• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. tentang apa? Dari mana asalnya? Dalam bahasa Yunani (istoria), Latin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. tentang apa? Dari mana asalnya? Dalam bahasa Yunani (istoria), Latin"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

1

Menurut Pranoto, (2010:2), pada dasarnya sejarah adalah ilmu pengetahuan (science). Pertanyaan selanjutnya adalah ilmu pengetahuan tentang apa? Dari mana asalnya? Dalam bahasa Yunani (istoria), Latin (historia), Prancis (historie), Inggris (history), Belanda (geschiedenis), dan

Jerman (geschichte), yaitu Penyelidikan (inquiry). Ia berarti masa lampau (the pest); kejadian masa lampau, aktualitas masa lampau, semua yang dikatakan

dan dilakukan manusia. Selain itu, sejarah berarti catatan masa lampau, akhirnya sejarah meliputi : Pengetahuan Alam (science), Penyelidikan (inquiry), Catatan (a record). Dengan kata lain, sejarah mencakup aktivitas

kelampauan manusia di masyarakat dan bersifat unik. Sedangkan menurut Daliman (2012 :2), mengenai arti sejarah dapat dikaji dari dua segi, pertama dari arti istilahnya dan kedua, dari makna dasar yang terkandung dalam istilah sejarah itu. Istilah sejarah berarti peristiwa, kejadian atau apa yang telah terjadi di masa lampau. Dalam bahasa Jerman, sejarah sama artinya dengan geschichte, yang berasal dari kata geschehen,yang berarti pula telah terjadi atau kejadian.

Sama pula artinya dengan res gestae, dalam bahasa Latin yang berarti pula hal- hal yang telah terjadi. Lebih dari itu sejarah selalu berarti sejarahnya manusia.

Peristiwa atau kejadian alam di masa lampau seperti proses terjadinya bumi tidak termasuk pengertian sejarah. Pengertian sejarah sebagai peristiwa ini

(2)

menyangkut makna dasar sejarah adalah peristiwa, kejadian, aktivitas, manusia yang telah terjadi di masa lampau.

Letak Indonesia dibagi menjadi dua yaitu letak astronomis dan letak geografis. Letak astronomis adalah letak yang dilihat dari posisi garis imajiner yang membentang yaitu, garis lintang (horizontal) dan garis bujur (vertikal).

Garis lintang dibagi menjadi dua yaitu, garis Lintang Utara (LU) dan garis Lintang Selatan (LS), sedangkan garis bujur juga dibagi menjadi dua yaitu, Bujur Timur (BT) dan Bujur Barat (BB). Letak astronomis Indonesia terletak di antara 6° LU - 11°LS dan antara 95°BT - 141°BT. Letak geografis Indonesia adalah letak suatu daerah dilihat dari kenyataannya di bumi. Berdasarkan letak geografisnya Indonesia terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik (https://id.wikipedia.org/

wiki/Geografi_Indonesia, 3 November 2015, 17:38 WIB).

Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara garis 2°08’ LU serta 3°02’ LS serta di antara 108°30’ BT dan 114°10’ BT pada peta bumi. Berdasarkan letak geografis yang spesifik ini maka, daerah Kalimantan Barat tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 0°) tepatnya di atas Kota Pontianak. Karena pengaruh letak ini pula, maka Kalimantan Barat adalah salah satu daerah tropik dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi kelembaban yang tinggi (BPS KALBAR, 2010:46).

Keadaan geografis Kalimantan Barat merupakan salah satu Provinsi yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga yaitu, Malaysia. Terjalinnya perbatasan antara Indonesia-Malaysia yang terletak di Kalimantan Barat yang

(3)

mengakibatkan munculnya konflik-konflik antar Negara Indonesia dan Malaysia terutama di daerah perbatasan. Konflik perebutan batas adalah salah satu konflik yang belum mendapatkan solusi.

Bengkayang merupakan salah satu kabupaten yang terletak di sebelah utara Provinsi Kalimantan Barat. Secara geografis, Kabupaten Bengkayang terletak di 0°33'00" Lintang Utara sampai 1°030'00" Lintang Utara dan 108°039'00" Bujur Timur sampai 110°010'00" Bujur Timur. Secara administratif, batas-batas wilayah Kabupaten Bengkayang terletak diantara Serawak-Malaysia Timur dan Kabupaten Sambas di sebelah Utara, Kabupaten Pontianak di sebelah Selatan, Laut Natuna dan Kota Singkawang di sebelah Barat, dan di sebelah Timur Sanggau dan Landak (https://id.wikipedia.org/

wiki/Kabupaten_Bengkayang, 3 November 2015, 17:45 WIB).

Pada pemerintahan Presiden Ir. Soekarno didirikan gerakan tentara Sukarelawan (SUKWAN) yang anggotanya dihimpun dari berbagai daerah pelosok Negara Indonesia yang bertujuan untuk melawan federasi Malaysia.

Saat terbentuknya SUKWAN, Soekarno menggunakan Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai alat untuk memerangi federasi Malaysia dalam politik konfrontasi Malaysia. Demikian pula dengan timbulnya Pasukan Gerilya Rakyat Serawak/Pasukan Rakyat Kalimantan utara (PGRS/PARAKU) di Kalimantan Barat sebenarnya bentuk pengulangan dan pematangan dari peristiwa itu sendiri (Anonim,1993:2).

Pasukan Gerilya Rakyat Serawak/Pasukan Rakyat Kalimantan Utara atau yang disebut dengan PGRS/PARAKU merupakan sebuah organisasi

(4)

bersenjata yang bernaung dibawah organisasi NKCP (North Kalimantan Communist Party).Peristiwa PGRS/PARAKU ini disebut-sebut sebagai

peristiwa yang melibatkan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pernyataan PKI terlibat dalam PGRS/PARAKU ini adalah ditandai dengan adanya pelimpahan kekuasaan dari pimpinan PKI di Jakarta kepada tokoh- tokoh PKI yang ada di Kalimantan Barat, yaitu S.A Sofyan, Peng Tze Nen, Tan Bun Hiap dan The Bu Jiat untuk mengembangkan jajaran PKI di Kalimantan Barat (Sulistyorini, 2002:32).

Sebelum terbentuknya PGRS/PARAKU Soekarno terlebih dahulu membentuk SUKWAN guna politik konfrontasi dengan negara Malaysia.

Pidato Soekarno yaitu “Ganyang Malaysia” menghimpun rakyat Indonesia menjadi semangat untuk menjadi sukarelawan dalam memerangi Malaysia.

Dengan pidato itu membuat rakyat Indonesia mempunyai alasan untuk mengganyang Malaysia. Seruan Presiden Soekarno untuk menjadi sukarelawan disambut dengan hangat, hal ini tidak mengherankan, mengingat keadaan ekonomi pada saat itu. Sehingga menjadi sukarelawan jamin hidup lebih baik daripada rakyat biasa. Oleh karena itu seruan tersebut dalam waktu beberapa minggu sudah dipenuhi oleh putra-putri Indonesia sehingga mencapai 21 juta orang (Anonim, 1993:3).

Pada tahun 1963 Republik Rakyat Cina (RRC) mengirim Wen Min Tjuen dan Wong Kee Chok untuk menemui Yap Chung Ho, Wong Hon, Lim Yen Hwa dan Yacob, para pemimpin komunis Serawak yang telah hijrah ke Kalimantan Barat. Pertemuan antara utusan Beijing, Yap Cs dan Azhari

(5)

berlangsung di Sintang. Pertemuan itu melahirkan kesepakatan untuk membentuk Pasukan Gerilya Rakyat Serawak dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (PGRS/PARAKU) Djuweng (2005:24-25). Dengan terbentuknya PGRS/PARAKU memunculkan pemikiran untuk menjadikan PGRS/PARAKU melandasi pembentukan dengan sebuah tujuan.

