• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar Teori Tpha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dasar Teori Tpha"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

dasar teori TPHA

Tinjauan Umum Treponema pallidum

Treponema pallidum merupakan bakteri batang berkuran panjang, ramping, berbentuk lengkung heliks, spiral atau bentuk alat pembuka tutup botol (corkscrew), bersifat gram negative. Treponema pallidum mempunyai selubung luar atau lapisan glikosaminoglikan. Di dalam selubung luar terdapat membrane luar, yang mengandung peptidoglikan dan yang mempertahankan integritas struktur organisme.

Treponema pallidum merupakan bakteri berbentuk spiral yang merupakan penyebab penyakit sifilis. Sipilis merupakan penyakit menular berbahaya. Penyebaran paling banyak melalui hubungan seksual. Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda – beda dan menyerang organ tubuh.

1. Stadium Dini ( Primer )

Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum. Terjadi afek primer berupa penonjolan – penonjolan kecil yang erosif, berukuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus ( Anonim, tt ).

2. Stadium Sekunder

Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul stadium I sudah sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang – kadang terjadi masa transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.

Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang – kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak – bercak atau tonjolan – tonjolan kecil. Sifilis stadium II seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.

3. Stadium Laten

Lesi yang khas adalah gumma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Gumma umumnya satu, dapat multipel. Gumma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar mulut. Gumma juga dapat ditemukan padaorgan dalam seperti lambung, hati, limpa, paru – paru, testis dan sebagainya. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri.

(2)

Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis ( pada jaringan saraf ). Umumnya timbul 10 – 20 tahun setelah infeksi primer.

Diagnosis Laboratorium 1. Uji Non-Treponemal

Uji non-treponemal adalah uji yang mendeteksi antibodi IgG dan IgM terhadap materi-materi lipid yang dilepaskan dari sel-sel rusak dan terhadap antigen-mirip-lipid (lipoidal like antigen) Treponema pallidum. Karena uji ini tidak langsung mendeteksi terhadap keberadaan Treponema pallidum itu sendiri, maka uji ini bersifat non-spesifik. Uji non-treponemal meliputi VDRL (Venereal disease research laboratory), USR (unheated serum reagin), RPR (rapid plasma reagin), dan TRUST (toluidine red unheated serum test). (Aprianinaim,2011) a. Uji fiksasi komplemen (complement fixation, CF)

Uji ini antara lain meliputi uji Wassermann-Kolmer, yang merupakan uji fiksasi komplemen berdasarkan fakta bahwa serum yang mengandung reagen mampu memfiksasi komplemen bila terdapat antigen kardiolipin. Harus dipastikan bahwa serum tersebut tidak bersifat antikomplemen (artinya, tidak merusak komplemen tanpa adanya antigen).

b. Uji flokulasi

Uji ini berdasarkan fakta bahwa pertikel antigen lipid (kardiolipin yang berasal dari jantung sapi) akan tetap terdispersi dalam serum normal, tetapi akan membentuk gumpalan yang tampak bila berikatan dengan reagin. Hasil uji akan tampak dalam beberapa menit saja, terutama bila suspensinya dikocok. Tes flokulasi yang lain selain VDRL dan RPR, adalah tes dari Hinton, Kleine, Mazini, dan tes dari Kahn.

Kerugian dari tes nontreponemal adalah dijumpai adanya reaksi positif palsu, misalnya karena adanya penyakit-panyakit : malaria, lepra, demam bolak-balik, demam tifoid, campak, cacar, dan lain-lain

2. Uji Treponemal

Uji treponemal merupakan uji yang spesifik terhadap sifilis, karena mendeteksi langsung Antibodi terhadap Antigen Treponema pallidum. Pada uji treponemal, sebagai antigen digunakan bakteri treponemal atau ekstraknya, misalnya Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA),Treponema Pallidum Particle Assay (TPPA), dan Treponema Pallidum Immunobilization (TPI). Walaupun pengobatan secara dini diberikan, namun uji treponemal dapat memberi hasil positif seumur hidup. (Aprianinaim,2011)

(3)

