• Tidak ada hasil yang ditemukan

Demam typhoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh salmonella enteric serotype typhi atau paratyphi (Wibisono et al, 2014).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Demam typhoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh salmonella enteric serotype typhi atau paratyphi (Wibisono et al, 2014)."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Demam typhoid (selanjutnya disebut tifoid) merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh salmonella typhi (Hidayat A.A: 2008).

Demam typhoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh salmonella enteric serotype typhi atau paratyphi (Wibisono et al, 2014).

Demam typhoid (tifus abdominalis, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Astuti, 2013).

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa demam typhoid merupakan penyakit infeksi pada usus halus yang disebabkan oleh salmonella typhi yang disertai dengan gangguan pada sistem pencernaan.

2. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan

Anatomi sistem pecernaan terdiri dari organ-organ pencernaan yang dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu organ dalam saluran pencernaan dan organ pencernaan pelengkap.

Saluran pencernaan atau disebut juga dengan saluran gastrointestinal (GI), adalah saluran panjang yang masuk melalui

(2)

tubuh dari mulut ke anus. Saluran ini mencerna, memecah dan menyerap makanan melalui lapisannya ke dalam darah.

Organ dalam saluran pencernaan ini meliputi mulut, esofagus (kerongkongan), lambung, usus halus, usus besar, dan berakhir di anus. Organ pencernaan pelengkap (aksesori) termasuk lidah, gigi, kantung empedu, kelenjar air liur, hati, dan pankreas.

Gigi dan lidah terletak di dalam mulut yang juga membantu proses pencernaan, dalam mengubah makanan dari bentuk kasar menjadi lebih halus.

Sementara kelenjar pencernaan manusia yang terdiri dari kelenjar air liur, hati, dan pankreas membantu menghasilkan enzim-enzim yang membantu proses pencernaan.

a) Mulut

Proses pencernaan dimulai di mulut, di mana pencernaan kimia dan mekanik terjadi. Di dalam mulut terdapat organ aksesori yang membantu pencernaan makanan, yaitu lidah, gigi, dan kelenjar air liur.

Mulut berfungsi untuk mengunyah makanan menjadi lebih halus dan lunak agar lebih mudah untuk ditelan dan dicerna. Gigi memotong makanan menjadi potongan-potongan kecil, yang dibasahi oleh air liur sebelum lidah dan otot-otot lain mendorong makanan ke dalam faring (Pharynx) dan melewatkannya ke dalam kerongkongan (esophagus).

Bagian luar lidah mengandung banyak papilla kasar untuk mencengkeram makanan karena digerakkan oleh otot lidah. Sementara, air liur yang diproduksi oleh kelenjar air liur (terletak di bawah lidah dan dekat rahang bawah), dilepaskan ke dalam mulut.

(3)

Air liur mulai memecah makanan, melembapkannya dan membuatnya lebih mudah untuk ditelan. Air liur mulai memecah karbohidrat dengan bantun enzim yang dihasilkannya, yaitu enzim amilase.

Gerakan oleh lidah dan mulut mendorong makanan ke bagian belakang tenggorokan untuk menelannya. Klep (epiglotis) menutup di atas batang tenggorokan (trachea) untuk memastikan bahwa makanan masuk ke kerongkongan dan bukan saluran udara. Hal ini untuk mencegah tersedak saat menelan makanan.

Gambar 2.1 Mulut b) Kerongkongan (esophagus)

Esofagus (kerongkongan) adalah saluran penghubung antara mulut dengan lambung, yang letaknya di antara tenggorokan dan lambung.

Kerongkongan sebagai jalan untuk makanan yang telah dikunyah dari mulut menuju lambung. Otot kerongkongan dapat berkontrasksi sehingga mendorong makanan masuk ke dalam lambung. Gerakan ini disebut dengan gerak peristaltik.

Pada ujung kerongkongan terdapat sfingter (cincin otot), yang memungkinkan makanan untuk masuk ke lambung dan kemudian

(4)

menutupnya untuk mencegah makanan dan cairan naik kembali ke kerongkongan.

c) Lambung

Lambung adalah organ berbentuk huruf “J”, yang ukurannya sekitar dua kepalan tangan. Lambung terletak di antara esofagus dan usus halus di perut bagian atas.

