• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUHU, LAMA, DAN UKURAN MESH DALAM PEMBUATAN BIOCHAR PLUS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT TERHADAP RETENSI TANAH GAMBUT DAN PODSOLIK MERAH KUNING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SUHU, LAMA, DAN UKURAN MESH DALAM PEMBUATAN BIOCHAR PLUS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT TERHADAP RETENSI TANAH GAMBUT DAN PODSOLIK MERAH KUNING"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUHU, LAMA, DAN UKURAN MESH DALAM PEMBUATAN BIOCHAR PLUS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT TERHADAP RETENSI

TANAH GAMBUT DAN PODSOLIK MERAH KUNING

Yanetri Asi Nion1*), Gusti Irya Ichriani1), Hastin Ernawati Nur Chusnul Chotimah1), Renhart Jemi2), Rawing Rambang3)

Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi Agroteknologi1)

Jurusan/Program Studi Kehutanan2) Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya, Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah3)

e-mail: yanetriasinion@gmail.com

Disampaikan pada Simposium dan Seminar Nasional Perhimpunan Agronomi Indonesiadi Universitas Sebelas Maret. 13 dan 14 Nopember 2014 Solo Jawa Tengah

ABSTRAK

Tandan Kosong Kelapa Sawit dirubah menjadi biochar dengan teknologi pyrolisis dan digabung dengan Burkholderia nodosa G52.Rif1 (fiksasi nitrogen dan antagonis) dan Trichoderma G12 sp (antagonis) sehingga menjadi biochar plus.Pengaruh suhu, lama dan ukuran mesh dalam pembuatan biochar plus terhadap daya retensi tanah terhadap unsur hara pada tanah gambut dan podsolik merah kuning telah diteliti.Teknologi pembuatan biochar dari TKKS yang baik adalah pembuatan dengan suhu 300°C atau 400°C dengan waktu 2 jam, ukuran 80 mesh, dengan tambahan mikrob. Dengan aplikasi biochar plus, perubahan kondisi kesuburan tanah masing-masing jenis setelah pemupukan masih mampu dipertahankan setelah dilakukan pelindian.Perbedaan perlakuan yang diberikan biochar plus (mikrob, ukuran mesh, lama dan suhu pembuatan) memberikan efek perubahan kondisi hara yang berbeda pada setiap jenis tanah.

Kata kunci: Biochar plus, tandan kosong kelapa sawit.

Pendahuluan

Indonesia saat ini merupakan negara produksi CPO (crude petroleum oil) terbesar di dunia, dimana selalu terjadi peningkatan setiap tahun dari segi luas perkebunan, produksi dan produktivitas. Peningkatan produksi CPO jelas menimbulkan terjadinya peningkatan limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan buah sawit menjadi CPO. Limbah padatan yang paling banyak dibuang adalah limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yaitu sekitar 23% dari total limbah (Indriyati, 2008).

Teknologi yang aman dan berwawasan lingkungan untuk mengubah biomassa TKSS menjadi bioenergi adalah teknologi pyrolisis.Teknologi pirolisis untuk mengubah TKKS menjadi biofuel, gas dan biochar bukanlah merupakan hal yang baru karena telah dilakukan oleh negara penghasil CPO di dunia seperti oleh negara Malaysia dan Singapura dan dimulai secara intensif dari sekitar tahun 2005 sampai sekarang (Sukiran et al., 2011; Vanderbosth et al., 2007; Yang et al., 2006). Bahkan hasil penelitian

(2)

Harsono et al. (2011) melaporkan bahwa hasil Lice Cycle Analysis (LCA) biochar dari TKKS menunjukan keseimbangan energy yang positif sekitar 25%. Analisis produksi

biochar dari TKKS menunjukan bahwaemisi CO2rendah, begitu juga emisi dari

N2OdanCH4.

Limbah TKKS yang diolah menjadi biochar merupakan strategi jitu untuk melakukan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.Beberapa hasil penelitian pada lahan pertanian yang telah diberikan biochar memberikan manfaat seperti mempertahankan nutrisi dan kation, penurunan keasaman tanah, penurunan penyerapan racun tanah, memperbaiki struktur tanah, efisiensi penggunaan hara, kapasistas menahan air dan menurunkan senyawa non-CO2, gas rumah kaca (CH4, N2O)

(Steinbeiss et al. 2009, Krull, 2011).