Tujuan awal terbentuknya PGRS/PARAKU adalah untuk membebaskan diri dari federasi Malaysia yang menginginkan Serawak, Singapura, Semenanjung Malaya, Sabah dan Brunai sebagai Negara yang masuk dalam bagian Negara Malaysia. Gerakan ini pun kemudian berkembang di daerah Kalimantan Barat terutama di daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga (Malaysia) seperti Bengkayang, Sambas, Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu.

Penyebaran PGRS/PARAKU ini semakin menyebar luas di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia terutama di Bengkayang. Penyebaran ini dilakukan oleh anggota PGRS/PARAKU dengan ditandai oleh pendirian pos- pos PGRS/PARAKU di daerah Bengkayang, Kalimantan Barat. Pendirian po- pos ini tentunya berfungsi untuk memperkuat kekuatan mereka disetiap titik daerah Kalimantan Barat terutama daerah Bengkayang. Hal ini senada dengan pernyataan (Ode, 1997:118), Sepanjang daerah perbatasan Indonesia, oleh gerombolan PGRS/PARAKU digunakan sebagai basis konsolidasi dan Training Centre Bagi personilnya.Awalnya Penyebaran PGRS/PARAKU ini bertujuan untuk menjaga daerah batas antara Indonesia dengan Malaysia agar terhindar dari federasi Malaysia.

(6)

Gerakan PGRS/PARAKU di Bengkayang kemudian bergabung dengan kelompok Cina di Kalimantan Barat yang berhaluan komunis dan bergerilya di daerah perbatasan Siding-Serawak, Jagoi-Serawak, terutama sesudah G30/PKI.

Hal ini dipicu oleh keadaan penduduk Bengkayang yang masih sangat tertinggal jauh dari pendidikan yang layak dan wilayah yang jauh dari perhatian pemerintah. Faktor lain penyebab berkembangnya PGRS/PARAKU ini disebabkan oleh kebudayaan dayak di Perbatasan yang masih memegang adat istiadat yang solid, sehingga membuat kaum Komunis lebih mudah untuk mengambil perhatian orang-orang sekitar Perbatasan Kalimantan Barat- Serawak untuk di jadikan anggota dari PGRS/PARAKU melalui orang-orang dayak yang berada di Serawak. Dengan begitu para komunis semakin mudah untuk menanamkan ideologi komunis di daerah perbatasan yang masih jauh dari pemikiran dan pendidikan yang luas serta pola pikir tentang politik pun masih jauh.

Tujuan awal PGRS/PARAKU kemudian memudar setelah ideologi Komunis tertanam dalam benak mereka. Tujuan yang awalnya kontra terhadap federasi Malaysia kemudian berubah pemikiran untuk membentuk Negara sendiri. Hal ini di ungkapkan Sulistyorini (2002:32), Dalam sejarah perpolitikan di Kalimantan Barat terdapat dua unsur komunis yang bekerja sama secara serius. Kedua unsur komunis itu adalah Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Pasukan Gerilya Rakyat Serawak/Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (PGRS/PARAKU). Tujuan dari kedua unsur komunis itu adalah untuk menghancurkan pemerintah Indonesia melalui cara kekerasan dan tipu daya.

(7)

PGRS/PARAKU beroperasi dari tahun 1963-1972 yang awalnya mereka berdiri untuk digunakan dalam pertempuran merebut wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia dan disetujui oleh pemerintah Indonesia sebagai pahlawan, tetapi akhirnya mereka ditumpas karena ideologi mereka yang mulai menyimpang. Ideologi komunis yang membawa mereka kepada pemahaman ingin menyatukan Kalimantan Barat menjadi negara RRC. Menurut Ode (1997:122), PGRS/PARAKU ingin melakukan serangan terhadap Lanud Singkawang II. Hal ini yang membuat Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) turun untuk bertempur menumpas PGRS/PARAKU. Upaya penumpas yang dilakukan Pemerintah Pusat dalam menumpas PGRS/PARAKU ini bermula dengan mendatangkan ABRI dari luar pulau Kalimantan Barat dengan tujuan menumpas PGRS/PARAKU di daerah Bengkayang dan daerah sekitarnya yaitu perbatasan Indonesia-Malaysia dengan melakukan serangan oleh tentara Lanud Singkawang II yang terletak di daerah Bengkayang.

Masyarakat Dayak mulai ikut serta dalam peristiwa penumpasan PGRS/PARAKU. ABRI akhirnya menggunakan masyarakat Dayak dan Tionghoa untuk menggali informasi untuk menemukan persembunyian dan siasat PGRS/PARAKU di wilayah hutan-hutan Bengkayang. Proses pencarian pun membuahkan hasil dan persembunyian PGRS/PARAKU akhirnya di temukan oleh ABRI beserta peran informasi dari masyarakat Dayak dan Tionghoa.

Mangkok merah merupakan salah satu upacara ritual yang dilakukan masyarakat Dayak untuk memanggil arwah yang digunakan untuk berperang.

(8)

Peristiwa ini membuat masyarat suku Dayak ikut dalam proses penumpasan PGRS/PARAKU di daerah Bengkayang. Penumpasan dengan cara melalukan gerakan mangkok merah ini didasari oleh peristiwa terbunuhnya salah satu tokoh adat Dayak yang terbunuh oleh pasukan komunis..

Hal ini membuat ABRI melakukan musyawarah dengan masyarakat Dayak terkait penumpasan PGRS/PARAKU menggunakan upacara mangkok merah. ABRI mengajak masyarakat dayak untuk membasmi PGRS/PARAKU dalam gerakan Operasi Mandau IV dan kemudian diganti dengan Operasi Sapu Bersih (Saber I). Atas bantuan masyarakat Dayak, pasukan ABRI Lanud Singkawang II berhasil menumpas PGRS/PARAKU di daerah Bengkayang dan mengerahkan pasukannya untuk melawan PGRS/PARAKU. Akhirnya pun PGRS/PARAKU berhasil ditumpas oleh pasukan ABRI dan tentu saja atas bantuan masyarakat Dayak daerah Bengkayang itu sendiri.

B. Rumusan Masalah Penelitian

1. Bagaimana latar belakang terbentuknya organisasi PGRS/PARAKU di Bengkayang?

2. Bagaimana pola perekrutan anggota PGRS/PARAKU di daerah Bengkayang dari tahun 1963-1972?

3. Apa peran masyarakat Bengkayang dalam peristiwa pembubaran PGRS/PARAKU di Bengkayang?

(9)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui latar belakang berdirinya organisasi PGRS/PARAKU di Bengkayang, Kalimantan Barat.

2. Untuk mengetahui cara gerakan PGRS/PARAKU untuk mempengaruhi anggotanya untuk masuk dalam gerakan PGRS/PARAKU dan mengetahui cara militerisasi PGRS/PARAKU di daerah Bengkayang dari tahun 1963- 1972.

3. Untuk mengetahui peran masyarakat Bengkayang dalam peristiwa pembubaran PGRS/PARAKU di Bengkayang, Kalimantan Barat.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang berminat atau mungkin ingin melanjutkan penelitian ini dengan cakupan yang lebih luas, baik tentang masalah maupun subjek yang akan diteliti.

b. Sebagai perbandingan untuk penelitian selanjutnya yang mengangkat topik yang sama seperti yang pernah diangkat sebelumnya.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai salah satu prasyarat memenuhi gelar sarjana pendidikan (S.Pd) b. Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk penelitian yang berkaitan

dengan PGRS/PARAKU

c. Dapat dijadikan sebagai landasan dasar untuk mengkaji ulang secara luas topik pokok bahasan yang sama dalam penelitian.

