan apapun yang ada di dalam pikiran kita. Artinya gini bukan berarti orang sipil boleh ngomong apa aja saya bukan bicara seperti itu tapi artinya saya

memposisikan diri saya menjadi seorang jurnalis yang lebih mengatur konten omomngan saya baik langusng maupun daring khususnya dalam hal-hal perbidang- bidang yang sekiranya sensitif bagi orang-orang banyak. Misalnya asusila mungkin kalau saya bukan jurnalis kalau saya orang sipil tetep itu tidak patut untuk bicara hal hal mengenai asusila tapi setidaknya kalau orang-orang biasa mungkin enggak ada beban sebagai embel- embel jurnalis dan perusahaan medianya di belakang dia gitu cuman kalau saya selalu memposisikan diri saya adalah jurnalis dan bagian dari sebuah media maka saya tidak mungkin mengungkapkan hal-hal yang berbau asusila atau mungkin misalnya gender in the quality that say misalnya mengungkapkan atau posting candaan yang mungkin bisa menyakikan kaum wanita gitu misalnya saya gak mungkin, atau bisa juga kayak kaum pria atau that say LGBT, misalnya saya

menghujat kaum LGBT itu juga

gamungkin karena saya seorang

jurnalis gitu atau saya menghujat

kaum-kaum tertentu misalnya

agama, politik, partai, atau supporter

(9)

6. Terakhir nih ka, menurut kaka kenapa intimidasi dan pelecehan daring terus terjadi? Menurut kaka secara pribadi.

A B, itu juga tidak mungkin saya lakukan. Nah itu mungkin sebuah strategi bahwa kita atau saya pribadi sadar posisi saya beda dari warga biasanya di mana saya harus mengatur konten omongan saya walaupun sebenarnya media sosial adalah ranah pribadi saya, tapi saya tidak boleh melupakan bahwa saya seorang jurnalis, karena jurnalis inikan membuat opini melalui berita-berita yang kita produksi jadi sosial media kita itu bisa jadi sebuah corong yang dilihat dari masyakarat kurang lebih kayak gitu sebenarnya.

Saya harus bersikap netral gitu.

Okey, jadi pelcehan aku gak pernah

alamin ya cuman kalau intimidasi

ini terjadi karna persekusi aksi 22

mei itu, nah kalau dilihat dari itu

sebenarnya kenapa terus terjadi

karena menurut saya ada kontra di

situ, ada orang-orang yang kita tidak

bisa salahkan seratus persen karena

orang punya opini pribadi masing-

masing dan orang punya attitude

masing-masing yang sulit untuk kita

kontrol. Mungkin kalau kita mau

mencak-mencak di instagram orang

kita berfikir karena mungkin kita

tidak punya value ke sana, saya

sendiri tidak punya value untuk

membenarkan saya marah-marah

atau omong kasar menyudutkan

orang di kolom komentar di

instagram orang lain saya tidak

punya value kesana, tapi kan kita

tidak tau value orang lain, kita tidak

tau attitude orang lain dan mereka

(10)

punya opini pribadi masing-maisng yang tidak menutup kemungkinan itu kontra tentang apa yang saya posting, nah mungkin hal itu yang membuat message-message itu terus terjadi simplenya sih kayak gitu.

Lalu saya juga mau menambahin

sedikit ―Karena sebelumnya juga

tahun 2014 waktu pilpres lanjut

2017 waktu pilgub kan media di

indonesia memang terpolraraisasi

tuh ada yang mendung calon a dan

mendukung calon b pun dengan

pilgub 2017 DKI waktu ada

pecalonan dari Ahok sama Anies

baswedan ya kan nah, sebenarnya

kan polarisasi media dan polarisasi

suporter ini sudah terbentuk dari

2014 dan kemudia lanjut 2017 nah

jadi menurut saya dengan adanya

polarisasi ini itu memicu sentimen

terhadap media nah akhirnya itu

yang kemudian membuat persekusi

ini terjadi lanjut secara online

karena posting dan bisa dilihat

dengan konten-konten negative

yang mereka tulis itu mengenai

media secara institusi sebenarnya

karena mereka merasa beda

pandangan politik kebetulan

mungkin merasa media saya itu

tidak mendukung pilihan politik

mereka akhirnya mereka jadi

sentimen ke saya menurut saya itu

juga menjadi faktor kenapa

persekusi ini terjadi lanjut secara

online dengan message-message

negative yang mereka berikan

karena sebenarnya ada sentimen

(11)

terhadap media yang sudah terjadi

sejak 2014 kalau saya ngeliatnya

kayak gitu meskipun sebenarnya

perlu digaris bawahi bahwa media

saya di sini adalah RTV total netral

dalam menyiarkan berita.‖

(12)

