• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENURUNKAN STRES KERJA KARYAWAN DENGAN PELATIHAN KEBERSYUKURAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENURUNKAN STRES KERJA KARYAWAN DENGAN PELATIHAN KEBERSYUKURAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

MENURUNKAN STRES KERJA KARYAWAN DENGAN PELATIHAN KEBERSYUKURAN

Ratih Fitria Ningrum Fuad Nashori Sus Budiharto

Magister Psikologi Profesi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia

Email : ratihfitria1989@yahoo.com

INTISARI

Penelitian ini menguji efektivitas pelatihan kebersyukuran dalam menurunkan stres kerja karyawan di suatu Lembaga Keuangan di Yogyakarta. Hipotesis dalam penelitian ini adalah mengetahui perbedaan tingkat stres kerja karyawan Lembaga Keuangan di Yogyakarta antara sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan kebersyukuran. Stres kerja karyawan akan menurun setelah diberikan pelatihan kebersyukuran. Rancangan penelitian ini menggunakan pretest-posttest control group design. Responden penelitian sebanyak 18 orang yang terbagi ke dalam 8 orang kelompok eksperimen dan 10 orang kelompok kontrol. Penelitian ini menggunakan alat ukur skala stres kerja berdasarkan Robbins (2002) dengan koefisien reliabilitas α sebesar 0,822. Modul pelatihan kebersyukuran disusun berdasarkan tiga aspek kebersyukuran (Munajjid, 2006; Jauziyyah, 2010), yakni niat (hati), ucapan (lisan), dan perbuatan (anggota badan). Analisis data menggunakan teknik uji beda Non Parametrik Mann-Whitney yang menunjukkan bahwa pelatihan kebersyukuran efektif untuk menurunkan stres kerja karyawan yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kontrol pada pengukuran prates dengan nilai Z = -0.978 dan p = 0.328(p>0.05). Pengukuran pascates skor stres kerja ditunjukkan dengan nilai Z = -2.452, p = 0.014 (p<0.05). Sedangkan pengukuran stres kerja tindak lanjut diperoleh nilai Z = -2.236, p = 0.025 (p<0.05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelatihan kebersyukuran dapat menurunkan stres kerja karyawan lembaga keuangan X di Yogyakarta.

(2)

EFFECTS OF GRATITTUDE TRAINING ON WORK RELATED STRESS Ratih Fitria Ningrum

Fuad Nashori Sus Budiharto

Magister Psikologi Profesi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia

Email : ratihfitria1989@yahoo.com

ABSTRACT

This study examined the effect of gratittude training in reducing employees work stress at financial instittutions in Yogyakarta. The hypothesis of this study is there are different levels of work stress on employees of Financial Institutions X in Yogyakarta between before and after the grattitude training. The stress of employees will decrease after the training given. This study was an experimental research that used Pretest-Posttest Control Group Design. Respondents were 18 people who are divided into 8 in the experimental group and 10 control group. This study uses a measuring instrument work stress scale based on Robbins theory (2002), reliability coefficient α of 0.822. This gratittude training modules based on three aspects of gratittude (Munajjid, 2006; Jauziyyah, 2010). Those three aspects are intention (liver), speech (verbal), and behavior (phsically). Data were analyzed using Non parametric Mann-Whitney, Results showed a significant differences effects between experimental and control groups at pretest measurements with Z = -0978 and the value of p = 0328 (p> 0.05). Measurement of post-test scores of work stress indicated by the value Z = -2452, p = 0.014 (p <0.05). Follow-up of work stress measurement with Z = -2236, p = 0.025 (p <0.05). The conclusion of this study is gratittude training can reduce work stress for employees of financial institutions X in Yogyakarta.

(3)

Pengantar

Lembaga keuangan X merupakan lembaga keuangan syariah yang mengutamakan pelayanan kepada masyarakat kecil. Visi dari lembaga X ini adalah :

”Menjadi lembaga keuangan mikro syariah utama, terbaik dan terpercaya”. Misi lembaga X adalah : (1) membantu dan memudahkan masyarakat mengembangkan kegiatan ekonomi produktifnya, (2) mendidik masyarakat untuk jujur, bertanggung jawab, profesional dan bermartabat, (3) menjaga kesucian umat dari praktek riba yang menindas dan dilarang agama, (4) membangun dan mengembangkan sistem ekonomi yang adil, sehat dan sesuai syariah, serta (5) menciptakan sistem kerja yang efisien dan inovatif.

Lembaga X sebagai lembaga keuangan syari’ah dalam usahanya bertindak selaku lembaga komersial yang dijalankan secara syariah, hal ini kami lakukan agar dapat bertindak dan menjalankan usaha secara profesional. Saat ini kegiatan-kegiatan seperti Amil (sosial) dilakukan dalam manajemen yang sama dengan Tamaddun (Baitul Mal X). Produk yang dikembangkan selalu disesuaikan dengan keadaan dan permintaan anggota / pasar. Produk ini mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, dan selalu kami usahakan untuk dapat memenuhi aturan syari’ah.

Wawancara awal dilakukan kepada Kepala Litbang di lembaga X, ER, (laki-laki berusia 50 tahun), ER mengungkapkan terdapat perubahan manajemen yang dilakukan oleh lembaga X. Pada tahun 2016 ini, pengelolaan kegiatan Amil (sosial) yang dahulu dilakukan secara terpisah dengan Tamaddun (Baitul Maal) sekarang dikelola menjadi satu oleh lembaga X. Sehingga hal ini, menambah beban kerja tersendiri bagi karyawan Lembaga X. ER mengakui bahwa di tahun ini, beberapa karyawan terlihat stres dalam menghadapi tambahan pekerjaan mereka, hal ini terlihat dari beberapa karyawan sering membuat kesalahan dalam proses input data, absen karena sakit, dan tidak bersemangat dalam menyelesaikan pekerjaan, tergesa-gesa dalam menyelesaikan pekerjaan.

Wawancara selanjutnya dilakukan kepada salah satu karyawan dibagian Administrasi, WR, (wanita berusia 30 tahun). Secara umum, WR bertugas untuk menangani, membantu, dan memberikan solusi bagi semua

(4)

nasabah atau anggota yang ingin melakukan transaksi termasuk memberikan jasa layanan uang tunai maupun non tunai. Namun karena pengelolaan lain juga diserahkan kepada admin, seperti bidang sosial dan pengelolaan dana zakat, infaq, shodaqoh, dan dana beasiswa bagi masyarakat yang kurang mampu, maka hal ini diakui sebagai beban kerja tambahan tersendiri bagi WR. WR mengakui harus pandai mengatur waktu agar keseluruhan tambahan tugas yang saat ini diberikan kepadanya dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan deadline yang ada. WR mengakui sering pusing, mengalami insomnia, dan lelah dalam bekerja karena dari sekian banyak tugas yang diberikan oleh cabang hanya ditangani oleh 2 orang administrator. Subjek mengakui sering salah dalam melakukan penginputan data, sakit leher karena tegang, dan merasa cemas karena takut apabila target pekerjaan tidak tercapai.