(10)

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup yang dimaksud untuk memberi penjelasan tentang batasan batasan ruang lingkup. Penentuan ruang lingkup dalam setiap penelitian merupakan salah satu langkah penting yang harus di lakukan oleh peneliti. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyimpangan dari fokus permasalahan yang di teliti. Ruang lingkup penelitian sebagai berikut :

1. Ruang Lingkup Spasial

Dalam ruang lingkup ini berkaitan dengan pembatasan daerah atau wilayah tempat peritiwa terjadi. Pembatasan daerah atau wilayah ini untuk mempermudah peneliti agar tidak keluar dari rumusan masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada gerakan PGRS/PARAKU didaerah Bengkayang yang melakukan perlawanan dengan ABRI Lanud Singkawang II dan alasan pembubaran PGRS/PARAKU,di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat pada tahun 1963-1967 dengan ruang lingkup sejarah lokal Kalimantan Barat dikhususkan daerah Bengkayang yang saat itu termasuk dalam kawasan operasi gerakan PGRS/PARAKU.

2. Ruang Lingkup Temporal

Ruang lingkup temporal adalah hal-hal yang berkaitan dengan kejadian-kejadian seperti peristiwa yang dikisahkan, penelitian ini diangkat pada tahun 1963-1972 dimana pada tahun 1963 PGRS/PARAKU di bentuk di Kalimantan Barat dan pada tahun ini PGRS/PARAKU mulai di datangkan di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia yaitu di Bengkayang,

(11)

Kalimantan Barat dengan alasan adanya federasi Malaysia. Pada tahun 1972 sebagai waktu akhir penelitian dengan pertimbangan pada tahun 1972 PGRS/PARAKU berhasil ditumpas di daerah Bengkayang dengan pengerahan ABRI dengan mengerahkan pasukan tempur Angkatan Udara dan Angkatan Darat dipusat persembunyian PGRS/PARAKU di Bengkayang yaitu di Gunung Brambang serta pada tahun 1972 anggota PGRS/PARAKU melarikan diri ke daerah Malaysia.

F. Tinjauan Pustaka Yang Relevan

Penelitian sejarah adalah pengumpulan yang sistematika dan evaluasi yang objektif dari data yang berkaitan dengan kejadian-kejadian di masa lampau untuk menguji hipotesis sehubungan dengan sebab, akibat atau kecenderungan kejadian-kejadian tersebut yang dapat membantu menerangkan kejadian masa kini dan mengantisipasi kejadian masa akan datang. Peneliti terlebih dahulu melakukan suatu Tinjauan Pustaka guna memberi suatu analisis, serta perbandingan mengenai masalah yang akan dibahas.

Berkenaan dengan itu, maka dari itu peneliti menggunakan beberapa sumber yang menyinggung Substansi/memiliki tema dengan penulisan penelitian ini. Uraian di atas mengenai Gerakan PGRS/PARAKU Di Bengkayang, Kalimantan Barat Pada Tahun 1963-1972, disinggung dalam beberapa Karya Tulis :

Menurut Pambayun Sulistyorini, S.S (2002) dalam bukunya yang berjudul “Pemberontakan PGRS/PARAKU di Kalimantan Barat”yang di

(12)

terbitkan oleh Balai Kajian Sejarah Kalimantan Barat, karya Di dalam buku ini menceritakan tentang gambaran umum daerah, kehidupan sosial, agama, dan sistem keamanan Kalimantan Barat serta awal terbentuknya PGRS/PARAKU sampai penumpasan PGRS/PARAKU, dari tahun 1963-1972.

Kelebihan dalam buku Sulistyorini ini menjelaskan secara rinci tentang PGRS/PARAKU mulai dari pembentukan, pemberontakannya, hingga pembubarannya dituliskan dalam buku ini. Pembahasan dalam buku ini juga menjelaskan sebab-sebab masyarakat perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat yang ikut berpartisipasi dalam organisasi PGRS/PARAKU, baik dari segi sosial, agama, budaya, wilayah, politik yang mempengaruhi masyarakat Dayak dan Tionghoa untuk ikut dalam organisasi PGRS/PARAKU.

Setiap buku pasti mempunyai kekurangan dalam penulisannya. Dalam buku Sulistyorini masih terdapat kekurangan dalam penulisannya seperti penulisan tentang PGRS/PARAKU yang melihat sisi kelam dari PGRS/PARAKU tersebut sebagai pemberontak terhadap pemerintah yang melakukan kontak senjata di daerah Kalimantan Barat. Isi buku Sulistyorini ini juga menuliskan etnis Tionghoa sebagai pelaku utama dalam peristiwa PGRS/PARAKU.

Peneliti memakai buku ini sebagai sumber peneliti karena kajian dalam isi buku ini mengkaji awal mula pembentukan hingga akhir pembubaran PGRS/PARAKU di Kalimantan Barat yang membuat peneliti menggunakan buku ini sebagai sumber penelitian Gerakan PGRS/PARAKU di Bengkayang.

Dalam penggunaan sumber buku karya Sulistyorini ini menjelaskan secara

(13)

umum ruang lingkup seluruh daerah di Kalimantan Barat sedangkan peneliti hanya mengambil sumber yang berkaitan dengan ruang lingkup atau spasial di Bengkayang dan meneliti secara objektif PGRS/PARAKU tidak hanya sebagai pemberontak tetapi mencari sisi lain dari PGRS/PARAKU.

Menurut M. D. La Ode (1997), dalam bukunya yang berjudul “Tiga Muka Etnis Cina-Indonesia : Fenomena di Kalimantan Barat”, yang di terbitkan oleh Bigraf menceritakan tentang kehidupan sosial, kehidupan politik, kehidupan perekonomian, agama etnis Tionghoa, tipe-tipe etnis Tionghoa- Indonesia yang berujung pembahasannya mengarah kepada terbentuknya PGRS/PARAKU yang berawal dari PKI (Partai Komunis Indonesia).

Dalam kajian bukunya M. D. La Ode berisi kajian yang membahas asal- usul PGRS/PARAKU. Kelebihan dalam buku ini menjelaskan peralihan tentara Sukarelawan yang dibentuk oleh Presiden Soekarno untuk mempertahankan batas-batas Indonesia dengan Malaysia menjadi PGRS/PARAKU dan dijelaskan bahwa G30S/PKI penyebab beralihnya SUKWAN menjadi PGRS/PARAKU yang menyebabkan pemberontakan di Kalimantan Barat.

Adapun kekurangan buku yang ditulis oleh M. D. La Ode banyak berisi tentang permasalahan yang ditimbulkan oleh masyarakat dari etnis Tionghoa mulai dari pembentukan Partai Komunis Indonesia yang disebut-sebut sebagai awal munculnya ideologi komunis yang membentuk G30S/PKI dan akhirnya membentuk organisasi PGRS/PARAKU yang bernaung dalam ideologi komunis.

