• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN STATUS NELAYAN DARI KLIEN MENJADI PATRON DI KELURAHAN KARAS KECAMATAN GALANG KOTA BATAM NASKAH PUBLIKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN STATUS NELAYAN DARI KLIEN MENJADI PATRON DI KELURAHAN KARAS KECAMATAN GALANG KOTA BATAM NASKAH PUBLIKASI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN STATUS NELAYAN DARI KLIEN MENJADI PATRON DI KELURAHAN KARAS KECAMATAN GALANG KOTA BATAM

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

IRWAN SYAHPUTRA NIM : 110569201135

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG 2016

(2)

PERUBAHAN STATUS NELAYAN DARI KLIEN MENJADI PATRON DI KELURAHAN KARAS KECAMATAN GALANG KOTA BATAM

IRWAN SYAHPUTRA

Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji

A B S T R A K

Prinsip-prinsip relasi patron-klien berlaku juga pada masyarakat nelayan. Unsur-unsur sosial yang berpotensi sebagai patron adalah pedagang (ikan) berskala besar dan kaya, nelayan pemilik (perahu), juru mudi (juragan laut atau pemimpin awak perahu), dan orang kaya lainnya. Peran para patron dianggap sebagai penolong bagi para nelayan karena ditengah himpitan ekonomi para nelayan merasa masih bisa mencukupi kehidupan keluarganya. Kelurahan Karas terdiri wilayah perairan dan kepulauan fenomena yang terjadi di kelurahan ini adalah setiap tahunnya beberapa masyarakat nelayan merubah statusnya dengan menjadi patron atau tauke.

Tujuan dalam penelitia ini yaitu untuk mengetahui latar belakang perubahan status nelayan dari klien menjadi patron di Kelurahan Karas Kecamatan Galang Kota Batam. Pembahasan dalam skripsi ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif dengan mengacu kepada konsep Kabeer (dalam Agus : 2009 : 35-37). Informan yang dipilih dengan criteria Nelayan yang sudah merubah dari klien menjadi patron selama 6 bulan terakhir. Nelayan yang sudah memiliki nelayan buruh di bawahnya. Memiliki modal dan penghasilan yang besar, jumlah pendapatan perhari mencapai 3 sampai dengan 7 juta.. Setelah data terkumpul maka data dalam penelitian ini dianalisis dengan teknik analisis data deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dianalisa Perubahan Status Nelayan Dari Klien Menjadi Patron Di Kelurahan Karas Kecamatan Galang Kota Batam dilatar belakangi adanya keinginan untuk merubah status menjadi lebih baik hal ini dapat dilihat dari hubungan yang terjalin antara klien dengan patron yaitu di Kelurahan Karas mulai dari kerjasama hingga kebutuhan saling melengkapi. Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup, tumbuh, dan berkembang di wilayah pesisir atau wilayah pantai

(3)

A B S T R A C T

The principles of client-patron relationship applies also on the fishing communities. The social elements that potential patrons were merchants (fish) large scale and rich, owner of fisherman (boat), rudder (sea skipper boats crew or leader), and other rich people. The role of the patron is considered as a helper for the fishermen since the middle of the economic himpitan of the fishermen feel still able to fullfill his family life. Subdistricts of Karas is composed of territorial waters and the phenomena that occur in the neighborhood this is annually several fishing communities changed his status by becoming a patron or tauke.

The goal in this penelitia is to know the background of the change of status of the client becomes patron of fishermen in Kelurahan Karas Galang sub district of Batam city. The discussion in this thesis using a descriptive qualitative techniques with reference to the concept of Kabeer (Agus: 2009:35-37). Informants are chosen with criteria of fishermen who have been changed from the client becomes patron during the last 6 months. Fishermen who already has fishermen workers underneath. Have a large income and capital, the amount of revenue per day reached 3 to 7 million. After the data is collected then data in this study were analyzed with descriptive qualitative data analysis techniques.

Based on the research results can then be analyzed changes in the Status Of the client becomes Patron of fishermen in Kelurahan Karas Galang sub district of Batam city exposed back of the existence of a desire to change the status for the better, it can be seen from the relationship that is created between the client with a patron at Neighborhood Karas ranging from cooperation to complement each other's needs. As a social Union, fishing communities live, grow, and thrive in the coastal areas or coastal regions

(4)

I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang dikawasan persisir yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut, sering kali masyarakat nelayan menghadapi sejumlah masalah politik, sosial dan ekonomi yang kompleks, terutama pada masalah kemiskinan, kesenjangan sosial dan tekanan ekonomi yang datang setiap saat serta keterbatasan akses modal, teknologi dan pasar sehingga mempergaruhi dinamika usaha. Bagi para peminat dan pengamat sosial, tentu sering menemukan beragam pola atau bentuk hubungan (relasi) yang ada dalam masyarakat. Hubungan-hubungan tersebut terjadi dan terjalin sedemikian rupa di kalangan masyarakat sehingga terus berlangsung dan tak pernah berhenti.

Salah satu relasi tersebut adalah hubungan patron-klien dalam nelayan atau yang biasa dikenal dengan ‘patronase’ (patronage). Kajian secara sosiologis mengindikasikan bahwa peta sosial masyarakat nelayan memiliki dinamika sosial yang spesifik mencerminkan karakteristik pantai, kenelayanan, dan kelautan. Hubungan sosial masyarakat seperti halnya solidaritas sosial, kekerabatan yang tinggi didasarkan pada kepentingan yang terkait dengan pekerjaan mereka sehari-hari yakni sebagai nelayan, pengusaha perikanan, pedagangan bahan pokok dan lainnya.

