• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION DISORDER) PADA MAHASISWA. Oleh : ROSDANIAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION DISORDER) PADA MAHASISWA. Oleh : ROSDANIAR"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN KECANDUAN

INTERNET (INTERNET ADDICTION DISORDER) PADA

MAHASISWA

Oleh :

ROSDANIAR

04 320 195

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008

(2)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN

KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION

DISORDER) PADA MAHASISWA

Oleh :

ROSDANIAR

04 320 195

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008

(3)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION DISORDER) PADA MAHASISWA

Telah Disetujui Pada Tanggal _________________________

Dosen Pembimbing Utama

(4)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL… … … .. HALAMAN PENGESAHAN… … … DAFTAR ISI… … … .. INTISARI… … … ... PENGANTAR… … … METODE PENELITIAN… … … ... HASIL PENELITIAN… … … PEMBAHASAN… … … KESIMPULAN DAN SARAN… … … . DAFTAR PUSTAKA… … … IDENTITAS PENULIS… … … i ii iii iv 1 4 5 9 11 12 13

(5)

HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN

KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION

DISORDER) PADA MAHASISWA

ROSDANIAR

THOBAGUS. M. NU’MAN S.Psi, Psi.

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kesepian dengan kecanduan internet (internet addiction disorder). Asumsi awal yang diajukan adalah ada hubungan positif antara kesepian dengan kecanduan internet. Semakin tinggi kesepian yang dialami subjek, maka semakin tinggi pula kecanduan pada internet, begitu pula sebaliknya.

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi aktif dari berbagai jurusan dan universitas yang berdomisili di Yogyakarta, berusia 17-25 tahun, subjek mengerti dan merupakan pengguna internet di warung internet. Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling.

Pengambilan data menggunakan metode angket dan kuesioner. Angket yang digunakan ada 2 yaitu (1)Angket Kesepian yang disusun berdasarkan penggabungan teori dari Fromm-Reichman, Lopata dan Young (Mukodim dkk, 2004), dan Hughes (2004), terdiri dari 28 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0.346-0.683 serta koefisien korelasi Alpha sebesar 0.919. dan (2)Angket Kecanduan Internet yang dibuat dengan mengacu pada kriteria kecanduan internet yang dikemukakan oleh Beard dan Wolf, Goldberg, Neumann, Soule dan Kleen, Stanton, dan Young (Sally, 2006) yang terdiri dari 35 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0.274-0.693 serta koefisien korelasi Alpha sebesar 0.923. serta 1 buah kuesioner yang disusun berdasarkan aitem penggunaan internet oleh Mukodim dkk (2004) yang terdiri dari 6 aitem.

Metode analisis yang digunakan adalah teknik Analisis Product Moment dari Pearson. Perhitungannya dilakukan dengan program SPSS 11.5 for Windows. Hasilnya menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kesepian dan kecanduan internet pada mahasiswa. Koefisien korelasi kesepian dengan kecanduan internet adalah 0.198 dengan p=0.030 (p<0.005). Jadi hipotesis diterima.

(6)

I. PENGANTAR

Perkembangan internet di Indonesia bermula pada tahun 1990. Data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) menunjukkan pada tahun 1998 jumlah pengguna internet hanya sebanyak 512 ribu orang dan naik meningkat 200% setiap tahunnya antara tahun 1998-2007. Hingga September 2007 pengguna internet di Indonesia telah mencapai 20 juta pengguna (Herlianto, 2008).

Data di atas membuktikan bahwa secara cepat, internet berkembang menjadi bagian dari hidup di mana orang-orang mulai menghabiskan sebagian waktu mereka di depan komputer dan menjelajahi dunia maya. Di Indonesia, khususnya Kota Yogyakarta, tingkat penggunaan internet di Kota ini masuk kategori tinggi seperti terlihat pada data tahun 2002-2004 di mana persentase pengguna internet sudah mencapai 24% dari jumlah penduduk, meski tahun 2003 menurun dua persen, tetapi pada tahun 2004 kembali mencapai 24%. Tingginya tingkat penggunaan internet ini didukung banyaknya warung internet (warnet) yang secara faktual di Yogyakarta sampai dengan Maret 2007 jumlah warnet di DIY mencapai 270 buah, dan pada pertengahan 2008 diperkirakan sudah berada pada kisaran 500 buah (Darmanto, 2008).

