• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MUSIM DAN PEMUPUKAN TERHADAP DAYA HASIL BIJI Clitoria ternatea DI CIAWI, BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MUSIM DAN PEMUPUKAN TERHADAP DAYA HASIL BIJI Clitoria ternatea DI CIAWI, BOGOR"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MUSIM DAN PEMUPUKAN TERHADAP DAYA

HASIL BIJI Clitoria ternatea DI CIAWI, BOGOR

(

Effect of Season and Fertilizer on Clitoria’s Seeds Yield at Ciawi, Bogor

)

BAMBANG R. PRAWIRADIPUTRA, ACHMAD FANINDI dan SAJIMIN Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

ABSTRACT

Research on the effect of liming and sulphur fertilizer on the yield of Butterfly pea (Clitoria ternatea)’s seed has been conducted in Ciawi, Bogor since November 2005 until July 2006. The result and statistical analysis show that in June and July the seed yield of the plant was very high while in the rest of the months the yield of seeds was very low. By season, seeds yielded in dry season was higher than that of rainy season. The effect of liming and sulfur fertilizer on the yield of Clitoria’s seed was not significantly different. The dosage of sulphur fertilizer applied to Butterfly pea as much as 10 and 25 kg per hectare was not significant different. The application of lime 5 and 10 ton per hectare and not affect the yield of Butterfly pea’s seed.

Key Words: Butterfly Pea, Liming, Sulphur Fertilizer, Seasons

ABSTRAK

Pengamatan pengaruh pengapuran dan pemupukan belerang terhadap daya hasil biji kembang telang telah dilakukan di Ciawi, Bogor mulai November 2005 sampai dengan Juli 2006. Hasil pengamatan dan analisis statistik menunjukkan bahwa bulan Juni dan Juli merupakan puncak tanaman menghasilkan biji sementara pada bulan-bulan lainnya biji yang dihasilkan lebih sedikit. Apabila dilihat dari sisi musim, biji yang dihasilkan pada musim kemarau sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan yang dihasilkan pada musim hujan. Pengaruh pengapuran dan pupuk belerang terhadap daya hasil biji kembang telang tidak nyata. Takaran pupuk belerang yang diberikan sebanyak 10 dan 25 kg per hektar ternyata tidak berbeda nyata, Demikian juga kapur yang diberikan sebanyak 10 ton per hektar tidak berbeda nyata dengan yang diberikan 5 ton/ha.

Kata Kunci: Kembang Telang, Pengapuran, Pupuk Belerang, Musim

PENDAHULUAN

Untuk menjamin pertumbuhan dan kesehatan ternak, pakan (termasuk hijauan pakan) ternak selayaknya tersedia sepanjang tahun (DEVENDRA, 1993), karena untuk menghasilkan produk-produk ternak yang bermutu tinggi diperlukan kualitas dan ketersediaan pakan yang berkesinambungan. Ketersediaan hijauan pakan sepanjang tahun selain ditentukan oleh pengelolaan yang baik dan terencana, juga dipengaruhi oleh kualitas bibit atau benih yang tersedia.

Untuk memperoleh tanaman yang baik diperlukan benih yang bermutu tinggi, di samping kondisi lingkungan yang kondusif dan sarana teknologi yang mendukung (SADJAD, 1974). Penggunaan bibit atau benih yang jelek

dapat menyebabkan petani mengalami kerugian, baik finansial maupun waktu yang berharga (HUMPHREYS, 1980). Dengan demikian bisa dikatakan bahwa benih merupakan modal awal yang sangat menentukan.

Saat ini permintaan bibit/benih tanaman pakan yang bermutu tinggi, murah dan mudah diperoleh semakin meningkat, hal ini disebabkan karena kebutuhan akan tanaman penutup tanah di perkebunan semakin meningkat sehingga menuntut ketersediaan benih TPT dalam jumlah banyak. Di lain pihak kendala untuk mendapatkan tanaman seperti yang diinginkan juga besar. Sebagai contoh, di Indonesia sekarang ini belum ada penangkar benih tanaman pakan (rumput dan leguminosa)

(2)

yang bisa menjamin mutu sesuai dengan sertifikasi benih.