Nama naasumber : Putri Oktaviani (Reporter) Media : Kompas TV

Tempat wawancara : Locarasa, Gelato, Coffee – Cookie, Kemang Jakarta Waktu wawancara : 11:30 – 12:30

Jenis wawancara : Ketemu langsung

No Pertanyaan Peneliti Jawaban Narasumber 1. Halo ka, boleh perkenalan

diri dulu gak ka?

Okey nama aku Putri Oktaviani saat ini

kerja di KompasTV sebagai jurnalis

(13)

2.

3.

Kalau boleh tau udah berapa lama di Kompas TV?

Terus mau nanya nih ka gimana tanggapan kakak tentang fenomena intimidasi dan pelecehan daring menurut kakak?

Di KompasTV jalan satu setengah tahun

Intimidasi sama pelecehan ya kalau hal yang kayak gitukan namanya tekanan ya itukan pasti ada ya, apalagi pekerjaan sebagai jurnalis kayak sebagai jurnalis kita punya beban ganda lah ya ibaratnya kita menyampaikan informasi tapi di satu sisi kita juga harus menjaga apa yang sudah dirancang atau arah dari kebijakan redaksional dari tempat kita kerja kayak gitu. Nah biasanya intimidasi atau pelecehan itu datangnya udah pasti dari eksternalkan, kalau sekarang karna banyaknya platform gitu kayak media sosial atau juga teknologi live streaming kayak gitu biasanya mereka nyerangnya dari situ. Biasanya kalau dari live streaming kalau misalnya kita lagi live adalah kayak komen-komen nada intimidasi biasanya sih kalau misalnya contoh waktu masa-masa pemilu ini kan keras banget ya maksudnya lagi tegang- tegangnya banget ibaratnya masyarakat terbagi menjadi dua kubu nah

intimidasinya biasanya mengarah pada

apa yang kita sampaikan misalnya kalau

kita lagi di eventnya acaranya 01 gitu

intimidasinya dari pendukungnya 02

gitukan kayak dari kubu pihak-pihak

(14)

4. Kasus kekerasan daring yang terus terjadi menganggu psikis kaka engga sih?

yang memang ngerasa ―ah inimah gausah ditampilin‖ gitu nah kalau pelecehannya sendiri biasanya lebih menyerang kearah seksual apalagi jurnalis perempuan kan udah biasalah ya kalau kayak gitu orang lebih ngeliatnya jurnalis perempuan itu dari segi

penampilan bukan dari segi apa yang ingin disampaikan apalagi kalau misalnya kita di layar keliatan kurang oke jadi keliatan kayak ―ini jurnalisnya udah mandi belom sih?‖ biasanya komen-komen juga ga terlalu penting tapi ya mengarahnya lebih ke

memperhatikan fisik lah ya bukan isi dari si beritanya itu dan kayaknya sih

mungkin makin ke sini semakin kenceng sih karena kadang mereka juga gak nyerang dari segi misalnya dari

youtubenya tempat kita kerja atau dari youtube stasiun tv tempat kita kerja tapi juga bahkan ke ranah-ranah pribadi kayak di instagram gitu kan lebih sering juga jadi mereka kebanyakan komen- komen kayak ―oh ini live tentang nanana‖ gitu sih

Hmmmm..sebenarnya menganggu sih ya, itu pasti mengganggu karna kayak

biaasanya yang namanya kita kerja yang

(15)

5. Bentuk-bentuk kekerasan daring ini kan banyak ka?

Terus yang paling sering kakak terima bentuknya seperti apa? Kayak ada intimidasi, bullying, hujatan komentar jahat dan lain sebagainya. Nah yang paling

namanya kita ada di layar ekspetasi kita adalah banyak orang menonton dan puas apa yang kita sampaikan apalagi disitu tanggung jawab kita adalah membawa nama perusahaan tempat kita kerja dan membawa nama kita sendiri gitu kan sebagai orang yang menyampaikan berita ke masyarakat. Apalagi kalau yang tadi tuh pelecehan ke arah seksual itu

menganggu banget sih sebenarnya kayak

―kayaknya ga terlalu penting ya bicaraiin soal seksual bisa ke yang lebih oke lagi‖

maksudnya bisa perhatikan ke beritanya lah gitu apa yang kita sampaikan gitu sih.

