• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan PERPREs tentang Batas Sempadan Pantai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rancangan PERPREs tentang Batas Sempadan Pantai"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN

TENTANG

BATAS SEMPADAN PANTAI

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Disampaikan pada Rapat

di Kementerian Koordinartor Bidang Perekonomian 2 Mei 2014

(2)

UU NO.26/2007

Tentang

PENATAAN RUANG

UU No.27/2007

Tentang

PWP3K

PP No.26/2008

Tentang

RTRWN

Penjelasan Pasal 5 Ayat (2) huruf b:

kawasan perlindungan setempat, antara lain, SEMPADAN PANTAI, sempadan sungai,

kawasan sekitar danau / waduk, dan kawasan sekitar mata air.

Pasal 1 angka 21:

Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Dalam Penjelasan: Cukup jelas.

Pasal 56 Ayat (1):

Sempadan pantai sbgmn dmksd dalam Pasal 52 Ayat (2) huruf a ditetapkan

dengan kriteria:

a. daratan sepanjang tepian laut dengan

jarak paling sedikit 100 m dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau

b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional

terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.

PERATURAN PERUNDANG2AN YANG TERKAIT DENGAN

DEFINISI SEMPADAN PANTAI

(3)
(4)

Pasal 31

(1) Pemerintah Daerah menetapkan batas sempadan pantai yang

disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik,

hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta

ketentuan lain.

(2) Penetapan batas sempadan pantai mengikuti ketentuan :

a. Perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami;

b. Perlindungan pantai dari erosi atau abrasi;

c. Perlindungan sumberdaya buatan di pesisir dari badai,

banjir, dan bencana alam lainnya;

d. Perlindungan terhadap ekosistem pesisir seperti lahan

basah, mangrove, terumbu karang, padang lamun, gumuk

pasir, estuaria, dan delta;

e. Pengaturan akses publik; serta

f. Pengaturan untuk saluran air dan limbah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai

batas sempadan pantai

sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diatur dengan Peraturan

Presiden.

(5)

UU No.27/2007

Pasal 31

Faktor Kerentanan (internal) Ayat (1) : Pem.Daerah menetapkan Batas Sempadan Pantai yang disesuaikan dengan ‘KARAKTERISTIK’ (pantai) Ayat (2): Penetapan Batas Sempadan Pantai mengikuti ketentuan a - f Faktor Ancaman (eksternal) Ayat (3):

Ketentuan ayat (2) diatur dengan Peraturan

Presiden

Bagaimana:

 Cara menghitung

lebar batasnya

 Tata cara penetapannya

RANCANGAN PERPRES TENTANG

BATAS SEMPADAN PANTAI

(6)

1. PERPRES tentang Batas Sempadan Pantai (Perpres BSP) tidak hanya mengatur tentang cara menghitung lebar Batas Sempadan Pantai ( psl 2 - 23 Raperpres BSP), tetapi juga memberikan norma-norma yang akan menjadi acuan seluruh Daerah dalam pengaturan kegiatan di kawasan sempadan pantai yang telah ditentukan lebar batas sempadan pantainya.

2. Batas Sempadan Pantai yang telah ditentukan oleh Pemda Provinsi (

khusus DKI

) dan Pemda Kab/Kota perlu ditetapkan ke dalam bentuk Perda karena bukan hanya mengatur ketentuan mengenai garis batas sempadan pantai tetapi juga memuat pengaturan yang akan mengikat publik terkait kepentingannya di kawasan sempadan pantai, membatasi / bahkan menghilangkan hak-hak publik di kawasan sempadan pantai, menimbulkan kewajiban untuk menaati ketentuan pengaturan, serta adanya sanksi pelanggaran.

3. Perda RTRW / RZWP3K hanya mengatur pengalokasian ruang sebagai kawasan sempadan pantai, namun belum mengatur secara detail lebar batas sempadan pantai dan ketentuan pemanfaatan di kawasan sempadan pantai.

