• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1 Dari definisi tersebut dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1 Dari definisi tersebut dapat"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.1 Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa Narkotika sejatinya adalah obat yang sangat baik digunakan untuk kepentingan pengobatan, hal tersebut tercantum dalam konsiderans Undang Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (selanjutnya disebut Undang Undang Narkotika) yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan daerajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan , antara lain dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat.

Meskipun demikian penggunaan Narkotika sebagai obat hanya dapat dilakukan dengan pengawasan dokter, hal itu dikarenakan Narkotika juga memiliki efek yang sangat berbahaya salah satunya adalah efek ketergantungan. Oleh karena itu dibentuklah Undang Undang Narkotika yang tujuannya untuk mengatur kapan pengguaan Narkotika yang diperbolehkan dan kapan yang tidak diperbolehkan. Dalam pasal 7 Undang Undang Narkotika di tegaskan “Narkotika hanya dapat

(2)

digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari ketentuan pada pasal 7 tersebut dapat diketahui bahwa segala jenis Narkotika apapun namanya dilarang di Indonesia kecuali untuk kepentingan pelayanan kesehatan (pengobatan) dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan.

Tugas dan wewenang jaksa penuntut unun telah tercantum dengan jelas pada Pasal 13 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) yang berbunyi “Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim”2. berdasarkan pasal tersebut jelas bahwa Tugas dan wewenag utama jaksa penuntut umum adalah melakuakan penuntutan dan melaksanakan putusan hakim. Kewenagan jaksa penuntut umum tersebut kemudian diperjelas dalam Pasal 14 KUHAP dimana Penuntut umum mempunyai wewenang:

a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;

b. mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;

c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

d. membuat surat dakwaan;

e. melimpahkan perkara ke pengadilan;

f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;

(3)

g. melakukan penuntutan;

h. menutup perkara demi kepentingan hukum;

i. mengadakan tindakan lain dalam Iingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;

j. melaksanakan penetapan hakim.

Dari sekian kewenagan jaksa/penuntut umum diatas kewenangan yang berkaitan langsung dengan nasib terdakwa adalah melakukan penuntutan, karena tuntutan itulah yang menjadi pertimbangan hakim nantinya, dan hakim tidak boleh memutus melebihi tuntutan itu. Kewenangan penuh kejaksaan adalah prapenuntutan dan penuntutan merupakan kewenangan mutlak kejaksaan atau disebut juga dengan dominus litis3.

Ada beberapa alasan dalam pemilihan judul pelaksanaan praktik kerja,

Pertama, tidak terlepas dari kewengan jaksa/penuntut umum pada pasal 14 huruf g yaitu melakukan penuntutan. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di siding pengadilan.4 Dalam hal hal memperoleh putusan hakim agar terhadap seorang dijatuhi pidana (tuntutan pidana) inisiatifnya adalah pada perseorangan, yaitu pada pihak yang dirugikan.5 Untuk melakukan penuntutan tentu ada tahapan tahapan yang harus dilakukan termasuk salah satunya menyusun rencana tuntutan, utamanya yang menarik disini adalah pertimbangan

3 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua , Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm.124.

4 Tolib Effendi, Dasar Dasar Hukum Acara Pidana, Setara Press, Malang, 2014, hlm. 129.

(4)

jaksa/penuntut umum dalam melakukan penuntutan khususnya dalam melakukan penuntutan perkara pidana Narkotika.

Tuntutan dalam tindak pidana Narkotika sedikit berbeda dengan tindak pidana lainnya karena tuntutan jaksa/penuntut umum setidak tidaknya ada dua jenis tuntutan, Pertama, tuntutan pidana. Kedua Kedua tuntutan Rehabilitasi. Kedua jenis tuntutan tersebut tentu memiliki hal hal atau indikator yang berbeda, dan itulah yang menarik perhatian untuk dipelajari secara langsung di lembaga kejaksaan khususnya diKejaksaan Tinggi Jawa Timur, termasuk mempelajari kapan tuntutan pidana dilakukan dan kapan tuntutan rehabilitasi diterapkan oleh jaksa/penuntut umum. Kedua, Disisi lain kenapa memilih kasus Narkotika selain karena bjenis tuntutannya yang sedikit berbeda sebagaimana di uraikan di atas, Indonesia saat ini darurat narkoba (Narkotika dan obat berbahaya lainnya). Hasil survei Badan Narkotika Nasional tahun 2016 sampai 2017 bahwa Pengguna narkoba (Narkotika dan obat berbahaya lainnya) di Indonesia tercatat sebanyak 5,1 juta jiwa. Setiap tahun, sekitar 15 ribu jiwa melayang karena menggunakan narkoba.6