(14)

Peneliti menggunakan buku karangan M. D. La Ode sebagai sumber karena isi dari buku ini membantu peniliti untuk mengetahui permasalahan antara PGRS/PARAKU dengan etnis Dayak, dan permasalahan etnis Dayak dan etnis Tionghoa yang terjadi di Bengkayang. Dalam penggunaan buku ini menjelaskan banyak masalah tentang etnis namun, peniliti menggunakan buku ini dengan tujuan ingin meneliti tentang latar belakang konflik etnis Tionghoa dan etnis Dayak dari sudut pandang yang objektif serta peneliti juga ingin mengetahui alasan etnis Tionghoa disebut-sebut sebagai komunis yang membentuk organisasi PGRS/PARAKU dan mencari sumber objektif tentang etnis selain Tionghoa yang terlibat dalam PGRS/PARAKU

Di dalam buku yang berjudul “Peranan ABRI dan Masyarakat Dalam Penumpasan Gerakan PGRS/PARAKU di Kalimantan Barat” Karya Komandan Korem 121/Alambhana Wanawwai (1993) yang diterbitkan oleh Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak, buku ini membahas tentang latar belakang, perkembangan, sampai kegiatan ABRI dalam menumpas PGRS/PARAKU yang ada dibagian daerah-daerah perbatasan Kalimantan yang ramai didiami oleh PKI dan PGRS/PARAKU.

Ada pun kelebihan dari buku karya Komandan Korem 121 ini menjelaskan tentang peranan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dalam menangani PGRS/PARAKU dalam peristiwa penumpasannya di Kalimantan Barat. Buku ini juga menjelaskan bagaimana ABRI proses penumpasan PGRS/PARAKU juga pernah mengalami kekalahan yang

(15)

menyebabkan PGRS/PARAKU merampas beberapa pucuk senjata di markas ABRI Kalimantan Barat.

Kelemahan dari buku yang ditulis oleh Komandan Korem 121 ini adalah penulisannya lebih subjektif kepada kegiatan-kegiatan militer dalam menumpas gerakan PGRS/PARAKU di Kalimantan Barat. Dalam penulisan buku ini ditulis berdasarkan satu sudut pandang saja yaitu sudut pandang yang subjektif bahwa ABRI yang ikut dalam penumpasan PGRS/PARAKU di Kalimantan Barat.

Peneliti mengambil buku ini digunakan sebagai sumber sudut pandang penulisan dari pihak militer terhadap PGRS/PARAKU dengan alasan bahwa PGRS/PARAKU adalah pemberontak terhadap negara Indonesia. Penggunaan buku ini mendasari peneliti untuk meneliti untuk menemukan alasan PGRS/PARAKU melakukan pemberontakan terhadap militer, dan meneliti untuk menemukan yang ikut serta dalam penumpasan PGRS/PARAKU di Kalimantan Barat, serta meneliti secara rinci peristiwa penumpasan yang dilakukan ABRI di Lanud Singkawang II.

Dalam buku yang berjudul “Kalimantan Barat : Lintasan Sejarah dan Pembangunan” karya Aju dan Zainuddin Isman (2013) yang diterbitkan oleh LPS-AIR, kajiannya menjelaskan tentang perang dingin yang berdampak kepada konflik antara sekutu dan Unisoviet yang menyebabkan konflik yang melibatkan seluruh negara dalam peristiwa ini dan karena peristiwa perang dingin memunculkan faham komunis yang menimbulkan organisasi PGRS/PARAKU di Kalimantan Barat.

(16)

Kelebihan buku ini membahas lebih rinci tentang sejarah PGRS/PARAKU yang dimulai dari perang dingin yang menimbulkan dua kubu yang berbeda hingga menumbuhkan faham komunis pada satu kubu yang pada akhirnya menyebar hingga ke Indonesia sehingga dapat membentuk organisasi- organisasi yang bernaung di bawah komunis dan pada akhirnya membentuk PGRS/PARAKU. Buku ini menjelaskan bahwa strategi presiden Soekarno menggunakan PKI sebagai alat untuk mengganyang Malaysia. Sumber buku ini mempunyai sumber tambahan rinci seperti koran harian yang dituliskan pada saat peristiwa PGRA/PARAKU di Kalimantan Barat yang membantu melengkapi sumber ini.

Sebagai sumber peneliti menggunakan buku karya Aju dan Zainuddin Isman karena buku ini sebagian besar ditulis dengan sumber-sumber yang akurat seperti arsip, foto-foto dokumentasi, dan koran harian. Dalam buku ini peneliti menggunakan buku ini sebagai sumber untuk mengkaji politik Soekarno yang melibatkan organisasi komunis dalam peristiwa “Ganyang Malaysia”, dan peneliti juga akan mengkaji komunis dalam sudut pandang sebagai penolong Indonesia dalam peristiwa “Ganyang Malaysia” yang melibatkan PKI dan PGRS/PARAKU dalam naungan komunis untuk melawan Malaysia.

Dalam buku yang berjudul “Penghancuran PGRS/PARAKU dan PKI di Kalimantan Barat” karya Marchus Effendy (1995) yang di cetak oleh Dian Kemilau di Jakarta menjelaskan bahwa, PGRS/PARAKU, SUKWAN, hanyalah pengalihan politik RRC dan komunis untuk menguasai Kalimantan

(17)

Barat serta menjadikan Kalimantan Barat bagian dari Republik Rakyat Cina (RRC).

Kelebihan buku ini adalah penulisannya yang bersifat objektif.

Penulisan buku ini juga di dasari oleh tiga sudut pandang yang berbeda sehingga membuat tulisan dari karya ini bisa disebut objektif. Sudut pandang yang digunakan penulis dalam buku ini adalah terletak pada sudut pandangnya terhadap PGRS/PARAKU dan PKI yang berperan dalam membela Indonesia dalam peristiwa federasi Malaysia. Penulisan karya ini juga menuliskan semua peristiwa dari berbagai subjek yang diteliti seperti masyarakat dayak, masyarakat Tionghoa (Cina), dan ABRI secara objektif.

Peneliti menggunakan buku karya Marchus Effendy ini karena peneliti ingin mengkaji sumber yang objektif dan menemukan pemasalahan serta peran yang ditimbulkan oleh PGRS/PARAKU. alasan peneliti menggunakan buku ini karena peneliti ingin mencari pandangan dari setiap sudut pandang yang berbeda antara masyarakat Dayak, Cina (Tionghoa), ABRI serta PGRS/PARAKU itu sendiri dalam peristiwa federasi Malaysia.

Buku pendukung yang digunakan penulis dalam penulisan ini adalah kajian teori dan metodologi sejarah (Suhartono W. Pranoto, 2010) sebagai acuan penelitian. Serta dilengkapi dengan mengunakan buku-buku metode yang lainnya seperti: Metode Penelitian Sejarah (Daliman, 2012), Metodologi Sejarah (Helius Sjamsudin, 2007), dan Metodologi Penelitian Sejarah (Sulasman, 2014), serta Metode Penelitian Pendidikan Sejarah (Priyadi, 2012).

(18)

G. Metode Dan Bentuk Penelitian

Metodologi sejarah terdiri atas dua kata, yaitu metodologi dan sejarah.

Metodologi berasal dari Bahasa Yunani methodos, terdiri atas dua suku kata, yaitu metha yang berarti melalui atau melewati dan hodos yang berarti jalan atau cara. Jadi metodologi adalah ilmu atau kajian membahas kerangka pemikiran (frameworks) tentang konsep-konsep, cara atau prosedur yang maksudnya untuk menganalisis tentang prinsip atau prosedur yang akan menuntun, mengarahkan dalam penyelidikan serta penyusunan suatu bidang ilmu. Dengan demikian, metodologi atau sience of metods adalah ilmu yang membicarakan tentang cara (Sulasman, 2014:73).