Masyarakat nelayan merupakan unsur-unsur sosial yang sangat penting dalam stuktur masyarakat persisir,

maka kebudayaan mereka memiliki prilaku budaya masyarakat persisir pada umumnya, karakteristik yang menjadi ciri sosial budaya masyarakat nelayan adalah sebagai berikut : Memiliki struktur relasi patron-klien, patron-klien merupakan basis relasi sosial dalam masyarakat nelayan atau masyarakat persisir, relasi patron-klien sangat dominan dan terbentuk karena karaktristik kondisi mata pencarian,sistem ekonomi dan lingkungan, hubungan demikian terpola dalam kegiatan organisasi produksi, aktivitas pemasaran dan kepemimpinan sosial. Pola-pola hubungan patron-klien dapat menghambat ataupun mendukung perubahan sosial ekonomi namun demikian dalam kegiatan pemberdayaan sosial ekonomi serta pola-pola hubungan patron-klien harus di perlukan sebagai modal sosial dan Profesi sebagai nelayan hanya ditekuni oleh kalangan terbatas dan marginal. Salah satu relasi tersebut adalah hubungan patron-klien dalam nelayan atau yang biasa dikenal dengan ‘patronase’. (Usman, 2004: 132). Sedangkan klien berarti ‘bawahan’ atau orang yang diperintah dan yang disuruh. Selanjutnya, pola hubungan patron-klien merupakan aliansi dari dua kelompok komunitas atau individu yang tidak sederajat, baik dari segi status, kekuasaan, maupun penghasilan, sehingga menempatkan klien dalam kedudukan yang lebih rendah (nelayan),

Berdasarkan kenyataan ini, tepat kiranya jika ada yang mengatakan bahwa hubungan semacam ini seringkali disebut juga sebagai hubungan ‘induk patron-klien’, di mana di dalamnya terjadi hubungan timbal balik. Hal ini karena pada

(5)

umumnya, induk adalah orang atau pihak yang memiliki kekuasaan dalam suatu masyarakat atau komunitas dan harus memberi perlindungan atau pengayoman semaksimal mungkin kepada klien-kliennya. Sedangkan sebaliknya, para klien harus membalas budi baik yang telah diberikan induk semangat dan melakukan pembelaan terhadap pihak lain sebagai saingannya (Koentjaraningrat, 1990: 160-161). Sumberdaya manusia yang berprofesi sebagai nelayan dicirikan oleh pendidikan dan keterampilan yang rendah, serta kemampuan manajemen yang terbatas oleh karena itu mereka terbelengu kemiskinan.

Prinsip-prinsip relasi patron-klien berlaku juga pada masyarakat nelayan. Unsur-unsur sosial yang berpotensi sebagai patron adalah pedagang (ikan) berskala besar dan kaya, nelayan pemilik (perahu), juru mudi (juragan laut atau pemimpin awak perahu), dan orang kaya lainnya. Mereka yang berpotensi menjadi klien adalah nelayan buruh (pandhiga) dan warga pesisir yang kurang mampu sumber dayanya. Secara intensif, relasi patron-klien ini terjadi di dalam aktivitas pranata ekonomi dan kehidupan sosial di kampung. Para patron ini memiliki status dan peranan sosial yang penting dalam kehidupan masyarakat nelayan. Kompleksitas relasi sosial patron-klien (vertikal) dan relasi sosial horisontal di antara mereka merupakan urat-urat struktur sosial masyarakat nelayan.

Dalam aktivitas ekonomi perikanan tangkap, terdapat tiga pihak yang berperan besar, yaitu pedagang perantara, nelayan pemilik perahu, dan nelayan. Ketiga pihak terikat oleh

hubungan kerja sama ekonomi yang erat. Pedagang perantara atau biasa disebut tauke menyediakan bantuan dan pinjaman (uang) ikatan untuk nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik menyediakan bantuan dan pinjaman ikatan kepada nelayan buruh. Hubungan kerja sama ekonomi di antara mereka diikat oleh relasi patron-klien. Relasi sosial ekonomi bebasis patron-klien ini berlangsung intensif dan dalam jangka panjang. Relasi sosial ekonomi akan berakhir jika terjadi persoalan yang tidak bisa diatasi di antara mereka, sehingga pihak nelayan pemilik dan nelayan buruh harus melunasi utang-utangnya kepada pedagang perantara. Sedemikian dalamnya relasi patron-klien mendasari aktivitas ekonomi nelayan.

Peran para patron dianggap sebagai penolong bagi para nelayan karena ditengah himpitan ekonomi para nelayan merasa masih bisa mencukupi kehidupan keluarganya. Seperti juga perantara-perantara sosial lainnya, hubungan patron-klien juga memilih tanah subur tempat tumbuh dan berkembangnya, tiga kondisi khusus dimana hubungan patron-klien dapat tumbuh dan berkembang dengan subur, yaitu pertama, adanya perbedaan yang menyolok dalam penguasaan kekayaan, status dan kekayaan yang diakui oleh masyarakat yang bersangkutan. Kedua, tidak adanya jaminan keamanan fisik, status dan posisi atau kekayaan. Ketiga, unit-unit kekerabatan yang ada tidak mampu lagi berfungsi sebagai sarana perlindungan bagi keamanan dan kesejahteraan pribadi.

(6)

Hubungan patron-klien merupakan suatu kasus khusus hubungan antara dua orang yang sebagian besar melibatkan persahabatan instrumental, dimana seseorang dengan “status sosial ekonomi lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumberdaya untuk memberikan perlindungan dan/atau keuntungan kepada seseorang dengan status yang lebih rendah (klien) yang pada gilirannya membalas pemberian tersebut dengan dukungan dan bantuan, termasuk jasa pribadi kepada patron". Patron selain menggunakan kekuatannya untuk melindungi kliennya, ia juga menggunakan kekuatannya untuk menarik keuntungan atau hadiah sebagai imbalan atas perlindungannya hal ini membuat nelayan sangat membutuhkan patron dan patron akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar

Klien sangat bergantung pada patron untuk menjalin sebuah mitra kerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Akan tetapi sistem ini ternyata bukan hanya relasi ekonomi saja, akan tetapi ada relasi sosial yang terjadi. Para tengkulak pun rela meminjamkan uang besar saat ada anggota keluarga dari klien yang sakit atau butuh uang lebih. Pada akhirnya sistem patron klien ini sudah menjadi relasi yang sangat mendarah daging dan sulit untuk dilepaskan. Beberapa usaha yang dilakukan pemerintah, berbagai program berjalan, akan tetapi saat program berhenti. Para klien juga kembali lagi ke patron.Kelurahan Karas Kecamatan Galang Kota Batam merupakan salah satu daerah yang mata pencaharian penduduknya adalah nelayan.

