• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Hasil Belajar

2.1.1 Belajar

Menurut Reber dalam Agus Suprijono (2012:03) belajar adalah “The process of acquiring knowledge. Belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan.” Kemudian menurut Winkel dalam Purwanto (2008:38) belajar adalah aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Pendapat lain dikemukakan R. Gagne dalam Ahmad Susanto (2013:1) belajar adalah suatu proses di mana organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Sedangkan menurut Winkel dalam Saur M. Tampubolon (2014:139) belajar adalah proses dalam individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan perilakunya seperti, pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Sedangkan menurut Slameto dalam Hamdani (2011:20) mengatakan “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Dari beberapa pendapat para ahli maka disimpulkan bahwa belajar adalah proses untuk membuat perubahan dalam diri siswa dengan cara berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

2.1.2 Prinsip-prinsip Belajar

Prinsip belajar adalah konsep-konsep atau asas yang harus diterapkan di dalam proses belajar mengajar. Ini mengandung maksud bahwa pendidik akan melaksanakan tugasnya dengan baik apabila dapat menerapkan cara mengajar sesuai dengan prinsip-prinsip belajar. Menurut Slameto dalam Yatim Riyanto (2009:63) menjelaskan prinsip – prinsip belajar yaitu:

(2)

1. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat, dan membimbing untuk mencapai tujuan intruksional.

2. Belajar harus dapat menimbulkan “reinforcement” dan motivasi yang

kuat pada siswa untuk mencapai tujuan intruksional.

3. Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat

mengembangkan kemampuan bereksplorasinya dan belajar dengan afektif.

4. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungan.

2.1.3 Hasil Belajar

Keberhasilan suatu proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru haruslah diukur, untuk mengukurnya harus dilakukan evaluasi untuk mengetahui hasil belajar yang telah dilaksanakan oleh siswa. Adapun pengertian hasil belajar menurut beberapa para ahli. Gagne dalam Purwanto (2008:42) mengatakan bahwa hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di ligkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus - stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Nawawi dalam Ahmad Susanto (2013:5) yang mengatakan bahwa hasil belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Menurut Dimyati dan Mudjiono dalam Saur M. Tampubolon (2014:140) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang ditunjukan dari suatu interaksi tindak belajar, dan biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh oleh siswa setelah melalui proses kegiatan pembelajaran yang dapat diukur dengan tes.

(3)

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Untuk mencapai hasil belajar yang maksimal terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Wasliman dalam Ahmad Susanto (2013:12-13), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah:

1. Faktor internal: merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri siswa

yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor ini meliputi kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

2. Faktor eksternal: faktor yang berasal dari luar diri siswa yang

mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga dan lingkunga sangat berpengaruh terhadap hasil belajar. Keluarga yang sangat kacau keadaan ekonominya, pertengkaran kedua orang tua, perhatian orang tua terhadap anak yang kurang, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar siswa.

2.1.5 Jeni-jenis Hasil Belajar

Jenis-jenis hasil belajar menurut Bloom dalam Saur Tampubolon (2014:140) secara garis besar membagi menjadi tiga ranah, yakni:

a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

enam aspek yakni: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Jenis hasil afektif tampak

pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial.

c. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik yakni: gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,

(4)

keharmonisan atau ketepatan, gerakan ketrampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar, di antara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan materi pelajaran.

2.2 Hakikat Matematika

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan

kemampuan berfikir dan beragumentasi, memberikan kontribusi dalam

menyelesaikan masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja sehingga matematika sangatlah penting untuk kita pelajari. Menurut Ruseffendi dalam Heruman (2013:1), Matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Sedangkan menurut Jemes dalam Ismunamto (2011:6), matematika adalah ilmu tentang logika mengenal bentuk, susunan, besaran, dan konsep yang saling berhubungan satu dengan lainnya.

Pendapat menurut Reys dalam Ismunamto (2011:6), mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.

Dari beberapa pengertian tersebut maka disimpulkan Matematika adalah ilmu tentang logika, pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi dalam menyelesaikan masalah.

