• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Grafik 4.1

LPE Jawa Barat dan Indonesia Tahun 2004-2006 Atas Dasar Harga Konstan 2000

(Persen) 5,62 4,77 6,01 5,55 5,50 5,48 0 1 2 3 4 5 6 7 2004 2005 2006 Tahun Persen

Jawa Barat Indonesia

BAB IV

KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT

TAHUN 2006

4.1. Gambaran Umum

inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang mampu berada diatas laju pertumbuhan perekonomian nasional. Pertumbuhan perekonomian nasional pada tahun 2006 ini mencapai 5,48 persen. Sedangkan perekonomian Jawa Barat mampu tumbuh sebesar 6,01 persen atau 0.53 poin lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan nasional.

(2)

Namun demikian, kondisi ini kurang didukung oleh sektor pertanian yang mengalami penurunan kinerja cukup tajam dengan pertumbuhannya yang negatif yaitu sebesar - 0.62 persen, padahal tahun sebelumnya mampu tumbuh sebesar 1,41 persen. Selain itu, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pun mengalami pertumbuhan yang sangat rendah yakni hanya sebesar 0,64 persen setelah pada tahun sebelumnya mampu tumbuh sebesar 5,20 persen. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2006 ini banyak dipengharuhi oleh sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa yang masing-masing mampu tumbuh sebesar 8,51 persen dan 8,20 persen.

Selama periode tahun 2006, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung Atas Dasar Harga Berlaku di Jawa Barat mencapai Rp. 473,56 trilyun, atau mengalami peningkatan sebesar 21,65 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp. 389,27 trilyun. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 mengalami peningkatan sebesar 6,01 persen, yaitu dari Rp. 242,94 trilyun tahun 2005 naik menjadi Rp. 257,54 trilyun pada tahun 2006. Selanjutnya PDRB Provinsi Jawa Barat periode 2004-2006 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Dengan mengelompokkan sembilan sektor ekonomi menjadi 3 sektor yaitu; sektor primer, sekunder, dan tersier, tampak bahwa kelompok sektor sekunder masih mendominasi dalam penciptaan nilai tambah di Provinsi Jawa Barat. Total nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dari kelompok sektor sekunder di tahun 2006 mencapai Rp. 241,28 trilyun, atau meningkat 20,57 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Adapun kelompok sektor tersier mengalami peningkatan sebesar 23,71 persen yaitu dari Rp. 134,78 trilyun di tahun 2005 menjadi Rp. 166,74 trilyun di tahun 2006. Sedangkan kelompok primer meningkat sebesar 12,19 persen atau dari Rp. 58,41 trilyun di tahun 2005 menjadi Rp. 65,53 trilyun di tahun 2006. Kendati demikian peningkatan-peningkatan tersebut belum menunjukkan kinerja aktual dari

(3)

kelompok sektor bersangkutan, karena pada NTB atas dasar harga berlaku masih terkandung inflasi.

Tabel 4.1.

Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2004–2006

(Trilyun Rupiah) Lapangan Usaha 2004 2005*) 2006 **) [1] [4] [5] [6] I. Primer 50,31 58,41 65,53 1. Pertanian 41,08 46,43 52,65 2. Pertambangan 9,23 11,98 12,88 II. Sekunder 145,66 200,11 241,28 3. Industri 127,49 173,07 214,24

4. Listrik Gas dan Air 9,69 11,26 12,69

5. Bangunan 8,48 11,45 14,35 III. Tersier 108,48 134,78 166,74 6. Perdagangan 57,57 74,28 91,88 7. Pengangkutan 16,08 20,71 27,83 8. Lembaga Keuangan 9,10 11,79 12,75 9. Jasa-jasa 25,73 28,30 34,28 PDRB 304,46 389,27 473,55

Catatan *) = Angka Perbaikan **) = Angka Sementara

Apabila PDRB tersebut dihitung atas dasar harga konstan 2000, kinerja sektor sekunder tahun 2006 hanya mampu tumbuh sebesar 7,92 persen dari tahun 2005. PDRB sektor sekunder tersebut pada tahun 2005 sebesar Rp. 118,76 trilyun naik menjadi Rp. 128,17 trilyun pada tahun 2006. Sementara itu kelompok sektor primer mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, yang tadinya sebesar Rp. 42,13 trilyun di tahun 2005, menjadi Rp. 41,75 trilyun di tahun 2006, atau mengalami penurunan sebesar 0,9 persen.

(4)

Tabel 4.2.

Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2004–2006

(Trilyun Rupiah) Lapangan Usaha 2004 2005*) 2006 **) [1] [4] [5] [6] I. Primer 42,17 42,13 41,75 1. Pertanian 34,46 34,94 34,73 2. Pertambangan 7,71 7,19 7,02 II. Sekunder 108,92 118,76 128,17 3. Industri 96,98 105,33 114,30

4. Listrik Gas dan Air 5,34 5,65 5,76

5. Bangunan 6,60 7,78 8,11 III. Tersier 78,94 82,03 87,62 6. Perdagangan 45,54 47,26 50,61 7. Pengangkutan 10,31 10,33 11,14 8. Lembaga Keuangan 7,25 7,62 7,67 9. Jasa-jasa 15,84 16,82 18,20 PDRB 230,03 242,92 257,54

Catatan *) = Angka Perbaikan **) = Angka Sementara

Adapun kelompok sektor jasa-jasa (tersier) yang merupakan sektor-sektor pendukung dari seluruh kegiatan ekonomi, pada tahun 2006 mampu menciptakan PDRB sebesar Rp. 87,62 trilyun sedangkan tahun 2005 sebesar Rp. 82,03 trilyun atau mengalami peningkatan yaitu sebesar 6,81 persen.

4.2. Struktur Ekonomi

Beragamnya kegiatan perekonomian dapat memberikan warna pada struktur perekonomian suatu wilayah. Hal ini karena dipengaruhi oleh potensi sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang tersedia. Salah satu indikator yang

(5)

Tersier 32,22% Sekunder 47,19% Primer 20,58%

Primer Sekunder Tersier

Sekunder 50,95% Primer 13,84% Tersier 35,21%

Primer Sekunder Tersier

sering digunakan untuk menggambarkan struktur ekonomi suatu wilayah adalah distribusi persentase sektoral PDRB.

Distribusi persentase PDRB secara sektoral menunjukkan peranan masing-masing sektor dalam sumbangannya terhadap PDRB secara keseluruhan. Semakin besar persentase suatu sektor, semakin besar pula pengaruh sektor tersebut di dalam perkembangan ekonomi suatu daerah.

Disamping itu, distribusi persentase dapat memperlihatkan kontribusi nilai tambah setiap sektor dalam pembentukan PDRB, sehingga akan tampak sektor-sektor yang menjadi pemicu pertumbuhan (sektor-sektor andalan) di wilayah yang bersangkutan.

Pada Grafik 4.2, diperlihatkan struktur ekonomi Jawa Barat pada tahun 2000 dan 2006 menurut kelompok sektor primer, sekunder dan tersier. Dalam kurun waktu 7 tahun ini, terjadi pergeseran kontribusi yang cukup signifikan dari kelompok sektor primer yaitu dari 20,58 persen menjadi 13,84 persen. Adapun kelompok tersier kontribusinya meningkat dari 32,22 persen menjadi 35,21 persen, sedangkan kelompok sekunder meningkat dari 47,19 persen menjadi 50,95 persen.

Grafik 4.2.

Struktur Ekonomi Jawa Barat Tahun 2000 dan 2006

(6)

Penurunan kontribusi yang cukup signifikan dari kelompok sektor primer lebih disebabkan kinerja sektor pertanian yang semakin tertinggal perkembangannya dari sektor-sektor lainnya. Penurunan sektor pertanian disebabkan karena semakin susutnya areal pertanian serta masih rendahnya pengetahuan dan teknologi yang digunakan dalam pengelolaannya. Disamping itu sektor pertanian sangat tergantung pada keadaan alam dimana faktor musim sangat menentukan kualitas dan kuantitas produksinya.

Tabel 4.3.

Peranan NTB Atas Dasar Harga Berlaku Setiap Sektor Dalam Perekonomian Jawa Barat Tahun 2004-2006

(Persen) Lapangan Usaha 2004 2005*) 2006**) [1] [6] [7] [8] I. Primer 16,52 15,01 13,84 Pertanian 13,49 11,93 11,12 Pertambangan 3,03 3,08 2,72 II. Sekunder 47,84 50,29 50,95 Industri 41,88 44,46 45,24

Listrik Gas dan Air 3,18 2,89 2,68

Bangunan 2,79 2,94 3,03 III. Tersier 35,63 34,70 35,21 Perdagangan 18,91 19,08 19,40 Pengangkutan 5,28 5,32 5,88 Lembaga Keuangan 2,99 3,03 2,69 Jasa-jasa 8,45 7,27 7,24 PDRB 100,00 100,00 100,00

Catatan *) = Angka Perbaikan **) = Angka Sementara

(7)

Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa kontribusi atau peranan sektor pertanian mengalami penurunan dari 13,49 persen tahun 2004 menjadi 11,12 pada tahun 2006. Begitu pula dengan kontribusi pertambangan yang mengalami penurunan dari 3,03 persen menjadi 2,72 persen. Kondisi ini, mengakibatkan penurunan kontribusi kelompok sektor primer terhadap PDRB Jawa Barat selama periode tahun 2004 sampai 2006.