Kelurahan Karas terdiri wilayah perairan dan kepulauan yang membentang di areal seluas 70,7 km2. Sebagai wilayah yang dikelilingi oleh lautan, kelurahan ini memiliki kekayaan sumberdaya laut yang besar dengan beragam jenis. Dengan karakteristik wilayahnya yang dikelilingi oleh lautan, mayoritas penduduk Kelurahan Karas bekerja sebagai nelayan. Pekerjaan ini dilakukan oleh penduduk (laki-laki) dari berbagai usia, terutama karena sangat terbatasnya lapangan pekerjaan yang lain.

Banyak hal yang melatarbelakangi seorang nelayan yang tadinya menjadi klien kemudian mencoba menjadi patron. Kuatnya hubungan patron klien dalam masyarakat pesisir termasuk kelurahan Karas terjadi karena aktivitas yang dilakukan oleh para nelayan yang berisiko dan ketidakpastian. Patron dianggap sebagai jaminan sosial untuk para nelayan. Untuk itu banyak para nelayan yang kemudian merubah statusnya dari klien menjadi patron, mengingat keuntungan yang juga cukup besar karena ikan dijual dengan harga murah.

Alasan para nelayan ini memilih menjadi patron karena patron adalah orang yang paling di cari oleh nelayan tradisional. Dengan tidak memadainya modal yang dimiliki nelayan tradisional akan membuat mereka menjadi terikat dengan para juragan atau pemilik sampan, di mana modal yang mereka gunakan berasal dari pemilik sampan ini. Dalam penyediaan alat produksi, nelayan seringkali harus membina hubungan dengan pihak penyandang dana seperti patron.

(7)

Nelayan juragan pun membina hubungan dengan nelayan biasa yang akan membantunya dalam kegiatan penangkapan ikan. Dalam aktivitas distribusi pemasaran, para nelayan juga berhubungan dengan pihak lain seperti para pedagang. Jumlah nelayan yang ada di Kelurahan Karas saat ini berjumlah 56 orang yang terdiri dari 42 klien dan 14 patron,Berikut data yang diperoleh dilapangan :

Tabel 1.1

Data awal jumlah perubahan status dari klien menjadi patron dari

2011-2015 N o Tahu n Perubaha n dari klien – patron Perekruta n 1 2011 3 6 2 2012 2 2 3 2013 2 1 4 2014 3 1 5 2015 4 4 Total 14 14

Sumber : Data olahan peneliti, 2015 Jika dilihat dari tabel diatas maka diketahui bahwa setiap tahunnya beberapa masyarakat nelayan merubah statusnya dengan menjadi patron atau tauke, hal ini disebabkan oleh salah satu faktor menjadi patron lebih menguntungkan mengingat di Kelurahan Karas masih banyak sekali terdapat nelayan tradisional. Padahal untuk menjadi patron dibutuhkan modal mulai dari 3 juta hingga 7 juta bahkan bisa lebih dari itu. Tergantung apa yang akan mereka siapkan untuk

klien mereka. Namun kebanyakan dari patron tersebut adalah partron semu. Patron semu adalah patron yang mempunyai patron utama, mereka hanya pengumpul ikan, dan memiliki patron di Batam maupun Tanjungpinang, Patron semu dapat membuat keputusan walaupun tidak sepenuhnya dari patron semu namun keputusan yang paling berpengaruh ialah patron utama.

Pada umumnya, relasi patron-klien terjadi secara intensif pada suatu masyarakat yang menghadapi persoalan sosial dan kelangkaan sumber daya ekonomi yang kompleks. Di daerah pedesaan dan pinggiran kota yang berbasis pertanian, seorang patron (bapak buah) akan membantu klien (anak buah) kemudahan akses pada peluang kerja di sekor pertanian, mengatasi kebutuhan mendadak klien, atau meringankan beban utang klien pada pelepas uang. Klien menerima kebaikan tersebut sebagai ”hutang budi”, menghargai, dan berkomitmen untuk membantu patron dengan sumberdaya jasa tenaga yang mereka miliki.

Sebagai nelayan tradisional dengan kepemilikan modal yang terbatas, mayoritas nelayan Kelurahan Karas sangat tergantung kepada tauke. Karena ketergantungan yang sangat menguntungkan maka banyak nelayan memilih menjadi patron atau touke. Hal ini atas dasar bahwa tersebut berupa pinjaman uang, baik untuk modal melaut maupun untuk kelangsungan hidup rumah tangga nelayan serta pemasaran hasil tangkapan nelayan. Karena di kelurahan ini tidak ada lembaga ekonomi yang berfungsi sebagai

(8)

pemberi pinjaman uang, maka nelayan meminjam uang kepada tauke. Selanjutnya, tidak adanya tempat pelelangan ikan (TPI) menyebabkan satu-satunya alternatif untuk memasarkan hasil tangkapan adalah menjualnya kepada tauke yang sekaligus berfungsi sebagai pedagang pengumpul. Hubungan ketergantungan ini kemungkinan akan berlangsung terus menerus selama tidak ada lembaga ekonomi lainnya yang dapat menggantikan peran tauke di wilayah ini.

Bertitik tolak dari permasalahan diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang masalah diatas dengan judul ‘’PERUBAHAN STATUS NELAYAN DARI KLIEN

MENJADI PATRON DI

KELURAHAN KARAS

KECAMATAN GALANG KOTA BATAM’’.