Lambung memiliki tiga fungsi utama dalam sistem pencernaan, yaitu untuk menyimpan makanan dan cairan yang tertelan; untuk mencampur makanan dan cairan pencernaan yang diproduksinya, dan perlahan-lahan mengosongkan isinya ke dalam usus kecil.

Hanya beberapa zat, seperti air dan alkohol, yang dapat diserap langsung dari lambung. Zat-zat makanan lainnya harus menjalani proses pencernaan lambung.

Dinding otot perut yang kuat mencampur dan mengocok makanan dengan asam dan enzim, memecahnya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.

Makanan diolah menjadi bentuk semi padat yang disebut chyme. Setelah makan, chyme perlahan dilepaskan sedikit demi sedikit melalui pyloric sphincter, sebuah cincin otot antara lambung dan bagian pertama dari usus halus yang disebut duodenum (usus 12 jari). Sebagian besar makanan meninggalkan perut hingga empat jam setelah makan.

(5)

Gambar 2.1. lambung d) Usus Halus

Usus halus berbentuk tabung tipis sekitar satu inci dengan panjang sekitar 10 meter. Usus halus terletak hanya lebih rendah daripada lambung dan memakan sebagian besar ruang di rongga perut.

Seluruh usus halus digulung seperti selang dan permukaan bagian dalamnya penuh dengan banyak tonjolan dan lipatan.

Lipatan ini digunakan untuk memaksimalkan pencernaan makanan dan penyerapan nutrisi. Pada saat makanan meninggalkan usus halus, sekitar 90 persen dari semua nutrisi telah diekstraksi dari makanan yang masuk ke dalamnya.

Usus halus terdiri dari tiga bagian, yaitu duodenum (usus 12 jari), jejunum (bagian tengah melingkar), dan ileum (bagian terakhir).

Usus halus memiliki dua fungsi penting, yaitu:

1. Proses pencernaan selesai di sini oleh enzim dan zat lain yang dibuat oleh sel usus, pankreas, dan hati. Kelenjar di

(6)

dinding usus mengeluarkan enzim yang memecah pati dan gula. Pankreas mengeluarkan enzim ke dalam usus kecil yang membantu pemecahan karbohidrat, lemak, dan protein. Hati menghasilkan empedu, yang disimpan di kantong empedu. Empedu membantu membuat molekul lemak dapat larut, sehingga dapat diserap oleh tubuh. 2. Usus halus menyerap nutrisi dari proses pencernaan.

Dinding bagian dalam dari usus kecil ditutupi oleh jutaan villi dan mikrovilli. Kombinasi keduanya meningkatkan luas permukaan usus halus secara besar-besaran, memungkinkan penyerapan nutrisi terjadi.

e) Usus Besar

Usus besar membentuk huruf “U” terbalik di atas usus halus yang digulung. Ini dimulai di sisi kanan bawah tubuh dan berakhir di sisi kiri bawah. Usus besar berukuran sekitar 5-6 meter, yang memiliki tiga bagian, yaitu sekum (cecum), kolon dan rektum (rectum).

Sekum adalah kantung di awal usus besar. Area ini memungkinkan makanan lewat dari usus halus ke usus besar. Kolon adalah tempat cairan dan garam diserap dan memanjang dari sekum ke rektum. Bagian terakhir dari usus besar adalah

(7)

rektum, yang mana kotoran (bahan limbah) disimpan sebelum meninggalkan tubuh melalui anus.

Fungsi utama dari usus besar adalah membuang air dan garam (elektrolit) dari bahan yang tidak tercerna dan membentuk limbah padat yang dapat dikeluarkan. Bakteri di usus besar membantu memecah bahan yang tidak tercerna. Sisa isi usus besar dipindahkan ke arah rektum, di mana feses disimpan sampai meninggalkan tubuh melalui anus.

3. Etiologi

Etiologi typhoid adalah bakteri gram negative, bentuk batang tidak berkapsul, bersifat aerobic dan anaerob fakultatif, memiliki flagella dan tidak ber spora, dinamakan Salmonella typi atau Salmonella enterica serotype.

