RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN
TENTANG
BATAS SEMPADAN PANTAI
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Disampaikan pada Rapat
di Kementerian Koordinartor Bidang Perekonomian 2 Mei 2014
UU NO.26/2007
Tentang
PENATAAN RUANG
UU No.27/2007
Tentang
PWP3K
PP No.26/2008
Tentang
RTRWN
Penjelasan Pasal 5 Ayat (2) huruf b:
kawasan perlindungan setempat, antara lain, SEMPADAN PANTAI, sempadan sungai,
kawasan sekitar danau / waduk, dan kawasan sekitar mata air.
Pasal 1 angka 21:
Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Dalam Penjelasan: Cukup jelas.
Pasal 56 Ayat (1):
Sempadan pantai sbgmn dmksd dalam Pasal 52 Ayat (2) huruf a ditetapkan
dengan kriteria:
a. daratan sepanjang tepian laut dengan
jarak paling sedikit 100 m dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau
b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional
terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.
PERATURAN PERUNDANG2AN YANG TERKAIT DENGAN
DEFINISI SEMPADAN PANTAI
Pasal 31
(1) Pemerintah Daerah menetapkan batas sempadan pantai yang
disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik,
hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta
ketentuan lain.
(2) Penetapan batas sempadan pantai mengikuti ketentuan :
a. Perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami;
b. Perlindungan pantai dari erosi atau abrasi;
c. Perlindungan sumberdaya buatan di pesisir dari badai,
banjir, dan bencana alam lainnya;
d. Perlindungan terhadap ekosistem pesisir seperti lahan
basah, mangrove, terumbu karang, padang lamun, gumuk
pasir, estuaria, dan delta;
e. Pengaturan akses publik; serta
f. Pengaturan untuk saluran air dan limbah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
batas sempadan pantai
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan
Presiden.
UU No.27/2007
Pasal 31
Faktor Kerentanan (internal) Ayat (1) : Pem.Daerah menetapkan Batas Sempadan Pantai yang disesuaikan dengan ‘KARAKTERISTIK’ (pantai) Ayat (2): Penetapan Batas Sempadan Pantai mengikuti ketentuan a - f Faktor Ancaman (eksternal) Ayat (3):Ketentuan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Presiden
Bagaimana:
Cara menghitung
lebar batasnya
Tata cara penetapannyaRANCANGAN PERPRES TENTANG
BATAS SEMPADAN PANTAI
1. PERPRES tentang Batas Sempadan Pantai (Perpres BSP) tidak hanya mengatur tentang cara menghitung lebar Batas Sempadan Pantai ( psl 2 - 23 Raperpres BSP), tetapi juga memberikan norma-norma yang akan menjadi acuan seluruh Daerah dalam pengaturan kegiatan di kawasan sempadan pantai yang telah ditentukan lebar batas sempadan pantainya.
2. Batas Sempadan Pantai yang telah ditentukan oleh Pemda Provinsi (
khusus DKI
) dan Pemda Kab/Kota perlu ditetapkan ke dalam bentuk Perda karena bukan hanya mengatur ketentuan mengenai garis batas sempadan pantai tetapi juga memuat pengaturan yang akan mengikat publik terkait kepentingannya di kawasan sempadan pantai, membatasi / bahkan menghilangkan hak-hak publik di kawasan sempadan pantai, menimbulkan kewajiban untuk menaati ketentuan pengaturan, serta adanya sanksi pelanggaran.3. Perda RTRW / RZWP3K hanya mengatur pengalokasian ruang sebagai kawasan sempadan pantai, namun belum mengatur secara detail lebar batas sempadan pantai dan ketentuan pemanfaatan di kawasan sempadan pantai.
4. Pemda Provinsi (
khusus DKI
) dan Pemda Kab/Kota perlu diberikan batas waktu dalam menetapkan batas sempadan pantai (paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan) agar Perpres ini dapat ditaati dan mempunyai kekuatan memaksa.URGENSI PENGATURAN PENETAPAN
BATAS SEMPADAN PANTAI
BAB I KETENTUAN UMUM
BAB II PENETAPAN BATAS SEMPADAN PANTAI
Pasal 2 – 23
BAB III PEMANFAATAN SEMPADAN PANTAI
Pasal 24 – 25
BAB IV KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26 – 27
BAB VI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28 – 29
BAB II
PENETAPAN BATAS SEMPADAN PANTAI
Pasal 2
1) Setiap Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang mempunyai Sempadan Pantai di wilayah administratifnya wajib menetapkan Batas Sempadan Pantainya.