B. Perumusan Masalah

Dari deskripsi yang telah dipaparkan pada bagian latar belakang diatas, maka untuk mempermudah proses penelitian guna menghindari pembahasan yang terlalu meluas diperlukan ada rumusan masalah. Berangkat dari pertanyaan tersebut diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Apa yang melatar belakangi perubahan status nelayan dari klien menjadi patron di Kelurahan Karas Kecamatan Galang Kota Batam?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan tersebut, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

latar belakang perubahan status nelayan dari klien menjadi patron di Kelurahan Karas Kecamatan Galang Kota Batam.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara Akademis : Sebagai bahan refrensi bagi penelitian yang sama khususnya bidang sosiologi dalam melihat perubahan status sosial dan stratifikasi sosial.

b. Secara Teoritis : Diharap¬kan dapat memberikan manfaat serta acuan bagi semua pihak terhadap Perubahan Status Dari Klien Menjadi Patron Di Kelurahan Karas Kecamatan Galang Kota Batam.

D. Konsep Operasional

Menurut Kaho (2002:40), Hubungan patron dan klien : Hubungan dalam penelitian ini adalah saling membutuhkan anatara patron dan klien. Patron atau toke sebagai orang yang memiliki modal besar yang menyediakan bantuan dan prasarana bagi nelayan yang menjadi klien atau anak buahnya untuk mencari ikan yang nantinya akan di jual kembali.

2. Perubahan status dari klien ke patron : kemampuan seseorang dalam menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagai masalah kemiskinan dan agar menaikkan kelas yang lebih baik lagi dikehidupannya. Dalam penelitian ini perubahan status nelayan dari klien ke patron adalah para nelayan yang sudah mampu untuk bekerja sendiri bahkan menjadi pemilik alat-alat tangkap, perahu yang kemudian di sewakan kepada nelayan lainnya.

(9)

II. LANDASAN TEORI

1. Patron-klien masyarakat pesisir Istilah patron berasal dari ungkapan bahasa Spanyol yang secara entimologis berarti seseorang yang memilki kekuasaan (power), status, wewenang dan pengaruh, sedangkan klien berarti bawahan atau orang yang diperintah dan disuruh. Selanjutnya pola hubungan patron klien merupakan aliansi dari dua kelompok komunitas atau individu yang tidak sederajat, baik dari segi status, wewenang, kekuasaan maupun penghasilan, sehingga menempatkan klien dalam kedudukan yang lebih rendah dan patron dalam kedudukan yang lebih tinggi. Berdasarkan paparan-paparan yang diulas dari pengertian diatas maka kemudian terdapat satu hal penting yang dapat digaris bawahi, yaitu bahwa terdapat unsur pertukaran barang atau jasa bagi pihakpihak yang terlibat dalam pola – pola relasi antara patron dan klien. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola – pola relasi yang semacam ini dapat dimasukan kedalam bentuk dan pola hubungan pertukaran yang lebih luas.

Menurut Scott dalam Hariadi (1987), relasi patron klien merupakan hubungan yang antara dua pihak yang menyangkut persahabatan, dimana seorang individu dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumber-sumber yang dimilikinya untuk memberikan perlindungan dan atau keuntungan bagi seseorang yang statusnya lebih rendah (klien), dan sebaliknya si klien membalas dengan memberikan dukungan dan bantuan secara umum termasuk pelayanan

pribadi kepada patron. Dalam hubungan ini pertukaran tersebut merupakan jalinan yang rumit dan berkelanjutan, biasanya baru terhapus dalam jangka panjang. (Scott, 1976 dalam Hariadi, 1987: 48)). Imbalan yang diberikan klien bukan imbalan berupa materi melainkan dalam bentuk lainnya. Si patron tidak akan mengharapkan materi atau uang dari klien tapi mengharapkan imbalan lainnya yang dibutuhkan si patron.

Ikatan-ikatan sosial yang khas antara patron dan klien menekankan ide moral, hak-hak, dan kewajiban-kewajiban timbal balik yang memberikan kekuatan sosial kepada ikatan-ikatan itu. Sudah tentu tidak mungkin barang dan jasa yang dipertukarkan antara patron dan klien itu akan identikan oleh karena sifat dari pola hubungan itu disesuaikan atas kebutuhan-kebutuhan mereka yang berbeda. Suatu sifat yang persis dengan pertukaran itu akan mencerminkan kekhasan dari kebutuhan-kebutuhan dan sumber-sumber kekayaan baik dari patron maupun dari klien dalam jangka waktu tertentu. Maka pada umumnya patron diharapkan untuk melindungi kliennya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan materinya. Sedangkan klien mengimbalinya dengan tenaga kerja dan loyalitasnya (Scott , 1994 : 257). Scott dalam Ramadhan (2009), mengemukakan bahwa hubungan patronase mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan hubungan sosial lain. Pertama, yaitu terdapatnya ketidaksamaan (inequality) dalam pertukaran; kedua, adanya sifat tatap-muka (face-to-face character), dan ketiga adalah sifatnya yang luwes dan meluas (diffuse flexibility) ( Ramadhan, 2009 : 15). Menguraikan ciri yang

(10)

pertama Scott mengatakan bahwa terdapat ketimpangan pertukaran atau ketidakseimbangan dalam pertukaran antara dua pasangan, yang mencerminkan perbedaan dalam kekayaan, kekuasaan, dan kedudukan. Dalam pengertian ini seorang klien adalah seseorang yang masuk dalam hubungan pertukaran yang tidak seimbang (unequal), di mana dia tidak mampu membalas sepenuhnya. Suatu hutang kewajiban membuatnya tetap terikat pada patron. Ketimpangan terjadi karena patron berada dalam posisi pemberi barang dan jasa yang sangat dibutuhkan oleh klien beserta keluarganya agar mereka bisa tetap hidup. Rasa wajib membalas pada diri si klien muncul lewat pemberian ini, selama pemberian itu masih dirasakan mampu memenuhi kebutuhannya yang paling pokok atau masih dia perlukan. Sifat tatap-muka relasi patronase menunjukkan bahwa sifat pribadi terdapat di dalamnya. Hubungan timbal-balik yang berjalan terus dengan lancar akan menimbulkan rasa simpati (affection) antar kedua belah pihak, yang selanjutnya membangkitkan rasa saling percaya dan rasa dekat. Dekatnya hubungan ini kadangkala diwujudkan dalam penggunaan istilah panggilan yang akrab bagi partnernya.