Peluang yang belum banyak digali adalah kondisi suhu terbaik, lama dan ukuran mesh dalam pembuatan biochar dari TKKS dan pengaruh retensi tanah gambut dan podsolik merah kuning terhadap unsur hara tanah.

Materi dan Metode

Teknik pyrolisis untuk membuat biochar

Bahan baku TKKS diperoleh dari PT. Bina Sawit Abadi (Sinar Mas Group), Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah. Perlakuan pirolisis serta pembuatan biochar dilaksanakan di laboratorium Teknologi Hasil, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya.

Perlakuan yang diteliti adalah pengaruh suhu dan retention time terhadap hasil

biochar.Suhu yang digunakan adalah Suhu 300C dan 400C, pada waku 2 dan 3 jam

pembakaran. Setelah biochar selesai, kemudian dihancurkan dan disaring dengan ayakan mesh yang dibuat untuk biochar TKKS adalah mesh ukuran 40 dan 80 mesh.

Studi Perubahan Kondisi Tanah dengan Aplikasi Biochar Plus

Biochar TKKS diaplikasikan pada 2 jenis tanah yaitu Podsolik Merah

Kuning/tanah podsolik (A) dan Organosol/tanah gambut (G) dengan takaran 7,5 ton ha

-1

. Biochar TKKS yang diberikan pada tanah sudah diperlakukan berupa (1) suhu

pembuatan (300oC dan 400oC); (2) lama pembuatan (2 jam dan 3 jam); (3) pengayakan

(3)

mikrob Burkholderia nodosa G.25if1 ditambah Trichoderma G12 sp).

Masing-masing jenis tanah disiapkan, dicampur merata dengan masing-masing biochar TKKS. Pada tanah juga diberikan pupuk N (300 kg ha-1), pupuk K (200 kg ha-1) dan pupuk P (200 kg ha-1). Selanjutnya tanah yang telah dicampur dengan biochar TKKS dan pupuk ditempatkan pada tabung pelindian dan diinkubasi selama 1 bulan.Pada masa inkubasi tanah diberikan air sampai kondisi 100% kapasitas lapangan. Kondisi ini dipertahankan sampai akhir masa inkubasi.

Setelah 1 bulan inkubasi, pelindian hara dari tanah dilaksanakan dengan cara kerja yang dilakukan Rachim (1995) yaitu pelindian dilakukan setelah masa inkubasi selesai dengan memberikan air sesuai perhitungan curah hujan. Berdasarkan perhitungan, curah hujan rata-rata tahunan Kota Palangka Raya dan sekitarnya selama 11 tahun terakhir adalah 2890,46 mm.tahun-1 (60,22 mm.minggu-1). Dengan luas permukaan tabung pelindian 56,72 cm2 maka volume air pelindian yang digunakan adalah 342 mm.minggu-1 (luas permukaan tabung x curah hujan rata-rata mingguan = 56,72 cm2 x 60,22 mm.tahun-1 = 342 mm.minggu-1).

Parameter yang diamati adalah pH air terlindi, kandungan hara N, P, dan K dalam air terlindi, pH tanah dan kandungan hara N, P dan K tanah pada masing-masing jenis tanah yang telah diberikan biochar TKKS.

Hasil dan Pembahasan

Teknologi pembuatan biochar dari TKKS dengan teknik pyrolisis

Perlakuan pirolisis serta pembuatan biochar telah dilaksanakan di laboratorium Teknologi Hasil, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya pada akhir bulan Oktober 2013.

Tandan kosong kelapa sawit yang telah diperoleh dari perusahaan kemudian dicincang sekitar 5 cm dan setelah itu dijemur sampai kering, sekitar 5 hari. Kadar air pada TKKS yang terukur adalah 35,92%.