2) Penetapan Batas Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. 3) Penetapan Batas Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Pasal 3
1) Penetapan Batas Sempadan Pantai untuk wilayah administratif Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dilakukan oleh Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
2) Penetapan Batas Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Pasal 4
Penetapan Batas Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan paal 3 dilakukan dengan tujuan untuk melindungi
dan menjaga:
a.kelestarian fungsi Ekosistem dan segenap sumber daya di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
b.kehidupan Masyarakat di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
dari Ancaman bencana alam;
c.alokasi ruang untuk akses publik melewati Pantai; dan
d.alokasi ruang untuk saluran air dan limbah.
Pasal 5
Penetapan Batas Sempadan Pantai oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dilakukan berdasarkan penghitungan Batas Sempadan Pantai.
Pasal 6
1)Penghitungan Batas Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus disesuaikan dengan karakteristik Topografi, Biofisik, Hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan lain.
2)Penghitungan Batas Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengikuti ketentuan:
a.perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami; b.perlindungan Pantai dari erosi atau abrasi;
c.perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari Badai, banjir, dan bencana alam lainnya;
d.perlindungan terhadap Ekosistem pesisir, seperti Lahan Basah, Mangrove, Terumbu Karang, padang Lamun, Gumuk Pasir, Estuaria, dan Delta;
e.pengaturan akses publik; dan
f.pengaturan untuk saluran air dan limbah.
Psl 6 Ayat (2):
Penetapan BSP mengikuti ketentuan a - f
a; b; c
d
e; f
Ditentukan berdasarkan tingkat risiko bencana (Tinggi; Sedang; Rendah)
Indeks KERENTANAN Indeks ANCAMAN Ditentukan berdasarkan batas akhir keberadaan ekosistem pesisir ke arah darat Ekosistem pesisir : a. Lahan basah b. Mangrove c. Terumbu karang d. Padang lamun e. Gumuk pasir f. Estuaria;dan g. Delta Ditentukan berdasarkan jenis dan intensitas aktivitas di wilayah pesisir Psl 7 ayat (1) Psl 7 ayat (2) Psl 19
R = A * K
R = tingkat risiko A = tingkat ancaman K = tingkat kerentanan Psl 20 Psl 6 ayat (2) huruf d Tinggi; Sedang; Rendah Tinggi; Sedang; Rendah Psl 7 ayat (3)A
manB
ijakC
uaiR= A*K
ANCAMAN - Gempa, -Tsunami -Erosi / Abrasi -Banjir dari laut-Badai
KERENTANAN
-karakteristik Topografi, -Biofisik,
-Hidro-oseanografi pesisir, -kebutuhan ekonomi dan
budaya, dan/atau
- ketentuan lain
R = Risiko Bencana
A = Ancaman
K = Kerentanan
Ancaman = suatu kejadian atau peristiwa yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kerusakan atau kehilangan jiwa manusia atau
kerusakan lingkungan.
Kerentanan = suatu kondisi dari suatu komunitas atau Masyarakat yang mengarah
atau menyebabkan ketidakmampuan dalam
menghadapi Ancaman bencana
Subandono
- KKP
Risiko bencana = potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu kawasan dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan
Tsunami
- BSP minimal 100 m.
-
BSP ditentukan minimal sampai jangkauan rayapan
tsunami
Surut terendah Pasang tertinggi
- BSP minimal 100 m
-
BSP ditentukan minimal sampai jarak abrasi.
Surut terendahPasang tertinggi
- BSP minimal 100 m.
-
BSP ditentukan minimal sampai tinggi genangan banjir
rob.
Surut terendah Pasang tertinggi
z
Surut terendah Pasang tertinggi
- BSP minimal 100 m.