Penelitian sejarah adalah pengumpulan yang sistematika dan evaluasi yang objektif dari data yang berkaitan dengan kejadian-kejadian di masa lampau untuk menguji hipotesis sehubungan dengan sebab, akibat atau kecendurangan kejadian-kejadian tersebut yang dapat membantu menerangkan kejadian masa kini dan mengantisipasi kejadian masa akan datang (Darmadi, 2013:215). Dengan demikian penelitian adalah pengumpulan sumber berdasarkan sistematika atau secara bertahap sesuai dengan prosedur yang akan dikaji untuk mengungkapan kejadian-kejadian di masa lampau agar bisa di jelaskan di masa kini atau pun dimasa yang akan datang.

Metode penelitian sejarah adalah metode atau cara yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan peristiwa penelitian sejarah dan permasalahannya. Dengan kata lain metode penelitian sejarah adalah instrumen untuk merekonstruksikan peristiwa sejarah ( history as past actuality) menjadi

(19)

sejarah sebagai kisah ( history as written). Dalam proses penulisan sejarah sebagai kisah pertanyaan-pertanyaan dasar itu dikembangkan sesuai dengan permasalahan yang perlu diungkap dan dibahas meliputi Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi.

1. Heuristik(Mengumpulkan Data)

Daliman (2012:51) menjelaskan bahwa, langkah kerja peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber atau bukti-bukti sejarah ini disebut Heuristik. Menyatakan bahwa berdasarkan terminologinya Heuristik berasal dari bahasa Yunani yaitu heuriskien yang artinya menemukan sumber. Dalam bahasa Latin, Heuristik dinamakan sebagai ars of invention dalam bahasa Inggris.

Penelitian sejarah sering menggunakan istilah jejak sejarah, sumber sejarah, atau data sejarah. Ketiga istilah itu dianggap sama atau data sejarah terdapat pada sumber atau jejak sejarah sehingga data sejarah sama dengan teks yang terkandung dalam manuskip (naskah, handschrift, tulisan tangan).

Maka dari itu, penelitian sejarah harus menelusuri sumber tertulis atau bahan-bahan dokumenter (Kartodirdjo, 1992: 96-112).

Dengan demikian dapat dipahami bahwa heuristik adalah upaya penelitian untuk menghimpun jejak sejarah atau mengumpulkan dokumen- dokumen agar dapat mengetahui segala bentuk peristiwa atau kejadian- kejadian bersejarah dimasa lampau dengan berdasarkan fakta sumber tersebut. Dalam pelaksanaannya kegiatan ini adalah suatu teknik atau suatu

(20)

seni, keberhasilan seseorang dalam mencari sumber pada dasarnya tergantung dari wawasan peneliti mengenai sumber yang dikumpulkan.

Dalam proses pengumpulan data penelitian, peneliti mengumpulkan beberapa sumber yang terbagi atas dua sumber data. Sumber tersebut adalah sumber primer dan sumber sekunder yang peneliti telitikan untuk mengungkap bagaimana gerakan PGRS/PARAKU di Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat pada tahun 1963-1972. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang gerakan PGRS/PARAKU di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat pada tahun 1963-1972, maka peneliti mencari sumber- sumber untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan apa yang diteliti oleh peneliti terutama sumber primer melalui metode wawancara secara langsung kepada informan yang ikut dalam peristiwa tersebut dan agar mendapatkan informasi dan menyertakan dokumen-dokumen serta benda- benda sebagai sumber primer. Untuk mepertegas hasil sumber primer maka peneliti menggunakan sumber sekunder dengan mencari saksi mata sekunder yaitu, arsip-arsip dan dokumen sekunder yang berkaitan dengan Gerakan PGRS/PARAKU di Bengkayang, Kalimantan Barat pada tahun 1963-1972 yang diperoleh dari berbagai pihak dan berbagai tempat seperti Perpustakaan IKIP PGRI Pontianak, Perpustakan Daerah, dan Balai Kajian Sejarah Pontianak, Lanud Singkawang II.

a. Sumber Primer

Menurut Sulasman (2014:96) Sumber Primer adalah”kesaksian dari seorang saksi yang melihat peristiwa bersejarah dengan mata kepala

(21)

sendiri atau panca indra lain atau alat mekanisme yang hadir pada peristiwa itu (saksi pandangan mata, misalnya kamera, mesin ketik, alat tulis, kertas). Sumber primer harus sezaman dengan peristiwa yang dikisahkan.

Dalam penelitian ini peneliti juga mengunakan bukti tertulis seperti buku-buku, arsip, maupun dokumen maka dibuat seleksi atas buku-buku yang menyangkut topik tersebut untuk dipelajari dengan seksama. Hanya buku-buku yang terkait langsung dengan topik yang dipilih itulah yang disisihkan untuk dipelajari dengan seksama. Tujuan mempelajari buku-buku yang bersangkutan dengan seksama adalah untuk memahami metodologi dan teori yang digunakan dalam masing- masingbuku. Kemudian sedapat mungkin pengetahuan faktual yang dikemukakan dalam buku-buku itu dikaitkan dengan topik yang dipilih. Untuk membedakan peneliti satu dengan yang lain tentunya berbeda apa yang dicari dan yang didapat, itulah makanya disarankan pada peneliti untuk menyampaikan ke mana saja melakukan heuristik, perpustakaan mana saja materi dan buku apa yang diketemukan.

Selain sumber buku, arsip dan dokumen peneliti juga melakukan wawancara saksi-saksi sejarah yang menjadi pelaku pada peristiwa tersebut dan bertanya langsung untuk mendapatkan informasi dengan para pelaku yang ikut dalam gerakan PGRS/PARAKU di Bengkayang, Kalimantan Barat, masyarakat dari kalangan etnis Tionghoa, Dayak dan

(22)

Melayu yang menjadi saksi peristiwa PGRS/PARAKU di Bengkayang serta ABRI Lanud Singkawang II yang terlibat dalam peristiwa operasi pembersihan atau pembubaran di Bengkayang. Tokoh-tokoh tersebut menjadi saksi mata dan mengetahui mengenai Gerakan PGRS/PARAKU di Bengkayang Kalimantan Barat (1963-1972).

b. Sumber Sekunder

Menurut Kuntowijoyo (1995:96) mengatakan sumber sekunder adalah apabila disampaikan bukan saksi mata. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sumber sekunder adalah informasi yang diperoleh oleh peneliti melalui bukan saksi atau sumber kedua yang merujuk kepada sumber primer dari sebuah kejadian atau peristiwa sejarah. Dalam pengumpulan data sumber sekunder dapat melakukan wawancara dengan saksi sekunder, dokumen, artikel, dan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa sumber sekunder dapat diperoleh dari seorang yang bukan saksi namun informasi yang disampaikan mengarah pada sumber primer yang pernah diteliti sebelumnya. Sumber sekunder dapat diperoleh dari buku-buku, artikel, dokumen, serta wawancara dengan saksi sekunder, untuk bisa menguatkan penyataan yang telah didapat dari sumber primer. Dengan demikian sumber dalam penelitian ini adalah peneliti melakukan wawancara kepada tokoh adat dusun Segiring, masyarakat dari jagoi babang dan narasumber lainnya yang mengetahui tentang Gerakan

(23)

PGRS/PARAKU di Bengkayang Kalimantan Barat tahun 1963-1972 serta mencari arsip-arsip, dokumentasi, atau pun buku-buku yang mengarah kepada sumber sekunder tentang Gerakan PGRS/PARAKU di Bengkayang, Kalimantan Barat.