Salmonella memiliki cara khas antigen O, H dan Vi. Penyakit tifoid ini sering dihubungkan dengan paratifoid, yang biasanya lebih ringan dan menunjukan gambaran klinis yang sama, atau menyebabkan enteritis akut disebabkan oleh genus bakteri yang sama dengan subspecies paratyphi A, B, C. salmonella typhi hanya menginfeksi manusia dan hewan peliharaan

4. Pathofisiologi

Bakteri salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung, dan sebagian masuk ke usus halus, mencapai plague peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Salmonella typhi memiliki fimbria khusus yang dapat menempel ke lapisan plague peyeri, sehingga bakteri dapat di fagositosis. Setelah menempel, bakteri memproduksi protein yang mengganggu brush

(8)

bonder usus dan memaksa sel usus untuk membentuk kerutan membrane yang akan melapisi bakteri dalam vesikel. Bakteri dalam vesikel akan menyebrang melewati sitoplasma sel usus dan di presentasikan ke makrofag (Wibisono et al, 2014).

Kuman memiliki berbagai mekanisme sehingga dapat terhindar dari serangan system imun seperti polisakarida kapsul Vi. Penggunaan makrofag sebagai kendaraan dan gen Salmonella patogencity Island 2 (SPI2) (Wibisono et al, 2014).

Setelah sampai kelenjar getah bening mensenterika, kuman kemudian masuk ke aliran darah melalui duktus torasikus sehingga terjadi bakteremia pertama yang asimtomatik. Salmonella typhi juga bersarang dalam sistem retikuloendotelial terutama hati dan limpa, dimana kuman meninggalkan sel fagosit berkemang biak dan masuk sirkulasi darah lagi sehingga terjadi bakteremia kedua dengan gejala sistemik. Salmonella typhi menghasilkan endotoksin yang berperan dalam inflamasi local jaringan tempat kuman berkembang biak merangsang pelepasan zat pirogendan leukosit jaringan sehingga muncul demam dan gejala sistemik lain. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri. Apabila proses patologis semakin berkembang, perorasi dapat terjadi (Wibisono et al, 2014).

(9)

Patway Deman Typhoid

5. Manifestasi Klik

Menurut Wibisono et al (2014), masa tunas sekitar 10-14 hari. Gejala yang timbul beravariasi dari ringan sampai berat. Tanda dan gejalanya yaitu:

a. Pada minggu pertama, muncul tanda infeksi akut seperti demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak nyaman di perut, batuk dan epistaksis. Demam yang terjadi berpola seperti anak tangga dengan suhu semakin tinggi dari hari ke hari. Lebih rendah pada pagi hari dan tinggi pada sore hari. b. Pada minggu kedua gejala menjadi lebih jelas dengan

demam, bradikardia relatif, lidah typhoid (kotor ditengah, tepid dan ujung berwarna merah disertai tremor). Hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran dan yang lebih jarang berupa roseolae.

6. Komplikasi

(10)

a. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pankreastitis.

b. Komplikasi ekstra-intestinal : komplikasi kardiovaskuler, (gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis), komplikasi paru(pnemonia, pleuritis), komplikasi darah(anemia hemolitik, trombositopenia, thrombosis), komplikasi tulang (osteomielitis, peritonitis, arthiritis), komplikasi neuropsikiatrik / tifoid toksin (Widoyono, 2011).

7. Konsep Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah (Wong, 2009).

Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah. Selama proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan yang asing, lingkungannya yang asing, orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orang tua akan membuat stress anak meningkat. Dengan demikian asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak terapi juga pada orang tuanya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak

(11)

2. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan,monster,pembunuhan dan binatang buas diawali dengan yang asing.

3. Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diizinkan 4. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit. 5. Prosedur yang menyakitkan dan takut akan cacat dan

kematian.

8. Tahap Perkembangan Anak Usia 7 tahun

a) Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah ( 7-12

tahun )

Pertumbuhan fisik pada masa ini lambat dan relatif seimbang. Peningkatan berat badan anak lebih banyak daripada panjang badannya. Peningkatan berat badan anak terjadi terutama karena bertambahnya ukuran system rangka, otot dan ukuran beberapa organ tubuh lainnya.

1) Parameter umum

Rata – rata tinggi badan anak usia 7 – 12 tahun 113 cm dan rata – rata berat badan anak usia 6 – 12 tahun mencapai 21 kg.

2) Nutrisi

Kebutuhan kalori harian anak usia 7 – 12 tahun menurun sehubungan dengan ukuran tubuh, dan rata – rata membutuhkan 2400 kalori perhari. Banyaknya anak yang tidak menyukai sayuran, biasanya hanya satu jenis makanan, yang disukai orang tua memiliki peranan penting dalam mempengaruhi pilihan anak.