1.2.Tujuan

Tujuan yang hendak di pelajari atau dilatih pada Kejaksaan Tinggi Negeri Jawa Timur yaitu :

(5)

https://news.detik.com/berita/d-3425965/survei-bnn-80-persen-tahu-a. Untuk mengetahui tentang tahap tahap yang dilakukan oleh Kejaksaan dalam menuyusun/membuat rencana surat dakwaan dan rencana tuntutan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika.

b. Untuk mengetahui mekanisme penanganan berkas perkara tindak pidana Narkotika berkenaan dengan penyusunan rencana surat dakwaan sampai penuntutan

c. Memperdalam penegetahuan mengenai proses penanganan tindak pidana Narkotika secara langsung di lembaga kejaksaan

1.3. Manfaat

1.3.1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan wawasan terhadap perkembangan ilmu hukum khususnya terkait dengan peran Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan proses pembuatan rencana tuntutan tindak pidana Narkotika

1.3.2. Manfaat Praktis

Dapat memberikan jawaban atas masalah yang penulis teliti terkait bagaimana mekanisme Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan proses pembuatan rencana tuntutan tindak pidana Narkotika khususnya di kejaksaan tinggi jawa timur.

1.4. Waktu Magang

Kegiatan magang dilaksanakan sejak tanggal 23 Oktober 2017 sampai 17 November 2017 dalam 20 kali tatap muka.

(6)

Table 1. Pelaksanaan Praktik Kerja 23 Oktober 2017 sampai 17 November 2017

OKTOBER 2017

Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 NOVEMBER 2017

Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 11 12

13 14 15 16 17 18 19

(7)

27 28 29 30

1.5. Tempat Magang

Kegiatan magang ini dilaksanakan Kejaksaan Tinggi Jawaa Timur yang beralamat di Jl. Jenderal Ahmad Yani No. 54-56, Ketintang, Gayungan, Kota SBY, Jawa Timur 60231 Capaian Kegiatan

Table 2. Capaian Kegiatan

No Target Capaian Kegiatan

1. Mampu mengetahui tahap tahap yang dilakukan oleh Kejaksaan dalam sebelum atau pada saat menyusun rencana tuntutan.

Penulis mengetahui apa saja tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam membuat rencana tuntutan (P-41)

2. Mampu mengetahui pertimbangan pertimbangan hukum jaksa/penuntut umum dalam melakukan proses penuntutan tindak pidana Narkotika baik

Penulis dapat mengetahui apa saja yang menjadi pertimbangan jaksa penuntut umum

(8)

tuntutan pidana ataupun tuntutan rehabilitasi.

sebelum atau pada saat menyusun rencana tuntutan (P-41) termasuk kenapa menuntut rehabilitasi dan kenapa menuntut pidana.

3. Mampu menyusun rencana tuntutan baik itu rencana tuntutan pidana maupun rehabilitasi. Penulis memperoleh mempelajari bagaimana menyususun rencana tuntutan (P-41) yang baik dan benar dalam tindak pidana narkotika.

4. Mengetahui pengaturan pengaturan yang berkaitan dengan pembuatan rencana tuntutan.

Penulis mendapatkan informasi terkait dasar dasar hukum jaksa penuntut umum dalam melaksanakan atau membuat rencana tuntutan.

(9)

BAB II

HASIL KEGIATAN PRAKTIK KERJA

2.1. Kegiatan Magang Kejaksaan Tinggi Jawa Timur

Kegiatan magang dilaksanakan sejak tanggal 23 Oktober 2017 sampai 17 November 2017 dalam 20 kali tatap muka. Kegiatan magang ini dilaksanakan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang beralamat di Jl. Jenderal Ahmad Yani No. 54-56, Ketintang, Gayungan, Kota SBY, Jawa Timur 60231. Dalam kegiatam magang di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, penulis ditempatkan di bagian KASI TPUL (kepala seksi tindak pidana umum lainnya) dengan dibimbing oleh Bapak SUWANTO, S.H., M..H. Selama melaksanakan kegiatan magang di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, penulis juga dibantu oleh Mbak Isa, SH Bpk. Afka, SH dan Bpk. Habib, SH dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Dan banyak pengetahuan yang didapatkan penulis selama melaksanakan magang di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur mulai dari pengetahuan dasar dalam pembuatan rencana tuntutan (P-41) serta pertimbangan pertimbangan yang sering dijadikan jaksa dalam membuat rencana tuntutan baik itu pidana maupun rehabilitasi, dan yang terpenting penulis juga diberikan contoh contoh rencana tuntutan dan surat Tuntutan (P-42), serta hal hal lain yang berkaitan dengan proses pembuatan rencana tuntutan dalam penangan perkara tindak pidana Narkotika.