2. Kritik Sumber (Verifikasi)

Setelah memperoleh sumber-sumber sejarah maka langkah kerja yang kedua adalah melakukan kritik sumber. Tujuan dilakukan ini adalah untuk mengetahui kebenaran isi, keaslian dan keutuhan dari sumber-sumber tersebut. Kritik sumber sejarah adalah upaya untuk mendapatkan otentisitas dan kredibilitas sumber (Pranoto, 2010:32). Sedangkan menurut Sjamsuddin, (2007:103), Kritik adalah kerja yang intelektual dan rasional yang mengikuti metodologi sejarah guna mendapatkan objektivitas suatu kejadian. Kritik sumber adalah meneliti apakah sumber-sumber itu sejati baik bentuk maupun isinya. Dalam usaha mencari kebenaran sejarawan dihadapkan dengan kebutuhan untuk membedakan apa yang benar, apa yang tidak benar (palsu), yang mungkin dan apa yang meragukan atau mustahil. Kritik dapat dilakukan dari dua sudut pandang yaitu kritik Eksternal dan Internal.

a. Kritik Eksternal

Menurut Pranoto (2010:36) kritik eksternal adalah usaha mendapatkan otentisitas sumber dangan melakukan penelitian fisik terhadap sutau sumber. Kritik eksternal mengarah pada pengujian

(24)

terhadap aspek laur dari sumber. Sedangkan menurut Sjamsuddin (2007:104) Kritik eksternal iyalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek ”luar” dari sumber sejarah. Kritik eksternal merupakan suatu penelitian atas asal usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peningalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu-waktu sejak asal mulanya sumber itu telah di ubah oleh orang- orang tertentu atau tidak.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kritik eksternal adalah salah satu cara untuk menguji keaslian dari data-data yang didapatkan melalui berbagai sumber dimana sumber tersebut mengandung fakta yang akurat. Sumber sejarah yang digunakan haruslah lengkap baik dalam tanggal, tempat, sehingga kritik eksternal diharapkan mempunyai otentitas lengkap.

Langkah kritik ini peneliti melakukan kritik terhadap sumber yang telah seperti buku yang peneliti gunakan dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran yang terkandung dalam sumber tersebut merupakan benar-benar dibutuhkan dan merupakan sumber asli. Peneliti tidak hanya menggunakan sumber buku dan dokumen lainnya tetapi peneliti juga menggunakan narasumber sebagai sumber penelitian. Peneliti juga akan melakukan pertimbangan terhadap narasumber yang akan dijadikan informan dengan pertimbangan berupa fisik, kesehatan dan umur.

(25)

b. Kritik Internal

Kritik internal adalah kebalikan dari kritikeksternal, menurut Sjamsuddin (2007;112) Kritik internal sebagimana yang disarankan oleh istilahnya menekankan aspek “ dalam “ yaitu isi dari sumber : kesaksian (testimoni). Segala fakta kesaksian (fact of testimony) ditegakan melalui kritik ekternal, tiba giliran sejarahwan untuk mengadakan evaluasi terhadap kesaksian sehingga harus memutusakan apa kesaksian itu dapat diandalkan (reliabele) atau tidak. Sedangkan menurut Pranoto (2010;37) Kritik internal adalah kritik yang mengacu pada kredibilitas sumber, artinya apakah isi dokumen ini terpercaya, tidak dimanipulasi, mengandung dias, dikecohkan dan lain-lain. Kritik internal ditunjukan untuk memahami isi teks. Pemahaman isi teks diperlukan latrbelakan fikiran dan budaya penulisnya. Hal ini karena apa yang tersurat sangat berberda dengan yang tersirat dalam teks itu. Oleh karena itu, untuk memahmai yang yang tersirat diperlukan pemahamai dari dalam (from withim).

Peneliti terlebih dahulu melakukan evaluasi terhadap isi buku yang telah dibaca. Peneliti memperhatikan kesalahan-kesalahan yang muncul dalam bacaan selain itu, peneliti memperhatikan argumentasi yang digunakan dalam sumber tersebut relevan atau tidaknya serta peneliti membedakan kadar tinggi atau rendahnya ilmiah suatu isi buku yang peneliti gunakan. Dalam bidang sejarah sumber dari dokumentasi

(26)

jarang didapat, tentunya peneliti harus mencari bukti-bukti lain yang mampu menguatkan bukti tersebut sehingga membuat peneliti berhati- hati dalam mengambil keputusan untuk menentukan keterangan itu benar-benar relevan dengan masalah penelitian serta semua sumber yang didapatkan haruslah diteliti terlebih dahulu.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan perbandingan sumber tertulis (dokumen) yang sebagian besar merupakan sumber sekunder.

Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam melakukan kritik sumber baik eksternal maupun internal adalah menetapkan otentisitas dari sumber yang diuji untuk menghasilkan fakta sejarah. Fakta-fakta yang penulis peroleh dari kegiatan kritik akan digunakan dalam pembahasan yaitu menyangkut Gerakan PGRS/PARAKU Di Bengkayang, Kalimantan Barat Pada Tahun 1963-1972. Dokumen dan buku-buku mengenai Gerakan PGRS/PARAKU di Bengkayang yang peneliti miliki akan dikritik sumber. Tujuan utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi data sehingga diperoleh data yang akurat dan sesuai dengan fakta yang sebenarnya.

3. Interpretasi

Langkah ketiga dalam penulisan ini adalah interpretasi. Dalam langkah ini yang harus dilakukan adalah merangkaikan fakta-fakta satu sama lainnya sehingga menjadi rangkaian yang masuk akal, artinya yang menunjuk kesasikan antara satu sama lain secara berurutan yang bermanfaat

(27)

dalam kegiatan penulisan sejarah (Historiografi). Menurut Daliman(2012:83) interpretasi adalah upaya penafsiran atas fakta-fakta sejarah dalam kerangka rekontruksi realitas pada masa lampau. Fakta-fakta sejarah yang jejaknya masih nampak dalam berbagi peningalan dan dokumen hanyalah merupakan dari sebagian fenomena realitas masa lampau, dan tidak akanmenjadi realitas lagi. Fungsi rekontruksi adalah hanya sebagai bukti di masa sekarang bahwa masa lampau pernah ada dan pernah terjadi. Sedangkan menurut Pranoto (2010;55) interpretasi atau tafsir sebenarnya sangat individual, artinya siapa saja dapat menafsirkan. Pada bagian ini yang penulis lakukan adalah menafsirkan fakta-fakta sejarah menjadi suatu cerita yang kronologinya menjadi suatu peristiwa sejarah.

Dari apa yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan bahwa interpretasi adalah proses penafsiran terhadap sumber sejarah yang telah dikumpulkan melalui kritik eksternal dan internal sehingga menghasilkan sebuah narasi. Dalam proses penafsiran peneliti menyatukan semua kritik eksternal dan internal menjadi sebuah narasi. Setelah semua terverifikasi selanjutnya peneliti membentuk sebuah narasi yang objektif atau yang besifat tidak memihak salah satu sumber. Peneliti menafsirkan sebuah sumber yang berkaitan dengan “Gerakan PGRS/PARAKU di Bengkayang Kalimantan Barat pada Tahun 1963-1972” bahwa PGRS/PARAKU benar terbentuk di Bengkayang dan melalukan pemberontakan terhadap militer namun, pada awalnya PGRS/PARAKU berawal dari tentara SUKWAN yang dibentuk oleh presiden Ir. Soekarno untuk memperjuangkan batasan

(28)

Indonesia dengan Malaysia lalu kemudian ideologi komunis mengubah paradigma tentara SUKWAN sehingga beralih menjadi PGRS/PARAKU yang ingin memerdekakan Kalimantan dibawah naungan mereka. Dengan bermodalkan senjata dan bantuan senjata lainnya dari negara komunis seperti Cina membuat PGRS/PARAKU semakin kuat. Akhir pembersihan PGRS/PARAKU pun dilakukan oleh masyarakat dayak dan ABRI LANUD Singkawang II yang menumpas seluruh anggota yang terlibat dalam peristiwa PGRS/PARAKU.

