• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II MEMORI KOLEKTIF DAN TRADISI LISAN. Kota Sorong (Provinsi Papua). Kambik merupakan pendidikan adat yang didalamnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II MEMORI KOLEKTIF DAN TRADISI LISAN. Kota Sorong (Provinsi Papua). Kambik merupakan pendidikan adat yang didalamnya"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

MEMORI KOLEKTIF DAN TRADISI LISAN

Pengantar

Pendidikan Adat Kambik merupakan budaya asli Suku Moi yang mendiami

Kota Sorong (Provinsi Papua). Kambik merupakan pendidikan adat yang didalamnya

terkandung sistem nilai dan norma tentang hakekat keberadaan manusia dalam hubungan dengan sesamanya, alam dan yang ilahi, selain itu dalam Pendidikan Adat Kambik terkandung nilai-norma kekeluargaan, kedamaian dan keadilan guna mengatur seluruh kehidupan suku Moi. Namun seiring perkembangan zaman

Pendidikan Adat Kambik sudah tidak lagi dilaksanakan sekarang, dikarenakan

pengaruh external (globalisasi)1 yang menyebabkan pendidikan tersebut hilang.

Dengan hilangnya Pendidikan Adat Kambik, maka terciptanya kesenjangan sosial dan

rawan konflik dalam masyarakat Moi maupun masyarakat diluarnya.

Oleh sebab itu, penulis merasa perlu untuk mengkaji tentang Pendidikan Adat Kambik. Penulis meyakini bahwa ingatan-ingatan berupa pengetahuan tentang

pendidikan Kambik masih hidup. Karena itu penulis tertarik untuk meneliti salah satu

budaya yang telah pudar guna mengangkat kembali nilai kekayaan budaya yang menjadi pedoman nilai dimasa lalu untuk dijalankan dimasa sekarang. Maka itu, penulis akan mengunakan dan menguraikan tentang memori kolektif menurut para

ahli dan akan di pertegas dengan memori kolektif menurut Maurice Halbwach, La

Memoire Collective, bahasa Prancis yang diterjemahkan oleh Lewis A. Coser, ke

(2)

dalam bahasa Inggris On Collective Memory. Mengapa penulis tertarik untuk mengunakan memori kolektif Maurice Halbwach, karena berbagai macam teori memori kolektif. Halbwach lebih menekankan aspek makna dan nilai yang terkandung dari ingatan bersama kelompok sosial, khususnya masyarakat tradisional dengan tradisi dan adat istiadatnya, tetapi juga juga Halbwach memfokuskan pada

peran kelompok (kolektif) sehingga memori bersama tersebut terbentuk. Dalam

pandangan Maurice tentunya tidak berdiri sendiri, melainkan ia di pengaruhi oleh tokoh-tokoh besar pada zamannya dan sebelumnya, seperti Emiel Durkheim dan Henri Bergson. Karena ituuntuk melengkapinya menjadi satu kesatuan dalam bahasan, maka penulis juga akan mengunakan teori tradisi lisan, jadi dapat

disimpulkan dalam bab ini bahwa memori kolektif Pendidikan Adat Kambik

merupakan tradisi lisan Suku Moi.

2.1. Pengertian Memori Kolektif

Memori kolektif merupakan dua kalimat yang mengandung makna yang berbeda, memori dapat dipahami sebagai ingatan yang didalamnya tersimpan segudang pengetahuan dan pengetahuan tersebut hanya dapat diingat oleh orang yang pernah mengalaminya. Sedangkan kolektif ialah bersama atau lebih dari satu, manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri ia memerlukan orang lain, itulah yang disebut kolektif. Jadi memori kolektif ialah gabungan dari ingatan dan kesadaran bersama dari suatu kelompok yang didalamnya bertindak dan berlaku bersama. Tetapi istilah memori kolektif kerapkali dipersandingkan dengan memori individu atau personal namun semua istilah ini pada

(3)

dasarnya bersumber pada lintas ilmu disipliner yang baru berkembang pada abad ke 20 dan disebut sebagai studi memori yang perkembangannya menjadi industry

memori.2

Filsuf pertama yang berbicara mengenai memori kolektif adalah Henri Bergson, ia mendefinisikan memori kolektif sebagai sebuah gudang yang berisikan beragam bentuk ide dan informasi, dimana ingatan adalah suatu proses dialektis antara tubuh manusia dan peristiwa yang dialaminya, lebih dari itu ingatan adalah hubungan antara pikiran dan materi. Hal tersebut ditambahkan oleh Fowler dengan konsep “persepsi” bahwa segala bentuk informasi yang diterima dari dunia luar akan disaring melalui gambaran ingatan dari masa lalu, didalam pusat visual dari ingatan

didalam otak.3 Jadi dapat disimpulkan bahwa pemikiran Bergson dan Fowler

bagaikan penghubung antara paham subyektifisme dan obyektifisme. Subyektifisme artinya ingatan hanya dimengerti oleh orang yang mengalaminya dan tidak terpengaruhi dari orang diluar dirinya, sementara obyektifisme mengatakan bahwa ingatan bagaikan cermin dari dunia diluar diri manusia, ingatan bagaikan sebuah film yang mengulang suatu kejadian yang pernah terjadi diluar diri manusia.

Pemikir berikutnya yang coba mengembangkan memori kolektif ialah Walter Benjamin, dua konsep yang ditawarkan oleh Walter, pertama: memori kolektif bagaikan cerita masa lalu yang telah menyatu dalam tradisi. Kedua: pengalaman

2 Tinjauan lebih mendalam baca misalnya karya Fentress dan Wichman, Sosial Memory;

Jeffrey K. Olick dan Joyce Robbins, Social Memory Studies From Collective Memory to the Historical Sociology of Mnemonic Practices, Annul Review of Sociology 24 (1998).