Yu (Ming-Li dan Chung, 2004) menemukan bahwa penggunaan internet telah menjadi sesuatu yang popular di kalangan mahasiswa. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 3 mahasiswa pengguna internet yang tergolong intensif di Yogyakarta memperkuat data di atas bahwa mahasiswa bisa terjebak dalam penggunaan internet yang tak terkontrol. Mereka menghabiskan rata-rata

(7)

waktu online sebanyak 6-7 jam/hari dengan frekuensi online setiap hari atau 42-49 jam/minggu dengan tujuan mereka online adalah untuk mencari kesenangan dan hiburan. Artinya, dari sisi azas kegunaan atau manfaat masih sangat minimal.

Pola penggunaaan internet yang tidak proposional ternyata dapat menimbulkan permasalahan pada pelakunya, di antaranya adalah adanya perubahan pola makan yang tidak teratur dikarenakan individu terlalu memfokuskan seluruh perhatiannya hanya untuk online, sehingga tidak mempedulikan waktu makan dan apa yang dimakan. Dengan pola makan yang tidak teratur, dapat berakibat buruk pada kesehatan dan memungkinkan timbulnya atau memperparah penyakit-penyakit yang terkait pola makan yang tidak teratur, seperti sakit magh akut yang berujung kematian. Selain pola makan, timbulnya masalah kesehatan lainnya terkait dengan lamanya di depan komputer seperti kurangnya gerak badan, mata merah, kering dan sakit tulang punggung (Childnet Internasional, 2006).

Dampak berikutnya adalah kekurangan waktu tidur dan kesulitan mengatur kembali kegiatan harian. Individu yang kecanduan internet mengalami peningkatan batas lebih toleransi terhadap penggunaan waktu onlinenya, di mana mencapai kepuasan yang terus meningkat, individu akan menaikkan jumlah waktu untuk online, sehingga waktu yang seharusnya digunakan untuk beristirahat atau melakukan kegiatan lainnya akan dialihkan untuk berinternet. Sama halnya dengan pola makan, terganggunya waktu tidur juga akan berdampak pada kesehatan dan produktivitas kerja, yang mana ikut mempengaruhi memburuknya performa akademik.

(8)

Fenomena di atas tidak hanya terjadi di Indonesia. Sama halnya pada apa yang ditemukan pada kasus di atas, peneliti internet addiction disorder mengadakan penelitian dan menemukan bahwa penggunaan internet yang melebihi batas dapat benar-benar mengganggu akademik, sosial, finansial dan tanggung jawab hidup seseorang yang setara kecanduan pada judi, eating disorder dan pecandu alkoholik (Young, 1996; Oliver, 2000).

Aktifitas internet yang berlebihan hingga melebihi batas normal dan mengakibatkan dampak-dampak negatif ini yang kemudian dikenal dengan

Internet Addiction Disorder (IAD). Menurut Goldberg (Sally, 2006) IAD adalah

pola penggunaan internet yang maladaptif, yang menghasilkan pengrusakan atau

distress secara klinis yang terwujud dalam tiga atau lebih kriteria internet addiction disorder, yang terjadi selama 12 bulan.

Greenfield (Akbar, 2005) menemukan sekitar 6% dari pengguna internet mengalami kecanduan. Beberapa faktor yang menyebabkan kecanduan di antaranya mereka menemukan kepuasan saat berinternet, yang tidak mereka dapatkan di dunia nyata. Apa yang mereka butuhkan seperti pertemanan, didapat melalui online atau dunia maya, karena internet menyediakan sarana-sarana komunitas atau perkumpulan maya seperti Mailing List atau Newsgroup. Faktor lainnya adalah kurangnya adaptasi sosial di mana individu kurang bisa menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitarnya sehingga berdampak pada tidak ada atau kurangnya pertemanan di dunia nyata dan hal ini menjadi penyebab seseorang merasa kesepian sehingga beralih ke internet untuk menutupi rasa kesepiannya (Mukodim, 2004).

