Status Terkini Pengelolaan SDI untuk
Live Reef
Food Fish Trade
(LRFFT) dan Penerapan
Ecosystem Approach to Fisheries Management
dalam rangka menjaga Sustainabilitas LRFFT
Oleh:
Ir. Kosasih, M.Si
Kasubdit Evaluasi Pengeloaan SDI
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP 2010
Outline Paparan
Status Pemanfaatan dan Potensi Pengembangan SDI
di WPP – RI
Status Produksi beberapa species ikan demersal
EAFM (Definis, Tujuan, Dasar Hukum)
Pengelolaan Perikanan berbasis WPP
Contoh kasus LRFFT di Indonesia, Ikan Napoleon,
Humphead Wrasse (
Cheilinus undulatus
)
WPP-RI 571 WPP-RI 572 WPP-RI 573 WPP-RI 711 WPP-RI 712 WPP-RI 713 WPP-RI 716 WPP-RI 717
STATUS PEMANFAATAN DAN POTENSI PENGEMBANGAN
Overfishing Moderate Fully Exploited Uncertain WPP-RI 714 WPP-RI 718 WPP-RI 715 (Sumber: Komnasjiskan, 2006)
4
Estimasi Potensi
(Dalam Ribu Ton/Tahun)
Kelompok Sumberdaya Ikan
Potensi pada masing-masing wilayah pengelolaan perikanan
Sl Mala-ka S. Hindia L. Cina Selatan Laut Jawa Sl. Makasar – L. Flores L. Banda Tl Tomini – L. Seram L. Sula-wesi S. Pasi-fik L. Ara-fura - L. Timor TOTAL 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718
Ikan Pelagis Besar 27.7 164.8 201.4 66.1 55.0 193.6 104.1 106.5 70.1 105.2 50.9 1,145.4
Ikan Pelagis Kecil 147.3 315.9 210.6 621.5 380.0 605.4 132.0 379.4 230.9 153.9 468.7 3,645.7
Ikan Demersal 82.4 68.9 66.2 334.8 375.2 87.2 9.3 88.8 24.7 30.2 284.7 1,452.5 Udang Penaeid 11.4 4.8 5.9 11.9 11.4 4.8 - 0.9 1.1 1.4 44.7 98.3 Ikan Karang Konsumsi 5.0 8.4 4.5 21.6 9.5 34.1 32.1 12.5 6.5 8.0 3.1 145.3 Lobster 0.4 0.6 1.0 0.4 0.5 0.7 0.4 0.3 0.2 0.2 0.1 4.8 Cumi-cumi 1.9 1.7 2.1 2.7 5.0 3.9 0.1 7.1 0.2 0.3 3.4 28.3 Total Potensi (103ton/th) 276.0 565.2 491.7 1,059.0 836.6 929.7 278.0 595.6 333.6 299.1 855.5 6,520.1
Keterangan: Data/angka tersebut masih memerlukan verifikasi dari Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan. Sumber : BRKP pada FKPPS Nasional 2010
Notes:
Status Pemanfaatan dan Pengembangan masih bersifat secara umum, dengan berfokus kepada 4 kelompok besar (PB, PK, Demersal dan Udang) Di masa yang akan datang, diharapkan status pemanfaatan SDI dapat diberikan berdasarkan species ikan, terutama ikan-ikan ekonomis penting Tersedianya status beberapa species ikan ekonomis penting (YE Tuna,
Snapper, Grouper) merupakan salah satu syarat eco-label (MSC)
Data mengenai produksi ikan karang hidup konsumsi hasil tangkapan (LRFFT) masih belum tersedia
No Rincian 2005 2006 2007 2008 2009 1 Produksi (Ton) 4.705.869 4.806.112 5.044.737 5.196.328 5.285.020 - Laut 4.408.499 4.512.191 4.734.280 4.701.933 4.789.410 - Perairan Umum 297.370 293.921 310.457 494.395 495.610 2 Nilai Produksi (Rp. 1.000,-) 36.171.339 40.069.060 48.431.935 52.812.740 58.218.670 - Laut 33.255.308 37.162.918 45.025.651 49.162.910 54.328.080 - Perairan Umum 2.916.031 2.906.142 3.406.284 3.649.830 3.890.590
VOLUME DAN NILAI PRODUKSI PERIKANAN TANGKAP
Satuan : Ton
Unit : Tonnes
Jenis ikan Species 2004 2005 2006 2007
Ikan napoleon (C. undulatus) Napoleon wrasse/Humhead wrasse
115 144 670 760 Kerapu karang Blue lined seabass 14.392 28.577 36.094 41.461 Kerapu bebek Humpback hind 5.807 6.076 4.589 6.271 Kerapu balong Honeycomb grouper 2.182 2.537 2.844 5.087
Kerapu lumpur (E. coioides) Greasy rockcod/Estuary rockcod
- - 1.020 1.117 Kerapu sunu Leopard coralgrouper 19.162 8.666 5.642 7.827
• Pengertian
Suatu pendekatan ekosistem untuk perikanan yang berusaha untuk menyeimbangkan tujuan sosial yang beragam, dengan
memperhatikan pengetahuan dan ketidakpastian yang terdapat pada sumberdaya biotik, abiotik dan manusia sebagai komponen ekosistem dan interaksi mereka dan menerapkan pendekatan yang terintegrasi untuk perikanan di dalam batas-batas ekologis yang berarti.