(4)

hidup yang sungguh terjadi dimasa lalu.4 Baginya cerita masa lalu biasanya tersirat cerita rakyat yang bertujuan memberikan nilai-nilai moral yang hendak diajarkan kegenerasi berikutnya. Cerita tersebut menjadi bermakna karena terdapat kebijaksanaan di dalamnya, dan hal tersebut perlu diwariskan dan ditafsirkan oleh generasi akan datang. Didalam cerita-cerita masa lalu yang terkandung nilai, moral dan kebijaksanaan ingatan kolektif turut memainkan peran penting dalam memberikan makna dan konteks.jadi dapat di simpulkan Ingatan kolektif turut

memberikan identitas bagi suatu kelompok masyarakat tertentu.5

Sedangkan Paul Ricoeur menyatakan: bahwa memori kolektif selalu hidup dalam distorsi atau gangguan, baik pada individu maupun kelompok. Ia memberikan contoh seperti seorang pahlawan yang hidup dimasa lalu selalu digambarkan penuh keagungan identik berlebihan kalau dipandang pada masa sekarang. Bagi Ricoeur kecenderungan seperti ini selalu memiliki distorsi dan tak pernah akurat sesuai fakta yang telah terjadi, jadi menurutnya memori kolektif merupakan suatu distorsi, oleh karena itu ingatan bersama tidak boleh dimutlakan. Karena ingatan yang dimutlakan berindikasi menipu, karena ingatan pada dasarnya adalah ingatan yang terhambat atau

manipulasi.6

Berbeda dengan Emile Durkheim dalam memahami konsep ingatan, memposisikan kolektif dalam komunitas masyarakat disebutnya sebagai fakta sosial.

4 Fowler, The Obituary as Collective Memory, 30. 5 Fowler, The Obituary as Collective Memory, 90.

6 in thus supplying factual materials which can be interpreted through a wider socio historical

perspective these exemplary intances contribute a vital resource for actively shaping and demystifying collective memory, baca Eiland dan Jennings 2002, 66-143.

(5)

Bagi Durkheim, makna simbolik dalam suatu masyarakat lahir melalui interaksi setiap individu yang hadir dengan dalam berbagai bentuk simbol-simbol, kemudian masing-masing individu tersebut menggunakannya sebagai proses berinteraksi dengan individu lain sehingga menciptakan kolektivitas. Hal itu menyatakan keberadaan individu secara utuh dalam exsistensinya, dan meleburkan diri dalam komunitas dengan simbol kolektif. Simbol itu kemudian diteruskan ke generasi selanjutnya melalui ingatan bersama dalam waktu tertentu, sehingga membentuk

struktur ingatan kolektif.7

2.2. Memori Kolektif dalam Prespektif Maurice Halbwachs

Halbwachs lahir di Reims pada tahun 1877. Keluarganya beragama Katolik asal Alsatian, ayahnya seorang guru bahasa Jerman, namun telah meninggalkan Alsace setelah dianeksasi oleh Jerman sebagai akibat dari perang Franco-Prusia pada tahun 1871. Halbwachs merupakan murid dari Bergson dan Emil Durkheim yang mengembangkan studi tentang memori kolektif. Halbwach adalah sosiolog Prancis pertama, yang menanggapi pentingnya ilmuwan asing seperti Weber, Pareto, Veblen, dan Schumpeter, ia mencurahkan esai ilmiah yang panjang, sehingga membantu koleganya di Prancis untuk mengatasi persoalan paroki terhadap bentuk intelektual

mereka.8

7

Bridget, The Obituary as Collective Memory, 31.

(6)

Halbwach pada awalnya merupakan seorang filsuf di bawah pengaruh

Bergson9 dengan paham subjektivisme10 yang mengatakan bahwa kebenaran hanya

terletak pada seorang individu tanpa di pengaruhi oleh individu-individu yang lain, artinya bahwa dalam realitas sosial, kelompok sosial terbentuk berdasarkan kebenaran individu yang di dalamnya terkandung pesan dan makna yang membentuk memori bersama. Bergson membantah teori Durkheim paham objektivisme yang mengatakan dalam interaksi individu dengan individu yang lain, membentuk kelompok sosial yang di dalamnya terkandung pesan dan makna berupa simbol-simbol. Artinya bahwa kebenaran tidak terletak pada seorang individu, melainkan individu-individu yang lain yang membentuk ingatan bersama. Dari kedua pandangan

inilah Halwach menghubungkan keduanya.11

Maurice Halbwachs, mendefinisikan memori kolektif dalam bentuk

kerangka kontsruksi sosial12, dimana ingatan adalah sesuatu yang berproses dalam

9Henri Bergson merupakan seorang filsuf Prancis yang lahir di Paris pada tahun 1859.

Ayahnya adalah seorang Yahudi dari Polandia dan ibunya bernama Anglo dari Irlandia. Banyak karya-karya dari seorang tokoh Henri Bergsen ini, antara lain: Matière et mémoire (Materi dan ingatan) terbit tahun 1896,Le rire (Tertawa) terbit tahun 1900, L’evolution creatice (Evolusi Kreatif) terbit tahun 1907, Durée et simultanéité (Lamanya dan keserentakan) terbit tahun 1922, Les deux sources de la morale et de la religion (Kedua Sumber dari Moral dan Agama) terbit tahun 1932, sedang artikel-artikelnya di kumpulkan L’énergie spirituelle (Energi Spiritual) terbit tahun 1932, La pensée et le mouvant (Pemikiran dan Yang Bergerak) terbit tahun 1934, Ecrits et paroles (Karangan-Karangan dan Perkataan-Perkataan) 3 jilid terbit tahun 1957-1959.