Peningkatan kinerja yang cukup tinggi terjadi pada kelompok sektor sekunder yang didukung oleh peningkatan sektor industri di tahun 2006. Peningkatan ini mampu mendongkrak kontribusi kelompok sektor sekunder terhadap pembentukan PDRB, yaitu dari 47,84 persen ditahun 2004 menjadi 50,95 persen pada tahun 2006.

Jika dibandingkan antara tahun 2004. di tahun 2006 ini kontribusi kelompok sektor tersier mengalami sedikit penurunan. Jika pada tahun 2004 kontribusi sektor tersier sebesar 35,63 % maka pada tahun 2006 hanya sebesar 35,21 %. Sementara itu sektor perdagangan mengalami peningkatan kontribusi yang lumayan tinggi. Di tahun 2004 sektor perdagangan menyumbang sebesar 18,91 persen pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi sebesar 19,40 persen. Sedangkan sektor jasa-jasa pada tahun 2006 menurun sebesar 14,3 persen yakni dari 8,45 pada tahun 2004 menjadi 7,24 persen pada tahun 2006. Adapun kontribusi sektor-sektor yang lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

4.3. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang dapat menggambarkan kinerja perekonomian di suatu wilayah. Sehingga pertumbuhan ekonomi merupakan indikator makro yang sering digunakan sebagai salah satu alat strategi kebijakan bidang ekonomi. Demikian pula halnya di Provinsi Jawa Barat, dalam Rencana Strategisnya (Renstra), laju pertumbuhan ekonomi tersebut menjadi salah satu indikator yang sangat penting untuk selalu dievaluasi.

(8)

Secara umum, pada tahun 2006 perekonomian Jawa Barat mengalami pertumbuhan positif sebesar 6,01 persen. Pertumbuhan tersebut didukung oleh pertumbuhan positif semua sektor kecuali sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian, dimana masing-masing sektor tersebut mengalami pertumbuhan sebesar – 0,62 persen dan – 2,46 persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor industri yang mampu tumbuh sebesar 8,51 persen. Selanjutnya diikuti oleh sektor jasa-jasa dan sektor pengangkutan dan komunikasi dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 8,20 persen dan 6,88 persen.

Apabila laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dipakai sebagai dasar (Base

Line), maka kinerja sektoral dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok.

Kelompok Pertama: adalah sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan di atas

rata-rata (6,01 persen); Kelompok Kedua: adalah sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan positif walaupun masih di bawah LPE rata-rata; Kelompok Ketiga: adalah sektor yang mengalami pertumbuhan negatif.

Grafik 4.3.

Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Tahun 2004-2006

-10 -5 0 5 10 15 20 2004 2005 2006 Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa PDRB

(9)

Dari Tabel 4.4. tampak bahwa pertumbuhan sektor yang termasuk pada

kelompok pertama yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, sektor

pengangkutan & komunikasi, dan sektor jasa-jasa. Sektor industri rupanya merupakan sektor yang cukup banyak dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi yang terus membaik, ini dapat dibuktikan dengan pertumbuhannya yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya yaitu dapat mencapai 8,51 persen.

Pertumbuhan sektor industri sangat didukung oleh sub sektor industri pengolahan tanpa migas yang tumbuh sebesar 8,68 persen. Sektor perdagangan yang tumbuh sebesar 7,09 persen ditopang oleh sub sektor perdagangan besar & eceran yang mampu tumbuh sebesar 7,54 persen, sub sektor hotel sebesar 5,19 persen dan oleh sub sektor restoran sebesar 4,22 persen.

Sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh sebesar 7,88 persen, didalamnya terdiri dari pertumbuhan sub sektor pengangkutan yang tumbuh sebesar 4,51 persen dan sub sektor komunikasi yang mencapai pertumbuhan cukup pesat yaitu sebesar 16,09 persen.