Kurangnya perhatian petani dan pengusaha di bidang perbenihan tanaman pakan ternak disebabkan karena belum diketahuinya teknologi mengenai perbanyakan tanaman pakan ternak. Berdasarkan hal itu penelitian mengenai perbanyakan dan penyimpanan benih-benih tanaman pakan ternak yang bermutu tinggi perlu dilakukan. Salah satu aspek yang belum banyak mendapat perhatian adalah penggunaan pupuk belerang (S) untuk meningkatkan daya hasil biji tanamana leguminosa pakan.

Peranan belerang (S) di dalam meningkatkan biji leguminosa sudah diteliti pada kacang tanah. Hasilnya menunjukkan bahwa pupuk S dapat meningkatkan jumlah polong bernas dan meningkatkan bobot 100 biji. Selain itu pupuk S juga dapat meningkatkan kadar klorofil daun sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan hasil biji (SUTARTO dan PASARIBU, 1988). BLAIR et al. (1985) dan KERRIDGE et al (1985)

juga menyatakan bahwa untuk tanah-tanah di Indonesia penambahan pupuk S dapat meningkatkan potensi pertumbuhan yang secara tidak langsung dapat meningkatkan hasil produksi biji.

Berdasarkan latar belakang tersebut pada tahun 2006 telah dilakukan penelitian pemupukan belerang pada kembang telang (Clitoria ternatea). Kembang telang ini berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut, baik sebagai pakan maupun sebagai tanaman konservasi tanah (ARMIADI, 2007).

Kembang telang (Ciltoria ternatea) termasuk leguminosa herba yang tidak saja palatabel tetapi juga sering digunakan sebagai tanaman penutup tanah atau tanaman konservasi. Dengan demikian permintaan bijinya cukup tinggi. Di Indonesia selama ini belum ada individu atau perusahaan yang menghasilkan benih kembang telang untuk dikomersilkan sehingga peluang untuk ke arah itu cukup terbuka.

Kembang telang termasuk tanaman yang tahan kekeringan sehingga sangat cocok apabila ditanam sebagai tanaman pakan di wilayah Indonesia timur atau wilayah lain yang curah hujannya kurang. Penanaman kembang telang di padang-padang rumput yang kering menurut NJARUI (1990) dapat mencegah

kerugian yang diakibatkan oleh penanaman spesies leguminosa yang tidak tahan kering. Tanaman ini juga cocok digunakan sebagai tanaman penutup tanah di perkebunan-perkebunan. Sebagian masyarakat bahkan menyukai polong muda untuk dimakan (ANONIMUS, 2007a).

Sebagai hijauan pakan ternak saat ini ada tiga kultivar kembang telang, yaitu Comum, Tehuana dan Milgarra (LOCH dan FERGUSSON, 1999). Kultivar Milgarra yang dilepas di Australia tahun 1990 tergolong hijauan pakan yang cukup penting demikian juga halnya dengan produksi bijinya yang dijadikan benih termasuk yang diminati.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi saat yang tepat dalam memproduksi biji kembang telang yang dikombinasikan dengan pemupukan yang optimal.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Balitnak di Ciawi, Bogor. Perlakuan yang diberikan adalah kombinasi antara pupuk belerang (S) dengan pengapuran, dengan takaran sebagai berikut:

A: Ca5000, S10(Kontrol)

B: Ca5000, S25

C: Ca10000, S10

D: Ca10000, S25

Dimana Ca5000 adalah perlakuan pengapuran dengan 5 ton kapur, Ca10000 adalah perlakuan pengapuran dengan 10 ton kapur, S10 adalah perlakuan pemupukan 10 kg belerang dan S25 adalah perlakuan pemupukan 25 kg belerang per hektar.

Sebagai pupuk dasar adalah 100 kg urea, 100kg TSP dan 100 kg KCl per hektar. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 6 ulangan. Luas setiap petak percobaan adalah 2 x 2 m2. Dengan jarak antarpetak sekitar 1 m, tidak dikhawatirkan terjadi penyerbukan silang karena kembang telang termasuk tumbuhan yang menyerbuk sendiri (HACKER dan HANSON, 1999).

Parameter yang diukur adalah hasil biji yang sudah dibersihkan dari kotoran dan dari komponen tumbuhan lain yang bukan biji. Panen dan penimbangan hasil dilakukan secara

(3)

bertahap tergantung pada masa kematangan biji.