(10)

2.1.1. Pelaksanaan Magang Dalam Uraian Harian Serta Berkas Berkas Terkait

Tabel 3. Pelaksaanaan Magang dalam Uraian Harian

No Hari/ Tanggal Kegiatan

1 Senin, 23 Oktober 2017

✓ Rapat bersama Koordinator tindak pidana umum yakni Bapak Sudarso, SH. dan mahasiswa magang lainnya di aula Kejaksaan Tinggi Jawa Timur untuk melakukan diskusi terkait kegiatan magang yang akan saya laksanakan sekaligus menentukan penempatan

✓ perkenalan dengan para pegawai yang di Kejaksaan Tinggi Surabaya sekaligus pemasrahan oleh coordinator PIDUM kepada pembimbing lapangan

2 Selasa, 24 Oktober 2017

✓ diskusi dengan bagian tata usaha terkait tugas dan fungsinya. Yaitu dengan bpk. Afka,SH. Bapak Habib, SH. Ibu

Benowati, SH. Dan mbak Isa. 3 Rabu, 25 Oktober

2017

✓ Membaca dan Mempelajari contoh contoh surat printah penahanan (T-7)

(11)

4 Kamis, 26 Oktober 2017

✓ Membaca dan Mempelajari contoh contoh surat perpanjangan penahanan (T-4)

5 Jumat, 27 Oktober 2017

✓ Membaca dan Mempelajari dan diskusi mengenai Surat Dakwaan (P-29) dengan kasi TPUL Bpk. SUWANTO, SH.MH. 6 Senin, 30 Oktober

2017

Membaca dan Mempelajari pedoman tuntutan pidana SEJA Nomor: SE-001/J.A/4/1995 tentang pedoman tuntutan pidana,

7 Selasa, 31 Oktober 2017

✓ Membaca dan Mempelajari pedoman tuntutan pidana serta SEJA Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang pedoman tuntutan pidana perkara tindak pidana umum.

8 Rabu, 01 November 2017

✓ Menulis dan Meneliti berkas Eksaminasi

9 Kamis, 02 November 2017

✓ mendampingi Bapak Afka, S.H untuk menyampaikan berkas jaksa jaksa yang sudah ditunjuk untuk menangani perkara tersebut sesuai P-16,untuk diteliti guna memutuskan p-18 atau p-21

(12)

10 Jumat, 03 November 2017

✓ menulis registrasi terkait tahap 2 bersama dengan Bpk. Afka, SH.

11 Senin, 06 November 2017

✓ Mengikuti acara ulang tahun Jaksa jaksa yang kelahirannya bulan November di aula kejaksaan tinggi jawa timur

✓ wawancara dengan para jaksa terkait mekanisme pembuatan rencana tuntutan 12 Selasa, 07 November

2017

✓ Membaca dan mempelajari rekomendasi tim asesmen terpadu BNN kota surabaya

13 Rabu, 08 November 2017

✓ Membaca dan mempelajari Lampiran rekomendasi tim asesmen terpadu BNN kota surabaya

14 Kamis, 09 November 2017

✓ Membaca dan Mempelajari laporan bulanan di bimbing Bpak Habib, SH.

15 Jumat, 10 November 2017

✓ wawancara dengan para jaksa terkait mekanisme pembuatan rencana tuntutan

16 Senin, 13 November 2017

✓ Membaca dan memperlajari rencana tuntutan dan lampirannya

17 Selasa, 14 November 2017

✓ Membaca dan memperlajari rencana tuntutan A.N. Achmad Arief

(13)

18 Rabu, 15 November 2017

✓ Membaca dan memperlajari surat tuntutan A.n.

19 Kamis, 16 November 2017

✓ Membaca dan mempelajari petikan putusan A.n. Achmad Arief

20 Jumat, 17 November 2017

(14)

2.1.2. Pelaksanaan Magang Dalam Uraian Mingguan Serta Berkas Terkait

Tabel 4. Pelaksanaan Magang dalam Uraian Mingguan

Minggu ke- Kegiatan Keterangan

1 Pengenalan dengan instansi serta mempelajari dan berdiskusi dengan jaksa penuntut umum terkait contoh dan pembuatan surat dakwaan.