Sebenarnya menganggu dan tergantung kita menanggapinya gimana lah ya masing-masing orang kan beda, kalau aku pribadi sih terganggu kayak ternyata orang beda-beda ya kalau nonton kita ada yang pro ada yang kontra gitu.

Bully kali ya bully apalgi kalau misalnya beritanya tuh gak pas gitu sama orang yang lagi nonton biasanya lebih ke bully sih, apalagi biasanya pakai kata-kata kasar gitu kan yang sebetulnya bisa enggak usah dengan kata yang seperti itu gitu karena memang mereka

menyasarnya tuh lebih ke arah ngeliatnya

(16)

6.

7.

kaka sering terima bentuk kekerasan daring yang mana kak?

Pasti kakak punya media sosial kan ada instagram, twitter, facebook dan lain sebagainya yang paling sering diserang media sosial apa?

Kakak pernah enggak diancam oleh pihak-pihak tertentu?

bukan objektif gitu tapi lebih ke subjektif biasanya gitu sih.

Instagram sih, biasanya mereka

sebenarnya gak ngefollow tapi ternyata suka komen-komen gitu jadi mereka kan tau siapa nih yang lagi mereka tonton terus cari namanya gitu kan terus ―oh dia nih‖ terus serang di instagram tapi aku sih lebih kayak abis aku baca kalau sekiranya ngeganggu langsung aku delate terus aku block.

Pernah-pernah jadi suatu acara besar di

Monas aku sampai takut banget mau live

karena disitu kita enggak boleh pake

attribute yang menunjukan kita dari

kompas tv gitu jadi kita memang dari

kantor sudah di briffing jadi jangan

keliatan mencolok dan disitu akhirnya

aku bikin LOT pun juga aku takut gitu

kan jadi cari tempat yang agak-agak

aman supaya gak kena intimidasi terus

karena mereka kayak ngeliatin kita

banget merhatiin banget ini dari mana ya

terus teriak teriak kayak ―woi media

yang bener ya kalau beritaiin‖ kayak

gitu.

(17)

8.

9.

10.

Tapi itu kan secara langsung ya kak,kalau di media sosial pernah enggak ka?

Kakak pernah enggak sih buat kesalahan sehingga menimbulkan kekerasan daring?

Sejauh mana kasus intimidasu menganggu kinerja kaka sebagai reporter?

Pernah pernah pernah, tapi kalau

misalnya diancam gak sih ya maksudnya gak yang sampai ngancem gitu karena akupun juga alhamdulillah selama ini enggak pernah yang diserang aneh-aneh gitu. Jadi diancam secara langsung pernah cuman diancam secara media daring gak sih paling cuman dikataiin

―tolol‖ atau apa gitu pakai kata-kata kasar gitu

Sejauh ini belum pernah sih, tapi pernah sekali cuman itu kesalahan dari

narasumber ku jadi kutanya apa dia jawab apa gitu tapi orang nyerangnya kayak ―ini gimana sih reporternya nanya apa jawabnya apa‖

Sebenarnya lebih ke tekanan lah ya jadi kalau misalnya kita sehari sebelum kita kerja kayak pekerjaan kita ini rawan banget kena intimidasi dan lain

sebagainya, jadi tekanannya tuh adalah kayak kita gak boleh salah gitu jadi kadang-kadang kerjanya jadi kadang pengen nyantai tapi ternyata

―aduh gw mau live report nih jangan sampai entar omongan gw salah terus jadi bikin orang-orang ngehujat gw‖

gitu jadi lebih ketekanan kayak gitu sih.

Bahkan kadang kalau kita mau explore

(18)

11.

12.

Strategi apa yang kakak gunaiin dalam menangani dan menyikapi netizen-netizen yang melakukan kekerasan daring terhadap kakak?

Tapi sebelum kejadian seperti ini Kaka punya prinsip apa untuk menangani intimidasi dan bentuk-bentuk kekerasan daring lainnya?

sesuatu jadi agak takut ya pertama takutnya adalah kantor kita diserang terutamakan karena kita membawa nama besar kantor, terus takutnya juga jadi mereka mengarah ke sosial media pribadi.