2.2.1 Hakikat Pembelajaran Matematika

Dalam pembelajaran matematika di SD, diharapkan terjadi reinvention

(penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas, walaupun penemuan itu sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui

(5)

sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan sesuatu hal yang baru.

Adapun menurut Dimyati dalam Ahmad Susanto (2013:186),

“pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”. Pembelajaran berarti aktivitas guru dalam merancang bahan pengajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, yakni siswa dapat belajar secara aktif dan bermakna.

Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan-kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai uapaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi matematika.

2.2.2 Hakikat Pembelajaran Tematik Terintegratif

Pembelajaran tematik terintegratif sering juga disebut sebagai

pembelajaran tematik terpadu. Menurut Kemendikbud (2013: 7)

pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran dengan memadukan beberapa mata pelajaran melalui penggunaan tema, dimana siswa tidak mempelajari materi mata pelajaran secara terpisah, semua mata pelajaran yang ada di sekolah dasar sudah melebur menjadi satu kegiatan pembelajaran yang diikat dengan tema. Adapun Prastowo (2013: 223) mengatakan bahwa pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Sedangkan menurut Mulyasa (2013: 170) pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran yang diterapkan pada tingkatan pendidikan dasar yang menyuguhkan proses belajar berdasarkan tema untuk kemudian dikombinasikan dengan mata pelajaran lainnya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran yang mengaitkan beberapa mata pelajaran

(6)

dalam satu tema tertentu, pembelajaran ini dapat menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien.

Tematik terpadu memiliki beberapa tujuan, Kemendikbud (2013: 193) tujuan tematik terpadu sebagai berikut:

1.Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu.

2.Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata

pelajaran dalam tema yang sama.

3.Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan

berkesan.

4.Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengaitkan

berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.

5.Lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi

nyata, seperti: bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain.

6.Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan

dalam konteks tema yang jelas.

7.Guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan

secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan.

8. Budi pekerti dan moral siswa dapat ditumbuh kembangkan dengan

mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi.

Ruang lingkup dalam pembelajaran tematik terpadu yaitu Standar Kompetensi Kelulusan (SKL). Menurut PP No.32 Tahun 2013 bahwa Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kriteria mengenai kulifikasi

kemampuan lulusan yang mencangkup sikap, pengetahuan, dan

keterampilan. Menurut M Fadilah (2014: 36) kegunaa SKL adalah sebagai ruang lingkup dalam pengembangan Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian Pendidikan, Standar Pengelolaan, dan Standar Pembiayaan. Dalam pembelajaran tematik teritegratif Standar Kompetensi Lulusan merupakan hal yang penting, karena SKL merupakan pedoman dalam penilain

(7)

penepenentuan kelulusan siswa. Pada kurikulum 2013 untuk mencapai SKL siswa haruslah memiliki kemampuan yang dinamakan dengan Kompetmsi Inti (KI) yang merupakan perubahan dar standar kompetensi pada kurikulum sebelumnya (KTSP).

Kompetensi inti kurikulum 2013 kelas 2 (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2013) disajikan melalui tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1

Kompetensi Inti Kurikulum 2013 Kelas 2 Semester II

KOMPETENSI INTI

Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya

Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru.

Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan bertanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah.

Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.

Sumber: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2013

Pembelajaran tematik berfokus pada tema tertentu. Tema dibuat dengan mengintegrasikan beberapa mata pelajaran. Hal ini menjadikan pembelajaran lebih terpadu dan bermakna. Meskipun dalam pembelajaran tematik tidak mewajibkan untuk memasukan semua mata pelajaran didalamnya namun minimal dalam satu tema terdiri dari tiga mata pelajaran yang pelaksanaan operasionalnya dirinci dalam Kompetensi Dasar (KD). Dalam pembelajaran kelas 2 semester I terdiri dari 4 tema dan terdapat 16 subtema. Tema dan subtema secara rinci disajikan melalui tabel 2.2 berikut:

(8)