Terlaksana

2 Mempelajari dan berdiskusi dengan jaksa terkait dengan aturan aturan dan pertimbangan pertimbangan dalam penyususunan rencana tuntutan dalam tindak pidana narkotika

Terlaksana

3 Mempelajari dan berdiskusi terkait contoh contoh rencana tuntutan dan rekomendasi hasil pelaksanaan hasil assesmen BNN dalam tindak pidana narkotika

Terlaksana

4 Mempelajari dan berdiskusi dengan jaksa terkait Surat tuntutan serta petikan putusan dalam tindak pidana narkotika

(15)

2.2. HASIL PENGAMATAN

2.2.1. Gambaran Umum

Jaksa merupakan salah satu penegak hukum dalam hukum acara pidana salah stu tugas utamanya yaitu melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan hakim. Adapun definisi penuntutan sendiri dapat ditemui dalam Pasal I angka 7 disebutkan bahwa “Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk

melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan”7. Ini berarti bahwa pengertian penuntutan tidak hanya mencakup pada saat jaksa mengajukan surat tuntutan melainkan tindakan tindakan sejak pelimpahan perkara ke pengadilan negeri sudah termauk dalam proses penuntutan.

Berkenaan dengan judul peraktik kerja yang penulis angkat yaitu mengenai mekanisnisme penyusunan rencana tuntutan tindak pidana narkotika, maka jelas bahwa rencana tuntutan sudah bagian dari proses penuntutan. Sebenarnya mengenai rencana tuntutan dalam KUHAP tidak diatur secara secara spesifik begitupun dalam Undang undang nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan juga tidak diatur secara spesifik, akan tetapi mengenai mekanisme rencana tuntutan hanya dapat ditemui dalam surat edaran jaksa agung nomor-001/J.A/4/1995 Tentang pedoman tuntutan

(16)

pidana. Dalam SEJA tersebut mengatur tentang mekanisme atau tata cara pengajuan tuntutan dimana disyaratkan untuk membuat rencana tuntutan lebih dahulu.

Model atau format rencana tuntutan tersebut disampaikan menggunakan formulir model P-41 dengan menguraikan hal hal yang harus diperhatikan dalam mebuat rencana tuntutan.8 Adapun pembuatan rencana tuntutan tersebut dibagi kedalam beberapa tingkatan, tingakat kejaksaan negeri, kejaksaan tinggi dan kejaksaan agung, adapun mekanisme pengajuannya tergantung tingkat pengendaliannya, namun secara garis besar ada kesamaan hanya tingkatannya saja yang membedakan. Penulis mengangkat judul praktik kerja tersebut dikarenakan ingin mempelajari dan mengetahui secara langsung bagaimana mekanisme serta pertimbangan pertimbangan jaksa penuntut umum dalam membuat rencana tuntutan dalam tindak pidana narkotika.

Dan selama melakukan praktik kerja di kejaksaan tinggi jawa timur penulis menemukan jawaban jawaban terkait judul peraktik kerja yang telah penulis angkat tersebut, mulai dari mekanisme penyusunan rencana tuntutan menjadi surat tuntutan, bahkan pertimbangan pertimbangan jaksa dalam melakukan penuntutan sudah ada standardnya masing masing bahkan pasal per pasal dan itupun masih terdapat control dari pimpinan. Sehingga menurut hemat penulis sangat kecil kemungkinan ketika jaksa melakukan penuntutan yang dapat diputus bebas ataupun lepas dari segala tuntutan hal itu dikarenakan system yang sangat terintegrasi dengan sangat baik.

(17)

2.2.2. Alur tahapan Pengajuan rencana tuntutan sampai menjadi surat tuntutan

Alur Tahap Pengajuan rencana tuntutan sampai menjadi surat tuntutan

PENJELASAN:

1. Sidang pemeriksaan telah selesai ; ketika siding pemeriksaan telah selesai dalam hal ini pemeriksaan persidangan meliputi, pembacaan surat dakwaan, pembacaan eksepsi, putusan sela, pembacaan replik, pembacaan duplik, pemeriksaan saksi saksi, serta pemeriksaan terdakwa semua sudah selesai maka penuntut umum mengajukan tuntutannya, baik itu tuntutan pidana mati, seumur hidup atau bahkan tuntutan percobaan. Hal ini didasarkan pada pasal 182 ayat (1) KUHAP yang menyatakan; “Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana”.