Jadi sebelum kita berangkat kita diskusi ya sama atasan koordinator liputan terus diskusi juga sama temen-temen yang di kantor juga sama temen-temen di lapangan karena kalau misalnya temen- temen kantor kan mereka mungkin pernah liputan hal yang sama jadi lebih tau ada hal-hal yang mungkin tidak bisa disampaikan dan boleh disampaikan gitu terus.

Lalu kalau dari diri sendiri lebih santai aja sih nanggapi itu, kalau ada komen- komen yang jahat atau yang bernada intimidasi negative atau pelecehan kalau aku pribadisih yaudah dilihat saja kayak

―oh gini‖ langsung diapus ajalah gitu.

Pasti menjaga omongan, mempersiapkan

materi dengan benar-benar lebih banyak

riset karena kan sebelum kita kelapangan

kita harus banyak riset supaya informasi

disampaikan itu gak sampai salah. Kayak

menjaga tutur kata, menjaga materi kita

mau sampaikan, mempersiapkan dengan

(19)

13. Oh iya kak, tadi kakak singgung-singgung soal komentar netizen dengan penampilan kakak, lalu kalau yang soal penampilan

bagaimana kak?

baik supaya apa yang kita sampaikan itu bisa objektif tanpa kita melebih-lebihkan dan supaya tidak terjadi kesalahan.

Nah kalau yang itu, karena kita jurnalis perempuan kita juga dituntut untuk oke secara penampilan dan biasanya kalau orang komen kan gak cuman isi

beritanya tapi juga dari penampilan kita gitu jadi lebih mempersiapkan

penampilan sebaik-baiknya jangan

sampai baju kurang sopan atau jadi

kayak ―aduh make-up gw udah okey

belum ya hari ini?‖ gitu.

(20)

Nama naasumber : Cindy Permadi (Reporter) Media : Kompas TV

Tempat wawancara : - Waktu wawancara : -

Jenis wawancara : Pesan Gmail

(21)

Pengantar Pertayaan wawancara kepada Narasumber

1. Bagaimana fenomena intimidasi dan pelecehan daring sering terjadi pada jurnalis perempuan?

Menurut saya pribadi, intimidasi dan pelecehan daring sering terjadi seiring dengan berkembangnya teknologi. Mudahnya kegiatan melihat dan membagikan konten di media sosial menjadikan memang pada dasarnya memberi dampak positif bagi media dan jurnalis, tapi tentu banyak juga hal yang bisa memicu dampak negatif. Misalnya kalau dampak positif kan kegiatan menyiarkan berita jadi lebih mudah, bisa menjangkau lebih banyak orang ke hampir semua elemen masyarakat, apalagi bagi yang jarang akses berita (TV, koran, online, dll). Media sosial jadi trik bagi media untuk menjangkau masyarakat yang lebih suka hal-hal yang praktis. Nah, pergeseran sifat masyarakat yang lebih suka hal-hal berbau praktis udah jelas membuat mereka lebih seneng akses media sosial.

Tapi, ngomong-ngomong soal dampak negatif, media sosial yang notabene membuat segala hal lebih mudah, seolah-olah juga menghilangkan jarak yang ada di media sosial. Siapapun bisa saling berkomunikasi. Siapapun secara harfiah, dan ngomong apapun, dan terasa gak ada jarak. Ini yang kadang bikin orang lupa—ya dulu aku juga—dengan siapa kita lagi bermedia sosial. Kebebasan berpendapat dan berekspresi pun jadi gak ada batasannya. Apalagi soal bullying dan pelecehan. Ngomong langsung face to face aja kadang orang gak ada filter-nya, apalagi lewat media sosial yang bisa anonim. Ke pejabat aja bisa asal ceplos, apalagi sama ―kami‖.

Ketidakpahaman masyarakat soal SOP dan hambatan di lapangan bagi

jurnalis juga kadang bikin mereka komentar apapun yang ada di kepala mereka

saat itu. Meskipun jejak digital itu akan selalu bisa dicari, tapi sifat media sosial

yang serba cepat juga bikin hal-hal seperti bully dan pelecehan seperti angin

lalu—buat mereka.