Perlakuan yang diteliti adalah pengaruh suhu dan retention time terhadap hasil

biochar. Suhu yang digunakan adalah Suhu 300C dan 400C, pada waktu 2 dan 3 jam

pembakaran. Pembuatan arang ini seluruhnya memerlukan waktu 4 hari.

Pada pembuatan arang TKKS baik pada suhu 300C dan 400C, baik pada waktu 2 atau 3 jam pembakaran, cuka kayu mulai keluar dari alat pada suhu mencapai

(4)

Arang TKKS

sekitar 90-100C, warnanya kuning kecerahan, setelah pada suhu 170C menjadi kuning

coklat. Suhu pembakaran cepat sekali naik dari 0C sampai 400C hanya memerlukan

waktu sekitar 30 menit, tetapi waktu untuk mendinginkan arang cukup lama yaitu satu hari satu malam.

Proses penyaringan 40 mesh untuk perlakuan 400C pada pembakaran 3 jam untuk sampel sebanyak 1,5 kg arang TKKS, membutuhkan waktu lama untuk menyaringnya yaitu sekitar 6,5 jam. Proses pengarangan ditampilkan pada Gambar 1.

Kondisi awal tanah sebelum pemberian Biochar plus

Hasil analisis tanah awal (Tabel 1.) menunjukkan bahwa ketiga jenis tanah memiliki pH tanah yang termasuk dalam kategori masam, KTK tanah sedang (Podsolik) dan sangat tinggi (Gambut). Tanah gambut memiliki kandungan C-organik sangat tinggi namun rasio C/N sangat rendah artinya bahan organik yang dimiliki tanah tidak mudah melapuk.Pada tanah podsolik memiliki rasio C/N sangat rendah artinya pada jenis tanah ini beresiko memiliki bahan organik yang rendah.

Gbr.1. Proses pembuatan biochar dari TKKS menggunakan system pyrolisis

Hancurkan dan saring dengan ayakan 40 dan 80 mesh

4 5 1 2 3 40 mesh 6 80 mesh

(5)

Tabel 1. Sifat kimia tanah awal beberapa jenis tanah 1)

Jenis Tanah

Sifat Kimia Tanah

pH H2O KTK K-dd Ca-dd Mg-dd Na-dd Al-dd P-BrayI N-total C-organik

(1:2,5) --- me/100 g --- (ppm) ---%---

Gambut 4,45 49,83 0,58 5,99 1,36 0,68 6,76 90,50 0,14 53,55 Podsolik 4,46 20,93 0,60 1,68 0,34 0,05 2,47 55,27 1,34 3,05 Keterangan : 1)Dianalisis di Laboratorium Analitik Universitas Palangka Raya

Kondisi pH tanah setelah Aplikasi Biochar Plus

Pemberian biochar plus diharapkan memberikan perubahan terhadap sifat-sifat tanah yang diamati. Rata-rata pH air hasil pelindian pada tanah podsolik 8,94, dan tanah gambut 7,34. Pada tanah gambut, pH tidak menunjukkan perbedaan dengan kondisi pH tanah sebelum aplikasi biochar plus. Disebabkan karena daya sangga tanah yang tinggi (KTK tinggi) sehingga perubahan tidak terjadi secara mencolok. Sebaliknya pada tanah podsolik yang memiliki nilai KTK tanah yang rendah sehingga lebih mudah mengalami perubahan (Tabel 2).

Pemberian biochar yang suhu dan lama pembuatan, ukuran mesh dan adanya-tidaknya mikroba hanya memberikan perbedaan 0,1 digit pada hasil pengukuran pH air hasil lindian pada masing-masing tanah. Menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap kemampuan biochar plus untuk mengubah kondisi kemasaman tanah tetapi biochar plus masih mampu mempertahankan kondisi kemasaman seperti saat sebelum aplikasi biochar plus (setelah pemupukan).

