• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA GERAKAN STRUKTUR JACKET TRIPOD WELLHEAD PLATFORM, PADA PROSES INSTALASI DENGAN METODE ROLL-UP UPENDING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA GERAKAN STRUKTUR JACKET TRIPOD WELLHEAD PLATFORM, PADA PROSES INSTALASI DENGAN METODE ROLL-UP UPENDING"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Tugas Akhir

1 ANALISA GERAKAN STRUKTUR JACKET TRIPOD WELLHEAD PLATFORM,

PADA PROSES INSTALASI DENGAN METODE ROLL-UP UPENDING

Yanisari1, Jusuf Sutomo2, Murdjito2

1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan, FTK – ITS, Surabaya 2) Staf Pengajar Jurusan Teknik Kelautan, FTK – ITS, Surabaya

Abstrak

Pada tugas akhir ini dilakukan analisis gerakan struktur jacket dari proses instalasi jacket. Metode instalasi yang digunakan yaitu roll-up upending., yang kemudian dibagi dalam dua tahap kegiatan. Tahap I yaitu proses roll-up jacket diatas barge ketika θroll-up=0⁰, θroll-up=46.53⁰ dan posisi akhir θroll-up=91.53⁰, sedangkan tahap II yaitu proses upending jacket yang dilakukan dengan bantuan crane jack-up, proses ini dimulai ketika jacket telah terkoneksi pada sling crane jack-up kemudian support roller point yang mengkoneksi jacket pada stern barge dilepaskan. Tujuan dari tugas akhir ini untuk mengetahui perlu tidaknya proses ballasting dilakukan selama tahap I berlangsung, dan juga untuk mengetahui karakteristik gerakan heave, roll dan pitch dari tahap I kondisi free floating dan mooring, dan gerakan surge, heave dan pitch pada tahap II. Jacket yang digunakan merupakan struktur milik Asia Pertroleum LTD dengan berat 160 ton dan berjenis tripod wellhead platform, dan menggunakan barge Prima Bahari IX dengan dimensi utama 230 ft x 60 ft x 14 ft. Dari analisis kombinasi barge dan jacket dengan ballast awal tetap, maksimum trim bernilai 0.036 m pada sudut roll-up -51.53⁰ dan -56.53⁰, sehingga dapat disimpulkan bahwa trim yang terjadi selama proses roll-up jacket dalam keadaan aman karena trim terjadi sangat kecil yaitu kurang dari 1%LWL barge atau 0.70104 m sehingga tidak perlu dilakukan ballasting. Pada proses roll-up, perubahan gerakan heave yang paling signifikan terjadi pada arah pembebanan quarter seas pada posisi 2 yaitu tereduksi sebesar 30.2% , gerakan roll arah pembebanan quarter seas pada posisi 2 yaitu naik sebesar 72.58% sedangkan gerakan pitch pada arah pembebanan quarter seas pada posisi 3 tereduksi sebesar 99.48% dengan adanya mooring. Untuk proses upending, orientasi 1; gerakan surge respon amplitude terbesar terjadi sebesar 0.12 m ketika draft jacket 36.1m pada case 2 (waktu 45 menit), gerakan heave terjadi sebesar 0.002 m pada draft jacket 30.18m pada case 2 , sedangkan untuk gerakan pitch respon amplitude sebesar 0.000165 rad pada draft jacket 30.18 m case 1(waktu 30 menit). Pada orientasi 2, gerakan surge respon amplitude terbesar terjadi sebesar 0.119m ketika draft jacket 36.1m pada case 2, gerakan heave terjadi sebesar 0.00216m pada draft jacket 30.18m pada case 2 , sedangkan untuk gerakan pitch respon amplitude sebesar 0.000178 rad pada draft jacket 30.18 m case 1.

Kata kunci : roll-up, upending, trim, gerakan 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ladang-ladang minyak yang berukuran kecil biasanya terletak di laut dangkal, untuk mengekplorasi tanpa harus mengeluarkan banyak uang dan mengalami kerugian yang cukup berarti, diperlukan inovasi teknologi dalam mengeksplorasi minyak tesebut. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut, salah satunya dengan menggunakan jack-up sebagai drilling unit seperti yang dilakukan oleh Asia Development LTD dalam perencanaan pembangunan wellhead production platform, dan bila sumber tersebut dinyatakan produktif maka dapat dilakukan pergantian menggunakan fixed offshore platform seperti mini jacket structure, dalam proyek ini dibangunlah Jacket Kambuna II yang bertipe tripod.