Dengan adanya rasa saling percaya ini seorang klien dapat mengharapkan bahwa si patron akan membantunya jika dia mengalami kesulitan, jika dia memerlukan modal dan sebagainya. Sebaliknya si patron juga dapat mengharapkan dukungan dari klien apabila pada suatu saat dia memerlukannya. Ciri terakhir yaitu sifat relasi yang luwes dan meluas. Seorang patron misalnya, tidak saja dikaitkan oleh hubungan sewa-menyewa tanah

oleh kliennya, tetapi juga karena hubungan sebagai sesama tetangga, atau mungkin teman sekolah di masa yang lalu, atau orang-orang tua mereka saling bersahabat, dan sebagainya. Juga bantuan yang diminta dari klien dapat bemacam-macam, mulai dari membantu memperbaiki rumah, mengolah tanah, mengurus ternak, dan lain-lain. Di lain pihak si klien dibantu tidak hanya dalam bentuk modal usaha pertanian saja, melainkan juga kalau ada musibah, mengalami kesulitan dalam mengurus sesuatu, mengadakan pesta-pesta atau selamatan tertentu dan berbagai keperluan lainnya. Pendeknya hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan oleh kedua belah pihak, dan sekaligus juga merupakan semacam jaminan sosial bagi mereka. Patron client relationship merupakan proses assosiatif yang terwujud dalam bentuk kerja sama antara dua orang yang berbeda statusnya, dengan ciriciri pihak patron melindungi klien dalam berbagai transaksi, serta adanya relasi saling membutuhkan, saling percaya, dan kedua belah pihak terlibat dalam keakraban. Hubungan ini telah menjadi subur dari masa lampau hingga dewasa ini di dalam masyarakat Indonesia. Si patron yang merupakan anggota masyarakat yang lebih beruntung dilihat dari status sosial ekonomi. Mereka inilah yang memiliki modal dan cara berfikir yang lebih baik. Dengan asset yang dimiliki, si patron mempekerjakan kepada anggota masyarakat lain yang status sosial ekonominya lebih rendah. Untuk menjalankan usaha yang diberikan kepada klien, si patron memberikan bimbingan saat klien mengalami kesulitan baik di bidang usaha maupun di bidang lain yang dianggap perlu. Hal ini dilakukan

(11)

patron supaya klien menjadi terikat dan merasa enggan apabila ingin lepas dari patron. (Ibrahim, 2003, 24).

Patron klien yang ada di nelayan sama halnya dengan yang dipaparkan oleh Sanderson (2010 : 167-168) Feodalisme dipahami sebagai sistem kehidupan ekonomi yang berlaku di Eropa Barat sejak runtuhnya Kekaisaran Romawi sampai datangnya kapitalisme modern. Unit dasar produksi ekonomi dalam masa ini adalah manor (suatu daerah tertentu yang biasanya dikelilingi oleh hutan, di dalamnya terdapat pemerintahan kecil yang dipimpin oleh seorang bangsawan) di mana tanah-tanah yang ada di daerah ini dimiliki oleh petani dan penguasa setempat yang dinamakan tanah pribadi (demense). Tanah-tanahnya dikelola oleh tuan tanah dan digarap oleh sejumlah petani yang ada di daerah tersebut.

Model seperti ini menetapkan bahwa nelayan yang ada dalam kawasan ini menggarap tanah yang sekaligus juga merupakan tempat tinggal dan pertaniannya. Meskipun demikian, hubungan yang terjalin antara para pelaku yang terlibat dalam wilayah ini sangat tidak seimbang dan merugikan petani karena petani harus bekerja pada tuan tanah di tanah pribadinya tetapi di sisi lain ia juga harus membayar upeti kepada tuan tanah. Ketentuan semacam ini mewujud dalam kewajiban petani memberikan hasil-hasil tertentu pertaniannya dan membayar bea untuk beragam keperluan yang digunakannya. Dari paparan ini dapat disimpulkan bahwa sistem feodalisme adalah hubungan ekonomi yang membuat para petani

berproduksi untuk dirinya sendiri dan juga untuk tuannya.

Begitu juga dengan nelayan yang kemudian menjalani hubungan yang baik antara dirinya dan toke sehingga tercipta suatu hubungan saling ketergantungan dari segi ekonomi. Menurut Kusnadi (2006 : 30) Masyarakat pesisir adalah sekelompok masyarakat yang hidup dan bertempat tinggal di pinggir pantai dan bekerja dilaut, dengan mata pencahariannya mayoritas bekerja sebagai nelayan. selain itu kegiatan usaha perikanan tangkap merupakan aktivitas ekonomi yang kompleks karena melibatkan banyak pihak yang saling terkait secara fungsional dan substansial, sekurang-kurangnya pihak-pihak tersebut adalah nelayan pemilik perahu dan alat tangkap (juragan), nelayan buruh (pandiga), pedagang ikan dan pemilik toko yang menjadi pemasok kebutuhan hidup nelayan atau kebutuhan melaut, seperti bahan bakar minyak, jaring, lampu, dan peralatan teknis lainnya, diantara mereka terikat oleh jaringan hubungan patron klien, karena mereka saling bergantung dan saling membutuhkan, masing-masing pihak mempunyai kemampuan sumber daya yang saling dipertukarkan dalam hubungan sebagai patron klien tersebut.

Nelayan adalah seorang yang mata pencaharian utamanya adalah dari usaha menangkap ikan di laut (KBBL, 2003:686). Jadi masyarakat nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat

(12)

dengan lokasi kegiatan. Secara geografis, masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut.

Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri atas kategori-kategori sosial yang membentuk kesatuan sosial. Mereka juga memiliki sistem nilai dan simbol-simbol kebudayaan sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari. Faktor kebudayaan inilah yang menjadi pembeda antara masyarakat nelayan dengan kelompok sosial lainnya. Sebagian besar masyarakat pesisir, baik langsung maupun tidak langsung, menggantungkan kelangsungan hidupnya dari mengelola potensi sumberdaya kelautan.