4. Pemda Provinsi (

khusus DKI

) dan Pemda Kab/Kota perlu diberikan batas waktu dalam menetapkan batas sempadan pantai (paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan) agar Perpres ini dapat ditaati dan mempunyai kekuatan memaksa.

URGENSI PENGATURAN PENETAPAN

BATAS SEMPADAN PANTAI

(7)

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB II PENETAPAN BATAS SEMPADAN PANTAI

Pasal 2 – 23

BAB III PEMANFAATAN SEMPADAN PANTAI

Pasal 24 – 25

BAB IV KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 26 – 27

BAB VI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 28 – 29

(8)

BAB II

PENETAPAN BATAS SEMPADAN PANTAI

Pasal 2

1) Setiap Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang mempunyai Sempadan Pantai di wilayah administratifnya wajib menetapkan Batas Sempadan Pantainya.

2) Penetapan Batas Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. 3) Penetapan Batas Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Pasal 3

1) Penetapan Batas Sempadan Pantai untuk wilayah administratif Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dilakukan oleh Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

2) Penetapan Batas Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

(9)

Pasal 4

Penetapan Batas Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 dan paal 3 dilakukan dengan tujuan untuk melindungi

dan menjaga:

a.kelestarian fungsi Ekosistem dan segenap sumber daya di

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

b.kehidupan Masyarakat di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

dari Ancaman bencana alam;

c.alokasi ruang untuk akses publik melewati Pantai; dan

d.alokasi ruang untuk saluran air dan limbah.

(10)

Pasal 5

Penetapan Batas Sempadan Pantai oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dilakukan berdasarkan penghitungan Batas Sempadan Pantai.

Pasal 6

1)Penghitungan Batas Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus disesuaikan dengan karakteristik Topografi, Biofisik, Hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan lain.

2)Penghitungan Batas Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengikuti ketentuan:

a.perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami; b.perlindungan Pantai dari erosi atau abrasi;

c.perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari Badai, banjir, dan bencana alam lainnya;

d.perlindungan terhadap Ekosistem pesisir, seperti Lahan Basah, Mangrove, Terumbu Karang, padang Lamun, Gumuk Pasir, Estuaria, dan Delta;

e.pengaturan akses publik; dan

f.pengaturan untuk saluran air dan limbah.

(11)

Psl 6 Ayat (2):

Penetapan BSP mengikuti ketentuan a - f

a; b; c

d

e; f

Ditentukan berdasarkan tingkat risiko bencana (Tinggi; Sedang; Rendah)

Indeks KERENTANAN Indeks ANCAMAN Ditentukan berdasarkan batas akhir keberadaan ekosistem pesisir ke arah darat Ekosistem pesisir : a. Lahan basah b. Mangrove c. Terumbu karang d. Padang lamun e. Gumuk pasir f. Estuaria;dan g. Delta Ditentukan berdasarkan jenis dan intensitas aktivitas di wilayah pesisir Psl 7 ayat (1) Psl 7 ayat (2) Psl 19

R = A * K

R = tingkat risiko A = tingkat ancaman K = tingkat kerentanan Psl 20 Psl 6 ayat (2) huruf d Tinggi; Sedang; Rendah Tinggi; Sedang; Rendah Psl 7 ayat (3)

(12)

A

man

B

ijak

C

uai

R= A*K

ANCAMAN - Gempa, -Tsunami -Erosi / Abrasi -Banjir dari laut

-Badai

KERENTANAN

-karakteristik Topografi, -Biofisik,

-Hidro-oseanografi pesisir, -kebutuhan ekonomi dan

budaya, dan/atau

- ketentuan lain

R = Risiko Bencana

A = Ancaman

K = Kerentanan

Ancaman = suatu kejadian atau peristiwa yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kerusakan atau kehilangan jiwa manusia atau

kerusakan lingkungan.