Hasil analisis pH tanah terhadap jenis tanah yang diberikan biochar plus menunjukkan bahwa pada podsolik biochar plus mampu mempertahankan kondisi pH tanah seperti pada saat sebelum aplikasi biochar plus hanya terjadi penurunan pH sekitar 0,4 digit dan kenaikan pH sekitar 0,1 digit (Tabel 2.) Seperti halnya pH air hasil pelindian, penurunan pH terjadi pada tanah gambut yaitu dari 7,39 menjadi 6,62. Tingginya kandungan asam-asam organik yang mengakibatkan tingginya KTK tanah pada tanah gambut memberikan kemampuan pada tanah tersebut untuk sulit dilakukan perubahan.

Adanya perlakuan pada biochar plus yang diberikan pada tanah podsolik mengindikasikan bahwa pemberian mikrob pada biochar dapat memberikan nilai pH tanah yang lebih tinggi daripada tanah yang diberikan biochar tanpa mikrob. Sebaliknya

(6)

terjadi pada tanah gambut adanya mikrob pada biochar menyebabkan pH tanahnya lebih rendah dibandingkan tanah gambut yang diberi biochar tanpa mikrob.

Tabel 2. Hasil analisis pH airyang terlindi pada tanah yang diberikan biochar plus dan pH tanah yang diberikan biochar plus

No Sampel Sampel Air Tanah Podsolik pH air yang terlindi pH tanah (1:2,5) No sampel Sampel Air Tanah Gambut pH air yang terlindi pH tanah (1:2,5) 1 AT1W1S1M0 9,02 7,60 17 GT1W1S1M0 7,38 7,09 2 AT1W1S2M0 9,05 7,60 18 GT1W1S2M0 6,54 4,98 3 AT1W2S1M0 8,78 7,52 19 GT1W2S1M0 7,04 5,37 4 AT1W2S2M0 8,85 7,49 20 GT1W2S2M0 7,26 7,15 5 AT2W1S1M0 8,91 7,70 21 GT2W1S1M0 7,18 7,23 6 AT2W1S2M0 8,92 7,46 22 GT2W1S2M0 8,03 6,94 7 AT2W2S1M0 8,89 7,54 23 GT2W2S1M0 7,26 7,22 8 AT2W2S2M0 8,99 7,45 24 GT2W2S2M0 7,13 7,24 9 AT1W1S1M1 8,99 7,61 25 GT1W1S1M1 7,74 7,18 10 AT1W1S2M1 9,00 7,43 26 GT1W1S2M1 7,19 7,05 11 AT1W2S1M1 9,01 7,64 27 GT1W2S1M1 7,46 6,28 12 AT1W2S2M1 8,99 7,51 28 GT1W2S2M1 7,79 5,82 13 AT2W1S1M1 8,96 7,50 29 GT2W1S1M1 7,14 7,11 14 AT2W1S2M1 8,95 7,71 30 GT2W1S2M1 8,14 7,11 15 AT2W2S1M1 8,91 7,77 31 GT2W2S1M1 7,27 6,33 16 AT2W2S2M1 8,88 7,80 32 GT2W2S2M1 6,97 5,78 Keterangan:

A = Tanah Podsolik G = Tanah Gambut

T1 = Biochar suhu 300oC W1 = Lama pembuatan 2 jam S1 = 40 mesh M0 = tanpa mikrob

T2 = Biochar suhu 400oC W2 = Lama pembuatan 3 jam S2 = 80 mesh M1 = plus mikrob

Perbedaan suhu, lama pembuatan dan ukuran mesh biochar tidak memberikan perbedaan yang berarti pada nilai pH tanah podsolik. Pada tanah gambut lama pembuatan 3 jam dan ukuran 80 mesh memberikan nilai pH yang lebih rendah dibanding lama pembuatan 2 jam dan ukuran 40 mesh, tetapi biochar yang dibuat

dengan suhu 400oC mampu memberikan pH tanah gambut yang lebih tinggi

dibandingkan biochar yang dibuat dengan suhu 300oC.