Proses instalasi metode roll-up upending ini dimulai dari posisi jacket berada diatas barge, titik berat jacket diposisikan diluar/melebihi dari panjang barge dengan tujuan ketika sling winch

diulurkan secara perlahan maka jacket akan menghasilkan gerakan roll-up. Pusat rotasi jacket berada pada support roller point terletak di buritan barge. Ketika posisi jacket mencapai vertikal terhadap seabad, maka selanjutnya dilakukan upending hingga jacket berada di dasar laut menggunakan bantuan crane jack-up yang sudah ada sebelumnya dilokasi instalasi. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari tugas akhir ini adalah

1. Mengetahui kebutuhan proses ballasting dilakukan selama proses tahap I berlangsung.

2. Mengetahui gerakan barge dan struktur

jacket pada tahap I yaitu proses roll-up jacket diatas barge.

3. Mengetahui gerakan struktur pada tahap II yaitu saat jacket tergantung pada tali crane jack up hingga struktur terpasang di dasar laut.

(2)

Penulisan Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk memilih metode instalasi jacket yang sesuai. Salah satu alternatifnya adalah metode roll-up upending sebagai metode intalasi konvensional untuk mini jacket (anjungan terpancang) di laut dangkal, disamping metode yang selama ini dikenal, seperti metode lifting maupun selflaunching. Dengan menganalisis gerakan yang terjadi selama roll-up struktur pada barge hingga upending di dasar laut, diharapkan dapat menambah wawasan tentang pertimbangan pemilihan instalasi menggunakan metode roll-up upending.

Gambar 1. 1 Tahap I, Proses roll-up upending jacket.

Gambar 1. 2 Tahap II, Proses upending jacket. 2. DASAR TEORI

Proses instalasi jacket pada lokasi di laut digunakan beberapa macam metode instalasi. Hal ini sesuai dengan berat struktur jacket, kondisi lingkungan, dan ketersediaan peralatan yang mendukung. Metode tersebut antara lain : launching dari barge, lifting menggunakan crane dan diapungkan menggunakan daya apung jacket itu sendiri (self floatation). Untuk jacket dalam penelitian ini, digunakan metode instalasi roll-up upending. Dengan mempertimbangkan ukuran jacket yang relative kecil, lokasi instalasi yang termasuk kategori lauta dangkal yaitu 36 m dan tentunya kapasitas barge masih memungkinkan untuk membawa jacket.

2.1. Stabilitas barge

Benda dapat dikatakan stabil apabila benda tersebut jika mendapat kemiringan sedikit dari kedudukannya, benda akan kembali pada keadaan semula. Pada peninjauan stabilitas

suatu barge, pertama-tama harus kita

perhatikan tiga buah titik yang memegang peranan penting dalam naval architecture, yaitu :

1. Titik G (Gravity) adalah titik berat dari barge. Titik berat ini sangat dipengaruhi oleh bentuk konstruksi barge dan penempatan muatan di atas barge.

2. Titik B (Buoyancy) adalah titik tekan ke atas dari volume air yang dipindahkan oleh bagian barge yang tercelup di dalam air. Titik B ini sangat dipengaruhi oleh bentuk badan barge di bawah permukaan air. Titik B dapat dicari melalui perhitungan dengan metode Simpson atau Tchebycheff dengan menggunakan bentuk rencana garisnya. 3. Titik M (Metacentre) ialah titik

perpotongan vektor gaya tekan ke atas pada keadaan seimbang (even keel) dengan vektor gaya tekanan ke atas pada sudut oleng/trim yang kecil. Untuk sudut oleng/trim Δφ kecil (<60) dan untuk memudahkan dalam perhitungan titik M ini dapat dianggap berada pada satu titik (tetap).