10 Bertens, K. Filsafat Barat Abad XX. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 09. 11 Maurice Halbwachs, La Memoire Collective, (Paris: Alban Michael, 1997), diterjemahkan

oleh Lewis A.

12Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LKiS, 2005), 35. Penelitian ini menggunakan teori

konstruksi sosial untuk melihat realitas fenomena sosial. Teori konstruksi sosial merupakan kelanjutan dari pendekatan teori fenomenologi yang pada awalnya merupakan teori filsafat yang dikembangkan oleh Hegel, Husserl dan kemudian diteruskan oleh Schutz. Lalu, melalui Weber, fenomenologi menjadi teori sosial yang menarik untuk digunakan sebagai alat analisis sosial. Jika teori struktural fungsional dalam paradigma fakta sosial terlalu menyanjung peran struktur dalam mempengaruhi perilaku manusia, maka teori tindakan terlepas dari struktur di luarnya. Manusia memiliki kebebasan untuk mengekspresikan dirinya tanpa terikat oleh struktur dimana ia berada inilah yabg di pakai oleh Maurice dalam menyatakan perilaku manusia.

(7)

konteks sosial yang diungkapkan dalam berbagai simbol-simbol. yang dapat dipahami oleh dirinya serta menunjukan identitasnya dalam dunia sosial. Konstruksi sosial tersebut dibentuk oleh rasa keprihatinan melainkan juga kebutuhan akan masa kini. Memori kolektif tidak dapat berfungsi sebagai motivasi masa lalu jika hal itu

dipandang sebagai bagian terpisah dalam diri.13

Sedangkan ingatan individu bersifat terpisah-pisah (fragmentaris), sehingga

proses mengingat adalah suatu tindakan sosial. Ingatan akan utuh jika dibangkitkan kembali melalui hubungan dengan orang lain dalam sebuah konteks sosial. Memori kolektif sebagai konstruksi sosial sangat penting sebab memberikan tempat bagi realitas sosial masa lalu terhadap masyarakat masa kini dalam berbagai proses waktu dan situasi yang telah terlewati.

Berhubungan dengan memori kolektif Halbwachs menjelaskan perwujudan ingatan sosial tersebut melalui beberapa pokok pikiran yang akan di uraikan berupa :mimpi dan gambar ingatan ingatan dan gambar, bahasa dan ingatan, rekonstruksi masa lalu, pelokalan kenangan, ingatan keluarga bersama dan ingatan bersama beragama.

2.2.1. Mimpi dan Gambar Ingatan

Dalam mimpi dan gambar ingatan, Maurice menjelaskan bahwa: tidak ada memori yang nyata dan lengkap yang muncul dalam mimpi kita seperti yang terlihat dalam keadaan terjaga. Namun Impian kita terdiri dari fragmen ingatan yang telah terpisah-pisah dan bercampur dengan orang lain sehingga kita bisa mengenalinya.

(8)

Dalam mimpi kita, kita tidak menemukan sensasi sejati seperti yang kita alami saat kita tak tidur. Sensasi semacam itu membutuhkan perhatian tingkat tertentu yang selaras dengan tatanan hubungan alami kita dan orang lain alami. Begitupun, rangkaian gambar dalam mimpi kita tidak akan mengandung kenangan sejati jika tidak adanya komunikasi individu dalam konteks sosial yang melibatkan perasaan yang dapat membentuk integritas ingatan. Hal itu di tambahkan oleh Jacet bahwa kita

tidak mampu menghidupkan kembali masa lalu kita saat kita bermimpi.14

Lebih jauh Halwachs menjelaskan bahwa mimpi dan gambar pada dasarnya

tidak pernah bersifat individu melainkan suatu proses sosial yang didalamnya tercipta simbol-simbol yang merupakan bagian dari sosial masyarakat. Mimpi dan gambar merupakan suatu proses sosial yang didalamnya menciptakan simbol dan gambar yang menyimpan cerita kenangan masa lalu yang merupakan memori kolektif. Kenyataan sesungguhnya tidak muncul dalam mimpi, melainkan hal tersebut hanya bagian kepingan kenyataan. Mimpi bukanlah suatu kesadaran utuh yang menyatakan suatu peristiwa yang lengkap, bagaikan sebuah contoh dengan kenyataan yang pada

hakekatnya belum tentu benar.15 Gambar dan ingatan masa lalu selalu menciptakan

simbol yang mengambarkan identitas suatu kelompok masyarakat. Karena itu penelitian dan studi tentang mimipi berupaya untuk membuktikan apakah gambar mimpi merupakan keseluruhan peristiwa yang terjadi dimasa lalu? Selain itu juga apakah mimpi merupakan bagian dari sebuah sejarah yang akurat? Ataukah mimpi

14 Lih: jacet, languet que sopore (De rerum natura) Ingatan sangat lembek dan mengantuk sehingga si pemimpi terkadang tidak ingat bahwa seseorang yang nampak hidup dalam mimpinya sudah lama meninggal.

(9)

merupakan ingatan peristiwa masa lalu dan masa kini yang tampak melalui gambar mimpi yang didalamnya tersirat makna dari komunitas sosial.