Kondisi Hara Tanah pada Air Hasil Pelindian setelah Aplikasi Biochar Plus

Berdasarkan hasil analisis (Tabel 3.), N-total terlindi pada tanah podsolik dan gambut yang diaplikasikan biochar plus menunjukkan bahwa rerata N-total yang

(7)

terlindi paling rendah ada pada air hasil lindian dari tanah gambut yaitu 0,21%, sedangkan pada tanah podsolik yaitu 0,47%. Perbedaan perlakuan pada biochar plus tidak memberikan perbedaan yang besar terhadap N-total tanah yang terlindi pada masing-masing jenis tanah, kecuali pada aplikasi mikrob pada biochar memberikan N-total terlindi pada tanah gambut yang lebih besar dibandingkan pada tanah diberikan biochar plus tanpa mikrob, tetapi pada tanah podsolik terjadi kondisi yang sebaliknya. Tabel 3. Hasil analisis kandungan hara N, P, dan K yang terlindi pada tanah podsolik

dan gambut yang diberikan biochar plus

No Sampel Air N-total (%) P-larut (ppm) K-larut (ppm) No Sampel Air Tanah Pasir N-total (%) P-larut (ppm) K-larut (ppm) Tanah Podsolik 1 AT1W1S1M0 0,30 62,16 124,30 9 AT1W1S1M1 0,06 42,43 37,17 2 AT1W1S2M0 0,17 40,34 74,40 10 AT1W1S2M1 0,07 41,28 36,53 3 AT1W2S1M0 0,34 34,02 36,45 11 AT1W2S1M1 0,23 50,83 38,11 4 AT1W2S2M0 0,46 52,24 36,35 12 AT1W2S2M1 0,03 43,31 77,87 5 AT2W1S1M0 0,07 29,32 38,73 13 AT2W1S1M1 0,15 39,50 82,36 6 AT2W1S2M0 0,31 37,62 35,97 14 AT2W1S2M1 1,17 37,94 75,01 7 AT2W2S1M0 0,21 54,69 38,73 15 AT2W2S1M1 0,06 13,14 78,00 8 AT2W2S2M0 0,18 13,61 75,51 16 AT2W2S2M1 0,26 32,61 75,01 Tanah Gambut 1 GT1W1S1M0 1,26 17,63 46,57 9 GT1W1S1M1 1,29 21,70 75,01 2 GT1W1S2M0 1,27 27,08 74,40 10 GT1W1S2M1 1,35 11,16 74,40 3 GT1W2S1M0 1,30 8,18 97,73 11 GT1W2S1M1 1,31 25,15 124,30 4 GT1W2S2M0 1,30 11,99 124,30 12 GT1W2S2M1 1,33 15,33 49,47 5 GT2W1S1M0 1,31 19,82 52,28 13 GT2W1S1M1 1,34 12,41 46,80 6 GT2W1S2M0 1,32 21,96 124,30 14 GT2W1S2M1 1,33 39,35 124,30 7 GT2W2S1M0 1,37 12,67 53,56 15 GT2W2S1M1 1,33 6,25 49,93 8 GT2W2S2M0 1,33 6,20 74,40 16 GT2W2S2M1 1,31 19,98 124,30 Keterangan:

P = Tanah Pasir A = Tanah Podsolik G = Tanah Gambut

T1 = Biochar suhu 300oC W1 = Lama pembuatan 2 jam S1 = 40 mesh M0 = tanpa mikrob

T2 = Biochar suhu 400 o

C W2 = Lama pembuatan 3 jam S2 = 80 mesh M1 = plus mikrob

Kandungan P-larut yang terdapat pada air hasil pelindian pada masing-masing jenis tanah yang diaplikasi biochar plus memperlihatkan pada tanah gambut rerata P-larut yang terlindi paling rendah yaitu 17,30 ppm P2O5, pada tanah podsolik 39,07 ppm

P2O5 (Tabel 3.). Perbedaan perlakuan pada biochar plus memberikan perbedaan

terhadap rerata P-larut yang terlindi pada masing-masing jenis tanah. Keberadaan mikrob pada biochar yang diaplikasikan ke tanah podsolik mampu mengurangi P-larut

(8)

yang terlindi, sedangkan pada tanah gambut menunjukkan peningkatan. Biochar yang berukuran 40 mesh mampu menurunkan P-larut yang terlindi pada tanah gambut, sedangkan pada tanah podsolik biochar ukuran ini justru meningkat P-larut yang terlindi. Aplikasi biochar dengan lama pembuatan 2 jam mampu mengurangi P-larut yang terlindi pada semua jenis tanah, sedangkan perbedaan suhu pembuatan tidak memperlihatkan perbedaan terhadap P-larut yang terlindi.