• Tujuan
Untuk merencanakan, mengembangkan dan mengelola perikanan sedemikian rupa sehingga memenuhi berbagai kebutuhan dan
keinginan masyarakat, tanpa mengganggu kesempatan generasi mendatang untuk memperoleh manfaat dari berbagai barang dan jasa yang diberikan oleh ekosistem laut.
(FAO. 2003.The ecosystem approach to fisheries - FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries)
• Peningkatan kesadaran akan pentingnya interaksi antara sumber daya perikanan dan lingkungan; • Belum optimal kinerja dari pendekatan
pengelolaan saat ini, seperti yang ditandai dengan terjadinya overfishing dan fully exploited di beberapa wilayah pengelolaan perikanan;
• Pengakuan lintas sektor terhadap nilai sumberdaya perikanan dan ekosistem kelautan dalam konteks nasional (pro-poor, pro-growth and pro-job) untuk pembangunan berkelanjutan;
• Kemajuan ilmu pengetahuan terbaru, yang mampu memberikan informasi tentang ketidakpastian nilai fungsional ekosistem untuk manusia (yaitu barang dan jasa yang tersedia dari ekosistem).
• The 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea
(UNCLOS).
• The 1992 United Nations Conference on Environment and
Development Deklarasi Rio de Janeiro.
• The 1992 Convention on Biological Diversity (Article 2. Use of
Terms
Ecosystem).
• Kode Etik Perikanan yang bertanggung jawab (Implementation
of the 1995 FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries).
• The 2002 Plan of Implementation of the World Summit on
Sustainable Development.
9
10
• UU No. 31/2004 tentang Perikanan sebagaimana telah di
revisi oleh Undang-Undang No. 45/2009.
• Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
• Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir.
• Undang-Undang No. 32/2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
• Peraturan Pemerintah No. 7/1999 tentang Pelestarian
Tumbuhan dan Hewan.
• Peraturan Pemerintah No. 60/2007 tentang Konservasi
Sumberdaya Ikan.
DASAR HUKUM NASIONAL
Pasal 1 (2) Sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan. Pasal 1 (8) Konservasi Sumber Daya Ikan
Pasal . 7 (1)
Daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan
Jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta penangkapan ikan berbasis budi daya
Pencegahan pencemaran dan kerusakansumber daya ikan serta lingkungannya
Ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap
Kawasan Konsevasi Perairan
Pasal 8 (1-5) Larangan penggunaan bahan kimia, biologis, bahan peledak, metode atau struktur kegiatan penangkapan ikan yang mengancam kelestarian sumber daya perikanan dan lingkungan
Pasal 9 (1) Larangan kepemilikan, menguasai, menggunakan, penggunaan alat tangkap dan atau metode yang merusak yang mengancam kelestarian sumber daya perikanan dan lingkungan
Pasal 13 Spesies, Ekosistem dan Konservasi Genetik
Pasal 14 Pemanfaatan plasma nutfah yang berkaitan dengan sumber daya ikan dalam rangka pelestarian ekosistem
Pengelolaan perikanan berbasis WPP
1.
Membagi perikanan di Indonesia ke dalam
sebelas wilayah pengelolaan perikanan (WPP).
2.
Mengembangkan pendekatan pengelolaan
perikanan berbasis sumber daya dan
lingkungan bio-fisik.
3.
Mengembangkan forum koordinasi dalam
pengelolaan perikanan (FKPPS).
4.
Kawasan Perlindungan Laut sebagai alat untuk
konservasi sumber daya perikanan.
• Diterapkan sejak tahun 1999 dengan 9 wilayah pengelolaan perikanan,
kemudian dirubah dengan Permen 01/2009 menjadi 11 wilayah
pengelolaan perikanan (WPP).
• FKPPS dilaksanakan mulai tahun 1999 pada tingkat Nasional, 3 regional dan Provinsi, kemudian diubah menjadi tingkat nasional, 11 regional dan provinsi.
• Pada tahun 2009 telah dihasilkan dokumen Rencana Pengelolaan
Perikanan (RPP) untuk WPP 711 (LCS) dan 718 (L.Aru dan L.Timor).
WPP
• Diterapkan sejak tahun 1977 “Cagar
Alam Laut – Taman Laut Banda”
• Penerapan dengan nama lain : Taman
Nasional Laut, Cagar Alam Laut, Nature Reserve, Suaka Marga Satwa Laut, dan Taman Wisata Alam Laut.
• Inisiasi Nasional dan lokal
(Provinsi/Kabupaten/Kota)
• Pada tahun 2009 telah dicapai daerah
konservasi perairan
13.529.067,067,66 Ha meliputi (35 KKLD, 2 KKLN, 8 Taman Nasional Laut, dan daerah perlindungan laut lainnya)
MPA’s
• Program Pemulihan SDI mulai tahun 2010,
antara lain : Penebaran Benih Ikan
(Re-stocking) dan Perbaikan Habitat ikan
dengan Pembuatan Rumah Ikan (dilaksanakan tahun 2011).