Dasar dari tes ini bahwa terdapat antibody pada penderita yang mempunyai kemampuan untuk menghentikan pergerakan dari bakteri treponema yang masih hidup. Sebagai antigen, digunakan bakteri Treponema pallidum yang masih hidup (diambil dari lesi penderita atau bakteri yang dibiakkan pada testis kelinci). Tes ini sangat mahal dan sukar, juga memberikan hasil yang positif terhadap penyakit-penyakit yang non-veneral seperti: yaws, bejel, dan pinta

b. Reiter Complement Fixation Test

Pada tes serologi ini, dipakai antigen yang berasal dari ekstrak dari treponema yang avirulen yang disebut galur Reiter, yang dapat dibiakkan secara in vitro. Kelemahan dari tes ini antara lain :

 Pada stadium lanjut dari penyakit sifilis, justru sering memberikan hasil yang negatif;

 Terjadi reaksi silang dengan bakteri treponema yang merupakan flora normal pada mulut (T.microdentium dan T.macrodentium).

c. Fluorescent Antibody Technique (FAT)

Uji ini menggunakan imunofluoresensi indirect ( Treponema pallidum yang dimatikan + serum penderita + anti-gammaglobilin manusia yang berlabel ), dan menunjukkan spesifisitas dan sensitifitas yang sangat baik untuk antibody sifilitik, bila serum penderita telah diabsorbsi oleh Spirochaeta galur Reiter yang disonifikasi sebelum dilakukan uji FTA (Sylvia Y. Muliawan, 2008).

FAT adalah tes yang mahal dan membutuhkan waktu yang lama sehingga tidak direkomendasikan untuk tes uji saring (screening). Tes ini digunakan untuk konfirmasi tes nontreponemal yang positif dan untuk diagnose sifilis stadium lambat dimana tes nontreponemal sering memberikan hasil negatif palsu (Tim Mikrobiologi, 2003).

d. Pemeriksaan Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA)

Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) merupakan suatu pemeriksaan serologi untuk sifilis dan kurang sensitif bila digunakan sebagai skrining (tahap awal atau primer) sifilis. Manfaat pemeriksaan TPHA sebagai pemeriksaan konfirmasi untuk penyakit sifilis dan mendeteksi respon serologis spesifik untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut atau akhir sifilis. Untuk skirining penyakit sifilis biasanya menggunakan pemeriksaan VDRL atau RPR apabila hasil reaktif kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA sebagai konfirmasi.

(4)

antibodi terhadap treponema. Jika di dalam tubuh terdapat bakteri ini, maka hasil tes positif. Tes ini akan menjadi negatif setelah 6 - 24 bulan setelah pengobatan. Bakteri-bakteri yang lain selain keluarga treponema tidak dapat membuat hasil tes ini menjadi positif. Pemeriksaan TPHA dilakukan berdasarkan adanya antibodi Treponema Palidum yang akan bereaksi dengan antigen treponema yang menempel pada eritrosit sehingga terbentuk aglutinasi dari eritrosit-eritrosit tersebut.

Keunggulan metode TPHA untuk pemeriksaan Sifilis dibandingkan metode lain:

 Teknik dan pembacaan hasilnya mudah, cukup spesifik dan sensitive (dapat mendeteksi titer – titer yang sangat rendah)

 Bakteri lain selain dari family Treponema tidak dapat memberikan hasil positif

Namun, metode TPHA memiliki beberapa kekurangan, antara lain:  Harganya mahal

 Pengerjaannya membutuhkan waktu inkubasi yang lama, hampir 1 jam.

Cara Pencegahan

Tidak ada vaksin untuk mencegah terjangkitnya sifilis. Pencegahan dapat dilakukan dengan:

 Tidak berhubungan seksual dengan orang yang memiliki penyakit sifilis  Tidak berganti-ganti pasangan

 Penyuluhan mengenai bahaya penyakit menular seksual (PMS) pada masyarakat

 Pemeriksaan darah pada ibu hamil melalui STS (Serological Test for Syphilis) untuk menghindari terjadinya congenital sifilis

 Sifilis tidak menular melalui pelukan, makan menggunakan peralatan makan yang sama, jabat tangan dan dudukan toilet (Anonim,2007).