Selanjutnya wawancara dilakukan terhadap E, (wanita, berusia 38 tahun) merupakan salah satu karyawan bagian marketing. Tugas dari AH adalah melayani anggota baik penyetoran maupun penarikan simpanan secara harian. Nasabah/anggota simpanan mutiara ini sebagian besar adalah pedagang pasar. E juga mengakui kelelahan fisik karena hampir setiap hari melakukan lembur demi pencapaian target perusahaan. Subjek mengeluhkan sering pulang larut malam karena harus menyelesaikan tugas sebagai karyawan marketing. E merasa menjadi lebih sensitif, kurang tidur, mudah marah, serta sulit berkonsentrasi dalam menjalankan rutinitasnya dalam bekerja.

Wawancara lanjutan dilakukan terhadap NK (laki-laki, 37 tahun). NK merupakan staf marketing cabang yang bekerja dalam bidang pemasaran, Deksripsi tugas NK adalah melakukan penagihan kepada nasabah. NK mengakui bekerja pada bidang ini tidak setiap hari dihadapkan pada stressor namun subjek mengakui bahwa setiap akhir bulan subjek harus melakukan penagihan pada nasabah, terkadang subjek mengakui sering pusing dan kehabisan energi (lelah). Menghadapi nasabah sering melakukan pengunduran waktu pembayaran tagihan sehingga hal ini menyebabkan target pembayaran yang diluar batas waktu yang ditentukan. Subjek juga mengeluhkan sulitnya tidur di malam hari karena cemas jika target tidak

(5)

tercapai sesuai dengan deadline yang ada sehingga mengakibatkan over load pada tugas yang lain.

Situasi di atas memberikan gambaran bahwa sebagian karyawan yang bekerja dalam lembaga X mengalami tekanan dalam bekerja. Beban kerja yang dirasakan oleh karyawan lembaga X cukup tinggi dikarenakan pencapaian target setiap bulannya harus mencapai dalam standar minimum perusahaan. Sehingga karyawan bekerja diluar jam kerja agar dapat mencapai target tersebut.

Cahyono (2014), menyatakan bahwa banyaknya tekanan dan tuntutan hidup karyawan membuat karyawan banyak yang mengalami stres kerja. Berdasarkan data dari National Institute of Occupational Health and Safety (NIOSH) tahun 2010, sekitar 40% pekerja melaporkan bahwa pekerjaan mereka sangat membuat stres, 25% melihat pekerjaan mereka sebagai sumber stres nomor satu dalam kehidupannya, 75% pekerja percaya bahwa pekerjaan saat ini lebih membuat stres dibandingkan dengan pekerjaan di generasi sebelumnya, 29% pekerja merasa sangat stres di tempat kerja, 26% pekerja mengatakan bahwa “saya cukup sering atau sangat sering merasa jenuh atau merasa stres terhadap pekerjaannya.” Data ini cukup membuka pandangan kita bahwa dewasa ini stres kerja sudah menjadi isu penting di dunia kerja yang jika dibiarkan terjadi akan dapat mempengaruhi kualitas hidup orang banyak, baik dari segi produktivitas kerja maupun kehidupan pribadi. Penelitian yang dilakukan Soewondo (1992), mencari tahu sumber stres di perusahaan yang hasilnya adalah tempat dan kondisi kerja, ruangan terlalu kecil, panas, tidak cukup penerangan, iri pekerjaan, batas waktu, beban kerja, dan tekanan kerja. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan hasil bahwa sebanyak 40 karyawan Bank B berada dalam tingkat ketegori stres yang sedang cenderung tinggi dengan persentase sebesar 74.7%.

Menurut Maslach (Puspitasari & Handayani, 2014), stres kerja jika tidak diikuti dengan pengelolaan stres yang baik dapat menjadi burnout sehingga berpengaruh negatif pada performa kinerja dan kesehatan. French dan Fernandez (Antoniou, Polychroni, & Kotroni, 2009) mengungkapkan bahwa stres kerja yang berkepanjangan akan menyebabkan gangguan kesehatan pada fisik, mental, dan emosi serta dapat merusak kinerja. Stres

(6)

yang tinggi juga berhubungan dengan ketidakpuasan kerja, ketidakhadiran, dan tingginya turn over kerja (Billingsley & Cross dalam Antoniou, Polychroni, & Kotroni, 2009). Apabila karyawan tidak mampu untuk mengelola stres yang dihadapi dengan baik, maka akan memunculkan emosi-emosi negatif dan perilaku yang tidak sesuai yang kemudian akan dikenal menjadi manifestasi stres kerja. Robbins (2006) berpendapat bahwa salah satu variabel yang mempengaruhi stres kerja adalah persepsi seseorang. Persepsi ini dapat mempengaruhi perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang.

Pengertian stres kerja

Robbins (2006) mendefinisikan stres kerja sebagai kondisi yang dinamis dimana seseorang dikonfrontasikan dengan kesempatan, hambatan, atau tuntutan yang berhubungan dengan apa yang diinginkannya dan untuk itu keberhasilannya ternyata tidak pasti. Selanjutnya, penyebab stres (stressor) dibagi ke dalam tiga kategori potensi yaitu lingkungan, organisasi, dan individu.

Gejala-gejala stres kerja

Robbins (2002) menyatakan terdapat tiga gejala penyebab stres, antara lain: (a) Gejala fisiologis, berkaitan dengan aspek fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang berada dalam kondisi stres akan mengalami perubahan metabolisme tubuh, peningkatan tekanan darah, kesulitan pernafasan, sakit kepala, mengalami penyakit jantung, dan mengalami penyakit liver. (b) gejala psikis, berkaitan dengan aspek psikologis. Orang yang mengalami stres akan merasakan gejala psikis seperti mengalami ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, suka menunda dan sebagainya. Keadaan stres seperti ini dapat memacu ketidakpuasan kerja, mengalami kejenuhan dalam bekerja dan sikap menunda-nunda pekerjaan. (c)gejala perilaku, stres yang dikaitkan dengan perilaku dapat mencakup dalam perubahan dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluarnya karyawan. Dampak lain yang ditimbulkan adalah perubahan dalam kebiasaan sehari-hari seperti makan, konsumsi alkohol, gangguan tidur, berbicara cepat, bertingkah laku seperti orang gelisah, dan lainnya

(7)

Faktor yang mempengaruhi stres kerja

Terdapat tiga faktor yang dikemukakan oleh Robbins dan Jugde (2008) terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja : (a) faktor organisasi, (b) faktor lingkungan, (c) faktor individu.

Pengertian Kebersyukuran

Bersyukur dalam pandangan Islam memiliki arti mengakui kebajikan sedangkan bersyukur menurut terminologi khusus artinya, memperlihatkan pengaruh nikmat Illahi pada diri seorang hamba pada kalbunya yang beriman, pada lisannya dengan pujian, dan pada anggota tubuhnya dengan mengerjakan amal ibadah dan ketaatan (Munajjid, 2006).