Melalui mimpi mengulang kembali masa lalu yang dihadirkan pada masa kini, mimpi merupakan representasi kenangan, kenangan tersebut ditampilkan melalui gambar dan simbol, namun symbol dan gambar dalam mimpi tidak sepenuhnya murni dan akurat melainkan samar-samar dalam mengambarkan masa lalu. Mimpi merupakan bagian yang tak dapat mengandung aspek kepribadian individu, melainkan melalui mimpi segala kenangan individu dalam komunitas sosial mendapat tempatnya supaya individu-personal dapat belajar dari dunia sosial masa lalunya untuk membentuk dirinya pada masa sekarang.

Mengenai mimpi dan gambar Halbwash memberikan contoh seorang anak kecil (anak usia dini) ketika dalam keadaan tidur ia bermimpi gambar dan simbol, namun ketika ia tersadar mimpi tersebut tak dapat ia ingat, itulah representasi yang samar-samar dari mimpi yang dibentuk oleh anak untuk menimbulkan kenangan yang benar, mimpi yang dibentuk oleh kepribadian anak yang menjelaskan masa lalu yang muncul melalui gambar. Kenyataannya bahwa kenangan masa lalu tidak dapat dikembalikan melalui gambar mimpi. Hal ini membuktikan bahwa dalam mimpi kesadaran pribadi terisolasi pada dirinya sendiri, dimana segala sesuatu serba terbatas melalui mimpi, keterbatasan tersebut akan hilang hanya ketika tersadar, disitulah kesadaran utuh diperoleh dalam berbagai aspek serta sistem sosial yang membentuk diri kita.16

(10)

2.2.2. Bahasa Dan Ingatan

Tidak ada memori yang pada hakekatnya berada di luar kerangka kerja manusia yang digunakan dalam interaksi sosial, dikarenakan kelompok masyarakat menentukan, mengambil dan memperoleh ingatan mereka. Ini merupakan kesimpulan tertentu yang ditunjukkan oleh studi tentang ingatan dan bahasa, keadaan dimana bidang mengenai ingatan merupakan sesuatu yang paling khas dan implisit dengan mengigat sudah merupakan proses sosial.

Ada banyak bentuk bahasa yang berbeda-beda, namun yang menarik ialah bahasa merupakan bagian dari masyarakat, bahwa setiap orang berbicara mengunakan bahasa untuk mengungkapkan keberadaan dirinya, dengan bahasa ia memanifestasikan keberadaan dirinya dalam lingkungan sosial baik dalam keadaan cemas, kesal, terhina bahkan tertekan. Ingatan terbentuk melalui dialog dalam lingkungan sosial, seperti sebuah kenangan akan menjadi resmi dan diakui jika berada dalam kelompok masyarakat. Dalam situasi memori kolektif, tentunya setiap orang akan mempunyai pikiran yang berbeda-beda tentang sebuah kenangan atau peristiwa masa lalu berupa narasi, cerita yang terjadi dalam masyarakat, namun dalam perbedaan tersebut secara langsung telah menjadi bahasa bersama dalam menyatakan, mengambarkan dan menjelaskan masa lalu yang terjadi. Dimana masalalu menjadi

cermin yang dihadirkan dimasa sekarang.17

(11)

Dalam ingatan yang diambil melalui pikiran seringkali terpisah-pisah. Yang hanya dikenali melalui akal sehingga dapat dipahami. Orang yang sedang mengiggat seringkali membedakan sesuatu tindakan pada linkungan sosial, dilain sisi seseorang yang sedang mengigat serigkali menemukan realitas dirinya melalui lingkungan sosial. Seseorang tidak dapat berpikir tentang masa lalunya tanpa terlebih dahulu mengimpikannya. Akan tetapi untuk mengimpikan sesuatu seringkali terhubung dengan ide-ide yang tunggal dari berbagai pendapat dalam lingkungan sosial. Ingatan kolektif memori menggikat pikiran individu yang satu dengan individu yang lain

sehingga membentuk ingatan yang sangat kuat melalui simbol bahasa.18

2.2.3. Rekonstruksi Masa Lalu

Rekonstruksi masalalu merupakan kenangan masa yang telah dilewati yang terus-menerus dikembangkan dalam hubungannya dengan diri sendiri maupun orang lain yang dapat membentuk memori kolektif serta identitas diri secara individu maupun kelompok sosial, individu atau kelompok masyarakat seringkali terhubung kedalam kenangan masa lalu dikarenakan kenangan masalalu merupakan dasar ingatan yang dapat menghubungkan masa lalu dengan masa sekarang yang menyangkut sifat, indikasi, proposisi dan refleksi.

Contohnya buku favorit kita dimasa kecil, ketika sekarang menemukan buku tersebut, muncul hasrat yang mendalam untuk kembali membacanya, akan tetapi buku tersebut diketahui telah diterbitkan dalam versi yang lebih baru dengan perubahan-perubahan pada isinya, maka dengan sendirinya akan membuat perasaan

(12)

proposisi dan lain sebagainya sebagai bentuk dari kenangan kembali terhadap isi buku yang dahulu dan yang sekarang, hal tersebut menyatakan bahwa proses kenangan masa lalu dan masa sekarang tak seutuhnya sama persis.

Oleh karena itu rekonstruksi masa lalu memunculkan serta melengkapi kenangan samar-samar untuk menghidupkan kembali ingatan masa lalu yang tersimpan dalam memori demi tercapainya sebuah impian masa akan datang. Kenangan tersebut tersimpan sebagai kenangan utuh dalam hidup kita, dan ini terus-menerus hadirkan ulang, melalui hubungan yang terus-terus-menerus diabadikan sebagai identitas. Kenangan ini akan selalu berada dalam sistem pemikiran yang berbeda pada masa hidup yang terus berubah.