Sedangkan sektor jasa-jasa yang terdiri dari sub sektor jasa pemerintahan umum dan sub sektor jasa swasta masing-masing tumbuh sebesar 5,64 persen dan 11,46 persen mampu mencapai pertumbuhan sebesar 8,20 persen pada tahun 2006 atau mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya mampu mencapai pertumbuhan sebesar 6,22 persen.

Adapun pertumbuhan sektor yang termasuk pada kelompok kedua yaitu sektor listrik, gas dan air bersih (LGA), sektor bangunan dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Sektor listrik, gas dan air bersih pada tahun 2006 ini hanya tumbuh sebesar 1,87 persen. Rendahnya pertumbuhan sektor LGA ini terutama dipengaruhi oleh kinerja sub sektor gas kota yang tampak melemah dengan pertumbuhannya yang hanya mencapai - 9,42 persen. Sementara itu pertumbuhan sektor bangunan pada tahun ini mencapai 4,26 atau lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya

(10)

Tabel 4.4.

Pertumbuhan NTB Setiap Sektor

Dalam Perekonomian Jawa Barat Tahun 2004-2006 Tahun

Sektor 2004 2005*) 2006**)

[1] [2] [3] [4]

1 Pertanian 6,34 1,41 - 0,62

a. Tanaman Bahan Makanan 4,88 2,57 - 0,81

b. Tanaman Perkebunan 5,65 - 2,65 6,77

c. Peternakan & Hasilnya 14,00 3,02 - 0,98

d. Kehutanan 29,58 - 40,23 5,45

e. Perikanan - 0,51 2,87 - 6,10

2 Pertambangan & Penggalian - 6,40 - 6,63 - 2,46 a. Minyak & Gas Bumi - 6,95 - 7,34 - 2,64 b. Pertambangan Tanpa Migas - 10,09 4,72 - 9,42

c. Penggalian 5,91 0,28 3,40

3 Industri Pengolahan 3,24 8,62 8,51

a. Industri Migas 15,85 - 12,03 1,11

b. Industri Tanpa Migas 2,93 9,19 8,68

4 Listrik, Gas & Air Bersih 8,53 5,84 1,87

a. Listrik 9,06 7,16 2,76

b. Gas 6,72 - 2,16 - 9,42

c. Air Bersih 4,05 - 1,46 3,60

5 Bangunan 10,31 17,85 4,26

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 6,48 3,80 7,09 a. Perdagangan Besar & Eceran 6,53 6,36 7,54

b. Hotel 7,59 15,47 5,19

c. Restoran 6,05 - 12,65 4,22

7 Pengangkutan & Komunikasi 9,91 0,20 7,88

a. Pengangkutan 5,38 - 0,28 4,51

b. Komunikasi 22,95 1,36 16,09

8 Keuangan,Persewaan & Jasa Perush. 4,01 5,20 0,64

a. Bank 9,62 13,76 - 10,92

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 7,30 17,94 25,47

c. Sewa Bangunan 3,45 0,95 2,00 d. Jasa Perusahaan - 2,94 - 0,63 0,85 9 Jasa-Jasa 5,98 6,22 8,20 a. Pemerintahan Umum 4,80 4,55 5,64 b. Swasta 7,57 8,42 11,46 PDRB 4,77 5,62 6,01

Catatan *) = Angka Perbaikan **) = Angka Sementara

(11)

Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada tahun 2006 ini hanya mampu tumbuh sebesar 0,64 persen, sementara pada tahun 2005 pertumbuhannya mencapai 5,20 persen. Rendahnya pertumbuhan sektor ini sangat dipengaruhi oleh kinerja sub sektor bank yang hanya mampu tumbuh sebesar – 10,92 persen sementara pada tahun sebelumnya mampu tumbuh sebesar 13,76 persen.

Sedangkan yang termasuk pada kelompok ketiga adalah sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian dimana masingmasing hanya tumbuh sebesar -0,62 persen dan -2,46 persen.

Seluruh sub sektor pada sektor pertanian kecuali sub sektor tanaman perkebunan dan sub sektor kehutanan kinerjanya mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Sub sektor perikanan, sub sektor peternakan dan sub sektor tanaman bahan makanan mengalami pertumbuhan yang negatif. Secara umum sektor pertanian ini hanya mampu tumbuh sebesar - 0,62 persen.

Kinerja sektor pertanian mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya kondisi alam yakni cuaca dan curah hujan, banyaknya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian, pengetahuan dan tehnologi pertanian yang masih rendah dan adanya kebijakan-kebijakan yang dirasakan belum berpihak pada pertanian.