Adapun pengaturan yang lebih sepsifik mengenai proses melakukan tuntutan diatur dalam surat edaran jaksa agung (SEJA) Nomor: SE-Sidang

pemeriksaan telah selesai (182 KUHAP)

JPU membuat rencana tuntutan (P-41)

Pendapat Kasi Pidum (Kejari)/ Aspidum (Kejati)

Petunjuk dari Kajari/ Kajati

Surat tuntutan JPU (P-42)

(18)

001/J.A/4/1995 tentang pedoman tuntutan pidana, serta SEJA Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang pedoman tuntutan pidana perkara tindak pidana umum.

SEJA Nomor: SE-001/J.A/4/1995 tentang pedoman tuntutan pidana memberi batasan batasan dalam melakukan tuntutan pidana tertentu, berikut lebih lengkapnya:

1) Pidana mati

a) Perbuatan yang didakwakan diancam pidana mati b) Dilakukan dengan cara yang sadis di luar

prikemanusiaan

c) Dilakukan secara berencana

d) Menimbulkan korban jiwa atau sarana umum yang vital e) Tidak ada alasan yang meringankan

2) Seumur hudup

a) Perbuatan yang didakwakan diancam pidana mati b) Dilakukan dengan cara yang sadis

c) Dilakukan secara berencana

d) Menimbulkan korban jiwa atau sarana umum yang vital e) Tidak ada alasan yang meringankan

3) Tuntutan serendah rendahnya ½ dari ancaman pidana, apabila terdakwa;

a) Residivis

b) Perbuatannya menimbulkan penderitaan bagi korban atau keluarganya

c) Menimbulkan kerugian materi d) Terdapat hal hal yang meringankan

4) Tuntutan pidana serendah rendahnya ¼ dari ancaman pidana yang termasuk dalam butir 1,2,3 tersebut di atas.

5) Tuntutan pidana bersyarat.

a) Terdakwa sudah membayar ganti kerugian yang di derita korban

b) Terdakwa belum cukup umur (pasal 45 KUHP) c) Terdakwa bersetatus pelajar/mahasiswa/expert

d) Dalam menuntut hukuman pidana bersyarat hendaknya diperhatikan ketentuan pasal 14 huruf f KUHP.

(19)

penuntutan yaitu penuntutan pidana percobaan atau pidana bersyarat, dengan ketentuan ketentuan sebagai berikut:

a) Terdakwa belum cukup umur pasal 14 huruf f KUHAP dan pasal 26 Undang undang Nomor : 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak (sudah tidak berlaku diganti UU 11 tahun 2012 tentang system peradilan anak)

b) Adanya perdamaian

c) Adanya pembayaran ganti rugi oleh terdakwa d) Saksi korban mencabut laporan/pengaduan

e) Memperhatikan situasi keadaan, keadilan dalam masyarakat setempat, kearifan local.

2. JPU membuat rencana tuntutan (P-41) : format rencana tuntutan dibuat dengan formulir model P-41, hal tersebut diatur dalam Keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP-120/J.A/12/1992, yang pada pokoknya harus memuat hal hal sebagai berikut:

a) Nama institusi kejaksaan b) Identitas terdakwa c) Kasus posisi

d) Pasal yang di dakwakan e) Pasal dakwaan yang terbukti f) Jenis penahanan /ditahan sejak g) Barang bukti

h) Hal hal yang meringankan dan hal hal yang memberatkan i) Tolak ukur

j) Tanggal pembacaan tuntutan k) Usul tuntutan jaksa penuntut umum l) Pendapat/ saran kasi pidum

m) Petunjuk kajari/ kajati

n) Tanda tangan dan nama jaksa penuntut umum

Untuk butir I dan m dikosongin sebab nantinya kan di isi sesuai saran, pendapat serta petunjuk dari kasi pidum/aspidum, kajari/kajati

3. Pendapat Kasi Pidum/Aspidum : sebenarnya kasi pidum dan aspidum tugasnya hamper sama hanya saja karena keduanya berada dalam institusi yang yang tingkatannya berbeda, kasi pidum ditingkat

(20)

kejaksaan negeri sedangkan aspidum dikejaksaan tinggi. Pendapat keduanya dalam ranah mereka masing masing sangat penting dalam pembuatan rencana tuntutan menjadi surat tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum. Seringkali keduanya berbeda dengan usulan tuntutan jaksa penuntut umum, kadang lebih berat kadang juga lebih ringan hal itu untuk kepentingan pertimbangan berikutnya yaitu oleh kepala kejaksaan tinggi ataupun negeri