Aspek Kebersyukuran

Jauziyyah (2010) dan Munajjid (2006) menjelaskan bahwa aspek-aspek dari bersyukur dengan kalbu (hati), lisan (ucapan), dan anggota tubuh (perbuatan). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : (a) syukur dengan hati yaitu pengakuan hati bahwa semua nikmat itu datangnya dari Tuhan, sebagai kebaikan dan karunia dari Sang Pemberi nikmat kepada hamba-Nya. (b) Syukur dengan lisan yaitu menyanjung dan memuji Tuhan atas nikmat-Nya dengan penuh kecintaan, serta menyebut-nyebut nikmat itu sebagai pengakuan atas karunia-Nya dan kebutuhan terhadapnya, bukan karena riya’, pamer atau sombong. (c) Syukur dengan anggota tubuh yaitu anggota tubuh digunakan untuk beribadah kepada Tuhan termasuk menggunakan nikmat-nikmat-Nya dalam kebaikan dan tidak digunakan untuk berbuat maksiat atau melakukan hal-hal yang dilarang oleh Tuhan. Terdapat beberapa intervensi yang dapat menurunkan stres kerja, Sagala (2013), meneliti tentang Efek Relaksasi Untuk Menurunkan Stres Kerja Pada Karyawan Di PT Madubaru Yogyakarta. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan stres kerja sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan relaksasi. Hasil ini menunjukan bahwa pemberian pelatihan relaksasi pada karyawan secara signifikan dapat menurunkan stres kerja. Selanjutnya, penelitian lain yang dapat menurunkan stres kerja adalah Pelatihan Efikasi Diri Untuk Menurunkan Stres Kerja Perawat Rumah Sakit Jiwa (Sholichah, 2014). Pelatihan ini menunjukkan bahwa pelatihan efikasi diri mampu untuk menurunkan stres kerja perawat rumah sakit jiwa. Penelitian lain dilakukan oleh Cahyono (2014) berjudul Dampak Pelatihan Gratittude Untuk

(8)

Penurunan Stres Kerja Karyawan. Fokus stres kerja pada penelitian ini adalah rasa tertekan yang dialami karyawan yang berdampak pada perilaku serta kondisi fisik dan psikologis karyawan tersebut. Akibat dari stres kerja yang ditimbulkan adalah munculnya emosi negatif yang berdampak pada perasaan tertekan. Dengan bersyukur individu akan memunculkan emosi positif yang terkait dengan keadaan yang dialaminya sehingga menyebabkan seseorang mampu menurunkan stres kerja yang dialaminya. Selanjutnya, Emmons dan Stern (2013) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa orang yang bersyukur lebih efektif dalam mengatasi stres sehari-hari, memiliki resilien yang tinggi dalam menghadapi stres, lebih cepat sembuh dari penyakit, serta lebih menikmati kesehatan fisik. Hal ini sejalan dengan pendapat Emmons dan Crumpler (Fitch-Martin, 2015) menyatakan bahwa, individu yang memiliki rasa syukur tinggi cenderung mampu mengatasi stres dengan lebih baik dan memperlihatkan fungsi fisik dan psikologis yang lebih positif setelah mengalami trauma. Emmons, McCullough dan Tsang (2004) menyatakan bahwa orang yang bersyukur memiliki tingkatan yang lebih tinggi dalam emosi positif, kepuasan hidup, vitalitas, optimisme, dan lebih rendah dalam tingkatan stres. Rasa syukur memperkaya rasa bahagia dalam tingkatan yang lebih tinggi sehingga dapat menurunkan emosi negatif. Fredickson (Kashdan, Uswatte & Julian, 2006) menjelaskan bahwa emosi positif seperti rasa syukur dapat menghilangkan efek fisiologis yang negatif dan dapat meningkatkan kemampuan stategi coping kognitif dan perilaku karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh McCullough, Kimeldorf dan Cohen (2008) juga menemukan bahwa terapi bersyukur dapat memunculkan emosi yang menyenangkan, seperti kebahagiaan karena rasa syukur akan membawa manfaat bagi diri sendiri atau juga di hati. Bagi karyawan yang bersyukur, maka akan mampu melihat segala pengalaman dan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang positif dan menyenangkan.

Bersyukur terbukti efektif untuk menurunkan stres karena kebersyukuran memainkan peranan penting terkait dengan bagaimana seseorang mempersepsikan suatu kejadian (Fitch-Martin,2015). Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi stres kerja, adalah melalui intervensi bersyukur (Cahyono, 2014).

(9)

Alasan peneliti memilih pelatihan kebersyukuran dibandingkan intervensi yang lain karena berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya teori yang diangkat tentang kebersyukuran lebih banyak menggunakan teori barat sehingga peneliti tertarik untuk menggunakan pelatihan kebersyukuran yang didasarkan pada teori Islam dimana hal ini juga disesuaikan dengan karakteristik subjek penelitian yang mayoritas beragama Islam. Karyawan lembaga keuangan X di Yogyakarta ini akan diberikan intervensi berupa pelatihan kebersyukuran berdasarkan tiga konsep utama yaitu bersyukur dengan hati, bersyukur dengan lisan, dan bersyukur dengan perbuatan. Ketiga konsep tersebut didasarkan pada teori Al-Jauziyah (2010) dan Al Munajjid (2006), dimana karyawan akan belajar meningkatkan keterampilan kebersyukuran yang dimiliki untuk menurunkan stres kerja yang dirasakan. Sehingga berdasarkan hasil penelitian sebelumnya terkait dengan dampak positif kebersyukuran yang dapat menurunkan stres kerja, maka dalam penelitian ini peneliti akan melakukan intervensi berupa pelatihan kebersyukuran untuk menurunkan stres kerja pada karyawan di Lembaga X Yogyakarta.

Metode Penelitian Responden Penelitian

Penelitian ini melibatkan 16 orang karyawan lembaga keuangan X di Yogyakarta, yaitu 8 orang karyawan bertindak sebagai kelompok eksperimen dan 8 orang karyawan bertindak sebagai kelompok kontrol. Adapun rancangan ekperimen yang dilakukan dapat dijelaskan pada tabel berikut : Gambar 1. Pretest-Posttest Control Group Design

Rancangan Eksperimen (Seniati, dkk., 2005) Keterangan : KE : Kelompok eksperimen KK : Kelompok kontrol O1 : Pengukuran prates O2 : Pengukuran pascates X : Pelatihan Kebersyukuran Non R O1 X O3 O5 Non R O2 O4 O6

(10)

Pengukuran

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan langkah-langkah sebagai berikut

a. Penyusunan Skala

Alat ukur yang digunaan dalam penelitian ini adalah skala stres kerja dari Robbins (2002). Skala disusun oleh peneliti berdasarkan aspek pada stres kerja yaitu aspek fisiologis, psikologis, dan perilaku. Setelah itu, peneliti menyerahkan skala yang telah disusun kepada professional judgment sebagai upaya menjaga validitas alat ukur. Terdapat beberapa saran perbaikan dari professional judment terkait alat ukur, seperti penggunaan bahasa, bentuk penyajian aitem-aitem skala, serta alternatif pilihan jawaban. Berdasarkan saran tersebut maka peneliti kembali melakukan perbaikan dalam hal bahasa, memodifikasi aitem yang semula berbentuk pernyataan menjadi pertanyaan, serta menambahkan alternatif jawaban yang semula ada empat menjadi tujuh alternatif pilihan jawaban. Setelah itu, maka kemudian diberi persetujuan bahwa skala telah layak diuji coba

b. Uji Coba Skala Stres Kerja

Sebelum suatu alat ukur digunakan untuk pengambilan data penelitian, alat ukur tersebut harus melalui tahapan ujicoba (tryout) terlebih dahulu untuk mengetahui validitas serta reliabilitasnya. Berdasarkan hasil ujicoba skala stres kerja kepada 40 karyawan, didapatkan 15 aitem valid dan 3 aitem gugur yaitu a6, a12 dan a14 karena nilai batas kritis < 0,30. Sedangkan nilai korelasi antar aitem berkisar 0,306 sampai 0,678 dengan koefisien alpha sebesar 0,822.

