Bab 8
Simpulan dan Saran
Simpulan
Pada mulanya kawasan makam Gunung Brintik itu kosong. Dari hari ke hari tempat itu diisi oleh oleh orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal untuk beristirahat. Bagian yang kosong dari makam itu didirikan ”gubug”, sederhana, dan akhirnya menjadi rumah tempat tinggal. Pada saat terjadi pemindahan penghuni bantaran kali dan pedagang di pinggiran jalan dan untuk pembangunan, sebagian di antara mereka menempati areal kuburan itu. Setelah penuh, kuburan yang ada atapnyapun ditempati. Terbentuklah komunitas makam Gunung Brintik, yang berprofesi membersihkan makam dan kerja serabutan. Ada kehadiran Negara/pemerintah dan NGO’s.
Komunitas M akam Gunung Brintik memiliki modal komunitas
(Community Capital) untuk survive dan memiliki strategi menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Strategi yang digunakan untuk dapat berhasil mengatasi kemalangan di Gunung Brintik adalah: Kemampuannya beradaptasi (Adaptive Capacity) dalam kerangka
Coupled Ecosystem-Socialsystem. Partisipasi terhadap, adaptasi/ internalisasi nilai-nilai sosial, serabutan sebagai penamaan mata pencaharian yang dilakukan, dan pemanfaatan modal komunitas M akam Gunung Brintik Semarang. M odal manusia (human capital),
Survival Stategy komunitas Gunung Brintik dapat dilihat dari dua sisi: Pertama dari sisi internal, strategi survive seorang dalam menghadapi berbagai kesulitan dipengaruhi oleh internalisasi nilai-nilai, perilaku yang dimiliki seseorang, seperti sopan-santun, semangat (daya juang), keyakinan kepada Tuhan, keberanian menghadapi resiko, inisiatif, dan memiliki pandangan ke depan untuk memperoleh kehi-dupan yang lebih baik. Para pengamen dan peminta-minta yang sopan dan santun memiliki pendapatan yang lebih besar dari mereka yang meminta-minta dengan kurang bahkan tidak sopan atau tidak simpatik.
Kedua dari sisi eksternal, strategi survive dipengaruhi oleh kehadiran Negara dan NGO’s, dipengaruhi pula oleh solidaritas sosial tempat seseorang bertempat tinggal, seperti semangat untuk saling membantu. Strategi orang miskin untuk dapat survive dengan mengedepankan penanaman nilai-nilai secara kelembagaan dapat memutus lingkaran setan kemiskinan. Orang miskin akan melahirkan orang miskin dapat ditepis dan orang miskin dapat dientaskan. Namun lembaga basis tersebut tidak bekerja sendirian. Kebijakan yang dilaksanakannya merupakan kerja bareng antara Yayasan Pelayanan Sosial dengan Yayasan Sosial yang lain bekerjasama dengan Pemerintah, didukung oleh Pendamping para Frater dan Pendamping non-Frater, dibantu penyandang dana perorangan dan CSR (dalam hal ini oleh Yayasan ASTRA Toyota Indonesia, Komunitas Tugu M uda, dan per-orangan secara anonim) yang dalam kesehariannya mengapli-kasikan M odal Sosial, yang prinsip kerjasamanya tidak didasarkan pada suku, agama dan ras (atau kelompok primordial lainnya) akan tetapi pada kehendak baik dan hati nurani yang tergerak untuk mengusahakan pengkudusan dunia dari dalam laksana ragi, yang mampu membangkitkan motivasi intrinsik si miskin yang pada gilirannya berdampak pada terciptanya nilai-nilai kebersamaan dan
Bentuk M odal Sosial yang menjembatani (bridging social capital) mampu memberikan kontribusi besar bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan masyarakat. Dengan tumbuhnya bentuk M odal Sosial tersebut memungkinkan perkembangan di banyak dimensi kehidupan, semakin efisiensinya pekerjaan-pekerjaan, mempercepat keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan, kualitas hidup manusia meningkat lebih kuat tanpa harus menggusur atau memin-dahkan ke tempat lain, ataupun merelokasinya.