Untuk kondisi K-larut (Tabel 3.), pada tanah podsolik rerata K-larut yang yang terdapat pada air hasil pelindian paling rendah yaitu 60,03 pada tanah podsolik ppm K2O. Pada tanah gambut menunjukkan rerata kandungan K-larut dalam air hasil

pelindian paling tinggi yaitu 82,25 ppm K2O. Perbedaan perlakuan pada biochar plus

tidak memberikan perbedaan cukup besar terhadap rerata K-larut yang terlindi pada masing-masing jenis tanah. Keberadaan mikrob, perbedaan ukuran mesh, perbedaan lama pembuatan dan perbedaan suhu pembuatan tidak memperlihatkan perbedaan terhadap K-larut yang terdapat dalam air hasil pelindian, kecuali pada tanah gambut biochar plus ukuran 80 mesh meningkatkan P-larut yang terlindi hampir 40%.

Kondisi Hara dalam Tanah yang Diaplikasi Biochar Plus setelah Pelindian

Hasil dari rerata kandungan N-total tanah pada masing-masing jenis tanah menunjukkan status N-total pada tanah gambut tergolong sangat tinggi, sedangkan pada tanah podsolik tergolong sedang.Pada tanah gambut menunjukkan N-total tanah sangat tinggi sedangkan N-total yang terlindi paling rendah.Hal ini memperlihatkan terjadinya immobilisasi senyawa N pada tanah gambut ini (Tabel 4).

Pada tanah podsolik, memberikan kandungan N-total yang rendah dengan tingkat pelindian hara N tinggi.Namun apabila dibandingkan tanah tanah podsolik ini memiliki kandungan liat cukup tinggi, kandungan N dan C-organik tinggi. Maka dapat saja terjadi senyawa N tanah terimmobilisasi atau hilang melalui proses volatilisasi (penguapan).

Efek aplikasi biochar plus terhadap kandungan N-total pada tanah menunjukkan keberadaan mikrob dapat meningkatkan N-total pada tanah pasir.Pada tanah podsolik dan gambut perbedaan perlakuan terhadap biochar plus tidak menyebabkan perbedaan kandungan N-total pada masing-masing tanah kecuali perlakuan ukuran 80 mesh.

(9)

Tabel 4. Hasil analisis kandungan hara N, P, dan K tanah pada tanah podsolik dan gambut yang diberikan biochar plus setelah pelindian

No Sampel N-total (%) P-tersedia (ppm) K-tukar (me/100 g tanah) No Sampel N-total (%) P-tersedia (ppm) K-tukar (me/100 g tanah) Tanah Podsolik 1 AT1W1S1M0 0,30 139,04 2,27 9 AT1W1S1M1 0,06 150,29 3,77 2 AT1W1S2M0 0,17 147,12 3,67 10 AT1W1S2M1 0,07 153,98 3,80 3 AT1W2S1M0 0,34 150,55 3,66 11 AT1W2S1M1 0,23 142,05 3,75 4 AT1W2S2M0 0,46 143,31 3,71 12 AT1W2S2M1 0,03 149,32 3,70 5 AT2W1S1M0 0,07 148,28 3,53 13 AT2W1S1M1 0,15 149,12 3,90 6 AT2W1S2M0 0,31 135,64 3,57 14 AT2W1S2M1 1,17 157,90 3,73 7 AT2W2S1M0 0,21 154,37 3,84 15 AT2W2S1M1 0,06 70,07 3,69 8 AT2W2S2M0 0,18 69,17 3,75 16 AT2W2S2M1 0,26 68,67 3,68 Tanah Gambut 1 GT1W1S1M0 1,26 120,14 3,20 9 GT1W1S1M1 1,29 112,79 3,65 2 GT1W1S2M0 1,27 134,97 3,85 10 GT1W1S2M1 1,35 127,92 3,14 3 GT1W2S1M0 1,30 119,99 3,65 11 GT1W2S1M1 1,31 132,75 3,14 4 GT1W2S2M0 1,30 119,85 3,27 12 GT1W2S2M1 1,33 117,35 3,50 5 GT2W1S1M0 1,31 128,04 3,38 13 GT2W1S1M1 1,34 121,72 3,65 6 GT2W1S2M0 1,32 127,64 3,59 14 GT2W1S2M1 1,33 126,54 3,22 7 GT2W2S1M0 1,37 122,93 3,09 15 GT2W2S1M1 1,33 115,88 3,44 8 GT2W2S2M0 1,33 123,24 3,03 16 GT2W2S2M1 1,31 135,79 2,96 Keterangan:

P = Tanah Pasir A = Tanah Podsolik G = Tanah Gambut

T1 = Biochar suhu 300oC W1 = Lama pembuatan 2 jam S1 = 40 mesh M0 = tanpa mikrob

T2 = Biochar suhu 400oC W2 = Lama pembuatan 3 jam S2 = 80 mesh M1 = plus mikrob

Hasil rerata senyawa P yang tersedia pada tanah menunjukkan bahwa P-tersedia pada tanah tanah podsolik dan gambut terdapat 132,98 ppm P2O5 dan 123,04 ppm P2O5.

Kandungan P-tersedia mengalami peningkatan signifikan setelah dilakukan pemupukan P sehingga berdasarkan penilaian status hara kandungan P-tersedia kedua jenis tanah tergolong sangat tinggi. Namun adanya P-tersedia yang tinggi ini diikuti pula tingginya hara P yang terlindi dari tanah (pola pelindian hara P mengikuti tingkat ketersediaan P dalam tanah). Bila dihitung prosentase hara P yang terlindi dari hara P- tersedia pada tanah podsolik akan terhilang hanya sekitar 29% dan pada tanah gambut hampir 0%. Pada tanah gambut, umumnya hara P-tersedia cukup tinggi tetapi terjadi immobilisasi.

Perbedaan perlakuan terhadap biochar plus memberikan efek yang tidak berbeda terhadap ketersediaan P di tanah pasir dan gambut, tetapi pada tanah podsolik adanya

(10)

mikroba, ukuran 80mesh, lamanya pembuatan dan suhu pembuatan biochar yang lebih mengurangi jumlah ketersediaan P dalam tanah.

Hasil rerata K-tersedia tanah (K-dd) menunjukkan jumlah hara K yang tersedia pada ketiga jenis tanah tidak berbeda.Status hara K masing-masing tanah setelah dilakukan pemupukan K tergolong sangat tinggi. Bila dilihat dari data unsur K yang terlindi, maka unsur hara K yang dapat ditahan tanah dan tersedia sangat kecil. Unsur K banyak hilang karena proses pelindian hara. Perbedaan perlakuan pada biochar plus tidak memberikan efek yang signifikan terhadap ketersediaan K pada semua jenis tanah yang digunakan.

Berdasarkan jumlah hara yang terlindi dan tersedia, maka masing-masing hara tersebut digolongkan pada hara yang terlindi dan tersedia tinggi, sedang, dan rendah.Untuk menentukan biochar plus yang dapat diaplikasikan maka dipilih biochar plus yang berada dalam golongan yang mengakibatkan hara terlindi dan tersedia sedang, karena jika memilih terlindi rendah maka diduga hara terlalu kuat terikat (immobil) sehingga ketersediaannya rendah bagi tanaman atau jika terlindi tinggi maka dapat terjadi ketidaksinkronan dengan kebutuhan tanaman terhadap unsur tersebut. Berdasarkan pertimbangan diatas maka biochar diperlakukan dengan T1W1S2M0

(perlakuan dengan pembuatan biochar suhu 300°C, 2 jam, ukuran 80 mesh, tanpa mikrob), T1W1S2M1(perlakuan dengan pembuatan biochar suhu 300°C, 2 jam, ukuran

80 mesh, biochar plus), dan T2W1S2M1 (perlakuan dengan pembuatan biochar suhu

400°C, 2 jam, ukuran 80 mesh, biochar plus) yang dipilih untuk diteliti lebih lanjut.