Tabel 2

Distribusi Aitem Skala Stres Kerja Setelah Ujicoba

No Aspek Butir Favourable Jumlah

1 Aspek fisiologis 1, 4, 7 (6), 10 (9), 13 (11), 16 (13) 6 2 Aspek psikologis 2, 5, 8 (7), 11 (10), 14, 17 (14) 5 3 Aspek perilaku 3, 6, 9 (8), 12, 15 (12), 18 (15) 4

15 15

Catatan: angka di dalam kurung ( ) adalah nomor urut butir baru Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis non parametric. Statistik non parametrik dilakukan jika data yang dimiliki adalah

(11)

dengan jumlah sampel kecil (Ghozali & Castellan, 2002). Skor yang diperoleh responden melalui skala stres kerja sebelum dan sesudah pelatihan akan dianalisis menggunakan teknik analisis Mann Whitney dengan membandingkan hasil dari kelompok eksperimen yang dapat perlakuan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan. Selain itu, peneliti juga menggunakan uji wilcoxon. Uji ini dilakukan untuk menguji beda antara prates, pascates, dan follow up, baik pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Intervensi

Pelatihan kebersyukuran dilaksanakan selama dua pertemuan di ruang rapat lembaga keuangan X pada tanggal 23 & 24 Juni 2016. Setiap pertemuan dimulai pukul 14.00 WIB dan selesai sebelum masuk waktu berbuka puasa. Ini menyesuaikan ritme kerja yang ada di lembaga keuangan X agar peserta tetap dapat menjalankan pekerjaannya. Peserta yang mengikuti pelatihan merupakan subjek yang termasuk dalam kelompok eksperimen yakni berjumlah 10 orang. Namun, pada saat proses analisis data, hanya 8 orang subjek saja yang dianalisis karena terdapat dua subjek yang tidak sesuai dengan kategori pengambilan sampel. Hal ini dikarenakan pada hari pertama pelatihan, terdapat dua orang subjek pelatihan yang tidak bisa hadir, sehingga dua orang subjek yang tidak bisa hadir digantikan oleh dua subjek lainnya. Pelatihan yang berlangsung di hari pertama terdiri dari tiga sesi yaitu sesi perkenalan, makna syukur, dan syukur dengan hati, sedangkan di hari kedua peserta juga melalui tiga sesi di antaranya syukur dengan lisan, syukur dengan perbuatan serta evaluasi dan penutupan pelatihan. Di sesi terakhir tersebut pemateri mereview kembali hal-hal yang telah dilalui oleh peserta selama dua hari pelatihan dan juga meminta peserta untuk mengisi lembar evaluasi sebagai sumber informasi bagi peneliti mengenai aspek-aspek mana saja yang memberi dampak positif ataupun yang perlu untuk diperbaiki agar pelatihan ke depannya dapat lebih baik lagi dalam pelaksanaannya. Secara keseluruhan, pelaksanaan dari pelatihan kebersyukuran berjalan dengan lancar tanpa adanya kekurangan ataupun kendala teknis yang berarti selama pelatihan berlangsung.

(12)

HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Responden Penelitian

Responden yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 18 orang, terbagi ke dalam kelompok eksperimen berjumlah 8 orang dan kelompok kontrol 10 orang. Berikut merupakan deskripsi data dari kedua kelompok penelitian berdasarkan hasil skor stres kerja prates, pascates, dan tindak lanjut.

Klasifikasi

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Prates Pascates Tindak

Lanjut Prates Pascates

Tindak Lanjut Minimum 53 47 45 51 50 51 Maksimum 70 56 56 69 64 67 Rerata 61.38 51.87 51. 75 58.60 57.70 57.50 Std.deviasi 5.951 3.137 3.3 70 6.275 4.620 5.380 Tabel di atas menunjukkan bahwa setelah kelompok eksperimen diberikan pelatihan kebersyukuran, terjadi penurunan skor stres kerja rata-rata antara pengukuran prates dengan pascates sebesar +9.51 dan + 9.63 pada pengukuran prates dengan tindak lanjut. Hasil yang diperoleh oleh kelompok eksperimen di setiap pengukuran menunjukkan penurunan nilai, baik nilai minimum dan nilai maksimum. Nilai minimum terjadi penurunan skor stres kerja prates dari 53 menjadi 47 pada skor stres kerja pascates dan 45 skor stres kerja tindak lanjut, selain itu nilai maksimum juga menunjukkan penurunan skor stres kerja prates dari 70 menjadi 56 pada saat pascates dan 56 pada skor tindak lanjut. Kelompok kontrol menunjukkan nilai rata-rata yang relatif sama dimana saat prates 58.60, pascates 57.70 dan 57.50 pada saat tindak lanjut. Hasil lainnya yaitu nilai minimum, maksimum dan nilai standar deviasi menunjukkan hasil yang relatif sama juga, sehingga hal ini dapat diasumsikan bahwa kelompok kontrol tidak berbeda di setiap pengukurannya.

2. Hasil Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui efektifitas program pelatihan kebersyukuran terhadap penurunan stres kerja pada karyawan lembaga keuangan X di Yogyakarta. Uji analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Mann- Whitney dan Wilcoxon. Uji Mann-Whitney bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan skor antar kelompok di setiap

(13)

pengukuran. Uji Wilcoxon bertujuan untuk melihat ada tidaknya perbedaan skor subjek di setiap kelompok penelitian dengan membandingkan skor prates dan skor pascates serta membandingkan skor prates dengan skor hasil tindak lanjut.

Tabel 9. Hasil Uji Mann-Whitney

Prates Pascates Tindak lanjut Mann-Whitney U 29.000 12.500 15.000 Wilcoxon W 84.000 48.500 51.000

Z -.978 -2.452 -2.236

Asymp. Sig. (2-tailed) .328 .014 .025 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .360

a .012a .027a

Hasil uji Mann-Whitney di atas ditemukan bahwa :

a) Uji Beda Skor Stres Kerja Prates Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Analisis pertama dilakukan dengan menguji perbedaan awal (prates) pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pengujian dilakukan dengan menggunakan analisis Mann-Whitney Test. Hasil perhitungan skor stres kerja uji beda pada kelompok eksperimen dan kontrol diperoleh Z = -0.978 dan p = 0.328(p>0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan skor stres kerja antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan pelatihan, artinya tidak terdapat perbedaan stres kerja pada kelompok eksperimen dan kontrol sebelum diberikan pelatihan kebersyukuran.

b) Uji Beda Stres Kerja Pascates Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Hasil analisis pada skor stres kerja pascates kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, diketahui bahwa nilai Z = -2.452, p = 0.014 (p<0.05). Hasil yang diperoleh ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor stres kerja yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada saat pascates, artinya terdapat perbedaan stres kerja yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah diberikan intervensi berupa pelatihan kebersyukuran.