Kerentanan = suatu kondisi dari suatu komunitas atau Masyarakat yang mengarah

atau menyebabkan ketidakmampuan dalam

menghadapi Ancaman bencana

Subandono

- KKP

Risiko bencana = potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana

pada suatu kawasan dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa

kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,

mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan

(13)

Tsunami

- BSP minimal 100 m.

-

BSP ditentukan minimal sampai jangkauan rayapan

tsunami

Surut terendah Pasang tertinggi

(14)

- BSP minimal 100 m

-

BSP ditentukan minimal sampai jarak abrasi.

Surut terendah

Pasang tertinggi

(15)

- BSP minimal 100 m.

-

BSP ditentukan minimal sampai tinggi genangan banjir

rob.

Surut terendah Pasang tertinggi

(16)

z

Surut terendah Pasang tertinggi

- BSP minimal 100 m.

-

BSP ditentukan minimal sampai batas akhir ekosistem

pesisir ke arah darat.

(17)

z

Surut terendah Pasang tertinggi

-BSP minimal 100 m.

-BSP ditentukan minimal sampai batas akhir dari kondisi eksisting ekosistem pesisir ke arah darat

(18)

Indeks ANCAMAN

Pendekatan

PRAKTIS Pendekatan ANALITIK / NUMERIK

Rekaman/ riwayat/ kejadian Psl 8 huruf a Psl 9 ayat 2 huruf a

Erosi dan Abrasi :

data, informasi, dan peta yang menggambarkan laju perubahan Grs

pantai.

Badai :

data, informasi, dan peta yang menggambarka n kec. angin

Banjir Rob :

data, informasi, dan peta yang menggambarkan tinggi genangan yang pernah terjadi Psl 10 Gempa: a. Zona penunjaman dan zona tumbukan b. Sesar di dasar laut dan /atau pesisir Tsunami : a. Zona penunjaman b. Sesar di dasar laut dan/ c. Gunung api dasar laut

Erosi dan Abrasi :

a. Tinggi gel b. Arah datang gel dan/ c. Kecuraman gel Badai : Kondisi angin Banjir Rob : a. Pemanasa n global b. Amblesan /penuruna n tanah Psl 11 Psl 8 huruf b Parameter2 Ancaman: a. Gempa: Kekuatan gempa b. Tsunami :

1) Tinggi gel dari muka air laut sebelum tsunami 2) Tinggi

genangan

c. Erosi dan Abrasi :

Per. Grs pantai (longshore transport) dan (crossshore transport) dengan memperhitungkan SLR d. Badai : Kondisi angin e. Banjir Rob : Laju kenaikan muka air laut

Psl 12 ayat 4

Tsunami :

data, informasi, dan peta yang menggambarkan tinggi gelombang Gempa: data, informasi, dan peta magnitude gempa Keberadaan faktor ancaman Psl 9 ayat 2 huruf b

(19)

Parameter kerentanan masing2 Jenis Bencana

Ditentukan oleh KARAKTERISTIK topografi;

biofisik; hidrooseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan

budaya; dan/ ket. lain. Indeks KERENTANAN

Psl 13 ayat 1

Gempa:

a. Topografi (kemiringan pantai dan elevasi)

b. Biofisik(material penyusun pantai)

c. Keb. Ekonomi (kerugian ekonomi dari pemanfaatan ruang)

Tsunami :

a. Topografi (kemiringan pantai dan elevasi)

b. Biofisik (ketebalan dan kerapatan hutan pantai ; ketinggian gumuk pasir atau beting gisik; morfologi pantai, material penyusun pantai)

c. Keb. ekonomi (kerugian ekonomi dari pemanfaatan ruang)

d. Keb. Sosbud (keberadaan cagar budaya dan aktifitas ritual keagamaan atau kepercayaan)

e. Ketentuan lain (jumlah penduduk, jenis dan material bangunan; dan benda-benda yang mudah hanyut)