(12)

3) Pola tidur

Kebutuhan tidur setiap anak bervariasi, biasanya 8 sampai 9,5 jam setiap malam.

4) Kesehatan gigi

Mulai sekitar 6 tahun gigi permanen tumbuh dan anak secara bertahap kehilangan gigi desi dua.

5) Eliminasi

Pada usia 6 tahun, 85% anak memiliki kendala penuh terhadap kandung kemih dan defekasi, enurisis, nocturnal ( mengompol ) terjadi pada 15% anak berusia 6 tahun.

b) Perkembangan Motorik Anak Usia Sekolah ( 7 – 12 tahun )

Perkembangan motorik pada usia ini menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi dibandingkan dengan masa bayi. Anak – anak terlihat lebih cepat dalam berlari dan pandai meloncat serta mampu menjaga keseimbangan badannya. Untuk memperhalus keterampilan – keterampilan motorik, anak – anak terus melakukan berbagai aktivitas fisk yang terkadang bersifat informal dalam bentuk permainan. Disamping itu, anak – anak juga melibatkan diri dalam aktivitas permainan olahraga yang bersifat formal, seperti senam, berenang, dll.

Beberapa perkembangan motorik ( kasar maupun halus ) selama periode ini, antara lain :

a. Anak Usia 7 Tahun

- Mulai membaca dengan lancer

- Cemas terhadap kegagalan

- Peningkatan minat pada bidang spiritual

(13)

b. Anak Usia 8 – 9 Tahun

- Kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat

- Mampu menggunakan peralatan rumah tangga

- Keterampilan lebih individual - Ingin terlibat dalam sesuatu

- Menyukai kelompok dan mode

- Mencari teman secara aktif

c. Anak Usia 10 -12 Tahun

- Perubahan sifat berkaitan dengan berubahnya postur tubuh yang berhubungan dengan pubertas mulai tampak.

- Mampu melakukan aktivitas rumah tangga, seperti

mencuci, menjemur pakaian sendiri, dll

- Adanya keinginan anak untuk menyenangkan dan

membantu orang lain

- Mulai tertarik dengan lawan jenis.

9. Pemeriksaan

Menurut Ngastiyah (2005, h. 239) & Ranuh (2013, h. 184-185) pasien yang di rawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan di berikan pengobatan sebagai berikut:

a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta

b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain c. Istirahat selama demam sampai 2 minggu setelah suhu

normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan diruangan

(14)

d. Diet makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.

e. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas.dianjurkan minum susu 2 gelas sehari. Apabila kesadaran pasien menurun di berikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga di berikan makanan lunak.

f. Pemberian antibiotic

Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran bakteri. Obat antibiotik yang sering di gunakan adalah : a) Chloramphenicol dengan dosis 50 mg/kg/24 jam per

oralatau dengan dosis 75 mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 4 dosis.

Cloramhenicol dapat menyembuhkan lebih cepat tetapi relapse terjadi lebih cepat pula dan obat tersebut dapat memberikan efek samping yang serius

2) Ampicillin dengan dosis 200 mg/kg/24 jam melalui IV di bagi dalam 6 dosis. Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan chloramphenicol

3) Amoxicillin dengan dosis 100mg/kg/24 jam per os dalam3 dosis

4) Trimethroprim-sulfamethoxazol masing-masing dengan dosis 50 mg SMX/kg/24 jam per os dalam 2 dosis,merupakan pengobatan klinik yang efisien

5) Kotrimoksazol dengan dosis 2x 2 tablet (satu tablet mengandung 400mg sulfamethoxazole dan 800 mg trimetroprim. Efektifitas obat ini hampir sama dengan cloromphenicol

(15)

B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Menurut Nursalam, Susilaningrum & Utami (2008) adalah sebagai berikut :

a. Identitas klien b. Keluhan utama

Perasan tidak enak badan , lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang bersemangat serta nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi

c. Suhu tubuh

pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Sselama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik ntiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua,pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. d. Kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun berapa dalam,yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainya. Pada penanggung dan anggota gerak terdapat reseole, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang ditemukan dalam minggu pertama demam. Kadangkadang ditemukan pula bradikardi dan epitaksis pada anak besar.

e. Pemeriksaan Fisik 1) Mulut

(16)

Terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih, sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan,dan jarang di sertai tremor.