(22)

Misalnya, kalau dari pengalaman pribadi, pernah jadi bahan omongan di media sosial soal aku yang gak menggunakan perlengkapan standar jurnalis di peliputan kerusuhan. Ini terjadi pas 22 Mei 2019 lalu. Standarnya adalah ya, kita mendahulukan keselamatan karena gak ada berita yang seharga nyawa. Misalnya liputan kerusuhan minimal pakai helm, kalau ada ya tambah google untuk antisipasi gas air mata. Saat itu aku gak pake apapun, karena ya siapa sangka akan serusuh itu, jadi—kalau pembelaan aku sih—aku belum mempersiapkan apapun.

Tapi beberapa orang gak ngeuh itu. Sebagian orang kan melihat hasil jadinya di layar TV. Atau misalnya ketika aku lagi live report wawancara dengan narasumber. Biasanya,reporter TV akan di-brief oleh produser yang megang program, soal angle live report. Bahkan kadang karena durasi, kita dikasih tau nanyain atau gali soal apa. Jadi dalam durasi singkat, ya mau gak mau aku harus motong omongan narasumber saat live report demi mendapatkan jawaban yang sudah didiskusikan. Saat live report pun produser bisa ngomong langsung ke kita lewat sambungan telepon (saat live kan HP kita selalu tersambung dengan kantor).

Tapi orang lihatnya kan hanya aku yang ada di layar. Apapun yang aku ucapkan di depan layar saat live, meskipun itu adalah hasil diskusi dan keputusan kantor, penonton taunya ya itu aku. Atau ketika kita lagi siap-siap live report dan tanpa kita tahu, gambar sudah live di Youtube. Orang akan bilang ―reporternya ngapain sih diem aja‖, ―suaranya bocor‖.

Dan banyak lagi sih perintilan-perintilan kaya gini yang kadang tidak

diketahui publik. Kami, standupper di TV berita, sebagai salah satu garda

terdepan, akan berhadapan langsung dengan masyarakat, baik fisik maupun

nonfisik. Apapun imej yang melekat pada kantor, akan melekat pada kami, begitu

juga sebaliknya. Makanya, meskipun kami tahu gak mungkin memuaskan semua

pihak dalam pemberitaan, profesionalitas harus dijunjung tinggi agar jangan

sampai merusak citra.

(23)

2. Apakah hambatan internal (lemahnya perlindungan jurnalis secara hukum) dan hambatan eksternal (tekanan fisik maupun psikologis dari pihak-pihak tertentu) membawa pengaruh pada kinerja jurnalis perempuan?

Menurutku iya. Seharusnya gak boleh sih karena harus profesional, gak boleh membawa masalah pribadi ataupun baper. Tapi untukku sendiri kadang sangat berpengaruh hahahahahahha. Kalau hambatan internal seperti perlindungan jurnalis secara hukum, sejauh ini aku belum merasakan langsung. Karena mungkin aku belum pernah berada di liputan yang menyebabkan aku harus berurusan dengan hukum dsb. Tapi kalau hambatan eksternal sih iya banget. Balik ke pribadi masing-masing sih, tapi sedikit banyak bisa berpengaru. Ya ngaruh dari kepercayaan diri saat melakukan peliputan, ya jadi insecure, atau mungkin hambatan-hambatan lain. Kalau aku sih, ngaruhnya ke kepercayaan diri ya. Misal jadi minder lah. Tapi ya gak boleh lama-lama. Karena aku dibayar bukan untuk insecure hahahaha.

Kasus intimidasi dan pelecehan daring yang menggangu rutinitas kinerja jurnalis

1. Banyaknya kasus kekerasan yang terjadi apakah bisa menganggu psikologis jurnalis perempuan?

- Kalau aku sih sejujurnya mengganggu, baik fisik maupun daring. Kadang malah

lebih kepikiran kalau daring deh kayanya. Misalnya kalau fisik, ya gak sekali dua

kali kita dibilang media hoax, gak berimbang, apalagi jelang pemilu. Diteriakin

depan muka, disenggol, sampai disandung di tengah massa pun pernah. Tapi kalau

fisik, ya paling sekedar kesel di tempat atau kepikiran sebentar. Kalau di media

sosial kepikirannya lebih lebih. Soalnya mungkin karena kekerasan maupun

pelecehan yang dilakukan orang ke kita, bisa terbaca berkali-kali dan ―rasa‖nya

pun sama setiap kita baca. Terus bisa dibaca orang lain, termasuk keluarga, yang

juga pasti ngerasa sedih juga. Terus bisa semakin ke-blow up atau bikin orang

ikut-ikutan, yang awalnya gak kepikiran melakukan kekerasan atau pelecehan,

(24)

terus karena ada ―temen-temennya‖ jadi ikut-ikutan. Jadi pasti kepikiran banget.