Namun seringkali dalam merekonstruksi kenangan masa lalu mengalami distorsi, dimana orang dewasa seringkali terbuai dalam keasyikan masa dewasanya dan merusak masa kecilnya, tanpa mau mengigat kenangan masa kecilnya, sebab keadaan pada masa dewasa dirasakan lebih asyik dan keadaan masa lalu dipandang sudah tidak relevan. Menurut Bergson kemungkinan orang dewasa lebih mengutamakan masa sekarang dibandingkan mengigat kembali masa kecilnya

dipengaruhi oleh keluarga, profesi dan exsistensi aktif dalam masyarakat.19

2.2.4. Pelokalan ingatan

Pelokalan ingatan, pelokalan ingatan merupakan bagian dari keseluruhan ingatan-ingatan dalam kelompok sosial yang umum, dimana pikiran satu dengan yang

(13)

lain saling berhubungan, didalam kelompok sosial tersebut dengan siapa dan dimana hubungan itu terjalin pada saat ini atau hari-hari sebelumnya, untuk dapat mengigatnya maka kita harus mampu menempatkan posisi diri kita pada prespektif bersama agar ingatan tersebut dapat bertahan.

Bahwa dalam kelompok sosial, individu mampu menempatkan kepentingan orang lain menjadi kepentingan dirinya juga, dimana totalitas kenangan yang umum dapat ditempatkan pada kelompok yang lebih kecil seperti keluarga kita, dalam kelompok keluarga biasanya seseorang menyusun dan merekontsruksi ingatannya serta menempatkannya dalam logika supaya menjadi kenangan bersama tanpa membedakan sesuatu yang baru ataupun sesuatu yang lama. Dalam hal ini unsur kesamaan ataupun kedekatan tidak memainkan peran serta saling mempengaruhi, melainkan kenangan yang berasal dari keluarga satu dengan yang lain pasti mengacu pada hakekat dari keluarga itu sendiri, hal-hal yang menjelaskan terjadi pelokalan ingatan ialah dimana orang-orang dari banyak kelompok yang berbeda-beda, namun pada saat yang bersamaan ingatan akan fakta yang terjadi dapat dipahami dan dimengerti dalam bentuk kerja masing-masing kelompok yang pada akhirnya menghasilkan ingatan kolektif yang berbeda.

Pada umumnya kenangan seringkali terjadi dalam bentuk sistem sosial, dimana pikiran yang hidup seringkali terjebak pada kenangan yang sama, dalam arti peristiwa dan kepentingan dijalani secara besama-sama tanpa kesengajaan, dimana saling mempengaruhi serta merekonstruksi satu dengan yang lain terjadi. Hal itu membuktikan bahwa kenangan terjadi dalam setiap individu dalam suatu kelompok,

(14)

namun kenangan dari masing-masing individu dalam kelompok yang lain dapat

dikaitkan dan bersangkutan.20

Namun harus disadari bahwa setiap orang memiliki kapasitas ingatan yang tak sama, berhubung keadaan psikologi seperti tempramen, lanjut usia dan unsur kehidupan lainnya, namun setiap bagian dari fakta dan kesan tidak sepenuhnya hilang meskipun menyangkut (pribadi) dirinya dan orang lain yang dianggap sangat privasi, akan tetapi pada hakekatnya ingatan tersebut bersifat abadi tergantung sejauh mana hal tersebut dipikirkannya.

Setiap kenangan seringkali berasal dari lingkungan sosial, dimana seseorang pada dasarnya tidak pasti dapat mengiggat kejadian masa-lalu, namun secara tidak sadar seseorang dari luar dirinya dapat memikirkannya, hal tersebut mengambarkan bahwa ketika kita memikirkan sesuatu maka kita telah mengiggatnya, dan pada saat mengingat maka kita telah terhubung dalam sistem ide. Sistem ide tersebut lahir dari kenangan individu dari satu kelompok tertentu ataupun kelompok yang lain, hal tersebut membuktikan bahwa setiap individu ataupun kelompok yang satu dengan yang lain terhubung dalam kerangka fakta dan momen tertentu yang mengikat ingatan bersama.

(15)

2.2.5. Ingatan Keluarga

Ingatan keluarga bukanlah sebuah metafora, melainkan kenangan keluarga yang berkembang pada banyak tempat yang berbeda yang terbentuk pada setiap anggota, terlebih ketika kehidupan membuat mereka jauh, maka setiap anggota menggigat dengan caranya sendiri-sendiri, kesadaran seperti ini tidak dapat dihilangkan berkenan dengan satu sama lain, terlepas dari jarak yang memisahkan maka kehidupan berjalan normal. Jika hanya mempertimbangkan memori individu, maka kita akan gagal memahami prinsip ingatan keluarga.

Hubungan yang tercipta akan menciptakan kesan yang berturut-turut yang mampu bertahan dalam periode lama atau singkat, akan tetapi stabilitas tersebut tergantung pada kesadaran individu yang mengalaminya. Selanjutnya dalam keluarga terdiri dari individu-individu yang dalam proses waktu akan mengubah kenangan dalam keluarga menjadi serangkaian gambar-gambar yang mencerminkan perasaan setiap anggota, terlebih dari pada itu setiap anggota terikat dalam suatu kesepakatan untuk saling mematuhi seperti anak kepada ayah dan istri kepada suami, sehingga hidup terus berjalan dan tradisi keluarga akan bertahan.