4. Petunjuk dari Kajari/ Kajati : Petunjuk kepala kejaksaan negeri atau kepala kejaksaan tinggi merupakan hal terpenting dalam pembuatan rentut karena petunjuk tersebutlah yang kan menjadi surat tuntutan nantinya. Petunjuk disini memiliki kelebihan dan kelemahan dari sisi penegakan hukum, kelebihannya adalah kontrol dalam internal kejaksaan sangat terintegrasi dengan baik dan hal itu juga meminimalisir disparitas/kesenjangan tuntutan tuntutan yang dilakukan jaksa, dan juga menjadi konsekuensi dari adanya kontrol yang berbentuk petunjuk tersebut maka pertanggung jawaban kesalahan kesalahan penuntutan ada ditangan kepala kejasaan negeri ataupun kepala kejaksaan tinggi. Adapun kelemahannya jaksa penuntut umum dikendalikan oleh pimpinan dalam melakukan penuntutan sehingga dia tidak independen dalam menegakan hukum, karena seperti sitem komando dalam peradilan militer, sehingga jaksa penuntut umum yang tau riil keadaan dipersidangan tidak bisa berbuat apa apa karena dia hanya bisa mengusulkan tunututannya yang dituangkan dalam rencana tuntutan

(21)

yang ia buat, sementara keputusan akhirnya atau yang jelas menjadi surat tuntutan adalah dari kepala kejaksaan. Muncul pertanyaan bagaimana jika petunjuk kepala kejaksaan sangat berbeda dengan yang di usulkan jaksa penuntut umum, apakah penunutut umum bisa membantahnya, jelas tidak bisa maka jelaslah disini kelemahan kelemahan dalam dalam pembuatan rencana tuntutan menjadi surat tuntutan.

5. Di bacakan di persidangan: Yang di bacakan jaksa penunutut umum dalam persidangan itu merupakan surat tuntutan (P-42) yaitu surat tuntutan, dimana sebagaimana di uraikan diatas pada butir ke 4 bahwa yang dibacakan dipersidangan adalah petunjuk dari kepala kejaksaan dari semua tingkatan. Adapun sitematika surat tuntutan (P-42) pada pokonya memuat hal hal sebagai berikut:

a) Nama institusi kejaksaan b) Nomor register perkara c) Identitas terdakwa d) Kasus posisi

e) Pasal yang di dakwakan

f) Uraian Pasal dakwaan yang terbukti g) Keterangan saksi saksi

h) Keterangan terdakwa i) Barang bukti

j) Hal hal yang meringankan dan hal hal yang memberatkan k) Tuntutan

l) Tanggal pembacaan tuntutan

m) Tanda tangan dan nama jaksa penuntut umum

2.2.3. Permasalahan hukum yang ditemukan Pada Saat Melakukan Peraktik Kerja (Magang)

(22)

Selama penulis melakukan kegiatan magang di kejaksaan tinggi jawa timur, penulis menemukan beberapa kejanggalan yang menurut penulis penting untuk diperhatikan, kejanggalan kejanggalan tersebut meliputi:

1) Surat Edaran Jaksa Agung terkait pedoman tuntutan pidana Surat Edaran Jaksa Agung yang masih berlaku sampai saat ini yaitu:

a) SEJA Nomor: SE-001/J.A/4/1995 tentang pedoman tuntutan pidana, serta SEJA Nomor:

b) SEJA Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang pedoman tuntutan pidana perkara tindak pidana umum.

Setelah kedua atauran/pedoman penuntutan tersebut penulis pelajari dan berdiskusi dengan para jaksa terkait proses pembuatan rencana tuntutan tindak pidana narkotika, penulis menemukan jawaban bahwa kedua aturan/pedoman tersebut masih berlaku sampai saat ini, namun ada beberapa hal yang masih menggunakan rujukan peraturan perundang undangan yang sudah tidak berlaku misal dalam melakukan tuntutan pidana percobaan harus memperhatikan beberapa factor salah satunya berkenaan denga usia Terdakwa belum cukup umur pasal 14 huruf f KUHAP dan pasal 26 Undang undang Nomor : 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak, padahal diketahui Undang undang tersebut sudah tidak berlaku diganti UU