Kesimpulan

1) Teknologi pembuatan biochar dari TKKS yang baik sementara ini adalah pembuatan dengan suhu 300°C atau 400°C dengan waktu 2 jam, ukuran 80 mesh, dengan tambahan mikrob sehingga menjadi biochar plus.

2) Dengan aplikasi biochar plus, perubahan kondisi kesuburan tanah masing-masing jenis setelah pemupukan masih mampu dipertahankan setelah dilakukan pelindian. 3) Perbedaan perlakuan yang diberikan biochar plus (mikroba, ukuran mesh, lama dan

suhu pembuatan) memberikan efek perubahan kondisi hara yang berbeda pada setiap jenis tanah.

(11)

Terima Kasih

Tim penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Dikti atas pendanaan penelitian yang dihibahkan melalui hibah penelitian MP3EI tahun 2013, juga kepada PT. Bina Sawit Abadi (Sinar Mas Group), Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah yang bersedia memberikan secara gratis tandan kosong kelapa sawit. Terima kasih kepada Zwagery C.C. Putra dan Yuda yang telah membantu dalam proses pembuatan biochar, juga kepada Kanamiati dan Suriadi yang telah membantu dalam proses uji retensi tanah.

Daftar Pustaka

Harsono, S.S., P. Grundmann, A. Hansen, I. Azni, S. Mam, T.I.M. Ghazi and H.L. Lek. 2011. Life cycle analysis of biochar from palm oil empty fruit bunches. Tropentag.

Indriyati, 2008. Potensi Limbah Industri Kelapa Sawit di Indonesia. Majalah Teknik Lingkungan: Pusat Teknik Lingkungan, BPPT, Jakarta.

Krull. E.S. Swanston, C.W., Skjemstad, J.O., McGowan, J.A. 2006. Improtance of charcoal in determining the age and chemistry of organic carbon in surface soils Rachim, A. 1995.Penggunaan kation-kation polivalen dalam kaitannya dengan

ketersediaan fosfat untuk meningkatkan produksi jagung pada tanah gambut.Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sukiran, M.A., L.S. Kheang, N.A. Bakar and C.Y. May. 2011. Production and

Characterization of Bio-Char from the Pyrolysis of Empty Fruit Bunches. American J. of App. Sci. 8:984-988.

Vanderbosch, R., D. Assink, E.G.J. Florijn. 2007. Pyrolysis of Empty Fruit Bunch of Palm Oil. NPTprocestechnologie. December 2007.

Yang, H., R. Yan, D.T. Liang, H. Chen and C. Zheng. 2007. Pyrolysis of Palm Oil Wastes for Biofuel Production. As. J. Energy Env. 7:315-323.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka mendukung kebijakan Kementerian Perindustrian beserta sasaran strategis dan IKU-nya, sebagai unit kerja Eselon II di lingkungan Kementerian Perindustrian maka

Kapasitas tukar kation tanah meningkat sebesar 1,75 me/100 dari perlakuan kontrol dengan aplikasi biochar pelepah kelapa sawit, diikuti dengan biochar batang kelapa

Hasil analisis kasus Malaria berdasarkan tempat, baik pada Tahun 2010 dan 2011, Desa Banjarpanepen merupakan desa dengan jumlah pasien yang diperiksa tertinggi dan

Dikenal pula sebagai Ordinary Portland Cement (OPc), merupakan semen hidrolis yang dipergunakan secara luas untuk konstruksi umum, seperti konstruksi bangunan

penelitian ini adalah empat orangtua kandung dari penderita, anak telah menderita skizofrenia selama lima tahun sejak didiagnosa dan memiliki riwayat

Untuk mendapatkan perbandingan jumlah natrium bikarbonat dan campuran asam tartrat-asam fumarat yang tepat sehingga dapat menghasilkan sediaan granul effervescent yang

Kegiatan Promitra tahun akademik 2015/2016 ini dilaksanakan dengan 4 rangkaian kegiatan mulai dari kegiatan tes kesehatan, pengambilan atribut dan foto pada