Pengamatan dilakukan sebanyak 11 kali selama sepuluh bulan, mulai bulan Oktober 2005 s/d Juli 2006. Hasil pengamatan bulanan dipisahkan setiap bulan untuk dibandingkan dengan menggunakan alat analisis Rancangan Acak Kelompok, dimana pengamatan bulanan sebagai “perlakuan” dan ulangan sebagai kelompok. Sedangkan untuk membandingkan antara musim hujan dengan musim kemarau, data dipisahkan menjadi dua kelompok besar (musim hujan dan musim kemarau). Data dianalisis dengan menggunakan Rancangan Petak Terpisah, dimana musim sebagai “Petak Utama” dan data bulanan sebagai “Anak Petak”.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil biji setiap bulan

Biji yang dihasilkan setiap bulan ditampilkan pada Tabel 1. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa bobot biji yang dihasilkan pada bulan Juni dan Juli tidak berbeda nyata satu sama lain, sementara bobot biji yang dihasilkan mulai November 2005 sampai dengan Mei 2006 juga tidak berbeda nyata. Perbedaan yang nyata terlihat antara biji yang dihasilkan pada bulan Juni dan Juli dengan bulan-bulan lainnya.

Tabel 1. Hasil panen biji kembang telang setiap

bulan Bobot kering (g) Bulan Total Rata-rata per petak November 2005 36,44 6,1 b Desember 2005 46,43 7,7 b Januari 2006 199,40 33,2 b Februari 2006 224,83 37,5 b Maret 2006 246,06 41,0 b April 2006 231,20 38,5 b Mei 2006 622,69 103,8 b Juni 2006 3055,00 509,0 a Juli 2006 2768,50 461,0 a

Apabila dihubungkan dengan curah hujan bulanan terlihat bahwa pada bulan Juni dan Juli 2006 curah hujan di Ciawi termasuk paling

rendah, sementara pada bulan November dan Desember 2005 merupakan puncak musim hujan di Ciawi (Gambar 1). Dengan diketahuinya masa-masa di mana kembang telang menghasilkan biji paling banyak maka dapat direncanakan kapan kembang telang diarahkan untuk diambil bijinya, dan kapan diambil hijauannya.

Gambar 1. Rata-rata curah hujan di Ciawi 2002 –

2005

Pengaruh musim dan pupuk belerang

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa biji kering kembang telang yang dihasilkan pada musim kemarau sangat nyata lebih tinggi (P > 0,01) dibandingkan dengan biji yang dihasilkan pada musim hujan.

Perbedaan hasil antara musim hujan dan musim kemarau ini erat kaitannya dengan fisiologi dari tumbuhan dan cekaman air, dimana pada musim hujan sebagian besar tumbuhan mengalamai pertumbuhan vegetatif, sementara pada musim kemarau mengalami pertumbuhan generatif (FISHER, 1999). Menurut BARLEY et al. (1975) tanaman merespons cekaman air yang menyebabkan kerusakan pada sebagian jaringan tanamannya dengan masuk ke dalam fase generatif. Peneliti lain menyatakan bahwa masuknya tumbuhan ke dalam fase generatif pada saat terjadi cekaman air adalah untuk mempertahankan kelangsungan turunannya. Salah satu indikasi dari pertahanan pada kembang telang adalah dengan menggugurkan daunnya pada musim kemarau (KAVANA et al., 2005).

Di Ciawi, Bogor, di mana batas musim hujan dan musim kemarau cukup jelas, yaitu pada bulan Juni, masa pembungaan tumbuhan

0 100 200 300 400 500 600 700

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul AguSepOktNovDes

bulan

(4)

juga sangat jelas, sehingga produksi biji pada bulan Juni sangat tinggi seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perbedaan hasil biji kembang telang

pada musim kemarau dan musim hujan di Ciawi

Dalam hal pengaruh pupuk belerang terhadap daya hasil biji kembang telang, hasil analisis statistik menunjukkan bahwa keempat perlakuan yang diberikan (termasuk kontrol) tidak berbeda nyata satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa takaran yang diberikan sampai 10 ton kapur dan 25 kg S per hektar tidak cukup untuk meningkatkan daya hasil biji kembang telang. Apabila dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, baik di Eropa, Amerika maupun Australia, seperti yang dirangkum oleh METSON (1984), jelas sekali bahwa takaran pupuk belerang yang berpengaruh terhadap pertumbuhan leguminosa antara 40 sampai 100 kg/ha. Penelitian di Selandia Baru dengan 25 kg S/ha menunjukkan terjadi defisiensi S pada white clover.