Erosi dan Abrasi :

a. Biofisik (material penyusun pantai;pelindung alami pantai/vegetasi)

b. Keb. ekonomi (kerugian ekonomi dari pemanfaatan ruang)

c. Keb. Sosbud (keberadaan cagar budaya dan aktifitas ritual keagamaan, budaya, dan kepercayaan)

d. Ketentuan lain (bangunan pelindung pantai terhadap erosi/abrasi)

Badai :

a. Biofisik (keberadaan mangrove)

b. Keb. ekonomi (kerugian ekonomi dari pemanfaatan ruang)

c. Keb. Sosbud (keberadaan cagar budaya dan aktifitas ritual keagamaan, , budaya, dan kepercayaan)

d. Ketentuan lain (posisi infrastruktur thd garis pantai)

Banjir dari laut :

a. Topografi (elevasi)

b. Biofisik (material penyusun pantai)

c. Keb. ekonomi (kerugian ekonomi dari pemanfaatan ruang)

d. Keb. Sosbud (keberadaan cagar budaya dan aktifitas ritual keagamaan, budaya, atau kepercayaan)

e. Ketentuan lain (bangunan pelindung pantai terhadap banjir dari laut)

Psl 14 Psl 13 ayat 2 Psl 16 Psl 17 Psl 15 Psl 18

(20)

Pasal 21

Penetapan Batas Sempadan Pantai untuk daerah rawan

bencana di Wilayah Pesisir

dapat dilakukan kurang dari

hasil

penghitungan

dengan

ketentuan

wajib

menerapkan pedoman bangunan (

building code

)

bencana.

Pasal 22

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan

Batas Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6 sampai dengan Pasal 21 diatur dengan

Peraturan Menteri

.

ESCAPE CLAUSE

(21)

- BSP minimal 100 m

-

BSP ditentukan minimal sampai jangkauan rayapan

tsunami

- BSP kurang dari jangkauan rayapan tsunami dengan

menerapkan Building Code

Building Code

Surut terendah Pasang tertinggi

(22)

Pasal 23

1) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Batas Sempadan Pantai berdasarkan hasil penghitungan Batas Sempadan Pantai.

2) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan konsultasi publik kepada Masyarakat untuk mendapatkan masukan tanggapan, atau saran. 3) Hasil konsultasi publik Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

disampaikan kepada:

a. Gubernur, Menteri, dan menteri yang meyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri untuk mendapatkan masukan, tanggapan, atau saran untuk Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; dan

b. Menteri, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri untuk mendapatkan masukan, tanggapan, atau saran untuk Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

4) Pemberian masukan, tanggapan, atau saran atas Rancangan Peraturan Daerah oleh Gubernur, Menteri, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya Rancangan Peraturan Daerah dimaksud.

5) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja Gubernur, Menteri, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak memberikan masukan, tanggapan, atau saran, Gubernur atau Bupati/Walikota dapat menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk diproses lebih lanjut.

(23)

Pasal 24

1) Sempadan Pantai yang telah ditetapkan, diprioritaskan untuk:

a.ruang terbuka hijau; dan/atau

b.mitigasi bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

2) Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dimanfaatkan untuk:

a. perikanan;

b. pertanian;

c. rekreasi Pantai;

d. kehutanan;

e. kegiatan penelitian;

f. pertahanan dan keamanan;

g. objek vital nasional;

h. kepelabuhanan;

i. bandar udara;

j. perlindungan maritim; dan/atau

k. ritual keagamaan.

BAB III

(24)

3) Pemanfaatan Sempadan Pantai selain sebagaimana

dimaksud pada ayat (2)

ditetapkan oleh Menteri.