Pernah jadi mengganggu kegiatan juga sih, misal jadi insecure, bentar-bentar ya jadi demotivasi dan introspeksi diri, ―aku salah gak ya kalau gini‖, ―aku bapuk ya?‖ dan semakin berkembang lagi ke-insecure-an itu karena emang aku orangnya juga sangat overthinking terhadap sesuatu. Kalau pelecehan, bahkan pernah berawal dari daring terus aku jadi gak nyaman dikenali orang apalagi saat viral 22 Mei itu, karena jadi ada yang membawa pelecehan daring ke dunia nyata. Emang gak fisik, tapi ngomong langsung. Itu bener-bener mengganggu. Bahkan ketika baca tulisan-tulisan pelecehan daring itu, pernah sampai nangis. Ya saat tau ada orang yang sange hanya dengan liat aku megang mic lalu ngebayangin posisi- posisi sex atau orang komen yang seakan-akan menghalalkan untuk perkosa aku karena aku belum berhijab. Itu menggambarkan bahwa ada beberapa orang yang pikirannya liar. Dan tau sekedar mengejek secara fisik aja bisa dibawa ke dunia nyata, ya ku pikir bukan tidak mungkin pelecehan-pelecehan dan pemikiran liar itu juga bisa mereka lakukan di dunia nyata. Waktu itu sempet keluar pake masker karena jadi parno, ditambah waktu viral itu, beberapa hari setelah rusuh aku masih liputan di daerah Bawaslu, jadi Brimob, TNI, dan warga ada yang familiar dengan aku, banyak yang nyapa. Gak masalah bagian itu, cuma jadi parno. Orang aja ada yang ngeuh dengan mukaku di dunia nyata, gimana kalau orang-orang berpikiran liar itu juga ngeuh sama aku ya? Gitu sihhhh. Tapi setelah itu ya aku dikasih tau, kalau jangan sampai apapun yang aku baca secara daring mempengaruhi kehidupan nyata. Caranya ya gak usah dibaca lagi hahaha.

2. Bagaimana bentuk-bentuk kekerasan daring yang sering dihadapi oleh para jurnalis perempuan?

Mungkin kalau kekerasan, ya di diriku dan circle aku, kebanyakan bully fisik sih.

Misalnya ―reporternya gak mandi ya?‖, ―biasa aja tuh mukanya, kirain gimana‖,

―ganti aja reporternya‖. Pernah juga sih ada yang komen dan mention aku di

Twitter (tapi gak masuk notification-nya ke aku, gak tau kenapa), dia

(25)

mempermasalahkan aku yang katanya kalo nanya maksa banget. Hmmm ya padahal—seperti yang sudah ku jelaskan di awal-awal—ada netizen yang mungkin gak tau bahwa reporter itu sebelum liputan terutama live report ada sesi diskusi dengan produser untuk menentukan angle. Jadi ya... sudahlah hahaha.

3. Apakah jurnalis perempuan pernah diancam oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan pribadi? Jika pernah bentuk ancamannya seperti apa dan berapa kali?

Kalau ini aku belum pernah kayanya, alhamdulillah

4. Media sosial apa yang biasanya menjadi incaran para netizen untuk

mengintimidasi atau melakukan pelecehan daring terhadap jurnalis perempuan?

Hmmm kayanya Youtube deh. Karena TV kan sekarang sering pake online streaming gitu, dan ada fitur live chat yang mana semua orang bisa mengetik apapun yang ada di pikiran mereka di saat itu juga. Ditambah beberapa liputan kita juga diunggah lagi sama kantor dengan fitur komentar yang terbuka. Kalau media sosial lain biasanya ke akun pribadi gak sih? Misal kita posting sesuatu yang orang lain gak suka, baru dikomen abis-abisan. Atau ada yang semacam repost liputan kita.