ALAT DAN BAHAN ALAT

1. Mikroplate 96 sumur (Format sumur U)

(5)

3. White tip dan yellow tip BAHAN

1. Sampel serum/plasma pasien

2. Plasmatec TPHA Test Kit ( suhu penyimpanan : 2-80 C)

CARA KERJA 1. Metode Kualitatif

a. Pengenceran Sampel (1:20)

1) Semua komponen pemeriksaan disiapkan dan dikondisikan pada suhu ruang

2) Mikroplate diletakkan pada meja yang datar dan kering

3) Reagen Diluent dimasukkan sebanyak 190 µL dengan mikropipet ke dalam satu sumur mikroplate.

4) Sampel serum/plasma ditambahkan sebanyak 10 µL dengan mikropipet ke dalam sumur tersebut.

5) Campuran dihomogenkan

NB : Kontrol positif dan negatif telah disediakan untuk siap digunakan tanpa memerlukan pengenceran

b. Test

1) Mikroplate (6 buah sumur uji) disiapkan

2) Pada sumur 1 dan 2 masing-masing ditambahkan 25 µL sampel yang telah diencerkan (1:20)

3) Pada sumur 3 dan 4 ditambahkan 25 µL control positif dan pada sumur 5 dan 6 ditambahkan 25 µL kontrol negatif.

4) Pada sumur 1,3 dan 5 ditambahkan 75 µL reagen Test Cell dan pada sumur 2,4 dan 6 ditambahkan 75 µL reagen Control Cell serta dihomogenkan. Campuran ini disebut pengenceran 1:80.

5) Kemudian diinkubasi pada suhu 15-300 C selama 45-60 menit tanpa

adanya getaran.

6) Hasil/reaksi yang terjadi diamati dan diinterpretasikan. Aglutinasi stabil hingga watu 3 jam apabila dibiarkan.

7) Apabila hasil yang diperoleh positif maka dilanjutkan pada metode semi kuantitatif.

2. Metode Semi Kuantitatif a. Pengenceran Sampel (1:20)

1) Semua komponen pemeriksaan disiapkan dan dikondisikan pada suhu ruang.

2) Mikroplate diletakkan pada meja yang datar dan kering

3) Reagen Diluent dimasukkan sebanyak 190 µL dengan mikropipet ke dalam satu sumur mikroplate

(6)

4) Sampel serum/plasma ditambahkan sebanyak 10 µL dengan mikropipet ke dalam sumur tersebut

5) Campuran dihomogenkan

NB : Kontrol positif dan negatif telah disediakan untuk siap digunakan tanpa memerlukan pengenceran

b. Titrasi

1) Mikroplate (8 buah sumur uji) disiapkan 2) Sumur 1 dibiarkan kosong.

3) Dari sumur 2 sampai sumur 8 dimasukkan masing-masing sebanyak 25 µL reagen Diluent

4) Sebanyak 25 µL sampel yang telah diencerkan (1:20) ditambahkan ke dalam sumur 1 dan 2 kemudian dihomogenkan

5) Dari sumur 2 dipipet sebanyak 25 µL dan dipindahkan ke sumur 3 kemudian dihomogenkan dan diulangi sampai sumur ke-8. Dari sumur 8 dipipet 25 µL dan dibuang

c. Test

1) Control cell dimasukkan sebanyak 75 µL kedalam sumur uji 1.

2) Reagen Test Cell Sebanyak 75 µL dimasukkan ke dalam masing-masing sumur yaitu dari sumur 2-8 (Campuran ini memiliki range pengenceran dari 1/80 – 1/10,240).

3) Kemudian dihomogenkan

4) Mikroplate diinkubasi pada suhu 15-300 C selama 45 - 60 menit pada

permukaan yang bebas dari getaran

5) Hasil / reaksi yang terjadi diamati dan dicatat titernya sebagai pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan hemaglutinasi

INTERPRETASI HASIL

1. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Kualitatif

a. Reaksi positif ditunjukkan dengan hemaglutinasi sel

b. Reaksi negatif ditunjukkan dengan adanya pengendapan sel pada dasar sumur seperti titik.

2. Interpretasi Hasil Semi Kuantitatif

a. Reaksi positif ditunjukkan dengan hemaglutinasi sel

(7)

b. Reaksi negatif ditunjukkan dengan adanya pengendapan sel pada dasar sumur seperti titik.

c. Gambar hasil yang masih menunjukkan hasil positif :

Titer : pengenceran terakhir yang masih menunjukkan hemaglutinasi. http://rockapolka.blogspot.com/2012/07/treponema-pallidum.html?m=1

Referensi

Dokumen terkait