Tabel 2.2

Tema dan Subtema Kelas 2 Semester II

TEMA SUBTEMA

1 Hidup Rukun 1. Hidup Rukun di Rumah

2. Hidup Rukun dengan Teman Bermain

3. Hidup Rukun di Sekolah

4. Hidup Rukun di Masyarakat

2 Bermain Di Lingkunganku 1. Bermain di lingkungan rumah

2. Bermain di rumah temna

3. Bermain di lingkungan sekolah

4. Bermain ditempat wisata

3 Tugasku Sehari-hari 1. Tugasku sehari-hari di rumah

2. Tugasku sehari-hari di sekolah

3. Tugasku sebagai umat beragama

4. Tugasku dalam kehidupan sosial

4 Aku dan Sekolahku 1. Tugas-tugasku sekolah

2. Kegiatan ekstrakulikulerku

3. Lingkungan sekolahku

4. Prestasi sekolahku

Sumber: Buku Guru SD/MI Tematik Terpadu Kurikulum 2013 kelas 2 semester I

Berdasarkan tabel 2.2 dalam pembelajaran tematik kelas 2 semester I terdiri dari 4 tema dan beberapa subtema. Dari 4 tema tersebut peneliti menggunakan tema 1 Hidup Rukun subtema 1 Hidup Rukun di Rumah. Berikut ini disajikan gambar pemetakan Kompetensi Dasar (KD) sebagai berikut:

Gambar 2.1

Pemetaan Kompetensi Dasar Tema 1 Hidup Rukun subtema 1 Hidup Rukun di Rumahsiklus 1

Matematika

3.1 Mengenal bilangan asli sampai 500 dengan menggunakan blok dienes (kubus satuan).

Subtema 1 Hidup Rukun di Rumah

Indikator

3.1.1 Membilang sampai 500 dengan menggunakan blok dienes (kubus satuan). 3.1.2 Menyebutkan banyak benda dengan menggunakan kubus satuan blok dienes (kubus satuan).

(9)

Gambar 2.2

Pemetaan Kompetensi Dasar Tema 1 Hidup Rukun subtema 1 Hidup Rukun di Rumahsiklus 2

2.3 Model Pembelajaran

2.3.1 Model Pembelajaran Discovery Learning

Beberapa model pembelajaran yang didasarkan pada kontruktivisme salah satunya adalah Discovery Learning. Menurut Slavin (Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, 2015: 180) Discovery Learning adalah model pembelajaran dimana siswa di dorong untuk belajar dengan dirinya sendiri. M Hosna (2014: 280) discovery learning yaitu pembelajaran yang di kembangkan menurut

pandangan kontruktivisme. Pembelajaran Discovery Learning menekankan

pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran discovery siswa dapat membuat perkiraan, merumuskan hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan proses induktif atau proses deduktif dan melakukan observasi. Sedangkan menurut Mohammad Takdir Ilahi (2012: 33) discovery learning merupakan salah satu pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat menggunakan proses mentalnya untuk menemukan konsep atau teori yang dipelajari.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran Discovery Learning merupakan pembelajaran yang melibatkan

Matematika

4.1 Memprediksi pola-pola bilangan sederhana menggunakan bilanganbilangan yang kurang dari 100memeriksa kebenaran jawabnya.

Subtema 1 Hidup Rukun di Rumah

Indikator

4.1.1 Menentukan pola-pola bilangan sederhana menggunakan bilangan kurang dari 100. 4.1.2 Membuat pola-pola bilangan sederhana dengan menggunakan bilangan kurang 100

(10)

siswa secara langsung untuk aktif dalam pembelajaran dan mendorong siswa untuk menemukan sendiri pemahaman terhadap suatu konsep yang di ajarkan. Menurut M Hosnan (2004: 284) karakteristik utama dalam pembelajaran Discovery Learning adalah:

1. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,

menggabungkan, dan menggeneralisasikan pengetahuan.

2. Siswa menjadi pusat pembelaran.

3. Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang

sudah ada.

Penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran modern. Sesuai dengan Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 pada lampiran menyatakan bahwa untuk mencapai kualitas yang telah dirancang oleh kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang:

1. Berpusat pada siswa

2. Mengembangkan kreativitas siswa

3. Menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang

4. Bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestika

5. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan

berbagai strategi dan model pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.

2.3.2 Langkah-langkah Model Discovery Learning

Adapun langkah-langkah Discovery Learning menurut M Hosnan (2014: 289) ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar yaitu:

1. Menentukan tujuan pembelajaran

2. Melakukan identifikasi karateristik sisiwa (kemampuan awal, minta, gaya belajar dsb)

(11)

4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)

5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dsb untuk dipelajari siswa

6. Mengatur topik-topik pembelajaran dari yang sederhana ke komplek, dari yang kongkrit ke abstrak

7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar

Menurut (Mulyasa, 2014:144) langkah-langkah di dalam model pembelajaran discovery learning sebagai berikut.

a. Stimulus (stimulation). Pada kegiatan ini guru memberikan stimulan, dapat

berupa bacaan, gambar, dan cerita sesuai dengan materi pembelajaran yang akan dibahas, sehingga siswa mendapat pengalaman belajar melalui kegiatan membaca, mengamati situasi, atau melihat gambar.

b. Identifikasi masalah (problem statement). Pada tahap ini, siswa diharuskan

menemukan permasalahan apa saja yang dihadapi dalam pembelajaran, mereka diberikan pengalaman untuk menanya, mengamati, mencari informasi, dan mencoba merumuskan masalah.

c. Pengumpulan data (data collecting). Pada tahap ini siswa diberikan

pengalaman mencari dan mengumpulkan data/informasi yang dapat digunakan untuk menemukan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi.

d. Pengolahan data (data processing). Kegiatan mengolah data akan melatih

siswa untuk mencoba dan mengeksplorasi kemampuan konseptualnya untuk diaplikasikan pada kehidupan nyata, sehingga kegiatan ini juga akan melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif.

e. Verifikasi (verification). Tahap ini mengarahkan siswa untuk mengecek

kebenaran dan keabsahan hasil pengolahan data, melalui berbagai kegiatan, antara lain bertanya kepada teman, berdiskusi, dan mencari berbagai sumber yang relevan, serta mengasosiasikannya, sehingga menjadi suatu kesimpulan.

f. Generalisasi (generalization). Pada kegiatan ini siswa digiring untuk

(12)

permasalahan yang serupa, sehingga kegiatan ini juga dapat melatih pengetahuan metakognisi siswa.

2.3.3 Kelebihan Model Discovery Learning

Di dalam Model terdapat kelebihan dan kelemahan. Berikut kelebihan dari model Discovery Learning yang yaitu:

1.Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan,

memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proseskognitif/pengenalan siswa.

2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual

sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.

3.Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar parasiswa.

4.Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

5.Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki

motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.

6.Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada

diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.

Beberapa kelebihan yang lain pada model penemuan (Discovery) ini antar alain:

a. Membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak penguasaan

keterampilan dan proses kognitif siswa.

b. Membangkitkan gairah belajar bagi siswa

c. Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak lebih maju sesuai

dengan kemampuannya sendiri

d. Siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa

terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar

e. Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepecayaan

(13)

2.3.4 Kelemahan Model Discovery Learning

Model penemuan (Discovery) ini mempunyai kelemahan sebagai berikut:

1.Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental.

2.Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan

sekitarnya dengan baik

3.Model ini kurang berhasil digunakan dikelas besar

4.Bagi guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan

pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila di ganti dengan model penemuan (Discovery)

5.Dengan model penemuan (Discovery) ini proses mental terlalu

mementingkan proses pengertian saja atau pembentukan sikap dan keterampilan siswa.