Selain itu, bencana tsunami yang melanda pantai selatan Jawa Barat, gelombang dan angin laut yang membahayakan pelayaran, dan cuaca di darat yang banyak merugikan perikanan darat, serta masih adanya pengaruh dari kenaikan harga BBM yang menyebabkan nelayan enggan melaut, menyebabkan sub sektor perikanan pada tahun 2006 ini merupakan sub sektor pada sektor pertanian yang pertumbuhannya paling rendah yaitu hanya tumbuh sebesar -6,10 persen atau mengalami penurunan yang sangat tajam dibandingkan tahun 2005 yang tumbuh sebesar 2,87 persen.

(12)

4.4. Pendapatan Perkapita

Indikator yang sering dipakai untuk menggambarkan tingkat kemakmuran masyarakat secara makro adalah pendapatan per kapita atau Percapita Income. Semakin tinggi pendapatan yang diterima penduduk di suatu wilayah maka tingkat kesejahteraan di wilayah yang bersangkutan dapat dikatakan bertambah baik.

Oleh karena pendapatan faktor produksi dan transfer yang mengalir keluar (transfer out) serta pendapatan faktor produksi dan transfer yang masuk (transfer in) yang merupakan komponen penghitungan pendapatan regional, belum dapat dihitung maka yang dapat disajikan hanya PDRB perkapita. Angka ini diperoleh dengan cara membagi PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.

Tabel 4.5.

Pendapatan Perkapita Jawa Barat dan Pertumbuhannya Tahun 2004-2006

Tahun Berlaku ADH (Rupiah) Pertb (%) ADH Konstan 2000 (Rupiah) Pertb (%) (1) (2) (3) (4) (5) 2004 7.859.019 8,15 5.937.105 2,62 2005 9.843.136 25,25 6.142.914 3,47 2006 11.729.838 19,17 6.379.078 3,84

Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa PDRB perkapita Jawa Barat terus mengalami peningkatan yang cukup tinggi selama periode 2004-2006. Tahun 2004, PDRB perkapita atas dasar harga berlaku masyarakat di Jawa Barat mencapai Rp. 7.859.019 kemudian naik menjadi Rp. 11.729.838 pada tahun 2006. Kenaikan secara rata-rata mencapai lebih dari 14 persen pertahunnya, dan pada tahun 2006 pertumbuhannya mencapai 19,17 persen.

(13)

Kendati demikian peningkatan PDRB perkapita di atas masih belum menggambarkan secara riil kenaikan daya beli masyarakat Jawa Barat secara umum. Hal ini disebabkan pada PDRB perkapita yang dihitung berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku masih terkandung faktor inflasi yang sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat.

Untuk memantau perkembangan daya beli masyarakat secara riil bisa digunakan PDRB perkapita yang dihitung dari PDRB atas dasar harga konstan. Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa PDRB perkapita yang dihitung dari PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2004 adalah sebesar Rp. 5.937.105 dan pada tahun 2006 menjadi Rp. 6.379.078. Dari dua kondisi di atas memberi gambaran bahwa secara riil daya beli masyarakat tumbuh sebesar 3,84 persen pada tahun 2005 atau hanya meningkat 7,40 persen dari tahun 2004.

Referensi

Dokumen terkait

Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) adalah izin yang diperlukan perusahaan jasa konstruksi untuk dapat melaksanakan kegiatan dibidang usaha jasa

Puji Syukur kehadirat Allah Swt. karena berkat karunia dan ijin-Nyalah Tim penyusun Jurnal Teknik Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Tangerang dapat menyelesaikan

setiap tahun perusahaan menambahkan laba ditahan (dari laporan laba rugi) ke laba ditahan tahun sebelumnya di neraca. Oleh karena itu, jumlah laba ditahan dalam

OCB , dan kinerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 2 yang menunjukkan bahwa seluruh item pernyataan memiliki nilai r-hitung > r-tabel (0.361) maka seluruh

Patofisologi terjadinya disfagia fase esofageal pada pasien merupakan akibat dari skleroderma terkait terjadinya atrofi dan fibrosis otot polos. Hal ini

 Model RAD (Rapid Application Development)  Model RUP (Rational Unified Process).. See

Tabel 2 Distribusi frekuensi dan persentase tingkat pengetahuan perawat tentang pengurangan bahaya fisiologis imobilisasi pada pasien stroke di Ruang RA4 RSUP H. Adam

- Setelah dalam keadaan telanjang bulat lalu Terdakwa I meremas-remas kedua payudara Terdakwa II hingga keduanya terangsang yang selanjunya Terdakwa