Tapi kalau aku waktu itu, selain Youtube, pernah juga di Instagram. Kalau media sosial lain aku gak monitor, ada yang marah di Twitter aja aku taunya dari temen haha. Kalau di Instagram waktu itu karena pas 22 Mei sempet viral—yang sampe sekarang pun gak jelas viralnya kenapa—jadi banyak media yang naikin ‗berita‘

soal aku, termasuk akun-akun viral gitu di Instagram. Jadi banyak yang komentar.

Kalau yang ikut hype dari awal ku viral (di Youtube)—yang kurasa sebatas lucu- lucuan aja—mungkin dia di komen IG bakal cuma nulis ―CINDY‖ atau apa gitu.

Tapi yang gak tau kan jadi mulai ngomong kemana-mana, mulai dari ―viral

kenapa sih? Mukanya B aja‖ ya sampe ke fisik-fisik. Ada juga, di contoh capture

komentar IG yang aku kirim, itu dari suatu akun viral-viral gitu di IG—yang aku

(26)

juga taunya dari temen—di situ caption-nya aja udah gak beres. Kalau gak salah

―Liat cara pegang mic-nya‖ ya makanya komentar-komentar di dalemnya juga banyak yang mempermasalahkan cara pegang mic-ku tapi secara seksual, berkembang lagi ke fisik lainnya. Ada juga yang bilang mukaku B aja. Ya padahal aku jadi reporter TV kan untuk menyampaikan berita, ku pikir esensinya di situu.

5. Apakah jurnalis perempuan pernah melakukan kesalahan sehingga

menimbulkan intimidasi dan pelecehan daring? Jika pernah kesalahan apa yang pernah dilakukan sehingga menimbulkan kekerasan daring tersebut.

Dari sekian banyak pelecehan dan intimidasi, kebanyakan aku gak ngapa-ngapain tapi ikut kena imbas di-bully dan dilecehkan daring—ini efek viral aja. Cuma pernah! Aku melakukan kesalahan, yaitu waktu itu aku bikin vlog sama sekretaris pribadinya alm. Habibie, itu lobi biar dia mau aja lamaaa. Karena dia bilangnya dia cape, tapi aku langsung sodorin HP dan bikin vlog, sebelum dia berubah pikiran. Yang salah adalah, karena begitu spontan, aku gak menyiapkan daftar pertanyaan. Jadi, ketika narasumberku jawabnya singkat-singkat banget, aku keburu panik dan tidak bisa mengantisipasi jawaban-jawaban tertutupnya.

Akhirnya, ku akui vlogku gak ada faedahnya hahaha. Lalu di-bully. Aku sadar betul akan kesalahanku, apalagi keputusan ―udah tau vlognya gak penting tetep dikirim ke kantor‖. Jadi semua komentar netizen ku terima, karena memang kesalahanku yang tidak menggali lebih dalam narasumber. Itu pun aku jadikan motivasi akhirnya, bahwa aku terjun di profesi ini ada tanggung jawab dan resiko.

Tanggung jawab yaitu mencari berita yang lengkap, tanggung jawab berpikir cepat, dan tanggung jawab memberikan masyarakat informasi yang berguna.

Resikonya ya ketika aku tidak menjalankan satu dari tanggung jawab-tangung

jawabku, akan ada kritik dari masyarakat. Balik lagi, aku jadiin kritik netizen

sebagai tamparan, kalau aku liputan itu melakukan tugas dan fungsi jurnalistik,

bukan main-main.

(27)

6. Sejauh mana kasus intimidasi dan pelecehan daring menganggu rutinitas kerja jurnalis perempuan?

Soal mengganggu rutinitas pasti tergantung bentuk intimidasi dan pelecehan yang dialami. Kalau ringan seperti kasusku mungkin ya gak ngaruh-ngaruh banget ke kerjaan. Karena meskipu berakibat aku insecure dan sebagainya, aku tetap bekerja. Cuman kalau intimidasi atau pelecehannya udah ekstrim mungkin bisa ngaruh yaa.