Selain itu sebagian tanah di Indonesia, khususnya di P Jawa dilaporkan defisiensi sulfur (S), selain unsur-unsur hara lainnya (IVORY dan SIREGAR, 1984; KERRIDE et al.,

1985) sehingga takaran pemberian pupuk S perlu ditingkatkan.

Pemberian kapur untuk meningkatkan pH tanah memang bisa meningkatkan ketersediaan beberapa unsur hara di dalam tanah, namun untuk kasus percobaan ini tampaknya perlu diteliti lebih lanjut mengenai penyebab tidak berbedanya pemberian kapur sebanyak 25 ton/ha dibandingkan dengan 10 ton/ha. Hasil analisis tanah di lokasi percobaan

menunjukkan bahwa pH tanahnya 4,6 dengan C/N 8. Untuk meningkatkan pH menjadi 6 diperlukan penambahan kapur. Dalam hal ini kelihatannya penambahan 5 ton kapur pertanian per hektar sudah memadai sehingga penambahan takaran menjadi 10 ton tidak memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh kapur dan pupuk S terhadap

hasil biji kembang telang

Kemungkinan lain dari tidak terlihatnya pengaruh kapur dan pupuk S terhadap daya hasil biji kembang telang dalam percobaan ini adalah tekstur tanah Ciawi yang merupakan tanah lempung berliat (debu 64%, liat 29%, pasir 7%) sehingga kation-kation Ca dan S tidak mudah melepaskan diri dari liat. Dengan demikian penambahan bahan organik mungkin diperlukan agar pemberian kapur dan pupuk belerang lebih efektif.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk menghasilkan biji kembang telang di Ciawi sebaiknya difokuskan pada bulan-bulan Juni dan Juli, pada saat curah hujan rendah, sementara pada musim hujan konsentrasi diberikan pada produksi hijauan.

Pemberian kapur dan pupuk belerang untuk meningkatkan daya hasil biji kembang telang di Ciawi tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini disebabkan tingginya kandungan liat pada tanah Ciawi disamping kemungkinan terdapatnya defisiensi S. Dengan demikian

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 Musim kg/ pe ta k M. kemarau M. hujan 0 0,5 1 1,5 2 2,5 A B C D Perlakuan k g

(5)

sangat disarankan agar tidak hanya kapur yang ditambahkan pada tanah Ciawi tetapi juga bahan organik agar pemberian unsur belerang (S) efektif diserap oleh tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

ANONIMUS. 2007a. http://www.echotech.org/Seed Bank/seeds/OS_seed_catalogue.

ARMIADI. 2007. Efektivitas Penambatan Nitrogen Udara Oleh Bakteri Rhizobium Dengan Penambahan Unsur Hara Molibdenum Pada Tanaman Leguminosa Herba. Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (Unpublish).

BARLEY, K.P., R.D. GRAHAM and D.R. LAING. 1975. The Agronomy of Annual Crops. A Course Manual of AAUCS. 177 pp.

BLAIR, G.J., P.W. ORACHARD and M. MCCASKILL. 1985. Soil and climatic constraints to forage production. Forages in Southeast Asian and South Pacific Agriculture. Proc. of an International workshop held. Cisarua, Indonesia, 19 – 23 August. ACIAR Proc. Series 12: 29 – 35.

DEVENDRA, C. 1993. Sustainable Animal Production from Small Farm Systems in South East Asia. FAO, Rome.

FISHER, M.J. 1999. Crop Growth and Development: Flowering Physiology. In: Forage Seed Production Vol. 2: Tropical and Subtropical Species. LOCH, D.S. dan J.E. FERGUSON (eds). CABI Publishing. Oxon, UK. pp. 81 – 92. HACKER, J.B. dan J. HANSON. 1999. Crop growth

and development: Reproduction. In: Forage Seed Production Vol. 2: Tropical and Subtropical Species. LOCH, D.S. dan J.E. FERGUSON (eds). CABI Publishing. Oxon, UK. pp. 93 – 111.