Gambar 2.4. Barge saat mengalami

oleng/heel pada sudut Δφ

Barge yang dalam keadaan seimbang titik titik G dan B harus satu garis vertikal terhadap garis air dan besarnya gaya berat barge sama dengan gaya tekanan ke atas (gaya buoyancy).

Untuk barge yang mengalami kemiringan baik oleng maupun trim yang disebabkan oleh gaya-gaya dari luar dengan anggapan bahwa titik G tidak mengalami perubahan, maka titik B akan berpindah letaknya hal ini disebabkan karena bentuk bagian bawah barge yang ada dalam air akan mengalami perubahan.Untuk barge yang oleng, B akan berpindah menjadi Bφ pada bidang melintang barge sedangkan untuk trim B akan berpindah menjadi Bφ pada bidang memanjang barge.

(3)

Jurnal Tugas Akhir

3 2.2 Gerakan Struktur Bangunan Apung

Setiap struktur terapung yang bergerak di atas permukaan laut selalu mengalami gerakan osilasi. Gerakan osilasi ini terdiri dari 6 macam gerakan, yaitu 3 macam gera-kan lateral dan 3 macam geragera-kan rotasional dalam 3 arah sumbu yang ditunjukkan dalam gambar 2.4 . Gerak yang diakibatkan gelombang terbagi menjadi 2 bagian yaitu :

1. Gerakan rotasional

Gerakan rotasional adalah gerakan yang membentuk sudut terhadap sumbu, gerakan rotasional ini terdiri dari:

- Rolling : gerakan rotasional terhadap sumbu x

- Pitching : gerakan rotational terhadap sumbu y

- Yawing : gerakan rotational terhadap sumbu z

2. Gerakan transversal

Gerakan transversal adalah gerakan yang searah dengan arah sumbu, gerakan transversal terdiri atas:

- Surging : gerakan transversal pada arah sumbu x

- Swaying : gerakan transversal pada arah sumbu y

- Heaving : gerakan transversal pada arah sumbu z

Respon pada struktur offshore akibat gelombang reguler dalam setiap frekuensi, dapat diketahui dengan menggunakan metode spectra. Nilai amplitudo pada suatu respon secara umum hampir sama dengan amplitudo gelombang. Bentuk normal suatu respon dari sistem linier tidak berbeda dengan bentuk amplitudo gelombang dalam fungsi frekuensi.

Respon amplitude operater (RAO) atau sering disebut transfer function adalah fungsi respon yang terjadi akibt gelombang dalam rentang frekuensi yang mengenai sruktur offshore. RAO disebut sebagai transfer function karena RAO merupakan alat untuk transfer beban luar (gelombang) dalam bentuk respon pada suatu struktur. Bentuk umum dari persamaan RAO dalam fungsi frekuensi (Chakrabarti 1987) adalah sebagai berikut:

Response (ω) = (RAO) η(ω) (2) dengan :

η(ω) = amplitude gelombang (m)

RAO merupakan fungsi respon gerakan dinamis struktur yang disebabkan akibat gelombang dengan rentang frekuensi tertentu. RAO merupakan alat untuk mentransfernya gelombang menjadi respon gerakan dinamis struktur. Menurut Chakrabarti (1987), persamaan RAO dapat dicari dengan rumus sebagai berikut: RAO (ω) = ) ( ) ( ω η ω P X (3) dengan : Xp(ω) = amplitude struktur (m) η(ω) = amplitude gelombang (m)

Aplikasi Teori Morison pada Silinder Apung

Komponen u, dan v, menghasilkan gaya horizontal dalam arah x dan kearah gaya y, sedangkan komponen ω, menghasilkan gaya vertikal dalam arah sumbu z.

 

1. Pada Silinder Vertikal

 

Gambar 2. 1 Silinder vertikal terapung mengalami gaya gelombang u, dan ω,

 

1.1 Silinder alas terbuka Gaya Horizontal (Fh)

2 | |

Gaya Vertikal (Fv)

0

1.2 Silinder alas tertutup Gaya Horizontal (Fh)

(4)

2 | |

Gaya Vertikal (Fv)

Gambar 2. 2 Alas silinder vertikal terapung akibat ω,

0 0

2. Pada Silinder Horizontal

Orientasi 1 (sumbu silinder sejajar sumbu x)

Gambar 2. 3 Silinder horizontal terapung mengalami gaya gelombang u, dan ω,

2.1 Silinder alas terbuka kedua ujungnya Gaya Horizontal (Fh)

0 Gaya Vertikal (Fv)

2 | |

2.2 Silinder alas tertutup Gaya Horizontal (Fh)

Gaya horizontal hanya pada alas silinder akibat u, yang bekerja tegak lurus pada alas.