Proses strategi jurnalis perempuan dalam menangani intimidasi dan pelecehan daring

1. Bagaimana jurnalis perempuan menangani intimidasi dan pelecehan daring? Dan cara menyikapinya seperti apa?

Kalau secara daring, karena intimidasi yang ku alami juga masih biasa aja, jadi gak ku tanggapi sih. Aku jadiin pelajaran aja buatku, kalau dengan menjadi reporter TV, aku mengekspos diriku sendiri, aku membawa tanggung jawab. Jadi aku jadiin motivasi dan tamparan keras untukku ketika aku melakukan kesalahan. Kalau pelecehan sih, aku block dan report aja akun-akunnya. Karena menurutku, ketika orang bisa berpikiran liar dengan aku—orang yang gak mereka kenal secara personal—

bukankah artinya gak menutup kemungkinan mereka bisa melakukan itu ke siapapun? Jadi, lebih baik aku block agar gak mengganggu kehidupan pribadi dan kerjaanku. Dan aku report biar menghindari dia melakukan itu ke orang lain.

2. Bagaimana jurnalis perempuan memproduksi/membawakan pemberitaan agar tidak terjadi intimidasi dan pelecehan daring?

Jawaban dari semua pertanyaanmu sebenernya adalah dengan bersikap

profesional dan tenang sih kayanya. Karena gak bisa kita kerja dengan

membawa masalah ataupun perasaan pribadi ke dalam kerjaan. Kalau

(28)

intimidasi daring—dalam hal ini bully—kan ya kita gak bisa baca juga kalau intimidasinya dilakukan di komen Youtube, misalnya. Jadi gak ngaruh. Kalau intimidasi fisik ya tetep tenang sih kuncinya. Jangan ikut kepancing. Profesional dalam arti kerja sesuai tupoksi, sepert ku bilang tadi. Wartawan punya tanggung jawab, ya kerja sesuai tanggung jawab dan etik.

Kalau pelecehan, aku pun kadang bingung. Karena jurnalis TV kan kita punya standar pakaian juga, yaitu sopan dan rapi. Kalau gak pake seragam, ya kita aturannya pakai kemeja atau blouse. Jadi kalau dari segi pakaian, menurutku reporter TV tidak ―mengundang‖ ataupun ―memancing‖

pelecehan. Yaa mungkin dengan mengurangi kesalahan-kesalahan penyampaian berita, trus perilaku di kehidupan nyata juga. Karena semua orang bisa foto kita dan diunggah ke media sosial.

3. Prinsip apa yang dipegang jurnalis perempuan untuk menghindari intimidasi dan pelecehan daring? Misalnya memotivasi diri agar tidak terbawa emosi dalam menyikapi intimidasi dan pelecehan daring.

Prinsipnya tenang dan profesional, seperti jawaban sebelumnya.

Profesional dengan inget kalau aku kerja sesuai passion, dan aku dibayar bukan untuk ikut emosi, tapi untuk menyampaikan berita yang faktual.

Tenang agar tidak tersulut emosi, karena kalau udah gak tenang, hanya

akan bikin aku emosi atau panik, lalu ngaruh ke kerjaan. Ya beritaku gak

maksimal, dll.

(29)

Referensi

Dokumen terkait

Dari Gambar 1 tampak baik simulasi pada data suhu udara maupun data kecepatan angin memiliki rataan yang lebih mendekati data setelah menggunakan algoritma Filter

pengujian hipotesis daya tahan jantung paru (X 1 ) dan daya tahan otot tungkai (X 2 ) terhadap kemampuan tendangan sabit (Y) pada Atlet Putra Pencak Silat UKM Unsyiah

karakteristik manusia dan dalam bidang pendidikan merupakan hasil belajar. Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar dan memiliki peran penting. Keberhasilan

Kertas ini mengkaji corak kemeruapan harga saham sektor ekonomi di Bursa Malaysia, di samping mengenal pasti sektor yang meruap secara berkelangsungan bagi tempoh masa sebelum,

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa spesies burung rangkong (Bucerotidae) yang terdapat di pegunungan Gugop Kemukiman Pulo Breuh Selatan Kecamatan Pulo Aceh

1) Dalam Pelaksanaannya Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau sudah menjalankan kewenangannya, sebagaimana kewenanganya yang diatur dalam pasal 8 Undang-Undang

Bu nedenle kredi aynı tarihte (14/12/2014) kapatıldığında ilgili ayda tahakkuk eden peşin komisyon tutarı olan 1.268,81 TL ve geri kalan sekiz aya ilişkin itfa edilmemiş

dengan menawarkan sejumlah kemudahan. Ditambah dengan pembeli digital Indonesia diperkirakan mencapai 31,6 juta pembeli pada tahun 2018, angka ini meningkat dari