(23)

a) Surat tuntutan ditentukan oleh kepala kejaksaan JPU hanya sebatas mengusulkan

Berasarkan surat edaran jaksa agung sebagaimana disebutkan diatas dalam melakukan penunututan jaksa terlebih dahulu membuat rencana tuntutan pidana yang diajukan ke kasi pidum/aspidum untuk dimintai pendapat serta petunjuk kajari/kajati. Kejanggalan penulis disini jaksa tidak independent dalam melakukan penuntutan sebab semua tuntutan harus melalui petunjuk atau persetujuan kepala kejaksaan padahal diketahui yang tau kondisi riil dalam persidangan adalah JPU bukan kepala kejaksaan. Bahkan menurut salah satu jaksa menerangkan “yang

kami baca dipersidangan adalah apa yang turun dari pak waka atau kajati”. Sehingga jelas diakui atau tidak sitem penuntutan sama seperti system komando semua ditentukan pimpinan yaitu kepala kejaksaan.

2.3. FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG KEGIATAN MAGANG

2.3.1. FAKTOR PENGHAMBAT

Faktor penghambat dalam pelaksanaan praktik kerja di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur ini mengenai kerahasiaan data-data dan dokumen-dokumen yang ada, sehingga berpengaruh pada

(24)

data-data yang penulis butuhkan untuk dipelajari dan dilampirkan dalam laporan magang, karena sifatnya yang rahasia.

2.3.2. FAKTOR PENDUKUNG

Faktor pendukung dalam pelaksanaan praktik kerja di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur adalah pihak-pihak yang ada di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur khususnya pihak-pihak yang ada di Seksi Tindak Pidana Umum Lainnya Kejaksaan Tinggi yang sangat mendukung terlaksananya semua kegiatan-kegiatan penulis selama magang. Dan penulis selalu dilibatkan dalam setiap kegiatan sehingga menambah wawasan penulis terkait peran kejaksaan.

(25)

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Dalam melaksanakan tugas dan wewenagnya khususnya dalam hal melakukan penuntutan jaksa penuntut umum harus sesuai dengan aturan aturan yang ada khususnya aturan yang ada dalam internal kejaksaan itu sendiri, aturan tersebut salah satunya yang sampai saat ini berlaku yaitu Surat Edaran Jaksa Agung SEJA Nomor: SE-001/J.A/4/1995 tentang pedoman tuntutan pidana, serta SEJA Nomor: SEJA Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang pedoman tuntutan pidana perkara tindak pidana umum.

Kedua aturan tersebut mengatur tatacara melakukan penuntutan dimana salah satu ketentuannya adalah dalam melakukan penunutan jaksa penuntut umum harus mematuhi prosedur yang ditententukan jaksa agung yang pada pokoknya sebagi berikut :

1. membuat rencana tuntutan terlebih dahulu denga formulir model P-41, stelah

2. rencana dakwaan disampaikan kepada kepala seksi tindak pidana umum atau asisten tindak pidana umum

3. setelah itu rencana dakwaan disampaikan kepada kepala kejaksaan di semua tingkatan untuk diberikan perstujuan atau petunjuk

(26)

Dalam membuat rencana tuntutan hal yang terpenting adalah jaksa penuntut umum benar benar mengetahui fakta fakta persidangan, pasal dakwaan yang terbukti, seta hal hal yang meringankan dan memberatkan bagi terdakwa sehingga hal tersebut akan menjadi bahan pertimbangan untuk menyusun rencana tuntutan oleh jaksa penuntut umum.9 Dalam SEJA Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang pedoman tuntutan pidana perkara tindak pidana umum sudah diatur sangat detail sekali bahkan pasal perpasal sudah ada ketentuannya dimana dalam melakukan penunututan jaksa penuntut umum tinggal mencocokan dengan fakta persidangan dan hal lain tersebut di atas.

Namun meskipun diatur sedemikian rupa ternya ada hal hal yang penting untuk diperhatikan salah satunya dalam SEJA Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang pedoman tuntutan pidana perkara tindak pidana umum khususnya pada pedoman pertimbangan melakukan tuntutan percobaan merujuk pada Undang undang yang sudah tidak berlaku lagi yaitu merujuk pada pasal 26 Undang undang Nomor : 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak, dimana diketahui undang undang tersebut sudah tidak berlaku diganti UU 11 tahun 2012 tentang system peradilan anak.