(14)

c) Hasil Uji Beda Stres Kerja Tindak Lanjut Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Hasil analisis skor tindak lanjut kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dapat diketahui bahwa nilai Z = -2.236, p = 0.025 (p<0.05). Hasil ini menggambarkan bahwa terdapat perbedaan skor stres kerja yang sangat signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada saat tindak lanjut.

Hasil ini menjelaskan bahwa ada penurunan stres kerja pada karyawan lembaga keuangan “X” di Yogyakarta pada kelompok eksperimen setelah diberikan pelatihan kebersyukuran. Sedangkan kelompok kontrok menunjukkan tingkat stres kerja yang relatif sama. Hal ini membuktikan bahwa pelatihan kebersyukuran dapat menurunkan stres kerja karyawan lembaga keuangan di Yogyakarta.

Tabel 10. Hasil Gainscore Kelompok Eksperimen Responden Pra Pasca Gain

Score

Pra Lanjutan Gain Score

MH 69 54 +16 70 18 +18 RR 68 56 +12 68 17 +17 NL 65 53 +12 65 10 10 AA 62 55 +7 62 6 +6 EN 59 49 +10 59 7 +7 MR 58 50 +8 58 8 +8 BS 56 47 +9 56 11 +11 NR 53 51 +2 53 0 0

Keterangan : (+) : Penurunan Stres Kerja (-) : Peningkatan Stres Kerja Tabel 11. Hasil Gainscore Kelompok Kontrol

Responden Pra Pasca Gain Score

Pra Lanjutan Gain Score

WEK 69 60 +9 69 57 +12 FM 66 63 +3 66 59 +7 WP 64 64 0 64 65 -1 ENF 61 62 -1 61 67 -6 EW 59 50 +9 59 55 +4 S 57 55 +2 57 59 -2 NC 54 56 -2 54 52 +2 AR 53 59 -6 53 58 -5 UH 51 55 -4 51 52 -1 DR 52 53 -1 52 51 +1

Keterangan : (+) : Penurunan Stres Kerja (-) : Peningkatan Stres Kerja

(15)

Analisis data tambahan dilakukan peneliti dengan menggunakan uji Wilcoxon untuk memastikan bahwa hasil yang diperoleh sebelumnya adalah benar, serta untuk meyakinkan bahwa penurunan stres kerja yang dialami oleh karyawan lembaga keuangan X di Yogyakarta benar-benar dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan dengan membandingkan hasil pengukuran di setiap kelompok.

Tabel 12. Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Eksperimen Pascates - Prates

Tindak lanjut - Prates

Z -2.524a -2.366a

Asymp. Sig. (2-tailed) .012 .018

Hasil yang diperoleh pada tabel 12 di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor stres kerja pada kelompok ekperimen antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan kebersyukuran. Hal ini menggambarkan bahwa kelompok eksperimen yang mendapat pelatihan kebersyukuran mengalami penurunan stres kerja yang signifikan jika dibandingkan sebelum diberikan materi kebersyukuran, p = 0.012 (p<0.05). Hasil lainnya juga menunjukkan kondisi yang sama, yaitu ada perbedaan skor stres kerja pada kelompok eksperimen antara pretes dan tindak lanjut p = 0.018 (p<0.05). Sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa pelatihan kebersyukuran mampun menurunkan stres kerja karyawan lembaga keuangan di Yogyakarta.

Tabel 13. Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Kontrol Pascates -

Prates

Tindak lanjut - Prates

Z -.356 -.409

Asymp. Sig. (2-tailed) .722 .683

Sedangkan hasil yang didapat pada tabel 13 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan skor responden antara prates dan pascates (nilai sig 0.356 > 0.05), begitu juga skor responden antara prates dan tindak lanjut (nilai sig 0.409 > 0.05). Ini menjelaskan bahwa kondisi karyawan di kelompok kontrol tidak berbeda saat prates, pascates hingga pengukuran tindak lanjut. Artinya, responden kelompok kontrol tidak mengalami penurunan stress kerja

(16)

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pelatihan kebersyukuran terhadap penurunan tingkat stres pada pegawai lembaga keuangan “X” di Yogyakarta. Karyawan akan dihadapkan pada berbagai macam sumber stres dalam bekerja, diantarannya beban kerja yang berat, hambatan-hambatan dalam waktu atau sumber daya, tambahan pekerjaan dari bagian lain, serta target perusahaan yang meningkat. Berbagai sumber stres tersebut dapat memunculkan perasaan lelah secara emosional, menurunnya kondisi fisik, dan performa kinerja yang tidak optimal, (Antoniou, Polychroni, & Kotroni, 2009).

Stres kerja karyawan pada penelitian ini diukur menggunakan skala stres kerja. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali yakni pada tahap prates, pascates, dan tindak lanjut. Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa skor rerata pascates kelompok yang diberikan intervensi pelatihan kebersyukuran (kelompok eksperimen) mengalami penurunan jika dibandingkan dengan skor rerata prates. Sementara kelompok yang tidak diberikan intervensi pelatihan kebersyukuran (kelompok kontrol) menunjukkan adanya peningkatan skor rerata pascates dibandingkan skor rerata prates. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Stres kerja kelompok yang diberikan intervensi pelatihan kebersyukuran lebih rendah daripada kelompok yang tidak diberikan intervensi berupa pelatihan kebersyukuran.

Hasil penelitian ini artinya telah mencapai tujuan penelitian dan membuktikan bahwa pelatihan kebersyukuran telah berperan dalam upaya menurunkan stres kerja karyawan lembaga keuangan “X” di Yogyakarta. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyono (2014) yang juga membuktikan bahwa pelatihan kebersyukuran efektif untuk menurunkan stres kerja karyawan.

Setelah melakukan analisis prates dan pascates, peneliti juga melakukan analisis data pascates dan tindak lanjut. Hasilnya adalah pada kelompok eksperimen rerata stres kerja saat tindak lanjut mengalami peningkatan stres kerja, namun tidak signifikan. Sehingga masih dapat dikatakan bahwa tingkat stres kerja karyawan menurun jika dibandingkan dengan rerata prates. Dari hasil analisis ini dapat dikatakan bahwa pelatihan

(17)

kebersyukuran dapat dikatakan cukup efektif untuk menurunkan stres kerja karyawan lembaga keuangan di Yogyakarta.

Proses bersyukur dengan hati, karyawan meyakini bahwa setiap situasi atau kejadian dalam hidup merupakan kehendak Allah SWT sebagai tindakan altruistic Allah terhadap diri mereka. Proses ini mendorong untuk terus memiliki keyakinan yang positif dalam setiap situasi termasuk saat menghadapi berbagai sumber stres dalam bekerja. Kebersyukuran akan mendorong seseorang untuk menginterpretasikan kejadian-kejadian secara lebih positif dan hal tersebut meminimalisir munculnya stres. Sarafino dan Folkman (Anastasia, 2012), mengemukakan bahwa Positive reappraisal dapat membantu individu agar tidak mudah menyerah pada stressor yang ada.