2.3.5 Model Pembelajaran Cooperative Learning

Cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran kurikulum 2013, dalam kurikulum 2013 siswa banyak melakukan kegiatan pembelajaran berkelompok. Komalasari (2011: 62) cooperative learning adalah pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2-5 orang, dengan struktur kelompok yang relatif heterogen. Rusman (2013: 202) cooperative learning merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang struktur kelompok yang bersifat heterogen. Isjoni (2011: 14) pembelajaran cooperative learning adalah model belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda, dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerjasama, dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan pembelajaran cooperative learning adalah pembelajaran berkelompok, setiap kelompok bekerja untuk memecahkan suatu masalah secara bersama-sama dengan anggota kelompoknya dengan penuh rasa tanggung jawab.

(14)

Terdapat macam-macam tipe pembelajaran cooperatif learning diantaranya;

(a) STAD (students team achievement division),

(b) model jigsaw,

(c) model investigasi kelompok (group investigation),

(d) model mencari pasangan (make a match),

(e) model TGT (team games tournaments),

(f) model struktural.

Suprijono (2013: 89-103) membagi model cooperative learning menjadi dua belas tipe yaitu: (a) jigsaw, (b) think pair share, (c) numbered heads together, (d) group investigation, (d) two stay two stay, (e) make a match, (f) listening team, (g) inside-outside circle, (h) bamboo dancing, (i) poincounter-point, (i) the power of two, (j) listening team. Dari model dan tipe pembelajaran ersebut juga terdapat model pendukung pengembangan pembelajaran kooperatif diantaranya adalah;

1. PQ4R

2. Guided Note Taking

3. Snowball Drilling

4. Concept Mapping

5. Giving Question and Getting Answer

6. Question Student Have

7. Talking Stick

8. Everyone is Teacher Here

9. Tebak Pelajaran

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan Talking Stick

adalah salah pendukung pengembangan pembelajaran Cooperative Learning,

peneliti memilih model Cooperative Learning tipe Talking Stick untuk

membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran, yaitu dapat meningkatkan disiplin dan hasil belajar siswa, khususnya dalam pembelajaran

(15)

tematik terpadu. Dalam penilitian kali ini penulis menggunakan model Cooperatif Learning tipe Talking Stick.

Menurut Agus Suprijono (2013:109). Pembelajaran dengan model Talking

Stick mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat. Model ini

memberi kesempatan kepada setiap siswa mempelajari materi tersebut setelah guru mengawalinya dengan penjelasan mengenai materi pokok yang akan

dipelajari. Miftahul Huda (2014:224) Talking Stick merupakan model

pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat. Kelompok pemegang tongkatlah yang pertamakali menjawab pertanyaan guru setelah mereka mempelajari materinya.

Dari pengertian Talking Stick di atas maka dapat disimpulkan Talking Stick

adalah pendukung pengembang model pembelajaran Cooperative Learning

yang membantu bahkan memaksa siswa untuk berani dan percaya diri dalam berbicara mengemukakan pendapat di hadapan orang lain.

2.3.6 Langkah-langkah Pembelajaran Model Cooperative Learning Tipe

Talking Stick

Mftahul Huda (2014: 225) langkah-langkah pembelajaran Cooperative

Learning tipe Talking Stick adalah:

1. Guru menyampaikan materi pokok yang dipelajari, kemudian

memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran.

2. Siswa berdiskusi membahas masalah yang ada dalam wacana.

3. Setelah siswa selesai mambaca materi pelajaran dan mempelajari isinya,

guru mempersilahkan siswa untuk menutup isi bacaan.

4. Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada salah satu siswa,

setelah itu guru meberi pertanyaan dan siswa yang memegang tongkattersebut harus menjawabnya, demikian setrusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan guru.

(16)

6. Guru melakukan valuasi/kesimpulan.

7. Guru menutup pembelajaran.

2.3.7 Media Pembelajaran

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar mengajar. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang dapat disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan.

Disamping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media pengajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia.

Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang media pengajaran, yang meliputi (Hamalik,1994: 6)

• Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar

• Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan • Seluk-beluk proses belajar

• Hubungan antara model mengajar dan media pendidikan • Nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran • Pemilihan dan penggunaan media pendidikan

• Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan • Media pendidikan dalam setiap mata pelajaran • Usaha inovasi dalam media pendidikan

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah

(17)

berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut Media Pembelajaran.