Dengan begitu kenyataan akan hubungan yang terjadi dalam keluarga mampu membentuk makna yang memiliki pesan sehingga dapat di konsepsikan sebagai suatu realitas sederhana, keintiman yang terjalin dalam setiap anggota didasari pada perasaan saling sayang kepada orang-orang disekitar, karena itu perasaan seperti ini tidak dapat dijelaskan, namun pada intinya memberikan kesadaran bahwa menghormati orang yang lebih kuat dan pada siapa kita bergantung.

(16)

Dengan kata lain bersyukur mendapatkan pelayanan perasaan sayang dari orang-orang disekitar kita.

Membandingkan kenyataan diatas dengan berbagai organisasi keluarga yang lain disekitar kita, maka sudah pasti kita akan terkejut dan menemukan berbagai macam kaitan perasaan-perasaan yang terjalin secara universal, kenyataan tersebut secara tidak sadar telah membentuk identitas secara universal dari setiap individu-indivu dalam keluarga akan kesadaran status dan posisinya seperti apa, akan tetapi seringkali dalam pembentukan identitas dipengaruhi oleh garis keturunan, yang paling dominan ialah patrilinear, dimana identitas terbentuk dari seorang ayah sebagai laki-laki, namun sebaliknya apakah dari seorang ibu di sisi lain.

Halbwachs lebih dalam berpendapat bahwa aspek terpenting dari memori kolektif ialah keluarga, berkaitan dengan sistem sosial masyarakat, yang dimaksudkan dengan keluarga tidak terbatas pada keturunan darah, melainkan pada konsepsi diri secara individu dalam realitas keterkaitan dengan individu-individu yang lain dalam dunia sosial, sehingga terbentuklah ingatan secara kolektif yang dapat meciptakan harapan masa depan yang lebih baik.

Geertz dalam bukunya “Mojokuto; Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa”, mengatakan bahwa budaya adalah suatu sistem makna dan simbol yang disusun dalam pengertian dimana individu-individu mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan penilaian-penilaiannya, suatu pola makna yang ditransmisikan melaluimasa lalu, diwujudkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui sarana dimana orang-orang mengkomunikasikan, mengabdikan, dan mengembangkan

(17)

pengetahuan, karena kebudayaan merupakan suatu sistem simbolik maka haruslah

dibaca, diterjemahkan dan diinterpretasikan.21

Contohnya pekerja sosial, Menurutnya memori kolektif yang membentuk identitas sosial kelas pekerja dibentuk oleh kondisi kelas pekerja sendiri dalam kesehariannya yang selama bertahun-tahun kekurangan ekonomis. Akibatnya pekerja tidak bisa hidup dalam keadaan yang sejahtera. Kenyataan seperti ini menciptakan Ingatan akan kesadaran akan kerendahan diri dalam keadaan tersebut. Pekerjaan dalam bentuk seperti itu memberikan indikasi bahwa realitas dunia sosial memberikan ingatan baru bagi setiap individu, dalam memaknai identitasnya sebagai individu dalam keluarga inti serta keberadaannya dalam dunia sosial.

Secara umum dalam keluarga ada adat-istiadat dan cara berpikir tertentu yang pada hakekatnya mengambarkan kultus atau kepercayaannya yang melibatkan rasa kebebasan tanpa indikasi memaksakan atau mengatur, setiap anggota dalam keluarga mempunyai bentuk perayaannya sendiri-sendiri, bahkan hari-hari raya tertentu agamanya yang didalamnya mengajarkan bahkan diajarkan, maka itu ritual, syarat, doa dan nyanyian merupakan bagian terpenting dan sangat fundamental yang menjadi warisan suci dalam keluarga yang tak dapat dibagikan atau diungkapkan kepada orang asing.

Dalam masyarakat, gaya hidup petani dibedakan dari pekerjaan, dan itu dilakukan dalam kerangka domestik, pertanian, kandang dan gudang tetap berada

21

Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011) 154.

(18)

dalam fokus keluarga, oleh karena itu sangat wajar bahwa keluarga dan tanah bagaikan bagian yang tak terpisahkan dan saling terkait, karena kaum petani keseharian berada ditanah maka representasi dari tanah terukir dalam benar setiap anggotannya dengan segala ikatan khusus.

Selama hidup, kita terlibat dalam waktu yang bersamaan baik dalam keluarga inti maupun dengan keluarga dalam kelompok lain, melaluinya kita memperluas ingatan keluarga kita, atau dengan kata lain, menempatkan ingatan keluarga kita dalam kerangka dimana masyarakat kita mengambil masa lalunya, artinya mempertimbangkan keluarga kita dari sudut pandang kelompok lain atau sebaliknya, untuk mengabungkan persamaan ingatan dengan cara berpikir, sudut pandang kita, prinsip serta penilaian kita.

Ketika berada dalam dunia luar, sebaiknya kita meninggalkan dunia intim,focus ingatan ditempatkan pada keberadaan diri sekarang, maka hidup terbentuk melalui hubungan dengan orang lain, sehingga cerita menjadi milik bersama, tentunya akan melalui proses gangguan dari orang lain, akan tetapi harus dipahami hal ini merupakan bentuk dari kehidupan, namun pada akhirnya kita

mampu memainkan peran ganda, baik individu (personal) ataupun keberadaan dalam

masyarakat, maka otomatis kita akan menerima ingatan dan cara mengigat masyarakat,ini merupakan bentuk dari evolusi setiap orang dalam masyarakat, sehingga jadi diri sebenarnya tidak menjadi milik sendiri melainkan milik bersama, bentuk seperti ini mengindikasikan titik tertinggi dalam hidup.