• Penutupan Sementara Ijin untuk Alat
Tangkap dan Alat Bantu penangkapan tertentu (SK Dirjen PT No. 08/DJ-PT/2010)
• Program One Man One Thousand Fries
(OMOTF) dimana setiap orang diminta ikut berkontribusi menebar benih ikan.
• Penguatan kelembagaan masyarakat lewat
Ko-Manajemen Perikanan.
• Memperhatikan kearifan lokal dalam
pengelolaan SDI ke depan.
Advo
1. Menyamakan persepsi tentang pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan.
2. Mengidentifikasi Indikator Besar Ekosistem yang akan digunakan.
3. Memasukkan indikator ekosistem dalam monev pengelolaan SDI.
4. Pilot project pelaksanaan pendekatan
ekosistem dalam pengelolaan perikanan.
LANGKAH MENUJU PENGELOLAAN PERIKANAN
DENGAN PENDEKATAN EKOSISTEM
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan yang
berkelanjutan
Humphead Wrasse (
Cheilinus undulatus
)
Presented in the Meeting on the Trade of Cheilinus undulatus
(Humphead Wrasse) & CITES Implementation, Bali (June 3-4, 2010)
HHW is widely distributed on reefs across the
Indian and Pacific Oceans (Sadovy, 2006)
Humphead Wrasse (
Cheilinus undulatus
)
Distribution and primary fishing ground
HHW dapat ditemukan di hampir semua
terumbu karang di Indonesia, khususnya di
Indonesia bagian tengah dan timur (Bali,
Sulawesi, NTB, NTT, Maluku, and Papua)
Daerah Penangkapan (
Fishing ground
) secara
perlahan berpindah ke arah timur, Papua. Hal
ini disebabkan ketersediaan SDI yang
berkurang di wilayah barat Indonesia
(Sumatera)
HHW’s QUOTA AND REAL EXPORT, 2005-2010
0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000 2005 2006 2007 2008 2009 2010Quota Real export
Source : DG Forest Protection & Nature Conservation-Ministry of Forestry
Note: Real export in 2010 based on data recorded by April 23
Sumut, 200 Riau, 300 Kaltim, 400 Sulsel, 400 Sultra, 200 Maluku, 1000 NTB, 500 NTT, 1000 Papua, 2000
HHW’s CATCH QUOTA BY PROVINCE, 2010
Source : DG Forest Protection & Nature Conservation-Ministry of Forestry
Catch of HHW
(AND HHW LOOK A-LIKE??)
2004-2008
Sumber : Statistik Perikanan Tangkap, Indonesia 0 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 2004 2005 2006 2007 2008 Ca tch (T on) Year
Penggunaan Cyanide dan Bom Ikan
Perdagangan yang tidak sesuai ukuran (<1 kg or
>3 kg)
Penyelundupan dengan menggunakan kapal
angkut asing
Mencampur HHW dengan jenis kerapu lainnya
dalam satu box selama pengiriman dan
menggunakan nama Kerapu
1. Meningkatkan form pengumpulan data statistik perikanan tangkap. Diantaranya dengan pemilahan jenis ikan hasil tangkapan.
Ikan Napoleon telah dipisahkan dalam kelompok tersendiri di dalam statistik perikanan tangkap Indonesia
Hambatan : Identifikasi jenis ikan
Kesalahan dalam pengidentifikasian jenis ikan kerap terjadi untuk napoleon dan jenis-jenis lain yang mirip dengannya
Upaya dalam pengelolaan sumberdaya ikan napoleon
yang berkelanjutan
VS
2. Peningkatan Stok SDI melalui program Re-Stocking
Ketersediaan larva/juvenile yang terbatas Jenis ikan ini dapat diusulkan sebagai salah satu prioritas dalam program “One Man One Thousand Fries”
3. Mempromosikan perikanan yang bertanggungjawab
dan berkelanjutan
Mensosialisasikan prinsip-prinsip CCRF kepada seluruh stakeholders
4. Rehabilitasi dan Modifikasi Habitat
Pembangunan rumah ikan (Fish Shelter) di lokasi-lokasi yang
sesuai
Upaya dalam pengelolaan sumberdaya ikan napoleon
yang berkelanjutan
scientific SUPPORT needs for improving HHW management
Metode
Stock Assesment
yang cocok untuk
mengestimasi densitas guna penetapan JTB;
Informasi yang detail mengenai lokasi-lokasi
pemijahan, periode pemijahan dan daerah
asuhan sebagai dasar dalam penetapan
“closed season”
;
Penelitian ilmiah untuk mengembangkan
pembesaran larva/juvenile;
Informasi yang spesifik mengenai lokasi-lokasi
yang sesuai untuk re-stocking
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
[ DIREKTORAT SUMBERDAYA IKAN - DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP ]
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16, Jakarta 10100 Gedung Mina Bahari II Lt. 10
Email: sdidjpt@gmail.com Telp. (021) 351 9070 (hunting) Pst. 1223,