2) Abdomen

Dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismuas), bisa terjadi konstipasi atau mungkin diare atau normal 3) Hati dan limfe

Membesar disertai nyeri pada perabaan f. Pemeriksaan laboratorium

1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leokopenia, limfositosis, relatif pada permukaan sakit darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal

2) biakan empedu hasil salmonella typhi dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu pertama sakit, selanjutnya lebih sering ditemukan dalam feces dan urine

3) pemeriksaan widal untukmembuat diagnisis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen 0, titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukan kenaikan yang progresif.

2. Diagnosa

a. hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi salmonella typhi.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan malabsorbsi nutrien.

(17)

3. Intervensi Keperawatan

a. hipertermi berhubungn dengan proses inflamasi salmonella typhi.

Tujuan : suhu tubuh kembali normal. Kriteria Hasil :

1) pasien mempertahankan suhu tubuh normal yaitu 36ºC - 37ºC dan bebas dari demam.

2) Nadi dan RR dalam rentan normal

3) Tidak perubahan warna kulit dan tidak ada pusing Intervensi:

1) pantau suhu tubuh pasien tiap 3 jam sekali

Rasional: suhu tubuh 38ºC-40ºC menunjukan proses penyakit infeksi akut .

2) beri kompres hangat

Rasional: kompres dengan air hangat akan menurunkan demam

3) anjurkan kepada ibu klien agar klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat

Rasional : memberi rasa nyaman, pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh

4) Beri banyak minum

Rasional: membantu memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan dehidrasi

5) Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotic Rasional : antipiretik untuk mengurangi demam, antibiotik untuk membunuh kuman infeksi.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.

(18)

Kriteria hasil:

a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB b) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal c) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi elastis turgor kulit baik,

membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus berlebihan d) tanda-tanda vital normal

Intervensi :

1) Monitor tanda-tanda vital

Rasional : mengetahui suhu, nadi dan pernafasan 2) Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan

Rasional: mengontrol keseimbangan cairan 3) Kaji status dehidrasi

Rasional : mengetahui drajat status dehidrasi 4) Beri banyak minum

Rasional:membantu memelihara kebutuhab cairan dan menurunkan resiko dehidrasi.

5) Timbang popok / pembalut jika diperlukan

Rasional : membantu mengetahui berat urine didalam popok.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan malabsorbsi nutrien.

Tujuan : tidak terjadi gangguan nutrisi Kriteria hasil:

a) Nafsu makan maningkat

b) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi c) berat badan klien meningkat

d) tidak ada tanda-tanda malnutrisi e) tidak terjadi penurunan berat badan

(19)

Intervensi :

1) Kaji status anak

Rasional : mengetahui langkah pemenuhan nutrisi

2) Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tapi sering

Rasional : meningkatkan jumlah masukan dan mengurangi mual dan muntah

3) Pertahankan kebersihan tubuh anak

Rasional : menghilangkan rasa tidak enak pada mulut atau lidah dan dapat nafsu makan

4) Beri makan lunak

Rasional : mencukupi kebutuhan nutrisi tanpa memberi beban yang tinggi pada usus.

5) Jelaskan pada keluarga pentingnya intake nutrisi yang adekuat

Rasional : memberikan motivasi pada keluarga untuk memberikan makanan sesuai kebutuhan.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan. Tujuan : dapat beraktivitas secara mandiri

Kriteria hasil :

a) Berparsipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR

b) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLS) secara mandiri

c) Tanda-tanda vital normal d) Level kelemahan

e) Nampu berpindah: denganatau tanpa bantuan alat f) Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat

(20)

Intervensi :

a) Kaji toleransi terhadap aktivitas

Rasional: menunjukan respon fisiologis pasien terhadap aktivitas

b) Kaji kesiapan meningkatkan aktivitas

Rasional : stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual

c) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan menggunakan kursi mandi, menyikat gigi atau rambut Rasional : teknik penggunaan energi menurunkan penggunaan energi

d) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memiliki periode aktivitas

Rasional : seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.