(9)

Orang-orang yang kesepian adalah mereka yang merasa kekurangan teman-teman dan persahabatan di sekelilingnya yang dikenal dengan fungsi sosial (Sean, 2008). Penelitian lebih lanjut tentang fungsi sosial di dapat dari Ming-Li dan Chung (2004), yang mengatakan bahwa fungsi sosial adalah fungsi utama dari internet, yang mana akan membawa ke perilaku kecanduan pada internet. Karena internet menyediakan informasi, dukungan, dan persahabatan yang tidak mereka temui di dunia nyata. Dengan online, mereka menemukan persahabatan, dukungan dan perasaan terhubung (connected) ke kehidupan nyata, dan mungkin akan menambah memperburuk perilaku penggunaan internet (Morahan-Martin, 1999; Morahan-Martin & Schumacher, 2000, 2003; Morahan-Martin, 2005).

Penelitian lainnya menemukan bahwa orang yang kecanduan internet adalah orang yang mengatur perasaannya (mood) dengan berinternet agar dapat keluar dari tekanan-tekanan, meningkatkan perasaan ketika merasa lemah, cemas atau merasa terisolasi (Anderson, 1999; Morahan-Martin dan Schumacher, 2000; Morahan-Martin, 2005).

Beranjak dari penjabaran mulai dari awal sampai tersebut di atas, dan sehubungan dengan semakin banyaknya pengguna dan penyedia jasa internet, maka timbul minat peneliti untuk meneliti : apakah ada hubungan positif antara kesepian dan kecanduan internet (internet addiction disorder) pada mahasiswa.

(10)

II. METODE PENELITIAN

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas yaitu kesepian dan variabel tergantung yaitu kecanduan internet (Internet Addiction

Disorder). Kriteria subjek penelitian ini adalah :

a. Jenis kelamin : pria dan wanita

b. Usia : 17 – 25 tahun

c. Status : mahasiswa/i aktif d. Berdomisili di Kota Yogyakarta

e. Subjek mengerti dan merupakan pengguna internet di warung internet

Peneliti menggunakan dua buah skala untuk mengukur kedua variabel. Skala kesepian terdiri dari 37 aitem dan skala internet addiction disorder terdiri dari 42 aitem. Skala-skala ini disusun dengan menggunakan skala Likert, yaitu metode yang digunakan untuk mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap subjek, objek atau peristiwa tertentu (Azwar, 2001). Skala ini terdiri dari empat alternatif jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Aitem-aitem yang terdapat skala terdiri dari aitem yang bersifat favourable dan unfavourable terhadap atribut yang diukur. Sifat dari aitem tersebut yang menentukan skor yang akan diberikan.

Pemberian skor pada aitem favourable, yaitu untuk jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 2, Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 1. Sedangkan pada aitem unfavourable pemberian skornya adalah untuk jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi skor 1, Sesuai (S) diberi skor 2, Tidak sesuai (TS) diberi skor 3, Sangat Tidak Sesuai (STS)

(11)

diberi skor 4. Semakin tinggi total skor yang diperoleh subjek pada skala kesepian atau kecanduan internet, maka akan semakin tinggi kesepian atau kecanduan internet yang dirasakan oleh subjek. Sebaliknya jika semakin rendah total skor yang diperoleh subjek pada skala kesepian atau kecanduan internet, maka semakin kurang pula rasa kesepian atau kecanduan internet yang dimiliki subjek.

Peneliti, dalam metode analisis data, menggunakan analisis statistik korelasi

product moment Pearson. Teknik korelasi ini digunakan untuk mengetahui

hubungan antara kesepian dengan internet addiction disorder. Untuk pengolahan data, peneliti menggunakan bantuan program komputer SPSS versi 11.5.

III. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini mengambil 91 pengguna internet (internet user) sebagai subjek yang berstatus mahasiswa. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1

Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

Laki – laki Perempuan

65 26 91

Deskripsi statistik data penelitian pada kesepian dan kecanduan internet dapat disajikan dalam tabel 2 :

(12)

Tabel 2 :

Statistik Data Penelitian

Variabel Hipotetik Empirik Min Maks Rerata SD Min Maks Rerata SD Kesepian 28 112 70 14 29 80 51,39 11,169 IAD 35 140 87,5 17,5 45 112 73,09 13,963

Ket : Min = Skor Total Minimal Max = Skor Total Maksimal

Berdasarkan deskripsi data penelitian di atas dapat dilihat variabel kesepian dan kecanduan internet subjek tergolong tinggi, sedang atau rendah yaitu dengan cara membuat kategorisasi masing-masing variabel. Kategorisasi dibuat oleh peneliti guna untuk mengetahui data tentang keadaan kelompok subjek pada variabel yang diteliti dan digolongkan dalam lima kategorisasi sebagai berikut :

Sangat Tinggi = X > M + 1,8 SD Tinggi = M - 1,8 SD = X < M - 0,6 SD Sedang = M - 0,6 SD = X < M + 0,6 SD Rendah = M + 0,6 SD = X < M + 1,8 SD Sangat Rendah= X < M - 1,8 SD Keterangan : X = Skor Total

SD = Deviasi Standar Hipotetik M = Mean Hipotetik

a. Kesepian

Variabel kesepian dapat dilihat sebaran hipotetiknya yang diuraikan untuk mengetahui keadaan kelompok subjek penelitian pada tabel berikut ini :

(13)

Tabel 3

Kriteria Kategorisasi Kesepian

Skor Kategorisasi Frekuensi %

X < 44,8 44,8 = X < 61,6 61,6 = X < 78,4 78,4 = X < 95,2 X > 95,2 Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 21 57 11 2 0 23,08% 62,64% 12,09% 2,2% 0

Berdasarkan kategorisasi kesepian pada tabel 5 dapat dilihat bahwa sebanyak 62,64% subjek penelitian berada dalam kategorisasi rendah.

b. Kecanduan Internet

Variabel kecanduan internet dapat dilihat sebaran hipotetiknya yang diuraikan untuk mengetahui keadaan kelompok subjek penelitian pada tabel berikut ini :

Tabel 4

Kriteria Kategorisasi Kecanduan Internet

Skor Kategorisasi Frekuensi %

X < 56 56 = X < 77 77 = X < 98 98 = X < 119 X > 119 Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 11 551 23 6 0 12,09% 56,04% 25,27% 6,59% 0%

Berdasarkan kategorisasi kecanduan internet pada tabel 6 dapat dilihat bahwa sebanyak 56,04% subjek penelitian berada pada kategorisasi rendah.

a. Uji Asumsi Normalitas

Uji normalitas sebaran dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov Test. Hasil dari uji ini menunjukkan bahwa penyebaran skor pada kedua variabel mengikuti distribusi normal. Dengan nilai K-SZ pada variabel kesepian sebesar 0,775 dengan p=0,584 (p>0,05). Untuk variabel kecanduan pada internet memiliki nilai K-SZ sebesar 0,683 dengan p= 0,740 (p>0,05).

(14)

b. Uji Asumsi Linieritas

Uji Linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel kesepian dan kecanduan terhadap internet memliki hubungan yang linier. Hasil statistik menunjukkan nilai F=4,183 dengan p=0,046 (p<0,05). Sedangkan nilai deviation

from linearity menunjukkan nilai F= 1,373 dengan p= 0,145 (p>0,05). Hal ini

berarti hubungan antara variabel linier. c. Uji Hipotesis

Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kesepian dan kecanduan terhadap internet maka digunakan uji korelasi product moment dari Pearson dengan menggunakan program komputer SPSS versi 11,5 for Windows.

Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel kesepian dan kecanduan terhadap internet didapat nilai r = 0,198 dengan p= 0,030 (p<0,05). Hal ini berarti menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kesepian dengan kecanduan internet pada mahasiswa.

IV. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka hipotesis yang diajukan, yaitu adanya hubungan antara kesepian terhadap kecanduan internet pada mahasiswa dapat diterima. Dari hasil analisis juga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kesepian dengan kecanduan internet pada mahasiswa, dimana kesepian memberikan sedikit sumbangan atau pengaruh terhadap pola perilaku kecanduan internet.