-
BSP ditentukan minimal sampai batas akhir ekosistem
pesisir ke arah darat.
z
Surut terendah Pasang tertinggi
-BSP minimal 100 m.
-BSP ditentukan minimal sampai batas akhir dari kondisi eksisting ekosistem pesisir ke arah darat
Indeks ANCAMAN
Pendekatan
PRAKTIS Pendekatan ANALITIK / NUMERIK
Rekaman/ riwayat/ kejadian Psl 8 huruf a Psl 9 ayat 2 huruf a
Erosi dan Abrasi :
data, informasi, dan peta yang menggambarkan laju perubahan Grs
pantai.
Badai :
data, informasi, dan peta yang menggambarka n kec. angin
Banjir Rob :
data, informasi, dan peta yang menggambarkan tinggi genangan yang pernah terjadi Psl 10 Gempa: a. Zona penunjaman dan zona tumbukan b. Sesar di dasar laut dan /atau pesisir Tsunami : a. Zona penunjaman b. Sesar di dasar laut dan/ c. Gunung api dasar laut
Erosi dan Abrasi :
a. Tinggi gel b. Arah datang gel dan/ c. Kecuraman gel Badai : Kondisi angin Banjir Rob : a. Pemanasa n global b. Amblesan /penuruna n tanah Psl 11 Psl 8 huruf b Parameter2 Ancaman: a. Gempa: Kekuatan gempa b. Tsunami :
1) Tinggi gel dari muka air laut sebelum tsunami 2) Tinggi
genangan
c. Erosi dan Abrasi :
Per. Grs pantai (longshore transport) dan (crossshore transport) dengan memperhitungkan SLR d. Badai : Kondisi angin e. Banjir Rob : Laju kenaikan muka air laut
Psl 12 ayat 4
Tsunami :
data, informasi, dan peta yang menggambarkan tinggi gelombang Gempa: data, informasi, dan peta magnitude gempa Keberadaan faktor ancaman Psl 9 ayat 2 huruf b
Parameter kerentanan masing2 Jenis Bencana
Ditentukan oleh KARAKTERISTIK topografi;
biofisik; hidrooseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan
budaya; dan/ ket. lain. Indeks KERENTANAN
Psl 13 ayat 1
Gempa:
a. Topografi (kemiringan pantai dan elevasi)
b. Biofisik(material penyusun pantai)
c. Keb. Ekonomi (kerugian ekonomi dari pemanfaatan ruang)
Tsunami :
a. Topografi (kemiringan pantai dan elevasi)
b. Biofisik (ketebalan dan kerapatan hutan pantai ; ketinggian gumuk pasir atau beting gisik; morfologi pantai, material penyusun pantai)
c. Keb. ekonomi (kerugian ekonomi dari pemanfaatan ruang)
d. Keb. Sosbud (keberadaan cagar budaya dan aktifitas ritual keagamaan atau kepercayaan)
e. Ketentuan lain (jumlah penduduk, jenis dan material bangunan; dan benda-benda yang mudah hanyut)
Erosi dan Abrasi :
a. Biofisik (material penyusun pantai;pelindung alami pantai/vegetasi)
b. Keb. ekonomi (kerugian ekonomi dari pemanfaatan ruang)
c. Keb. Sosbud (keberadaan cagar budaya dan aktifitas ritual keagamaan, budaya, dan kepercayaan)
d. Ketentuan lain (bangunan pelindung pantai terhadap erosi/abrasi)
Badai :
a. Biofisik (keberadaan mangrove)
b. Keb. ekonomi (kerugian ekonomi dari pemanfaatan ruang)
c. Keb. Sosbud (keberadaan cagar budaya dan aktifitas ritual keagamaan, , budaya, dan kepercayaan)
d. Ketentuan lain (posisi infrastruktur thd garis pantai)
Banjir dari laut :
a. Topografi (elevasi)
b. Biofisik (material penyusun pantai)
c. Keb. ekonomi (kerugian ekonomi dari pemanfaatan ruang)
d. Keb. Sosbud (keberadaan cagar budaya dan aktifitas ritual keagamaan, budaya, atau kepercayaan)
e. Ketentuan lain (bangunan pelindung pantai terhadap banjir dari laut)
Psl 14 Psl 13 ayat 2 Psl 16 Psl 17 Psl 15 Psl 18
Pasal 21
Penetapan Batas Sempadan Pantai untuk daerah rawan
bencana di Wilayah Pesisir
dapat dilakukan kurang dari
hasil
penghitungan
dengan
ketentuan
wajib
menerapkan pedoman bangunan (
building code
)
bencana.
Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan
Batas Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 sampai dengan Pasal 21 diatur dengan
Peraturan Menteri
.
ESCAPE CLAUSE
- BSP minimal 100 m
-
BSP ditentukan minimal sampai jangkauan rayapan
tsunami
- BSP kurang dari jangkauan rayapan tsunami dengan
menerapkan Building Code
Building Code
Surut terendah Pasang tertinggi
Pasal 23
1) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Batas Sempadan Pantai berdasarkan hasil penghitungan Batas Sempadan Pantai.
2) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan konsultasi publik kepada Masyarakat untuk mendapatkan masukan tanggapan, atau saran. 3) Hasil konsultasi publik Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada:
a. Gubernur, Menteri, dan menteri yang meyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri untuk mendapatkan masukan, tanggapan, atau saran untuk Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; dan
b. Menteri, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri untuk mendapatkan masukan, tanggapan, atau saran untuk Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
4) Pemberian masukan, tanggapan, atau saran atas Rancangan Peraturan Daerah oleh Gubernur, Menteri, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya Rancangan Peraturan Daerah dimaksud.
5) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja Gubernur, Menteri, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak memberikan masukan, tanggapan, atau saran, Gubernur atau Bupati/Walikota dapat menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk diproses lebih lanjut.
Pasal 24
1) Sempadan Pantai yang telah ditetapkan, diprioritaskan untuk:
a.ruang terbuka hijau; dan/atau
b.mitigasi bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
2) Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dimanfaatkan untuk:
a. perikanan;
b. pertanian;
c. rekreasi Pantai;
d. kehutanan;
e. kegiatan penelitian;
f. pertahanan dan keamanan;
g. objek vital nasional;
h. kepelabuhanan;
i. bandar udara;
j. perlindungan maritim; dan/atau
k. ritual keagamaan.
BAB III
3) Pemanfaatan Sempadan Pantai selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh Menteri.
4) Pemanfaatan
Sempadan
Pantai
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) wajib
memenuhi persyaratan:
a. memberikan akses publik untuk melewati Pantai;
b. membangun struktur dan sistem perlindungan Pantai
yang memadai;
c. memberikan alokasi ruang untuk saluran air dan
limbah; dan
d. dilarang menurunkan luas, nilai ekologis, dan
estetika kawasan.
Pasal 25
Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
pemanfaatan
Pasal 26
1)Pada saat Peraturan Presiden ini ditetapkan semua pemanfaatan
sempadan pantai yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 tidak boleh dikembangkan lagi.
2)Pemanfaatan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat terus berlangsung dengan kewajiban melakukan:
a.
rekayasa teknis untuk perlindungan pantai;
b.
penanaman vegetasi pelindung pantai; dan/atau
c.
pemberian akses publik melewati pantai.
Pasal 25
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal
3 wajib menetapkan batas sempadan pantai paling lama 5 (lima)
tahun terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan.
BAB IV
Pasal 28
Pada saat Peraturan Presiden ini berlaku, semua peraturan
pelaksanaan yang mengatur batas sempadan pantai yang
telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Presiden ini.
Pasal 29
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
BAB IV
INDEKS ANCAMAN BENCANA
4
INDEKS KERENTANAN
4
INDEKS PENDUDUK TERPAPAR (Per. Kepala BNPB No. 2 tahun 2012)
INDEKS KERUGIAN
Pantai tebing : bentuk pantai curam sampai sangat curam,
terbentuk oleh batuan yang keras atau gampang lepas.
Kecuraman yang terjadi biasanya diakibatkan oleh
pengaruh faktor-faktor alam : angin, pukulan gelombang ;
atau juga dapat disebabkan oleh pengaruh manusia.