(19)

Harus dimengerti, sebuah keluarga harus mempunyai kesadaran, bahwa untuk dapat memenuhi segala kebutuhannya ia harus menyesuaikan keberadaan dirinya dalam lingkungan sosial, dimana ia harus hidup bersama dalam tradisi kelompok lain, bentuk seperti ini merupakan logika umum dalam masyarakat, maka ingatannya diperkaya dari hari ke hari, namun perlu di pahami bahwa pada umumnya setiap keluarga inti mempunyai logika dan tardisi yang mirip dengan masyarakat pada umumnya. Tetapi logika dan tradisi-tradisi ini tetap berbeda karena sedikit demi sedikit dikelompokkan oleh pengalaman khusus keluarga dan peran mereka akan

semakin memastikan kohesi keluarga untuk menjamin kontinuitasnya.22

2.2.6. Memori Keagamaan

Menurut Halbwachs dinamika perubahan sosial akan terus terjadi dalam bentuk periode yang tak dapat di tebak, hal tersebut diciptakan oleh manusia yang pada hakekatnya sebagai makhluk sosial, dalam setiap kebutuhan motif dan hidup yang merekatkannya pada lingkungan di sekitarnya. Dimana melalui proses tersebut terbentuklah ingatan bersama dalam suatu masyarakat, sehingga menciptakan hukum-hukum yang tujuannya mengatur setiap dinamika perubahan sosial.

Hakekat dari ingatan kolektif suatu masyarakat yang di tampil oleh Halbwachs melalui studi terhadap orang-orang kristen, proses ingatan bersama dalam masyarakat Kristen terbentuk melalui Alkitab sebagai kitab suci bersama yang menjadi hukum dalam mengatur setiap perubahan dalam dinamika sosial. Bentuk ingatan bersama dari orang-orang kristen, juga termanifestasi dalam symbol-simbol

(20)

berupa ukiran dan gambar-gambar yang banyak di jumpai dalam tempat peribadatan (gereja). Keseluruhan ingatan yang terbentuk seperti ini tak hanya sebatas intuisi melainkan sebuah rasa yang paling dalam (iman) yang terwujud dalam bentuk keyakinan yang sakral.

Bagi Halbwachs memori kolektif merupakan unsur terpenting dalam dunia sosial, karena pada dasarnya ingatan bersama mendapat ruang dalam setiap keadaan, yang melaluinya menciptakan struktur masyarakat yang memiliki solidaritas yang kuat (bersatu dan bersama) yang pada akhirnya menciptakan identitas diri sebagai Orang kristen. Ingatan seperti ini tidak hanya terbatas pada ingatan bersama akan keyakinan namun lebih dari pada itu, adanya unsur-unsur yang sangat fundamental dari keyakinan akan Alkitab, bahwa didalamnya terkandung sebuah harapan besar yang mencakup keseluruhan anggota.

Dalam segala bentuk ingatan yang terwujud dalam hari raya besar Agama kristen (Natal, Paskah, Perjamuan, Babtis dan lain-lain) orang kristen membentuk ingatan masa lalu bersama bahwa terciptanya momen-momen tersebut, lahir dari konteks Israel, dimana Israel merupakan titik dasar perkembangan keyakinan mereka, hal ini dipandang tidak terbatas hanya kepada Israel saja, melainkan lebih dari itu, perayaan momen tersebut menjadi symbol identitas dalam kepelbagaian masyarakat. namun Halbwachs kembali menggigatkan bahwa ingatan kolektif masa lalu tak dapat dimutlakan menjadi kebenaran bersama, melainkan menjadikannya harapan wujud

masa depan bersama yang lebih baik.23

(21)

2.3. Tradisi Lisan

Bahasa lisan yang digunakan oleh masyarakat tradisoinal yang belum mengenal tulisan, ingin menegaskan bahwa, bukan berarti dalam keseharian kehidupan mereka tidak mampu untuk merekam dan mewariskan pengalaman hidup yang di dalamnya terkandung nilai-nilai fundamental yang mengatur totalitas keberadaannya melalui tradisi lisan, diartinya bahwa Tradisi lisan sebagai kebiasaan atau adat-istiadat yang berkembang dalam suatu komunitas masyarakat yang direkam dan diwariskan dari generasi ke generasi melalui bahasa lisan. Dalam tradisi lisan terkandung kejadian-kejadian sejarah, adat istiadat, cerita, dongeng, peribahasa, lagu, mantra, nilai moral, dan nilai religious. Tetapi juga makna-makna simbolik yang menyatakan watak, suasana, hati, situasi dari peeristiwa serta hubungan antar peran

individu dalam kelompok.24

. Kata “tradisi” berasal dari bahasa Latin traditio, sebuah nomina yang

dibentuk dari kata kerja traderereatau trader‘mentransmisi, menyampaikan, atau

mengamankan. Sebagai nomina, kata traditio berarti kebiasaan yang disampaikan

dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam waktu yang cukup lama sehingga kebiasaan itu menjadi bagian dari kehidupan suatu komunitas sosial.

Terdapat tiga bentuk tradisi. Pertama: tradisi merupakan kebiasaan (lore) dan

sekaligus proses (process) kegiatan milik bersama suatu komunitas. Pengertian ini

24

Pudentia Mpps. Metodologi Kajian Tradisi Lisan, ( Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia 2015 ), 10.