4. Historiografi

Setelah menginterpertasikan fakta-fakta yang diperoleh, langkah selajutnya dalam metode sejarah adalah Historiografi. Penulisan sejarah tidak semudah dalam penulisan ilmiah lainnya, tidak cukup dengan menghadirkan informasi dan argumentasi. Penulisan sejarah, walaupun terikat pula oleh aturan-aturan logika dan bukti-bukti empirik. Menurut Daliman (2012:99) penulisan sejarah (historiografi) merupakan sarana mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian yang diungkapkan, diuji (verifikasi) dan interprestasi. Walaupun penelitian sejarah bertugas merekonrtuksi sejarah masa lampau, maka rekontruksi itu hanya akan menjadi eksis apabala hasil-hasil penelitian itu ditulis.

Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan bahwa historiografi adalah suatu proses merangkai fakta dan

(29)

menyajikannya ke dalam bentuk tulisan sejarah sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan hasil penelitian dengan orang lain.

Penulisan ini dibagi menjadi beberapa bab, tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub bab yang disusun secara sistematis. Adapun susunan Sistematika Penulisan dalam Penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN, yang berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Kajian Pustaka, Ruang Lingkup Penelitian, dan Sistematika Penelitian. Pada Bab ini memberikan gambaran awal tentang permasalahan yang akan diuraikan pada Bab selanjutnya.

BAB II : Landasan Teori, yang berisikan Sumber-sumber buku sebagai bahan Rujukan atau Pembanding Utama yang Relevan dengan masalah yang akan diteliti. Dengan demikian diharapkan Landasan Teori ini dapat menjadi acuan untuk membantu menjelaskan temuan-temuan dalam Penelitian.

BAB III : Menjawab Pembahasan mengenai Gerakan PGRS/PARAKU di Bengkayang. Dipaparkan mengenai rumusan masalah yang akan diuraikan secara rinci agar bisa memberikan jawaban atas batas masalah yang sudah peneliti paparkan.

BAB IV : Menjawab pembahasan mengenai Gerakan PGRS/PARAKU di Bengkayang Kalimantan Barat 1963-1972. Dipaparkan mengenai hasil Penelitian berupa Informasi dan Data yang sudah dilakukan.Dalam hal ini Peneliti memaparkan hasil Penelitian dalam

(30)

suraian Deskriktif agar semua keterangan yang diperoleh dapat dijalankan secara rinci serta member jawaban atas batasan masalah yang sudah ada.

BAB V : Kesimpulan dan Saran, kesimpulan bersifat Historis yang berisikan kesimpulan tentang sisi positif dan sisi kelam dari peristiwa Gerakan PGRS/PARAKU di Bengkayang. Sedangkan Saran untuk lebih menyempurnakan penelitian ini.

H. Kajian Teori 1. Gerakan

Gerakan adalah Pergerakan, usaha, atau kegiatan dalam lapangan sosial (politik dan sebagainya), tindakan terencana yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola- pola dan lembaga-lembaga masyarakat yang ada (KBBI)

Terbentuknya gerakan PGRS/PARAKU ini sendiri sangat terkait dengan persitiwa konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia dari tahun 1963 hingga 1966. Konfrontasi yang didasari oleh penolakan pemerintah Indonesia terhadap pembentukan Federasi Malaysia ini melibatkan warga Tionghoa Kalimantan Utara, yang juga memiliki sikap sama dengan Indonesia, yakni menentang pendirian Federasi Malaysia yang didukung penuh oleh Inggris. Penolakan warga Tionghoa ini didasari oleh kecemasan akan adanya dominasi warga Melayu Semenanjung Malaya terhadap rakyat Kalimantan Utara, khususnya warga Tionghoa.

(31)

Selain dari orang-orang PKI yang memegang peranan penting dalam gerakan ini adalah orang-orang Cina yang sebagian besar bergabung dalam GTK (Gerakan Tjina Komunis). Gerakan PGRS/PARAKU yang ada diperbatasan Indonesia-Malaysia merupakan gerakan yang terorganisasi dengan baik sesama anggota. Dalam gerakan PGRS/PARAKU di Kalimantan Barat khususnya bengkayang ini terkenal salah seorang pimpinan yang sangat tanguh yaitu : S. A. Sofian. (Ahok, 1981;25)

2. Organisasi

Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai tujuan bersama atau sekelompok tujuan (Robbins, 1994:4). Dengan demikian organisasi adalah satu kesatuan anggota yang membentuk sebuah kelompok dengan satu tujuan yang sama.

Pembentukan organisasi PGRS/PARAKU terbentuk dari suatu gerombolan pada saat terjadinya konfrontasi senjata antara Indonesia dan Malaysia pada tahun 1963. Dalam perkembangannya, anggota Sukwan juga mengikut sertakan pemuda pemudi etnis Cina-Malaysia (Serawak) yang dengan sukarela menggabungkan diri kedalam tubuh Sukwan Indonesia kurang lebih 850 orang (Sulistyorini, 2002:33-34).

Pada tahun 1963 Republik Rakyat Cina (RRC) mengirim Wen Min Tjuen dan Wong Kee Chok untuk menemui Yap Chung Ho, Wong Hon,

(32)

Lim Yen Hwa dan Yacob, Para pemimpin Komunis Sarawak yang telah hijrah ke Kalimantan Barat. Pertemuan antara utusan Beijing, Yap Cs dan Azhari berlangsung di Sintang. Pertemuan ini melahirkan kesepakatan untuk membentuk pasukan Gerilya, Rakyat Serawak dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (PGRS/PARAKU). Gerakan ini kemudian bergabung dengan kelompok Cina di Kalimantan Barat yang berhaluan Komunis, dan bergerilya di daerah perbatasan Kalimantan Barat Sarawak, Terutama sesudah G30S/PKI (Djuweng, 2005:25).

3. Politik a. Defenisi

Menurut Darmadi (2009:75) Pengertian “Politik” berasal dari kosakata “ Politics”, yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara “Negara” yang menyangkut proses penentuan Tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan Tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan atau “Decition Making” mengenai apakah yang menjadi Tujuan dari Sistem Politik itu

menyangkut seleksi antara beberapa alternative dan penyusunan Skala Prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu.Untuk melaksanakan tujuan itu perlu ditentukan Kebijaksanaan-kebijaksanaan umum dan Publik Polictes yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau

distributons dari Sumber-sumber yang ada.

Politik adalah generalisasi yang abstrak mengenai beberapa fenomena. Dalam menyusun generalisasi, teori selalu menggunakan

(33)

beberapa konsep. Konsep lahir dalam pikiran manusia dank arena itu bersifat abstrak, sekalipun fakta-fakta yang dapat dipakai sebagai batu loncatan. Konsep yang dimaksud adalah unsur penting dalam usaha kita untuk mengerti dunia sekitar. Konsep adalah sebuah ide yang abstrak yang menunjukan beberapa fenomena atau karakteristik dengan sifat spesifik yang dimiliki oleh fenomena itu. Sedangkan generalisasi adalah yang paling tinggi atau yang paling Isophisticated derajat generalisasinya dinamakan teori. Dalam kehidupan sehari-hari sering mengontraskan teori dengan praktik atau teori fakta (Budiardjo, 2009:43).