HUMPHREYS, L.R. 1980. A Guide to Better Pastures for the Tropics and Sub-tropics. Wrigth Stephenson & Co. (Australia) Pty. Ltd. IVORY, D.A and M.E. SIREGAR, 1984. Forage

Research In Indonesia: Past And Present. FFTC Book Series No. 25. Asian Pastures.

KAVANA P Y, KIZIMA J B, MSANGA Y N, KILONGOZI N B, MSANGI B S J, KADENG'UKA L A, MNGULU S and SHIMBA P K 2005: Potential of Pasture and Forage for Ruminant Production in Eastern Zone of Tanzania. Livestock Research For Rural Development. 17: Article #144. http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd17/12/ kava17144.htm. (6 Juni 2007).

KERRIDGE, P.C., D.G. EDWARDS and P.W.G. SALE. 1985. Soil fertility constraints-amelioration and plant adaptation. Forages in Southeast Asian and South Pacific Agriculture. Proc. of an International workshop held. Cisarua, Indonesia, 19 – 23 August. ACIAR Proc. Series 12: 29 – 35.

LOCH, D.S. and J.E. FERGUSSON. 1999. Tropical and Subtropical Forages Seed Production: an Overview. In: Forage Seed Production Vol. 2: Tropical and Subtropical Species. LOCH, D.S. dan J.E. FERGUSON (Eds.). CABI Publishing. Oxon, UK. pp. 1 – 40.

METSON, A.J. 1984. Sulphur in Forage Crops. Plant analysis as a guide to the sulphur status of forage grasses and legumes. Technical Bulletin Number 20. The Sulphur Institute, Washington D.C.

NJARUI, D.M.G. 1990. Techniques for introducing forage legumes to the small-scale farmers of the semi-arid region of Kenya. In: PANESA/ARNAB (Pastures Network for Eastern and Southern Africa/African Research Network for Agricultural By-products). 1990. Utilization of research results on forage and agricultural by-product materials as animal feed resources in Africa. Proc. of the first joint workshop held. Lilongwe, Malawi, 5 – 9 December 1988. PANESA/ARNAB, Addis Ababa, Ethiopia. 833 pp.

SADJAD, S. 1974. Teknologi Benih dan Masalah-masalahnya. Pros. Kursus Singkat Pengujian Benih. Institut Pertanian Bogor, Bogor. hlm. 112 – 133.

SUTARTO, IG. V. dan D. PASARIBU, 1988. Penampilan pertumbuhan dan hasil kacang tanah terhadap pemupukan molibdenum, sulfur dan magnesium. Penelitian Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor. 8(2).

(6)

DISKUSI Pertanyaan:

Nopember dan Juli adalah musim kering tetapi mengapa produksi biji berbeda jauh?

Jawaban:

Nopember saat masuk musim hujan = Phase Vegetatif, sedangkan Juli adalah saat musim kemarau = Phase Generatif.

Gambar

Gambar 2. Perbedaan hasil biji kembang telang  pada musim kemarau dan musim hujan  di Ciawi

Referensi

Dokumen terkait

elatior karena karakter warna buah tidak memiliki variasi yang tinggi jika dibandingkan dengan warna braktea pada bunga majemuk E.. Warna buah yang

[r]

Pemerintah daerah perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif dan melakukan prioritas pembangunan terutama pada daerah-daerah di Kalimantan yang termasuk dalam

〔商法五一〕 隠れた質入裏書の被担保債権の消滅と手形所持人の権利行使 大阪高等昭和三七年一一月二七日判決 倉沢, 康一郎Kurasawa,

Silti edelleen monet arviot osallisuuden toteutumisesta ja hyödyistä perustuvat olettamuksiin, jotka ovat lähtöisin muilta kuin toiminnan kohteilta itseltään (em). Vaikka

Kewenangan anggota POLRI dalam melakukan tangkap tangan adalah kewenangan yang terbatas yang berdasarkan pada UU no 2 tahun 2002 tentang Kepolisian dan KUH Pidana,

Di dalam pembahasan, penulis akan menguraikan hasil penelitian berupa analisa atau kajian tentang promo grab bertentangan atau tidak dengan prinsip jual rugi (

Dalam penelitian ini digunakan 2 varietas sorgum manis yaitu NTJ 2 dan ICSR, dimana batang sorgum manis dipotong menjadi 3 bagian yaitu bagian bawah, tengah dan