2.3.7.1 Manfaat Media Pembelajaran

Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang sangat penting adalah model mengajar dan media pengajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu model mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pengajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pengajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan siswa kuasai setelah pengajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.

Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Tetapi secara lebh khusus ada beberapa manfaat media yang lebih rinci Kemp dan Dayton (1985) misalnya, mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu:

1. Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan 2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik

(18)

3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif 4. Efisiensi dalam waktu dan tenaga

5. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa

6. Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja

7. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar

8. Merubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif. Selain beberapa manfaat media seperti yang dikemukakan oleh Kemp dan Dayton tersebut, tentu saja kita masih dapat menemukan banyak manfaat-manfaat praktis yang lain. Manfaat praktis media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:

1. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar

2. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya

3. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu

4. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karya wisata. Kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang.

(19)

2.3.8 Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Talking

Stick

Penerapan model pembelajaran discovert learning dengan berbantuan talking stick merupakan cara yang digunakan guna meningkatkan hasil belajar siswa dengan menjadikan siswa aktif di dalam kelas karena siswa menjadi student center dan guru hanya sebagai fasilitator. Sedangkan ketika guru menggunakan talking stick dalam pembelajaran akan melatih siswa untuk lebih aktif dan berani berbicara di depan teman lainnya ketika mendapatkan pertanyaan dan harus menjelaskan jawaban yang disampaikan. Jadi ketika penerapan model pembelajaran discovery learning dengan berbantuan talking stick diharapkan siswa di dalam kelas dapat lebih memahami pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan model pembelajaran yang menarik.

2.3.9 Penelitian Yang Relevan

Peneliti menggunakan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian

ini sebagai referensi. Penelitian sebelumnya digunakan untuk menambah pengetahuan bukan untuk di jiplak. Tentunya penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penerapan Discoveri Learning dan Talking Stick.

Penelitian yang dilakukan Fradila Yulientri tahun 2015 dengan judul

“Model Flipped Classroom dan Discovery Learning Pengaruhnya Terhadap

Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemeandirian Belajar” Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diperoleh

kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara Flipped

classroom dan Discovery dalam pembelajaran Matematika. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Fobs sebesar 5,65 yang lebih besar dari Ftabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 4,00.

Heri Supiyanto tahun 2014 dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran

Discovery Learning untuk Meningkatkan Kerja Sama dan Hasil Belajar

Siswa pada pembelajaran Tematik”. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan model

(20)

pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan kerja sama dan hasil belajar siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai presentase peningkatan kerja sama dan hasil belajar siswa, yaitu pada siklus I sikap kerja sama 49% kurang, siklus II 69% dengan kategori cukup baik, dan siklus III 92% kategori baik. Sedangkan pada hasil belajar siswa yaitu siklus I 54% kategori kurang, siklus II 72% kategori baik, sedangkan siklus III 92% kategori sangat baik.

Riana Kusuma Sari tahun 2012 dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar

Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika Melalui Model Talking Stick pada

Siswa Kelas IV SD N Newung I Kecamatan Sukodono”. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran Talking Stick dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika pada siswa kelas IV SDN Newung I Kecamatan Sukodono tahun pelajaran 2011/2012 dengan hasil Pada siklus I dengan penerapan model Talking Stick terjadi peningkatan hasil belajar dari 25 % menjadi 65 % dari 20 siswa yang mendapat nilai ≥ 60,sebagai KKM. Sedang pada siklus II dari 65 % menjadi 85 % dari 20 siswa yang mendapat nilai ≥ 60,sebagai KKM, hal ini menyatakan ada peningkatan sebanyak 20% dari siklus I.

Berdasarkan beberapa penelitian di atas, peneliti akan melakukuan

penelitian menggunakan Discovery Learning berbantuan Talking Stick.