Menurut Pranoto (2010: 22), Politik yaitu kajian tentang kekuasaan, bagaimana kekuasaan diperoleh, didistribusikan, pemilihan pemimpin, konflik politik, dan keputusan-keputusannya. Kemudian arti tersebut berkembang menjadi Polities yang berarti warganegara, Politeia yang berarti yang berhubungan dengan negara, Politika yang

berarti pemerintahan negara dan Politikos yang berarti kewarganegaraan.

a. Pendekatan Politik

Menurut Pranoto (2010:69) Politik adalah panglima. Artinya bahwa sejarah politik adalah terdepan dibanding jenis sejarah lain.

Politic is the backbone of history bahwa politik menjadi tulang punggung sejarah. Tidak mengherankan jika sejak kerajaan Romawi

(34)

dan Yunani kuno, sejarah sudah didominasi oleh raja, kekuasaan, orang- orang besar dan para elite.

Menurut Pranoto (2010:71), pendekatan politik dibagi menjadi : 1) Pendekatan Konstitusional

Sejarah konstitusi menitik beratkan pada filsafat, pandangan hidup, consensus bersama, termasuk struktur pemerintahan dalam membangun atau membentuk Negara.

2) Pendekatan Institusional

System politik mempunyai institusi sebagai perangkat operasionalnya seperti cabinet, birokrasi, militer, parpol, ormas, LSM.

3) Pendekatan Intelektual

Sejarah intelektual menekankan peran pemikiran yang mempengaruhi perilaku sejarah.

4) Pendekatan Behavioral

Pendekatan behavioral atau pendekatantingkah laku belom berkembang dalam penelitian sejarah. Akan tetapi perilaku dapat terfokuskan pada elite dan institusinya.

5) Pendekatan Sosial

Pendekatan sejarah sosial menekankan pada aspirasi kelompok sosial pada politik sesuai dengan interesnya,apakah itu tani, buruh, santri, ulama, pengusaha, dan pemuda.

6) Pendekatan Biografis

Biografi kebanyakan untuk menunjukan prestise sosial politik saja, biasanya tokoh nasional.

7) Pendekatan Komparatif

Kajian sejarah politik dengan komperatif sukar dilakukan karena peneliti harus menguasai dua sumber penelitian. Dari pernyataan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa politik merupakan cara seseorang untuk mencapai tujuan dalam mencapai sebuah kekuasaan, Negara dan perebutan sebuah kedudukan tertentu. Teori ini mengatur hubungan interaksi antara individual dengan masyrakat untuk memenuhi tujuan atau target yang diinginkan suatu kelompok tertentu.

Permasalahan politik yang ada di Kalimantan Barat terutama di daerah perbatasan Kabupaten Bengkayang disebabkan oleh demografis politik. Mernurut Tirtosudarmo (2007:75) dinamika demografi politik yang terjadi di Kalimantan Barat tidak dapat dilepaskan dari perubahan politik

(35)

maupun ekonomi yang terjadi di tingkat nasional, baik pada masa lalu maupun masa sekarang dan bagaimana perubahan itu tercermin dalam persepsi pusat tentang daerah perbatasan.

Dalam permasalahan demografis Indonesia-Malaysia, Soekarno memandang bahwa Indonesia harus bisa melawan boneka Inggris yaitu Malaysia. Malaysia, dilihat oleh Soekarno sebagai boneka Inggris, yang dimata Soekarno melakukan perlawanan terhadap pembentukan Negara Malaysia dan melancarkan politik konfrontasi. Pada tahun 1963 Kalimantan Barat mulai dijadikan basis militer Indonesia dalam konfrontasi dengan Malaysia. Saat inilah Kalimantan Barat mulai masuk dalam “peta politik”

di Indonesia (Tirtosudarmo, 2007:89).

3. Peran

Menurut Soekanto (2002:243), yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Dari hal diatas lebih lanjut kita lihat pendapat lain tentang peran yang telah ditetapkan sebelumnya disebut sebagai peranan normatif.

Sebagai peran normatif dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban dinas perhubungan dalam penegakan hukum mempunyai arti penegakan hukum secara total enforcement, yaitu penegakan hukum secara penuh.

Peran berarti laku, bertindak. Di dalam kamus besar bahasa Indonesia peran ialah perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh

(36)

orang yang berkedudukan di masyarakat ( Harahap, 2007: 854 ) Sedangkan makna peran yang dijelaskan dalam Status, Kedudukan dan Peran dalam masyarakat,dapat dijelaskan melalui beberapa cara, yaitu pertama penjelasan histories. Menurut Penjelasan Histories, konsep peran semula dipinjam dari kalangan yang memiliki hubungan erat dengan drama atau teater yang hidup subur pada zaman yunani kuno atau romawi. Dalam hal ini, peran berarti karakter yang disandang atau dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas dengan lakon tertentu. Kedua, pengertian peran menurut ilmu sosial. Peran dalam ilmu sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki jabatan tertentu, seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang didudukinya tersebut.

Sedangkan peranan berasal dari kata Peran. Peran memiliki makna yaitu seperangkat tingkat harapan yang memiliki oleh yang berkedudukan dimasyarakat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:845) “ Peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan”. Pengertian Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapakan pada seseorang sesuai dengan posisi social yang diberikan baik formal maupun informal. Peran berdasar pada Preskripsi (ketentuan) dan harapan, menerangkan apa yang harus dilakukan individu-individu dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain dalam melaksanakan Peran tersebut yang bersifat Kognitif.

Peran merupakan perilaku seorang atau kelompok yang sesuai dengan status, seseorang atau kelompok. Peranan merupakan seperangkat

(37)

perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki suatu posisi atau kedudukan tertentu dimasyarakat. Peran yang dijalankan seseorang atau sekelompok merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan terkait dengan status yang dimilikinya (Abdulah, 2006 :98-99). Dengan demikian Peran dapat diartikan sebagai pelaku yang diharapkan dari seseorang atau kelompok dengan status yang disandangnya. Jadi peran sesungguhnya dijalankan bersamaan dengan prilaku itu sendiri.

Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Peran yang dijalankan berdasarkan pada status sosial yang dipilih oleh seorang individu seperti menyumbangkan pemikirannya untuk memajukan Bengkayang, Kalimantan Barat dalam bidang pertahanan suatu Provinsi atau negara.

Peran yang dijalankan ini merupakan status seorang pemimpin yang mampu memajukan daerahnya dan mempunyai pemikiran yang baik bagi kemajuan masyarakatnya.

Referensi

Dokumen terkait

Sajian khas dari telur yang diaduk den- gan bumbu masakan, didadarkan dengan cara khusus menghasil- kan dadar telur menyerupai renmda ( hiasan pakaian yang disebut rendo ), wah

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pada PT XL Axiata Tbk, terjadi peningkatan kinerja pada keseluruhan rasio yang diteliti, pada PT Indosat

Dengan demikian, apabila ada perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian, maka yang harus dibuktikan selain adanya perbuatan yang melawan hukum, harus

Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo Tahun Anggaran 2019 merupakan dokumen perencanaan pembangunan tahunan

Partisipasi Kelompok Kerja Guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar (KKG PAI SD) Kabupaten Boyolali dalam Meningkatkan Kompetensi Guru PAI SD..

Berdasarkan analisis statistik ternyata bahwa antar perlakuan tidak berbeda nyata (P> 0.05), artinya masing-masing panelis mempunyai tingkat kesukaan yang hampir sama

DIBTHKAN SGR Bag. Pola Potong & Fin- ishing, Pengalaman Butik. Dtg langsung ke Asem Baris Raya No.. mall Matahari Serpong, mall Season City, mall Thamrin City hub.

Ada hubungan yang sangat kuat antara perilaku petani dalam hal umur, pengalaman dalam bertani dan aktivitas keikut sertaan dalam penyuluhan dengan kepadatan cacing