Dalam masyarakat nelayan terdapat hubungan patron-klien. Patron klien adalah pertukaran hubungan antara kedua peran yang dapat dinyatakan sebagai kasus khusus dari ikatan yang melibatkan persahabatan instrumental dimana seorang individu dengan status sosio-ekonominya yang lebiah tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumber dayanya untuk menyediakan perlindungan, serta keuntungan-keuntungan bagi seseorang dengan status yang dianggapnya lebih rendah (klien). Klien kemudain membalasnya dengan menawarakan dukungan umum dan bantuan termasuk jasa pribadi kepada patronnya.

Struktur sosial dalam masyarakat nelayan umumnya dicirikan dengan kuatnya ikatan patron-klien. Kuatnya ikatan tersebut merupakan konsekuensi dari sifat kegiatan penangkapan ikan yang penuh dengan resiko dan karena

ketidakpastian. Bagi nelayan, menjalin ikatan tersebut merupakan langkah yang penting untuk menjaga kelangsungan kegiatannya karena pola patron-klien merupakan institusi jaminan sosial ekonomi. Hal ini terjadi karena hingga saat ini nelayan belum menemukan alternatif institusi yang mampu menjamin kepentingan sosial mereka. Mengenai hubungan patron-klien ini, Legg (1983), dalam Najib (1999) yang dikutip oleh Ahmad Rizal mengungkapkan bahwa tata hubungan patron-klien umumnya berkaitan dengan :

a. Hubungan antara pelaku yang menguasai sumber daya yang tidak sama.

b. Hubungan yang bersifat khusus yang merupakan hubungan pribadi dan mengandung keakraban.

c. Hubungan yang didasarkan pada asas saling menguntungkan. Dalam aktivitas ekonomi perikanan tangkap , terdapat tiga pihak yang berperan besar, yaitu pedagang perantara (pangamba), nelayan pemilik perahu, dan nelayan. Ketiga pihak terikat oleh hubungan kerja sama ekonomi yang erat. Pedagang perantara menyediakan bantuan dan pinjaman (uang) ikatan untuk nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik menyediakan bantuan dan pinjaman ikatan kepada nelayan buruh. Hubungan kerja sama ekonomi di antara mereka diikat oleh relasi patron-klien.

Relasi sosial ekonomi bebasis patron-klien ini berlangsung intensif dan dalam jangka panjang. Relasi sosial ekonomi akan berakhir jika terjadi

(13)

persoalan yang tidak bisa diatasi di antara mereka, sehingga pihak nelayan pemilik dan nelayan buruh harus melunasi utang- utangnya kepada pedagang perantara. Sedemikian dalamnya relasi patron-klien mendasari aktivitas ekonomi nelayan, sehingga ada peneliti yang menyebut organisasi ekonomi nelayan sebagai organisasi ”ekonomi patron-klien”.

Selain di sektor ekonomi, relasi-relasi patron-klien juga terjadi intensif di kampung-kampung nelayan yang tingkat kemiskinannya tinggi. Sebagai contoh, dalam jaringan sosial berbasis hubungan ketetangga an, orang-orang yang mampu (pedagang, nelayan pemilik, atau pihak lainnya) dan memiliki sumber daya ekonomi lebih dari cukup akan membantu tetangganya yang kekurangan. Biasanya bantuan tersebut berupa barang- barang natura, makanan, informasi, pakaian, dan upah jasa. Mereka yang telah ditolong itu akan membalas kebaikan tersebut dengan kesiapan menyediakan jasa tenaganya untuk membantu patron. Aktualisasi relasi patron-klien ini merupakan upaya menjaga kerukunan bersama, sehingga efek negatif kesenjangan sosial di kalangan masyarakat nelayan dapat diminimalisasi.

2. Nelayan

Masyarakat nelayan merupakan kumpulan orang-orang yang bekerja mencari ikan di laut yang menggantungkan hidup terhadap hasil laut yang tidak menentu dalam setiap harinya. Masyarakat nelayan cenderung mempunyai sifat keras dan terbuka terhadap perubahan. Sebagian besar masyarakat nelayan adalah masyarakat

yang mempunyai kesejahteraan rendah dan tidak menentu. Kesulitan mengatasi kebutuhan hidup sehari-hari membuat masyarakat nelayan harus rela terlilit hutang dan menanggung hidup yang berat, mereka tidak hanya berhutang kepada kerabat dekat, tetapi mereka juga berhutang kepada tetangga dan teman mereka.

Menurut Raymond Firth Bagong Suyanto & Karnaji (2005 : 60), karakteristik yang menandai kehidupan nelayan miskin adalah:

a. Pendapatan nelayan bersifat harian dan tak menentu dalam setiap harinya Rendahnya tingkat pendidikan para nelayan serta anak-anak dari keluarga nelayan yang menyebabkan para nelayan tersebut sulit untuk mendapatkan pekerjaan lain b. Sifat produk yang mudah rusak

dan harus segera dipasarkan menimbulkan ketergantungan yang besar bagi nelayan kepada pedagang atau pengepul hasil tangkapan (produk).

c. Besarnya jumlah modal yang dikeluarkan dibidang usaha perikanan, menyebabkan para nelayan lebih memilih bergerak di bidang perikanan kecil-kecilan

d. keluarga nelayan miskin umumnya sangat rentan dan mudah terjerumus dalam perangkap utang yang merugikan

Masyarakat nelayan umumnya masyarakat yang memiliki etos kerja tinggi dan mempunyai sifat kekerabatan yang erat diantara mereka. Masyarakat nelayan umumnya masyarakat yang

(14)

kurang berpendidikan (Bagong Suyanto : 2013 : 63). Pekerjaan sebagai nelayan adalah pekerjaan kasar yang banyak mengandalkan otot dan pengalaman, sehingga untuk bekerja sebagai nelayan latar belakang pendidikan memang tidak penting. Masyarakat yang bekerja sebagai nelayan, ternyata bukan hanya masyarakat yang sudah berumur lanjut, tetapi banyak masyarakat generasi muda yang masih berumur 17-25 tahun juga sudah bekerja sebagai nelayan. Umunya mereka adalah anak dari keluarga nelayan yang ikut bekerja sebagai nelayan yang terkadang masih duduk dibangku sekolah.