Peneliti mempunyai tujuan yang sama dengan kedua peneliti diatas yaitu untuk meningkatakan hasil belajar matematika dalam pembelajaran tematik melalui penerapan model Discovery Learning berbantuan Talking Stick.

2.3.10 Kerangka Pikir

Kondisi awal pembelajaran tematik yang berfokus pada salah satu mapel yaitu matematika di kelas 2 SDN Candigatak 1 dalam penyampaian materinya masih di dominasi dengan model konvensional dan siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa hanya mendengarkan dan cenderung sibuk sendiri. Dengan kegiatan pembelajaran yang seperti itu

(21)

mengakibatkan siswa cepat merasa bosan dan susah memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

Hal tersebutmengakibatkan hasil belajar matematika tematik siswa rendah

bahkan tidak mencapai KKM. Berdasarkan kondisi proses pembelajaran yang

seperti itu maka perlu diterapkan proses pembelajaran yang dapat meningktakan hasil belajar siswa. Tindakan selanjutnya yang dilakukan

dalam proses pembelajaran dengan menerapkan model Discovery Learning

berbantuan Talking Stick dalam pembelajaran matematika tematik, dengan penerapan model Discovery Learning berbantuan Talking Stick ini siswa akan

lebih aktif dalam kegiatan belajar karena dalam model Discovery Learning

berbantuan Talking Stick ini siswa diarahkan untuk belajar dengan cara memecahkan masalah yang ada di dunia nyata, sehingga konsep pembelajaran yang akan diperoleh siswa tidak akan mudah untuk dilupakan.

Dilihat dari kerangka berfikir tersebut, maka diduga penggunaan model

Discovery Learning berbantuan Talking Stick dapat meningkatkan hasil

belajar matematika tematik siswa kelas 2 SDN Candigatak 1, sehingga dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka Pikir Kondisi Awal Pembelajaran Hasil Belajar Matematika Rendah Tindakan Siswa aktif dalam

pembelajaran Siklus 1

Hasil belajar matematika

meningkat Guru Menggunakan

model Discovery Learning berbatuan Talking Stick Siklus 2

Siswa aktif dalam pembelajaran

(22)

2.3.11 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan hipotesis tindakan ini sebagai berikut:

1. Penerapan model Discovery Learning berbantuan Talking Stick

diduga dapat meningkatkan hasil belajar matematika tematik siswa kelas 2 SDN Candigatak 1 Boyolali semester II Tahun Pelajaran 2016/2017.

2. Langkah-langkah penerapan model Pembelajaran Discovery Learning

berbantuan Talking Stick yang dilaksanakan sesuai dengan sintaks

diduga dapat meningkatkan hasil belajar matematika tematik siswa kelas 2 SDN Candigatak 1 Boyolali semester II Tahun Pelajaran

Gambar

Gambar 2.3  Kerangka Pikir Kondisi Awal Pembelajaran  Hasil Belajar  Matematika Rendah Tindakan Siswa aktif dalam

Referensi

Dokumen terkait

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental analitik (ekspanatorik) dengan rancang bangun Randomized Control Trial (RCT), dilakukan pada tiga puluh

Hasil Penelitian : Terdapat hubungan positif antara luas wilayah per Km 2 dengan jumlah kasus baru DBD, meskipun hubungan tersebut secara statistik

Simpulan penelitian ini adalah (1) Ada perbedaan pengaruh antara metode pembelajaran bagian dan metode keseluruhan terhadap hasil belajar passing bawah bola voli pada

Untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan melalui penerapan model pembelajaran pengenalan huruf hidup tanpa mengeja pada TK Bhayangkari Pedan Tahun Pelajaran 2011

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sumber catuan no break system yang digunakan di STO tangerang berasal dari PLN dan Genset. Kapasitas arus pada genset lebih besar

Setelah data terkumpul, analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara mengidentifikasi jenis tuturan berdasarkan modus kalimat yang digunakan, serta

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa variabel independensi dewan komisaris dan internal audit berpengaruh terhadap fee audit eksternal, sedangkan variabel

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:.. Untuk mengetahui aktivitas guru dalam pembelajaran