Bersyukur dengan lisan, merupakan sarana untuk mengungkapkan apa yang terkandung di dalam kalbunya. Ketika kita mengucapkan syukur secara lisan kepada Allah, dengan berterima kasih kepada Allah secara lisan atas segala nikmat yang diperoleh atau pada hal yang dipandang negatif, menjadikan individu lebih bersyukur serta meyakini bahwa nikmat yang telah ada akan ditambah oleh Allah SWT, selain itu berterima kasih kepada orang lain juga akan menciptakan dukungan sosial yang erat antar rekan sekerja, hal ini dapat dijelaskan oleh Robbins dan Judge (2008) bahwa adanya dukungan sosial berperan dalam mendorong seseorang dalam pekerjaan. Apabila tidak ada dukungan sosial yang baik maka stres karyawan akan tinggi.

Selanjutnya pada materi bersyukur dengan perbuatan, karyawan akan diajarkan terkait bagaimana cara-cara yang bisa dilakukan untuk menghindari perangai marah dengan cara tetap bersyukur atas nikmat yang diperoleh.

Selain hasil analisis di atas, pengaruh pelatihan kebersyukuran juga terlihat dari hasil wawancara yang dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa subjek mendapat pemahaman serta pengetahuan yang positif. Subjek merasakan adanya perubahan yang lebih baik dalam dirinya setelah mengikuti pelatihan kebersyukuran, seperti dapat mengambil hikmah dari setiap permasalahan yang dialami, menumbuhkan kesadaran untuk selalu bersyukur atas segala rahmat yang diberikan oleh Allah, serta menjadi suatu kebiasaan baru saat berterimakasih kepada orang lain karena diberi rejeki tetapi sekaligus mengucapkan rasa syukur di hati

(18)

kepada Allah, dan mendorong melakukan kegiatan ibadah secara rutin seperti shalat berjamaah, berdzikir diwaktu senggang, serta mendoakan diri, keluarga dan orang-orang sekitar.

Hasil penelitian ini didukung pendapat ahli dari penelitian sebelumnya. Menurut McIntosh (2011), cara pandang yang lebih positif terhadap suatu persoalan membuat agama dirasakan dapat memberikan rasa aman dan nyaman serta menawarkan jalan keluar saat menghadapi masalah. Disampaikan juga oleh Pargament (Utami, 2012) bahwa agama mempunyai peran penting dalam mengelola stres, agama dapat memberikan individu pengarahan, dukungan dan harapan. Melalui berdoa, ritual dan keyakinan agama dapat membantu seseorang dalam koping saat mengalami stres kehidupan, karena adanya pengharapan dan kenyamanan.

Penelitian menggunakan intervensi agama dalam mengelola stres telah ada sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Habibah (2010), Zahra dan Saidiyah (2013) serta Anggraeni (2014). Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian Habibah (2010), menjelaskan bahwa pelatihan membaca Al-Quran dapat menurunkan stres pada pasien diabetes mellitus, hasil penelitian Anggraeni (2014) juga menjelaskan relaksasi dzikir memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan stres yang dirasakan oleh penderita hipertensi. Sedangkan hasil penelitian Zahra dan Saidiyah (2013) menjelaskan bahwa pelatihan pemaknaan Surat Al-Insyirah terbukti efektif dalam mengurangi stres mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir (skripsi). Dari beberapa hasil penelitian di atas, memperjelas bahwa intervensi agama dapat diperuntuhkan untuk berbagai persoalan kehidupan, termasuk persoalan di lingkup pekerjaan, lingkup sosial maupun persoalan pribadi.

Al quran Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur kembali kepada orang yang bersyukur, sedang Allah SWT sama sekali tidak memperoleh bahkan tidak membutuhkan sedikit pun dari syukur makhluk-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

Artinya: “...dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (Q.S an-Naml: 40)

(19)

Berdasarkan penjelasan dari ayat di atas dapat dikatan bahwa sebenarnya semua ungkapan syukur kita kembali dan membawa kebaikan bagi kita sendiri. Bahkan dengan syukur kita akan mendapatkan pahala dari Allah. Kebersyukuran akan mendorong seseorang untuk menginterpretasikan kejadian-kejadian secara lebih positif dan hal tersebut meminimalisir munculnya stres. Sarafino dan Folkman (Anastasia, 2012), mengemukakan bahwa Positive reappraisal dapat membantu individu agar tidak mudah menyerah pada stressor yang ada. Namun, jika seseorang tidak bersyukur (kufur) akan lebih rentan terhadap stres kerja. Akibat dari kufur adalah terlalu banyak manusia modern yang hidup di dalam kadar stres yang cukup berat, emosi yang labil, hidup dalam ketakutan, rasa cemas yang berlebihan, mudah marah (http://fliphtml5.com/kgxw/ohgn/basic/51-100).

Efektifitas pelatihan gratittude juga dapat dilihat berdasarkan penelitian sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cahyono (2014) dapat diketahui secara kuantitatif diperoleh skor penurunan stres kerja pada saat sesudah dilakukan intervensi gratittude. Rancangan pelatihan yang digunakan oleh Cahyono (2014) disusun berdasarkan tiga fungsi bersyukur dari McCullogh (2001) serta cara melatih kemampuan gratittude dari Emmons (2005). Pada pelatihan ini peserta akan diberikan pendekatan kognitif perilaku untuk belajar bersyukur & diberikan intervensi serta strategi memperkaya rasa syukur. Tingkat stres dapat menurun melalui pelatihan gratittude, apabila didukung oleh proses kognitif yang memadai karena di dalam gratittude terdapat 2 aspek yang utama yaitu dapat berfikir positif untuk melihat nilai tambah yang ada pada suatu situasi atau kondisi yang sedang dihadapi seseorang dan melakukan tindakan nyata sebagai wujud terima kasih atas pemberian tersebut dengan diiringi keyakinan secara religius. Terdapat kekurangan pada pelatihan yang digunakan oleh Cahyono (2014) dengan menggunakan teori McCullogh (2002) yaitu, terdapat 2 hal yang menjadi fokus utama materi yaitu tentang pikiran positif dan keyakinan secara spiritual. Setelah dilakukan penelitian maka alangkah lebih baiknya apabila sejak awal dilakukan penukuran terhadap penerimaan hal-hal yang spiritual dari subjek. Apabila seseorang dalam penangkapannya kurang dalam hal tersebut maka saat menangkap materi juga kurang maksimal. Menurut Jodi, Mohammad dan Seman (2014) tentang penerapan agama terhadap kehidupan spiritual

(20)

menjelaskan bahwa penerapan elemen spiritual berlandaskan agama di dalam modul berdampak positif karena mampu mengubah dan memahamkan individu mengenai makna kehidupan.

Grieshaber (1994) mengemukakan bahwa keberhasilan pelatihan yang telah dicapai dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain modul pelatihan, fasilitator dan karakteristik subjek dalam pelatihan. Salav dan Cannon (2001) menambahkan bahwa keberhasilan pelatihan juga dipengaruhi oleh kondisi awal subjek pelatihan, kesungguhan subjek mengikuti pelatihan, partisipasi subjek dalam pelatihan, materi dan metode pelatihan serta karakteristik fasilitator.