4) Pemanfaatan

Sempadan

Pantai

sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) wajib

memenuhi persyaratan:

a. memberikan akses publik untuk melewati Pantai;

b. membangun struktur dan sistem perlindungan Pantai

yang memadai;

c. memberikan alokasi ruang untuk saluran air dan

limbah; dan

d. dilarang menurunkan luas, nilai ekologis, dan

estetika kawasan.

Pasal 25

Ketentuan

lebih

lanjut

mengenai

pemanfaatan

(25)

Pasal 26

1)Pada saat Peraturan Presiden ini ditetapkan semua pemanfaatan

sempadan pantai yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 24 tidak boleh dikembangkan lagi.

2)Pemanfaatan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dapat terus berlangsung dengan kewajiban melakukan:

a.

rekayasa teknis untuk perlindungan pantai;

b.

penanaman vegetasi pelindung pantai; dan/atau

c.

pemberian akses publik melewati pantai.

Pasal 25

Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal

3 wajib menetapkan batas sempadan pantai paling lama 5 (lima)

tahun terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan.

BAB IV

(26)

Pasal 28

Pada saat Peraturan Presiden ini berlaku, semua peraturan

pelaksanaan yang mengatur batas sempadan pantai yang

telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan

Peraturan Presiden ini.

Pasal 29

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam

Lembaran Negara Republik Indonesia.

BAB IV

(27)
(28)

INDEKS ANCAMAN BENCANA

(29)

4

(30)

INDEKS KERENTANAN

(31)

4

INDEKS PENDUDUK TERPAPAR (Per. Kepala BNPB No. 2 tahun 2012)

(32)

INDEKS KERUGIAN

(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)

Pantai tebing : bentuk pantai curam sampai sangat curam,

terbentuk oleh batuan yang keras atau gampang lepas.

Kecuraman yang terjadi biasanya diakibatkan oleh

pengaruh faktor-faktor alam : angin, pukulan gelombang ;

atau juga dapat disebabkan oleh pengaruh manusia.

Bentuk dan tipe pantai (morfologi pantai)

(39)

Pantai berpasir : pantai dengan

substrat didominasi oleh pasir yang

berasal dari laut (berupa hancuran

biota laut : karang, cangkang kerang

laut, alga berkapur, dll), maupun

yang berasal dari daratan (terbawa

sungai atau sedimentasi maupun

erosi pantai)

Pantai batu cadas (Rocky Beach), merupakan pantai dengan substart didominasi oleh batuan cadas yang terkadang gampang rapuh. Dapat dijumpai pada daerah pantai dengan

bentuk pantai tebing maupun yang hanya dalam bentuk batuan cadas

(40)

Estuaria : pantai rawa dengan kadar salinitas rendah karena campuran air laut dan air tawar

(biasa disebut air payau) yang dibawa oleh aliran air sungai. Pada saat pasang, air laut

akan masuk dan mempengaruhi kadar salinitas serta kualitas air yang ada didalam

estuaria tersebut. Biasanya, daerah hilir sungai atau estuaria selalu dihubungkan dengan biota atau organisme yang hidup di air

tawar.

Laguna, dapat ditemukan dekat atau jauh dari daerah pantai. Secara geografis, laguna terpisah dengan laut oleh endapan pasir atau

batu/kerikil. Hubungan dengan air laut tergantung pada lajur-lajur sempit atau tidak ada sama sekali. Sustrat yang terdapat

pada laguna lebih banyak dipengaruhi oleh daratan dari pada yang datang dari laut.. Diseluruh dunia, hanya terdapat sekitar 13

(41)

Pantai Berbatu, biasanya berasal dari sungai besar, dan menyebar sepanjang

pantai dekat dengan aliran sungai. Jenis batuan lebih banyak terdiri dari

batu granit dengan ukuran dari beberapa centimeter hingga lebih dari

1 meter. Substrat yang mendominasi tipe pantai berbatu terdiri atas batu bercampur pasir serta sedikit pecahan

karang atau biota laut.