III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Pulau Karas merupakan sebuah kampung yang terletak di Kelurahan Karas, Kecamatan Galang, Kota Batam. Batas wilayah Pulau Karas dengan batas sebelah utara adalah Pulau Pangkil, batas sebelah timur dengan Pulau Karas Kecil, batas sebelah selatan adalah Pulau Tanjung Dahan. Pulau kecil ini memiliki luas sekitar ±487,6 ha atau sekitar 4,876 km2.

Letak astronomis Pulau Karas terletak pada koordinat 0o 45’20” LS dan 104o19’43” BT. Secara umum Pulau Karas dipengaruhi oleh 4 musim yaitu musim utara, musim selatan, musim barat, serta musim timur.Musim utara ditandai dengan kuatnya angin berhembus disertai dengan besarnya gelombang dan berlangsung setiap bulan Desember-Feburari. Musim angin timur berlangsung bulan Maret-Mei. Musim angin barat berlangsung bulan Juni-Agustus sertamusim angin selatan berlangsung dari September-November. Ketinggian ombak pada perairan di sekitar Pulau Karas berkisar antara 0-3 meter dengan gelombang tertinggi

terjadi pada musim utara serta wilayah perairan dengan ketinggian gelombang teritnggi berada di wilayah perarian sebelah timur laut Pulau Karas karena berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan.

IV. ANALISA DATA DAN

PEMBAHASAN

1. Hubungan Patron dan Klien

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa selama ini hubungan patron dank lien pada nelayan di Pulau Karas mulai dari kerjasama hingga kebutuhan saling melengkapi. Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup, tumbuh, dan berkembang di wilayah pesisir atau wilayah pantai. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa bahwa pendapatan patron jauh lebih besar karena memiliki anak buah yang bekerja di lapangan, maka dari itu hubungan yang mereka bina saat ini sudah baik. Sikap saling ketergantungan dalam konteks pemenuhan kebutuhan hidup akan semakin terasa dan tidak dapat dihindari oleh seorang individu. Selama ini, banyak nelayan beberapa kali harus jatuh pada pola atau institusi patron-klien. Dalam hubungan ini, klien kerap dihadapkan pada sejumlah masalah seperti pelunasan kredit yang tidak pernah berakhir yang sebenarnya inilah jebakan patron demi melanggengkan usahanya. Namun berdasarkan pandangan nelayan, kuatnya pola patron-klien di masyarakat nelayan disebabkan oleh kegiatan perikanan yang penuh resiko dan ketidakpastian sehingga tidak ada pilihan lain bagi mereka selain bergantung pada pemilik modal (patron).

2. Perubahan status dari klien ke patron

(15)

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa bahwa untuk menjadi seorang patron para nelayan harus menyiapkan modal untuk merubah statusnya tersebut. untuk pertama hal ini tidak mudah, patron semu membutuhkan patron yang lebih kuat darinya. Adanya patron-klien dapat dicirikan sebagai adanya ketidak seimbangan stattus antara patron dan lien, meski patron juga mengharapkan bantuan dari klien, tetapi kedudukan patron lebih tinggi dari klien, ketergantungan pada patron karena adanya pemberian barang-barang yang dibutuhkan klien dari patron yang menyebabkan adanya rasa utang budi klien terhadap patron dan utang budi ini menyebabkan terjadinya hubungan ketergantungan.

antara toke dan patron yang baru merubah statusnya mempunyai hubungan yang kuat dan saling menguntungkan. Selanjutnya, nelayan akan mencari hutang kepada patron dengan jaminan ikatan pekerjaanatau hasil tangkapan yang hanya akan dijual kepada patron dengan harga yang lebih rendah dariharga pasar. Dengan pola patron-klien seperti ini, klien sering dihadapkan pada sejumlah masalahseperti pelunasan kredit yang tidak pernah berakhir. Hubungan patron-klien pada masyarakat pesisir dan lautan merupakan sistem sosial yang telah berakar pada masyarakat dan sulit untuk diubah dan hubungan tersebut cenderungmenguntungkan pihak patron. Namun demikian pola patron-klien terus terjadi dalam komunitasmasyarakat nelayan karena memang belum ada institusi formal yang mampu berperan sebagai patron. Institusi tersebut belum berjalan secara efektif karena ada kesenjangan kultur

intuisi yang dibangun secara formal dengan kultur nelayan yang masih menekankan aspek personalitas. Disisi lain, nelayan sendiri belum mampu membangun institusi baru secara mandiri. Meski diakui bahwa para nelayan itu memiliki etos kerja dan mobilitas tinggi serta solidaritas sesama yangkuat, tetap saja mereka masih memiliki sejumlah kelemahan.

V. PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dianalisa Perubahan Status Nelayan Dari Klien Menjadi Patron Di Kelurahan Karas Kecamatan Galang Kota Batam dilatar belakang adanya keinginan untuk merubah status menjadi lebih baik. Hal ini sesuai denga temuan penelitian bahwa sejak menjadi patron, para nelayan mengalami peningkatan pendapatan yang cukup besar, pendapatan sebelumnya saat menjadi klien hanya sekitar Rp. 150.000 hingga Rp. 300.000 namun sejak menjadi patron pendapatan mereka bisa mencapai Rp. 1.000.000 hingga Rp. 4.000.000. Sebelum menjadi patron, nelayan ini melaut 5 sampai dengan 6 jam namun sekarang setelah menjadi patron mereka hanya menunggu dirumah karena yang melaut adalah anak buah yang direkrut atau disebut nelayan buruh. Banyak hal yang ikut berubah ketika nelayan biasa berubah menjadi patron, kehidupan mereka juga berubah, seperti rumah yang sekarang sudah baik dan layak untuk ditempati, memiliki pompong 2 hingga ada yang memiliki sampai 12 pompong. Hal-hal tersebut membuat banyak nelayan yang tadinya hanya nelayan buruh menjadi patron.