Kemudian setelah penulis pelajari dan juga berdiskusi dengan para jaksa penulis menemukan kejanggalan dalam proses penuntutan yaitu adanya system komando, artinya jaksa penuntut umum dalam melakukan penunututan hanya bisa mengusulkan tuntutannya keputusan spenuhnya ada ditangan kepala kejaksaan di semua tingkatan, padahal diketahui yang tahu kondisi yang sebenarnya dan fakta

(27)

persidangan adalah jaksa penuntut umum bukan kepala kejaksaan, dan menurut keterangan dari salah satu jaksa saat diwawancarai menyatakan “apa yang turun dari bapak kajati atau bapak wakajati itu yang kami bacakan di persidangan”, sejatinya meminta pendapat dan petunjuk itu baik demi terciptanya harmonisiasi dan singkronisasi tuntutan tetapi harusnya itu bukan berarti keputusan mutlak yang harus dilaksanakan dan dibacakan penuntut umum di perdidangan.

Dan berkenaan dengan pencapaian praktik kerja yang dilakukan penulis dikejaksaan tinggi jawa timur secara garis besar sudah tercapai hal itu bisa dilihat dari terjawabnya judul peraktik kerja yaitu “Mekanisme Penyusunan Rencana Tuntututan Tindak Pidana Narkotika Di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.” Penulis sudah menguraikan bagaimana proses atau alur dalam membuat rncana tuntutan hingga menjadi surat tuntutan, bahkan penulis juga menyertakan aturan aturan serta contoh contoh rencana tuntutan itu sendiri.

3.2. REKOMENDASI

Dari kesimpulan di atas sedikitnya ada dua rekomendasi penulis untuk megantisipasi dan memperbaikinya yaitu:

1. Intensitas pengecekan terhadap aturan aturan lebih ditingkatkan sehingga jika ada perubahan undang undang dapat diketahui dan bisa cepat dilakukan perubahan sesuai dengan undang undang yang baru.

2. Dilakukan perubahan pengaturannya khususnya SEJA sebagaimana disebut diatas bahwa jaksa penuntut umumlah yang punya

(28)

kewenagan penuh dalam melakukan penuntutan kepala kejaksaan hanya sebatas mengetahui bukan memberi petunjuk apalagi persetujuan.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang Undang

Undang Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)

Surat Edaran Jaksa Agung Nomor-001/J.A/4/1995 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana

2. Buku

Hamzah Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua , Sinar Grafika, Jakarta, 2016.

Effendi Tolib, Dasar Dasar Hukum Acara Pidana, Setara Press, Malang, 2014.

Pol Brigjen (purn) dkk, Panduan Praktis Bila Anda Menghadapi Perkara Pidana Mulai Dari Penyidikan Hingga Persidangan, Prenadamedia, Jakarta,2013, hlm.66

3. Internet

Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-3425965/survei-bnn-80-persen-tahu-bahaya-narkoba-kenapa-kasus-masih-tinggi, dikutip pada tanggal 01 Oktober 2017.

(30)

BEBERAPA DOKUMENTASI PRAKTEK KERJA LAPANGAN (MAGANG)

(31)

Gambar

Table  1.  Pelaksanaan  Praktik  Kerja  23  Oktober  2017  sampai  17  November 2017
Table 2. Capaian Kegiatan
Tabel 3. Pelaksaanaan Magang dalam Uraian Harian
Tabel 4. Pelaksanaan Magang dalam Uraian Mingguan

Referensi

Dokumen terkait

atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dan Laporan Tugas Akhir ini yang berjudul “Desain dan Implementasi Pengendali

Skripsi ini bertujuan meneliti ada atau tidaknya pelanggaran standar program siaran dalam tayangan saluran siaran asing di Indovision menggunakan metode analisis isi

Dengan demikian, salah satu situasi yang ada adalah, tuntutan peningkatan daya saing untuk pasar internasional yang berusaha dipenuhi oleh perusahaan di Indonesia

Bapak / Ibu Dosen Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jember yang telah memberikan studi referensi keilmuan terhadap penyelesaian skripsi ini berikut semoga

Hasil analisis gaya belajar terhadap Mahasiswa Kelas A Angkatan 2014 di Prodi Pendidikan Informatika menghasilkan sebanyak 53% Visual, 7% Auditorial, 10%

Pada pertemuan pertama terdapat 6 kelompok dimana terdapat 4 hingga 5 siswa dari masing-masing kelompok, pada pertemuan pertama karena masih proses adaptasi

Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Leuwiliang tahun 2016, dapat disimpulkan bahwa sesuai antara hasil penelitian dengan hasil yang dilakukan oleh

Terkait dengan penelitian yang diangkat oleh penulis rasa kecemasan juga akan timbul dengan melihat media massa dengan pemberitaan yang terjadi ditengah-tengah