(15)

Adanya pengaruh yang diberikan kesepian pada kecanduan internet dikarenakan kesepian menjadi salah satu faktor pendukung timbulnya perilaku kecanduan internet. Perasaan kesepian ini diawali ketika seseorang merasa bahwa ia membutuhkan suatu pertemanan dan keakraban di sekelilingnya, tetapi pada kenyataannya ia merasa tidak mempunyai teman atau merasa kekurangan teman sehingga hal ini menyebabkan munculnya suatu perasaan ketidaknyamanan emosi. Untuk keluar dari perasaan ini, internet dipilih individu sebagai sarana koping permasalahan (Sally, 2006), karena internet memiliki fasilitas-fasilitas yang mendukung untuk memperoleh suatu persahabatan maya, seperti mailing-list dan kelompok diskusi lainnya.

Kebutuhan akan keakraban bukan satu-satunya dimensi yang membentuk rasa kesepian yang mana membuat seseorang menjadi pecandu internet, terdapat juga di dalamnya bagaimana individu memandang suatu hubungan sosialnya. Kekurangan teman dan tidak adanya persahabatan, seperti pada dimensi sebelumnya, membentuk suatu perasaan terasingkan dan merasa tidak ada seseorang yang dapat mengerti dirinya serta merasa tidak memiliki kesamaan pada orang-orang di sekelilingnya. Hal-hal tersebut menyebabkan individu merasa sendiri sehingga memilih internet sebagai jalan keluarnya. Internet yang menyediakan fasilitas chat room atau ruang obrolan maya membuat individu yang kesepian dapat menghilangkan rasa sepinya dengan melakukan obrolan maya yang mana dapat membentuk sebuah persahabatan online hasil dari chat room. Adanya persahabatan yang dimiliki, dapat meredakan rasa sakit akibat dari kesepian (Morahan-Martin, 1999, 2000, 2005).

(16)

Dimensi berikutnya yang terkait dengan perasaan kesepian adalah pandangan terhadap reinforcement sosial, yaitu bagaimana ia memandang stimulus yang diberikan lingkungan terhadap dirinya. Tidak adanya persahabatan yang ia dapatkan di dunia menimbulkan perasaan ditolak oleh teman-teman sebaya terhadap dirinya. Perasaan ditolak ini menyebabkan suatu kekecewaan yang sangat mendalam sehingga membuat individu tidak ingin bersosialisasi lagi pada teman-temannya, hal inilah yang akan meningkatkan kemungkinan ia merasa kesepian.

Beralihnya individu ke internet karena ia merasa memiliki teman-teman yang bersedia menerima ia apa adanya, tanpa takut merasa ditolak. Individu juga merasakan teman-teman mayanya selalu memperhatikan, membalas surat-suratnya (email) dan dapat memberinya informasi yang ia butuhkan sehingga ia tidak merasa terabaikan dan meminimalisir perasaan sakit akibat kesepian.

Dari hasil penelitian, didapat kategorisasi pada nilai masing-masing skala menunjukkan bahwa kesepian berada dalam kategori rendah. Hal ini berarti mahasiswa pengguna internet yang menjadi subjek penelitian memiliki tingkat kesepian yang berada dalam kategori rendah, hasil ini menunjukkan bahwa kesepian bukan faktor utama yang membuat mahasiswa pengguna internet menjadi kecanduan internet.

Ada banyak faktor yang juga ikut memberikan sumbangan terhadap perilaku kecanduan internet, seperti faktor internal, yang terdiri dari gender, sifat kepribadian, termasuk di dalamnya yaitu rendahnya harga diri, pemalu, impulsif, kecemasan, dan kontrol diri, adanya keterampilan hidup yang membuat seseorang

(17)

nyaman atau tidak untuk berkomunikasi secara face to face, kemudian pengaruh dari sistem syaraf karena pengkonsumsian obat-obat kimia dan adanya faktor

Need atau kebutuhan, di antaranya kebutuhan untuk hiburan, afiliasi, negosiasi

dan komunikasi.

Selain faktor internal di atas, adanya faktor eksternal yang juga ikut berperan dalam pembentukan pola perilaku kecanduan internet ini antara lain dinamika keluarga, yaitu bagaimana hubungan dan peran individu dalam keluarganya, faktor-faktor sosial di lingkungan sekeliling yang berkaitan dengan penerimaan dan penolakan dari masyarakat serta faktor budaya yang menekan individu untuk menjadi “anggota perkumpulan teknologi maju” yang begitu memaksa individu sehingga mengakibatkan ia menjadi pecandu internet.

V. KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kesepian dengan kecanduan internet pada mahasiswa. Hal ini berarti faktor kesepian ikut memberikan sumbangan terhadap kecanduan internet pada mahasiswa. Jadi hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara kesepian dengan kecanduan internet pada mahasiswa dapat diterima.

VI. SARAN

Penelitian yang berkaitan dengan kesepian dan kecanduan internet masih perlu untuk diungkap, khususnya yang berupa data kualitatif. Selain itu perlu dilakukan penelitian lain dengan subjek yang berbeda, tidak hanya mahasiswa,

(18)

misalnya terkait dengan fase perkembangan seperti remaja, dewasa awal, dewasa akhir, dan sebagainya.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2005. Kecanduan Internet (Bagian 1). Artikel.

http://www.ummigroup.co.id/public_html/annida/themes/newdiva/header

. php

Childnet International. 2006. Internet Addiction. Article.

http://www.child-net-int.org/downloads/factsheet_addiction.pdf

Baron, A. R. & Byrne, D. 2005. Psikologi Sosial Jilid 2, Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.

Hardie, E. & Ming Yi Tee. 2007. Excessive Internet Use: The Role of Personality, Loneliness and Social Support Networks in Internet Addiction.

Australian Journal of Emerging Technologies and Society, 5, 34-47.

Ming Li, Shih & Teng-Ming Chung. 2004. Internet Function and Internet Addictive Behavior. Journal of Computer in human Behavior, 22, 1067-1071.

Mei-Bai, Ya, et al. 2001. Internet Addiction Disorder Among Clients of A Virtual Mental Clinic. Article. http://www.psychpark.org/bai/IAD%20suevey.htm Morahan-Martin, J. 2005. Internet Abuse, Addiction?Disorder?Symptom? Alternative Explanations?. Journal of Social Science Computer Review, 23, 39-48.

Mukodim, D, dkk. 2004. Peranan Kesepian dan Kecenderungan Internet Addiction Disorder Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Universitas Gunadarma. Jakarta: Jurnal Proceedings, Komputer dan Sistem Intilijen. Ningrum, D. W. 2006. Survei: 1 Dari 8 Pengguna Internet Terindikasi Kecanduan.

Artikel.

http://www.detikinet.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/10/tgl/1 9/time/153642/idnews/698732/idkanal/331

Sally, L. P. M. 2006. Prediction of Internet Addiction of Undergraduate in Hongkong. Minithesis (Published). Hongkong. Information System Management Option.

Wallace, P. 1999. The Psychology of The Internet. United Kingdom. Cambridge University Press.

(20)

IDENTITAS PENULIS

Nama Mahasiswa : Rosdaniar

Alamat Rumah : Jl. Seturan Blok E.II no. 49 Yogyakarta Nomor Handphone : 081328340011

Referensi

Dokumen terkait

lainnya, baik dari segi emosi ataupun tingkah laku. Anak yang kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap. lingkungannya, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat

atau keinginan individu untuk berhenti merokok karena orang lain atau untuk. memperoleh penghargaan dari orang lain di

Salah satu faktor keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan ditentukan oleh kesanggupan individu dalam menerima keadaan dirinya sendiri. Kenyataanya tidak

Hal ini menunjukkan ada perbedaan dengan data awal bahwa mahasiswa perantau asal Lampung mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dan pada penelitian hasilnya

Citra diri menjadi bagian yang penting dalam kehidupan. Setiap individu menginginkan citra dirinya diakui oleh orang lain. Citra diri seseorang ada yang tinggi dan ada yang

Menurut Pudjijogjanti (2003) aspek dari konsep diri adalah bagaimana individu mampu menyesuaikan dirinya dengan sistem akademik yang ada, sehingga konsep diri

dirinya mampu dan memiliki sikap yang optimis agar dapat menjalankan tugas organisasi semaksimal mungkin. Tingginya kategori harga diri dapat diartikan bahwa individu

Mahasiswa yang kesepian umumnya akan mengalihkan rasa tersebut dengan menghubungi kerabat maupun melakukan interaksi dengan individu lainnya melalui smartphone, upaya ini akan