Gumuk Pasir/Dune, fenomena

alam, dimana angin yang

bertiup membawa pasir ke

arah daratan, hanya dapat

dijumpai pada pantai yang

mempunyai pengaruh angin

keras dari laut. Gumuk pasir

dapat mencapai ketinggian

hingga ratusan meter dan

dapat mencapai jarak puluhan

(42)

Delta adalah endapan dan akumulasi sedimen di muara sungai Dapat dijumpai pada sungai besar dan kecil. Selain berasal dari daratan (lewat aliran sungai),

sedimen yang membentuk delta juga dapat berasal dari daerah pantai

sekitarnya, antara lain berasal dari erosi pantai maupun yang dibawa langsung oleh arus dan ombak pantai. Karakteristik dari suatu delta adalah bentukan pulau-pulau kecil yang berkumpul didepan muara sungai. Terbentuknya delta dapat terjadi ratusan bahkan ribuan tahun. Semua delta yang terdapat di bumi

berasal dari jaman holocen, yang kemudian berkembang sehubungan dengan perkembangan dan aktivitas manusia.

Sebagai contoh, sungai Solo,

di Jawa Timur, perkembangan

delta yang terjadi dalam

kurun waktu 21 tahun, sejak

tahun 1915 – 1936 adalah 8

km2. Sedangkan pada sungai

Mahakam – Balikpapan,

perkembangan yang terjadi

sejak 5000 tahun lampau

adalah sepanjang 10 km dan

lebar 20 km, yang saat ini

mencapai 40 km panjang dan

lebar kurang lebih 60 – 70

km.

(43)
(44)

HUTAN MANGROVE

Solusi perlindungan

(45)

BALI Meningkatnya wisatawan di Pulau Bali menyebabkan Pemerintah harus membangun fasilitas publik di wilayah pantai.

(46)
(47)

Pemanfaatan kawasan gumuk pasir oleh penduduk untuk pengembangan pertanian dan

budidaya ikan

Usaha perlindungan bagi kawasan gumuk pasir dengan penanaman pohon pelindung

(48)
(49)

BANGKA BELITUNG

Aktivitas penambangan timah oleh masyarakat menjadi penyebab degradasi lingkungan pesisir

(50)
(51)
(52)

Cancun, Meksiko

DI ANTARA 7 KOTA PANTAI TERINDAH DI DUNIA

Rio de Janeiro, Brazil

(53)

Miami, AS

Beirut, Libanon

Referensi

Dokumen terkait

yang memiliki kadar zat terlarut tinggi dapat mengganggu sebagian besar organisme yang tidak dapat bertahan hidup, serta dapat mencegah cahaya matahari menembus

[r]

tersebut secara terperinci. 35 Dengan ketekunan pengamatan ini, peneliti dapat melakukan kembali apakah data yang telah ditemukan. itu salah atau tidak, dan peneliti juga

MySQL merupakan software database yang paling populer di lingkungan Linux atau Unix, kepopuleran ini ditunjang karena performansi query dari databasenya yang saat ini bisa

Penyaringan pemakanan adalah merupakan sebahagian daripada Piawaian Professional Pegawai Dietetik di United Kingdom (British Dietetic Association 1997) dengan

Peserta seleksi yang memasukkan penawaran dapat menyampaikan sanggahan secara elektronik melalui aplikasi SPSE atas penetapan pemenang kepada POKJA 4 ULP Kabupaten

PENGADAAN JASA KONSULTANSI SELEKSI UMUM METODE EVALUASI KUALITAS DAN BIAYA DUA FILE, KEGIATAN : PROGRAM PENGADAAN PEMBANGUNAN SISTEM SMS GATEWAY DI PDAM TIRTA MANGUTAMA

Sumber primer kuat adalah sumber yang memuat informasi yang berasal dari pelaku sejarah ( actor) , saksi peristiwa sejarah ( eyewitness) ; sedangkan sumber primer kurang kuat