M emang benar adanya modal sosial mempengaruhi pembangunan ekonomi dengan melancarkan transaksi antar individu, rumahtangga, dan kelompok. Pengaruh ini berbentuk: a. Partisipasi para individu dalam jejaring sosial meningkatkan ketersediaan informasi dan menurunkan biayanya; b. Partisipasi dalam jejaring lokal dan sikap saling percaya memudahkan kelompok mana pun mencapai keputusan dan melaksanakannya bersama; c. Jejaring dan sikap mengurangi perilaku oportunis anggota komunitas. Pada komunitas dengan perilaku tertentu diharapkan untuk kebaikan bersama, tekanan sosial dan kawatir akan dikucilkan mendorong individu berperilaku seperti yang diharapkan.
Self Determination menunjukkan bahwa motivasi dan kepribadian manusia yang berfokus pada perkembangan dan fungsi kepribadian dalam konteks sosial pada tingkatan identified regulation
menganggap sebuah nilai penting bagi diri individu sendiri. Hal itu dilakukan karena menyadari adanya manfaat darinya. Integrated regulation mengintegrasikan nilai dari luar dengan nilai yang sudah ada dalam dirinya diasimilasikan secara penuh. Intrinsic motivation
atau motivasi intrinsik merupakan perilaku yang menghasilkan kepuasan spontan karena aktivitas dari dalam individu itu sendiri. Di dalam motivasi intrinsik terdapat sikap manusia yang proaktif dan berorientasi pada petumbuhan.
M asyarakat Gunung Brintik selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan keadaban (civility). Kemampuan anggota-anggota kelompok/masyarakat untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang inergetis akan sangat besar pengaruhnya dalam menenetukan kuat tidaknya modal sosial suatu kelompok.
M odel
Survival Strategy
Komunitas Gunung BrintikSemarang
M odel di bawah ini menjelaskan tentang proses Adaptasi pada
Coupled Ecosystem – Social System Survival Strategy Komunitas M akam Gunung Brintik Semarang pada orang miskin yang terpinggirkan dan kehadiran LSM dan Negara, identifikasi dampak
Adaptive Capacity pada survival strategy yang dilakukan orang miskin yang terpinggirkan/Komunitas Gunung Brintik Semarang, dan penjelasan tentang survival strategy dan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas penghuni makam Gunung Brintik Semarang yang miskin dan terpinggirkan.
Saran
Telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, namun hal itu baru dapat mengurangi beban penderitaan, dan belum dapat mengentaskannya dari kemiskinan. Pengentasan kemiskinan berbasis pendidikan merupakan pilihan kebijakan dan program yang realistis dalam menyediakan pendidikan untuk orang M iskin. Hadirnya Negara dan NGO’s dapat diterima sebagai upaya untuk survive. M odel pendampingan dapat digunakan untuk men-dampingi pemerlu pelayanan bagi penyandang masalah kesejahteran sosial di perkotaan.
Guna menyelesaikan persoalan internal Komunitas M akam Gunung Brintik Semarang dapat memanfaatkan modal sebagai berikut, untuk seluruh kebijakan publik dan memanfaatkan modal itu adalah:
Human capital- kesehatan, nutrisi, dan keahlian dibutuhkan setiap orang untuk menjadi produktif secara ekonomi. Business capital:
teknologi atau permesinan, berbagai fasilitas, alas-alas transportasi bermotor sangat diperlukan dalam pertanian, industri dan jasa. Infra-structure capital: pembangunan jalan-jalan, air dan sanitasi, bandara dan pelabuhan, dan sistem telekomonikasi, adalah penting demi produktivitas bisnis. Natural capital. Sumber daya alam, Public institutional capital: hukum komersial, sistem yudisial, berbagai pelayanan dan kebijakan pemerintah dibutuhkan menjadi penopang pembagian kerja yang penuh damai dan makmur. Knowledge capital:
pengetahuan saintifik dan teknologi dapat meningkatkan produktivitas dalam bisnis, Social Capital. (M odal Sosial), dan Spiritual Capital atau M odal Spiritual
Kelentingan sosial (social resilience) yang dimiliki oleh komunitas makam Gunung Brintik ini dapat menjadikan pertimbangan bagi pengambil kebijakan untuk membantu meningkatkan perkembangan komunitas di situ.
Gambaran tentang proses Adaptasi pada Coupled Ecosystem – Social System Survival Strategy Komunitas M akam Gunung Brintik Semarang pada orang miskin yang terpinggirkan dan kehadiran LSM dan Negara, identifikasi dampak Adaptive Capacity pada survival strategy yang dilakukan orang miskin yang terpinggirkan/Komunitas Gunung Brintik Semarang, dan penjelasan tentang survival strategy