4. Tindakan Keperawatan

Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncakan dalam rencna tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui beberapa hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tiknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan psaien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi. Sebagai profesi, perawat mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam menentukan asuhan keperawatan (Hidayat, 2009)

(21)

Tahap-tahap tindakan keperawatan yaitu : a. Tahap Persiapan

Tahap awal pelaksanaan asuhan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk melakukan intervensi. Persiapan tersebut meliputi kegiatan meninjau ulang (review) asuhan keperawatan yang telah diidentifikasi pada tahap perencanaan, menganalisis kemampuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui komplikasi dari intervensi keperawatan yang mungkin timbul, menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan intervensi yang akan dilaksanakan, mengidentiikasi aspek hukum dan kode etik keperawatan terhadap risiko yang mungkin muncul akibat dilakukan intervensi.

b. Tahap Intervensi

Pendekatan asuhan keperawatan meliputi intervensi independen (suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa penunjuk atau instruksi dokter atau profesi kesehatan lainnya), dependen (pelaksanaan rencana tindakan medis), dan interdependen (menjelaskan kegiatan yang memerlukan kerjasama dengan profesi kesehatan lainnya seperti tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi, dan dokter).

c. Tahap Dokumentasi

Implementasi asuhan keperawatan harus diikuti oleh pendokumentasian yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan. Ada tiga tipe sistem pencatatan yang digunakan pada dokumentasi, Sources

(22)

Oriented Record; Problem – Oriented Record; POR; dan Computed Assisted Record.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan.

a. Mengakhiri rencana asuhan keperawatan (jika klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan).

b. Memodifikasi rencana asuhan keperawatan (jika klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan)

c. Meneruskan rencana asuhan keperawatan (jika klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan)

Proses evaluasi terdiri dari 2 tahap : a. Mengukur pancapaian tujuan klien.

Perawat menggunakan keterampilan pengkajian untuk mendapatkan data yang akan digunakan dalam evaluasi yang terdiri dari beberapa komponen yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (status emosional), psikomotor, perubahan fungsi tubuh. b. Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan

pencapaian tujuan.

Ada 3 kemungkinan keputusan pada tahap ini :

1) Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan. 2) Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan.

(23)

3) Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan.

Kualitas asuhan keperawatan dapat dievaluasi pada saat proses (formatif) dan dengan melihat hasilnya (sumatif).

a. Evaluasi proses atau formatif

Fokus tipe evaluasi ini adalah aktifitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu menilai efektifitas intervensi tersebut. Evaluasi formatif terus menerus dilaksanakan sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.

b. Evaluasi hasil atau sumatif

Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Meskipun informasi pada tahap ini tidak secara langsung berpengaruh terhadap klien yang dievaluasi, tetapi evaluasi hasil dapat menjadi suatu metode untuk memonitor kualitas dan efektifitas intervensi yang telah diberikan.

Gambar

Gambar 2.1 Mulut
Gambar 2.1. lambung

Referensi

Dokumen terkait

Teori akuntansi normatif dibentuk berdasarkan pada keyakinan para peneliti  bahwa dalam kondisi tertentu suatu fenomena seharusnya akan terjadi tanpa perlu dilakukan

Dalam penelitian ini juga dilakukan identifikasi subyek terhadap suatu populasi yang merokok dan tidak merokok, dan peneliti melakukan observasi terhadap subyek penelitian selama

Dengan demikian berdasarkan hasil uji statistik diatas, maka untuk meningkatkan tingkat kepuasan masyarakat adat terhadap pelayanan perusahaan BP LNG Tangguh, maka perusahaan BP

Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 06 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil Kementerian Pertahanan (Berita Negara

Tabungan Mudharabah (Mudharabah-sav. acc.) Deposito Mudharabah (Mudharabah-inv.. ex tended) Dana Pihak Ketiga (Deposit Fund). FDR (Financing to

Pasal 13 (1) Retribusi menjadi terutang terhitung pada saat Wajib Retribusi memperoleh pelayanan jasa kepelabuhanan termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan

Bahaya (hazard) adalah agen-agen biologis, kimia, maupun fisika yang terdapat dalam pangan dan berpotensi untuk menyebabkan efek buruk bagi kesehatan. Evidence base adalah

Tahapan pembibitan di Kebun Teluk Bakau menggunakan sistem dua tahap (double stage), yang terdiri dari pembibitan awal (pre-nursery) selama kurang lebih 3 bulan pada