Bentuk dan tipe pantai (morfologi pantai)
Pantai berpasir : pantai dengan
substrat didominasi oleh pasir yang
berasal dari laut (berupa hancuran
biota laut : karang, cangkang kerang
laut, alga berkapur, dll), maupun
yang berasal dari daratan (terbawa
sungai atau sedimentasi maupun
erosi pantai)
Pantai batu cadas (Rocky Beach), merupakan pantai dengan substart didominasi oleh batuan cadas yang terkadang gampang rapuh. Dapat dijumpai pada daerah pantai dengan
bentuk pantai tebing maupun yang hanya dalam bentuk batuan cadas
Estuaria : pantai rawa dengan kadar salinitas rendah karena campuran air laut dan air tawar
(biasa disebut air payau) yang dibawa oleh aliran air sungai. Pada saat pasang, air laut
akan masuk dan mempengaruhi kadar salinitas serta kualitas air yang ada didalam
estuaria tersebut. Biasanya, daerah hilir sungai atau estuaria selalu dihubungkan dengan biota atau organisme yang hidup di air
tawar.
Laguna, dapat ditemukan dekat atau jauh dari daerah pantai. Secara geografis, laguna terpisah dengan laut oleh endapan pasir atau
batu/kerikil. Hubungan dengan air laut tergantung pada lajur-lajur sempit atau tidak ada sama sekali. Sustrat yang terdapat
pada laguna lebih banyak dipengaruhi oleh daratan dari pada yang datang dari laut.. Diseluruh dunia, hanya terdapat sekitar 13
Pantai Berbatu, biasanya berasal dari sungai besar, dan menyebar sepanjang
pantai dekat dengan aliran sungai. Jenis batuan lebih banyak terdiri dari
batu granit dengan ukuran dari beberapa centimeter hingga lebih dari
1 meter. Substrat yang mendominasi tipe pantai berbatu terdiri atas batu bercampur pasir serta sedikit pecahan
karang atau biota laut.
Gumuk Pasir/Dune, fenomena
alam, dimana angin yang
bertiup membawa pasir ke
arah daratan, hanya dapat
dijumpai pada pantai yang
mempunyai pengaruh angin
keras dari laut. Gumuk pasir
dapat mencapai ketinggian
hingga ratusan meter dan
dapat mencapai jarak puluhan
Delta adalah endapan dan akumulasi sedimen di muara sungai Dapat dijumpai pada sungai besar dan kecil. Selain berasal dari daratan (lewat aliran sungai),
sedimen yang membentuk delta juga dapat berasal dari daerah pantai
sekitarnya, antara lain berasal dari erosi pantai maupun yang dibawa langsung oleh arus dan ombak pantai. Karakteristik dari suatu delta adalah bentukan pulau-pulau kecil yang berkumpul didepan muara sungai. Terbentuknya delta dapat terjadi ratusan bahkan ribuan tahun. Semua delta yang terdapat di bumi
berasal dari jaman holocen, yang kemudian berkembang sehubungan dengan perkembangan dan aktivitas manusia.
Sebagai contoh, sungai Solo,
di Jawa Timur, perkembangan
delta yang terjadi dalam
kurun waktu 21 tahun, sejak
tahun 1915 – 1936 adalah 8
km2. Sedangkan pada sungai
Mahakam – Balikpapan,
perkembangan yang terjadi
sejak 5000 tahun lampau
adalah sepanjang 10 km dan
lebar 20 km, yang saat ini
mencapai 40 km panjang dan
lebar kurang lebih 60 – 70
km.
HUTAN MANGROVE
Solusi perlindungan
BALI Meningkatnya wisatawan di Pulau Bali menyebabkan Pemerintah harus membangun fasilitas publik di wilayah pantai.
Pemanfaatan kawasan gumuk pasir oleh penduduk untuk pengembangan pertanian dan
budidaya ikan
Usaha perlindungan bagi kawasan gumuk pasir dengan penanaman pohon pelindung
BANGKA BELITUNG
Aktivitas penambangan timah oleh masyarakat menjadi penyebab degradasi lingkungan pesisir
Cancun, Meksiko
DI ANTARA 7 KOTA PANTAI TERINDAH DI DUNIA
Rio de Janeiro, Brazil
Miami, AS
Beirut, Libanon