Selama ini hubungan yang terjalin antara klien dengan patron di Kelurahan Karas mulai dari kerjasama hingga

(16)

kebutuhan saling melengkapi. Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup, tumbuh, dan berkembang di wilayah pesisir atau wilayah pantai. Selama ini patron selalu berusaha menjalin hubungan yang baik dengan memberikan anak buahnya bantuan yang dibutuhkan para bawahannya, apapun yang mereka butuhkan diupayakan untuk dapat terpenuhi. Pendapatan patron jauh lebih besar karena memiliki anak buah yang bekerja di lapangan, maka dari itu hubungan yang mereka bina saat ini sudah baik. Sikap saling ketergantungan dalam konteks pemenuhan kebutuhan hidup akan semakin terasa dan tidak dapat dihindari oleh seorang individu. Selama ini, banyak nelayan beberapa kali harus jatuh pada pola atau institusi patron-klien, hubungan yang dibina antara patron dan klien nelayan pesisir di Kelurahan Karas sudah berjalan dengan baik, baik patron dan klien merasakan adanya hubungan kerjasama dan saling ketergantungan sehingga hubungan tersebut harus didasari dengan pengertian dan loyalitas. Patron selama ini menyiapkan segala kebutuhan kliennya atau anak buahnya mulai dari keperluan pekerjaan hingga kebutuhan pribadi. Patron menyiapkan banyak modal untuk hal tersebut.

Kemudian untuk menjadi seorang patron para nelayan harus menyiapkan modal untuk merubah statusnya tersebut. untuk pertama hal ini tidak mudah, patron semu membutuhkan patron yang lebih kuat darinya. ketika para nelayan ingin menjadi patron semu yang paling mereka butuhkan adalah modal, tentu saja kehidupan mereka juga turut berubah. Sifat perikanan tangkap yang penuh dengan risiko dan ketidakpastian

menjadi semakin berisiko, sehingga membuat masyarakat mencari jalan untuk mengatasinya. Salah satu cara dalam mengatasi permasalahan ketidakpastian usaha, khususnya dalam hal jaminan modal, adalah menggunakan pola hubungan tradisional di antara mereka. Ketika para nelayan ingin menjadi patron semu yang paling mereka butuhkan adalah modal, tentu saja kehidupan mereka juga turut berubah. Sifat perikanan tangkap yang penuh dengan risiko dan ketidakpastian menjadi semakin berisiko, sehingga membuat masyarakat mencari jalan untuk mengatasinya B. Saran

a. Sebaiknya ada aturan yang jelas, atau sebuah perkumpulan yang menjadi kontrol hubungan antara patron dan klien. Sehingga diatur berkaitan dengan hubungan kerja

b. Seharusnya patron semu lebih dapat membina hubungan baik dengan klien atau nelayan buruhnya agar keduanya dapat sama-sama memperoleh keuntungan dan hubungan menjadi jauh lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Bagong Suyanto & Karnaji. 2005. Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial: Ketika Pembangunan tak berpihak kepada rakyat miskin, (Surabaya: Airlangga University Press.

___________________. 2010. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.Jakarta: Kencana Media Group.

___________________. 2013. Anatomi Kemiskinan dan Strategi

(17)

Penanganannya, Malang: Intrans Publishing.

Burhan, Bungin. 2011. Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press. Dewi Wulan. 2009. Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung: PT Refika Aditama

Horton, B. Paul dan Hunt, L. Chester. 2007. Sosiologi Jilid I, Jakarta: Erlangga

Kusnadi, 2009, Konflik Sosial Nelayan, Kemiskinan dan Perebutan Sumberdaya Perikanan, LKIS, Yogyakarta.

Koentjaraningrat. 1990.Metode – Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Pustaka Jaya.

Moleong, J Lexy. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sanderson,Stephen,K.,2010 : Sosiologi Makro; Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial (Edisi Kelima) Jakarta : CV Rajawali Press (PT. Raja Grafindo Persada).

Simandjuntak. 2007. Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. Bandung: Tarsito

Soejono,Soekanto. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Raja Grafindo

Sunarto,Dr Kamanto.2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan, R & D. Bandung: Alfabeta.

Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial Cetakan ke-3. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.

Usman, Sunyoto. 2004. Sosiologi; Sejarah, Teori dan Metodologi. Yogyakarta: Center for Indonesian Research and Development [CIReD]. Cetakan Pertama

Referensi

Dokumen terkait

menjelaskan bahwa di SMP Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen terdapat 2 lantai pada bangunannya baik di Gedung Sekolah maupun Gedung Putra dan Gedung Putri, Gambar

Berdasarkan Amiruldin (2007) yang melakukan penelitian pada asam amino gelatin tulang ikan tuna bahwa titik gel dipengaruhi oleh jumlah asam amino hidroksiprolin, titik

Hasil analisis ragam kadar keasaman yoghurt set menunjukkan bahwa penambahan pati ubi jalar modifikasi ikat silang dengan konsentrasi yang berbeda memberikan perbedaan

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allaah Subhaanahu wa Ta'aalaa. Karena atas rahmat, ridho dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang

1) Pajak daerah merupakan pendapatan atau komponen utama yang dimana setiap tahunnya (2009-2013) pajak daerah memberikan kontribusi lebih dari 60% dan bahkan pada

Dengan menggunakan data diperoleh dari produsen sebagai patokan, dapat diketahui bahwa harga jual per unit produk Kopi Bubuk Cap Keluarga pada tingkat

Hasil penelitian menunjukan bahwa kapasitas lentur maksimum terbesar terjadi pada balok yang direndam dalam air dan kapasitas lentur maksimum terkecil terjadi pada balok

Selain itu dapat diketahui juga tingkat signifikasi sebesar 0,19 > 0,05 yang berarti variabel EPS tidak mempengaruhi variabel harga saham secara signifikan,