Fasilitator memegang peranan penting terhadap berhasilnya pelatihan, dengan rapport yang baik menjadi pendukung terhadap jalannya proses intervensi. Selain itu, karakteristik dan sikap fasilitator berperan dalam memberikan contoh upaya menerapkan berbagai proses kebersyukuran. Ini dikarenakan seorang fasilitator adalah memimpin proses pelatihan, proses diskusi, dan juga memimpin kegiatan selama proses intervensi. Fasilitator pun memiliki sikap yang terbuka, ini mendukung proses intervensi agar subjek menjadi terbuka untuk mengungkapkan pendapat atau keadaan yang ingin disampaikan. Misalnya, dalam penerapan sikap syukur fasilitator memberikan contoh yang sederhana tentang pengalaman pribadi. Kemudian, fasilitator meminta subjek untuk berbagi pengalaman secara bergiliran.

Peneliti telah berusaha agar pelaksanaan penelitian sesuai dengan konsep yang ada, namun peneliti mengetahui bahwa masih terdapat kelemahan dalam pelaksanaannya, yaitu: a) pengembalian skala penelitian selama tahapan pengukuran tidak langsung di hari yang sama saat skala diberikan kepada subjek, sehingga peneliti tidak dapat memastikan ketepatan subjek dalam mengisi skala penelitian karena harus dititipkan dan ditinggal, dan b) pelaksanaan pelatihan yang selama dua hari berturut-turut membuat peneliti tidak mengetahui perubahan apa saja yang dialami & dirasakan oleh peserta pasca mengikuti pelatihan, karena tidak adanya sesi lanjutan untuk saling berbagi pengalaman antar peserta mengenai kebersyukuran dalam keseharian. Oleh karena itu, sebaiknya antar pertemuan ada jeda seminggu yang bertujuan memberi waktu bagi peserta untuk mempraktekkan materi yang didapatkan di pertemuan sebelumnya dan pada pertemuan berikutnya,

(21)

peserta dapat saling mendiskusikan pengalaman yang dilaluinya dengan membuat kelompok diskusi untuk saling bercerita, memberi masukan maupun feedback dari pemateri tentang proses belajar peserta mengenai kebersyukuran dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di ranah pekerjaan. (c) alat ukur yang digunakan oleh peneliti perlu dikembangkan secara lebih baik lagi. Masih terdapat beberapa aitem yang dianggap kurang mampu menggambarkan dan mengukur perilaku stres kerja.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dan penjelasan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pelatihan kebersyukuran efektif untuk menurunkan stres kerja pada karyawan lembaga keuangan X Yogyakarta.

Saran 1. Bagi Subjek Penelitian

Pengetahuan dan pemahaman baru yang diperoleh subjek dari pelatihan kebersyukuran hendaknya tetap diterapkan dalam keseharian. Jika hal tersebut dilakukan maka persoalan terkait stres kerja bisa segera terselesaikan sehingga tidak mempengaruhi ritme kerja yang telah terbangun dengan baik.

2. Bagi Perusahaan/organisasi

Lembaga keuangan X dapat mempergunakan modul kebersyukuran ini kepada pegawainya yang menunjukkan gejala stres agar kondisi tersebut tidak berkepanjangan, yang nantinya dapat mengganggu kinerja dari karyawan yang bersangkutan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya tetap menggunakan dua kelompok penelitian, ini bertujuan untuk memastikan bahwa hasil yang didapat memang benar-benar dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan bukan karena faktor di luar perlakuan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

al-Ghazali (2013). Ihya Ulumuddin Sabar dan Syukur (8thed). Jakarta : Republika.

(22)

al-Jauziyyah, I. Q. (2005). Zikir Cahaya Kehidupan. Jakarta : Gema Insani.

al-Jauziyyah, I. Q. (2010). Sabar dan Syukur : Menguak Rahasia di Balik Keutamaan Sabar dan Syukur. Semarang : Pustaka Nuun.

al-Munajjid, M. B. S. (2006). Silsilah Amalan Hati: Ikhlas, Tawakkal, Optimis, Takut, Bersyukur, Ridha, Sabar, Introspeksi Diri, Tafakkur, Mahabbah, Taqwa, Wara’. Bandung : Irsyad Baitus Salam

Amjad, F & Bokharey, Z., I. (2014). The Impact of Spiritual Wellbeing and Coping Strategis On Patients With Generalized Anxiety Disorder. Journal of Muslim Mental Health, 8 (21-24) Michigan Publishing.

Anastasia, S. (2012). Studi Deskriptif Burnout dan Coping Stres pada perawat di Ruang Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 1 (1), 1-6.

Anggraeni, W. (2014). Pengaruh Terapi Relaksasi Dzikir Untuk Menurunkan Stres Pada Penderita Hipertensi Esensial. Tesis. Yogyakarta : Pustaka Belajar

Antoniou, A. S., Polychroni, F., & Kotroni, C. (2009). Working with students with special educational needs in greece: teachers stressor and coping strategies. International Journal of Special Education, 24 (1), 100 – 111. Azwar, S. (2003). Realiabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Cameron, K., Mora, C., Leutscher, T., & Calarco, M. (2011). Effects of Positive

Practices on Organizational Effectiveness. Journal of Applied Behavioral Science, 47 (3), 266 – 308.

Cahyono, E. W. (2014). Pelatihan Gratitude (Bersyukur) untuk Penurunan Stres Kerja Karyawan di PT “X”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 3 (1), 1-15.

Christensen, L B. (1988). Experimental Metodology. 4th edition. USA. Allyn & Bacon Inc.

Cummings, G & Worley, C. (2005). Organizational Development & Change. Mason: Mc Graw Hill.

Emmons, R. A. & McCullough, M. E (2003). Counting blessings versus burdens: An experimental investigation of gratitude and subjective well-being in daily life. Journal of Personality and Social Psychology, 84, 377-389. Emmons, . R. A. (2007). Thanks : How the new science of gratitude can make

(23)

Emmons, R. A. & Stern, R. (2013). Gratitude as a psychoterapeutic Intervention Journal of Clinical Psychology, 69 (8), 846 – 855.

Fitch- Martin, A. (2015). Gratitude and Health : a brief intervention to reduce undergraduate stress. Dissertation. Colorado : Colornado State University.

Gaffar, H. (2012). Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT Bank Mandiri (PERSERO) Tbk Kantor Wilayah X Makassar. Tesis. Makassar : Universitas Hasanuddin.

Ghozali, A dan Castellan. A (2002). “Statistik Non Parametrik”. Semarang : Badan Penerbit Diponegoro.

Gibson. James L. (2003). Organizations : Behavior Structure Processes. Eleventh Edition. New York : Mc Graw Hill.

Grieshaber, C. (1994). Step by Step Group Development Feldafing : German Foundation of International Development, Centre for Food and Agriculture Development.

Habibah, N. (2010). Pelatihan Membaca Al-Quran untuk Menurunkan Tingkat Stres pada Penderita Diabetes Melitus Tipe Dua Pemula. Tesis. Yogyakarta: Program Magister Profesi Psikologi, Universitas Islam Indonesia.

http://www.dakwatuna.com/2012/02/06/18397/antara-syukur-dan kufur/#ixzz4G2AI3eNW

http://fliphtml5.com/kgxw/ohgn/basic/51-100

Hurlock, E.B. (1990).Psikologi Perkembangan Edisi 5.Jakarta:Erlangga

Jodi, K.H.M., Mohammad, M.A., Seman, A. (2014). Penerapan agama dalam modul psikospiritual dan Kesannya terhadap Kesehatan Spiritual: Kajian Kes di Kompleks Dar Assaadah Kuala Lumpur. Shariah Jurnal. Vol.22, No.1, pp:107-127

Kashdan, T. B., Uswatte, G., Julian, T. (2006). Gratitude and Hedonic and Eudamonic Well Being in Vietnam War Veterans. Behaviour Research and Therapy, 44 (2), 177-199.