(22)

mengimplikasikan bahwa tradisi itu memiliki makna kontinuitas (keberlanjutan), materi, adat, dan ungkapan verbal sebagai milik kolektif yang diteruskan untuk dipraktikkan dalam kelompok suatu masyarakat.

Kedua: tradisi merupakan sesuatu yang menciptakan dan mengukuhkan suatu identitas. Memilih tradisi memperkuat nilai dan keyakinan pembentukan kelompok komunitas. Ketika terjadi proses kepemilikan tradisi, maka pada saat itulah tradisi menciptakan dan mengukuhkan rasa identitas kelompok.

Ketiga: tradisi merupakan sesuatu yang dikenal serta diakui oleh kelompok tersebut sebagai tradisi bersama. Sisi lain menciptakan dan mengukuhkan identitas dengan bentuk berpartisipasi dalam suatu tradisi, bahwa tradisi itu sendiri harus dikenal dan diakui sebagai sesuatu yang bermakna oleh kelompok itu. Sepanjang kelompok masyarakat mengklaim tradisi itu sebagai miliknya dan berpartisipasi dalam tradisi itu, hal itu memperbolehkan mereka berbagi bersama atas nilai dan

keyakinan yang merupakan dasar kesepakatan bersama yang penting bagi mereka.25

Pengertian “lisan” pada tradisi lisan mengacu pada proses artikulasi penyampaian sebuah tradisi dengan media lisan. Tradisi lisan bukan berarti tradisi tanpa unsur-unsur verbal saja, melainkan penyampaian tradisi itu secara turun-temurun secara lisan. Dengan demikian, tradisi lisan terdiri atas tradisi yang

mengandung unsur-unsur verbal, sebagian verbal (partly verbal), atau nonverbal

25

Sibarani, Robert. Kearifan Lokal Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan ( Jakarta : Asosiasi Tradisi Lisan 2003 ), 44.

(23)

(non-verbal). Konsep “tradisi lisan” mengacu pada tradisi yang disampaikan secara turun-temurun atau satu generasi ke generasi lain dengan media lisan melalui “mulut ke telinga atau tutur” .Tradisi lisan, terutama tradisi yang memiliki unsur-unsur verbal seperti tradisi bermantra, bercerita rakyat, berteka-teki, berpidato adat, berpantun, berdoa, dan permainan rakyat yang disertai nyanyian dapat dikaji dari pendekatan antropolinguistik

Tradisi lisan yang tidak terdiri atas unsur-unsur verbal seperti proses arsitektur, pengobatan tradisional, penampilan tari, bertenun, permainan rakyat, dan bercocok tanam tradisional dapat dikaji secara antropolinguistik dengan menjelaskan proses komunikatif tradisi-tradisi itu dari satu generasi kepada generasi lain. Berdasarkan tiga pusat perhatian (performansi, indeksikalitas, partisipasi) dan tiga parameter antropolinguistik (keterhubungan, kebernilaian, keberlanjutan) tersebut di atas, tradisi lisan sebagai penggunaan bahasa yang memadukan keseluruhan ekspresi linguistik bersama dengan aspek-aspek sosio-kultural merupakan objek kajian yang

menarik dan bermanfaat dengan pendekatan antropolinguistik. Kajian

anropolinguistik seperti ini tidak hanya menjelaskan proses penggunaan bahasa secara liguistik, tetapi juga mengungkapkan nilai budaya tradisi lisan itu secara

antropologis.26

Jadi dapat dikatakan tradisi lisan mengacu pada sebuah proses dan hasil dari proses itu. Hasilnya berupa pesan-pesan lisan terdahulu, yang setidaknya satu generasi. Proses tersebut menciptakan pesan yang didapat dalam bentuk perkataan

(24)

mulut ke mulut. Manusia setiap kali berbicara maka pesan-pesan dihasilkan dan pesan itu kemungkinan akan diulangi dalam jumlah yang tak terbatas pada konteks yang mendorong manusia untuk berbicara kepada manusia yang lain. Inti dari pesan tersebut mengandung nilai yang esensi, sehingga isi dari pesan itu akan selalu diulang dan hal tersebut tidak hanya berasal dari masa lalu saja melainkan masa kini yang

menandakan suatu masa akan datang.27

27 Lih Bab 1 hal 5-6.

Referensi

Dokumen terkait

Dari perolehan data hasil peneliti- an yang menunjukkan bahwa kemam- puan generating pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit yang menggunakan model

SURABAYA.. sukses menjadi pilot dan orang tuanya sangat bangga terhadap anaknya, begitupun kekasihnya. Mereka foto bersama untuk mengenang moment tersebut. Dan si

Gading Mas Surya Sidoarjo dalam menghadapi persaingan di bisnis ekspedisi ada beberapa cara yaitu bekerjasama dengan maskapai penyedia layanan kargo seperti

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, sekaligus untuk memfokuskan pengumpulan dan analisis data, maka dirumuskan tujuan penelitian ini sebagai berikut: untuk

Dalam pemaparan yang telah diuraikan penulis di atas, maka dapat disimpulkan bahwasannya jual beli uang dengan nomor seri cantik menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang

Kemiskinan merupakan masalah yang ditandai oleh berbagai komponen, antara lain: rendahnya hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah jenis subtindak tutur direktif bahasa Jawa di asrama mahasiswa UNS Surakarta?; (2) bagaimanakah

Berbeda dari parameter ke- serempakan tumbuh, pada parameter mutu fisiologis benih lainnya yaitu daya berkecambah, laju perkecambahan, ke- cepatan tumbuh dan indeks