Kirkpatrick, D. L. (1998). Evaluating Training Programs : The Four Levels.San Fransisco : Berret-Kohler Publisher, Inc.

(24)

Leguminosa, P. & Putri A, D. (2016). Pelatihan Kebersyukuran Untuk Menurunkan Stres Kerja Guru Sekolah Inklusi. Tesis. Magister Profesi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Luthans, F. (2006). Perilaku Organisasi (terjemahan Vivin Andika Yuwono). Yogyakarta : Andi Ofset.

Looker, T. & Gregson, O. (2005). Managing Stress. Yogyakarta : BACA

Mahfud, C. (2014). THE POWER OF SYUKUR : Tafsir Kontekstual Konsep Syukur dalam al-Qur’an. Epistemé 9, No. 2, 383-388.

Makhdlori, M. (2008). Bersyukur membuatmu benar-benar kaya. Yogyakarta : Diva Press.

McCullough, M. E., Emmon, R. A., & Tsang, J. A (2002). The grateful disposition : A conceptual and empirical topography. Journal of Personality and Social Psychology, 82, 112-127.

McCullough, M. E., Kimeldorf, M. B., & Cohen, A. D. (2008). An Adaptation for Altruism? The Social Causes, Sosial Effects, And Social Evolution for Gratitude. Association for Psychological Science, 17 (4).

McIntosh, D. (2011). The District Roles Of Spirituality and Religiousity in Physical and Mental Health After Collective Trauma. Journal of Behavioral Medicine. 4(6):497-507.

Munandar, S. A. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : UI Press. Palmer, S. & Cooper, C. (2007). How to Deal with Stress (2nd Edition).United

Kingdom : Kogan Page.

Peterson, C & Seligman, M.E.P. (2004). Character, Strenght, and Virtues : A Handbook & Classification. New York : McGraw-Hills.

Prasasya, M. (2014). Analisis Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Karyawan Divisi Marketing Funding PT Bank X Cabang Bandung. Tesis. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan .

Priyanto, D. (2009). 5 Jam Belajar Olah Data Dengan SPSS 17. Yogyakarta : ANDI.

Puspitasari, D. A & Handayani, M. M. (2014). Hubungan tingkat self-efficacy guru dengan tingkat burnout pada guru sekolah inklusi di Surabaya. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 3 (1), 59 – 68)

(25)

Rahayu, N.(2000). Stres Kerja Ditinjau dari Karakterstik Pekerjaan dan Strategi Koping. Skripsi (tidak diterbitkan).Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Rice, P. L. (1999). Stress and Health. United States of America: Brooks/Cole Publishing Company.

Riggio, R. E. (2003). Introduction to Industrial/Organizational Psychology. New Jersey Inc.

Robbins, S. P. (2002). Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi, dan Aplikasi (terjemahan Hadyana Pujaatmaka) edisi keenam. Jakarta : PT. Buana Ilmu Populer.

Robbins, S. P. (2006). Perilaku Organisasi (terjemahan Benyamin Molan) edisi ke sepuluh. Jakarta : PT. Indeks Kelompok Gramedika.

Robbins, S. P. & Judge T.A. (2008). Perilaku Organisasi. (terjemahan Diana Angelica) edisi ke dua belas. Jakarta: Salemba Empat.

Romdhon, A. (2011). Kebersyukuran Sebagai Sebuah Strategi Coping. International Converence and The 3 rd of Congress of Association of Islamic Psychology. Asosiasi Psikologi Islami Fakultas Psikologi UIN Maulana Ibrahim: UIN Malang Pres, pp : 69-78

Sagala, M. (2013). Efek Pelatihan Relaksasi Untuk Menurunkan Stres Kerja Karyawan Di PT. Madu Baru Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta : Universitas Ahmad Dachlan.

Salav,E., & Cannon,. J.A. (2001). The Science of Training: A Decade of Progress. Annual Review of Psychology.(54) (3), pp: 471-499.

Sholichah, S. (2014). Pelatihan Efikasi Diri Untuk Menurunkan Stres Kerja Perawat Rumah Sakit Jiwa. Jurnal Psikologi Mandiri, Vol :3 No 1 (47-49). Soewondo, S. (2009). Relaksasi Progresif. Depok : LPSP3. Fakultas Psikologi

Universitas Indonesia.

Soewondo, S. (2010). Manajemen Stres dengan Relaksasi Progresif. Depok : LPSP3. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Spears, A. (2008). Work Related Stress.Victoria: Health and Safety Executive Inc.

(26)

Suhanto, E. (2009). Pengaruh Stres Kerja dan Iklim Organisasi terhadap Turnover Intention dengan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Utami, M. (2012). Religiusitas, Koping Religius dan Kesejahteraan Subjektif. Jurnal Psikologi, 39. No 1, pp:44-46.

Watkins, P. C. Woodward, K., Stone, T., & Kolts, R.L. (2013). Gratitude and happiness : Development of a measure of gratitude and relationships with subjective well being. Social Behavior and Personality, 31,431-451. Widhiarso, W. (2008). Aplikasi Anava Campuran Untuk Desain Eksperimen

Pre-Post Design. Tidak diterbitkan. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM. Wood, A. M., Joseph, S., Lloyd, J., Atkins, S. (2009). Gratitude Influences Sleep

Through The Mechanism of Pre-Sleep Cognitions. Journal of Psychosomatic Research, 66, 43–8.

Zahra, A., dan Saidiyah, S. Efektifitas Pelatihan Pemaknaan Surat Al-Insyirah untuk Mengurangi Stres Mahasiswa yang Sedang Mengerjakan Skripsi. Jurnal Intervensi Psikologi. Vol 5, No.1, pp :25-43

Referensi

Dokumen terkait

Seringkali hasil evaluasi dari mahasiswa tidak sama dengan evaluasi yang dilakukan oleh staf pengajar, padahal evaluasi terhadap proses belajar mengajar harus berasal dari dua

Ter- kait dengan peran koridor Malioboro sebagai destinasi utama wisata di Kota Yogyakarta, da- pat dikatakan elemen-elemen berkarakter dan khas yang terdapat di

Kepemimpinan berbasis pelayanan (servant leadership) merupakan katalis perubahan dengan cara membantu para bawahan yang terlibat dalam proses penetapan tujuan,

Indikator cuba memberitahu kepada kita bahawa momentum mula beralih dan walaupun harga telah membuat puncak yang lebih tinggi (atau lebih rendah rendah),

Menurut Ramadianto (2008: 10), macromedia flash sebagai sebuah media pembelajaran berbasis multimedia mempunyai kelebihan dari presentasi multimedia lain sebagai

Kesan daripada proses ini menyebabkan lahir satu kelompok yang mengamalkan dua identiti iaitu masyarakat Cina yang tinggal di bandar (Cina Jati) yang mengamalkan norma adat resam

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini sebagai