Gambar 2. 4 Alas silinder horizontal terapung akibat u, 0 0 Gaya Vertikal (Fv) 2 | |

3. Pada Silinder Miring

Gambar 2. 1 Silinder miring terapung mengalami gaya gelombang u, dan ω,

Gaya Horizontal (Fh) 2 | | Gaya Vertikal (Fv) 1 2 2 | | 2.3 Respons Dinamis

(5)

Jurnal Tu Respons gerakan a forced mo Atau dap dengan : u 3 Data li Ta Jacket Name Weight L.C.G point T.C.G point V.C.G point Gyration Roll Gyration Pitch Ta Barge Name Class Flag Length (O Breadth (M Depth (M Lightship L.C.G T.C.G V.C.G Kondisi li ƒ Kecepa ƒ Tinggi G ƒ Priode R ƒ Kecepa ƒ Jonswap 4 Ana 4.1 Pro 4.1.2 Has MO ugas Akhir struktur tot alami (natur otion respon at ditulis seb u = respon tot ngkungan d abel 3. 1 Gene Kamb (Kam 160.0 at lift -36.8 at lift 0.00 at lift 7.920 n : 1.532 n : 13.75 abel 3. 2 Gene Pr BK In Overall) 70 Moulded) 18 Moulded) 4. weight 56 0. 0. 3. ngkungan 1 t atan Angin (m/s Gelombang Sig Rata-rata (s) atan Arus (m/s) p Parameter (g alisa dan Pe oses Roll-up sil Pemode OSES tal terdiri d ral motion r ns dengan pe bagai : tal struktur dan data str ral Particular J buna Well H mbuna WHP) 00 tons 86 meters (-ve A meters (-ve ba 0 meters (abov 2 meters 58 meters eral Particular B rima Bahari IX KI ndonesia 0.104 meters 8.288 meters 267 meters 69.80 tons 00 meters (-ve 00 meters (-ve 55 meters tahun. s) gnificant (m) ) gamma) emodelan p elan Strukt dari respons respons) dan ersamaan: ruktur Jacket Head Platform Aft) arge port) ve barge keel) Barge X e Aft) e barge port) (above barge k = 12.5 = 1.2 = 4.2 = 0.6 = 1.3159 tur dengan s n m keel) 9 n Ga 4.1.3 Dala over men dike untu insta disei pada aktif adal STB dari tidak kond balla tang Gambar 4. dan jack ambar 4. 2 Ko jacket po Gambar 4. dan jack 3 Analisa awal am penelitia rhang pad ngakibatkan nal sebagai uk dapat me alasi, komb imbangkan d a tangki-tang f yang dig ah tangki BD 7. Untuk kombinasi k mengalam disi eventke asting, ma gki ballast pa . 1 Konfiguras ket posisi 1 pa onfigurasi pem osisi 2 pada MO . 3 Konfiguras ket posisi 3 pa stabilitas an ini, pos da stern trim pada s i trim by elakukan tah binasi barg dengan peng gki barge ya gunakan seb CT 2, POR k mendapat barge dan mi trim ata eel, maka d aka didapat ada tabel. i pemodelan ba da MOSES 7.0 modelan barge d OSES 7.0 i pemodelan ba ada MOSES 7.0 dan balaas sisi awal ja barge stern barge stern. Sehi hap I dari pr ge dan ja gisian air ba ang aktif. Ta bagai balla RT 7, CT 7 tkan posisi n jacket dim au dalam d dilakukan pr tkan komp arge 0 dan arge 0 sting acket yang atau ingga roses acket allast angki asting 7 dan awal mana dalam roses posisi

(6)

Tabel 4. 1 Pengisian air ballast pada tangki barge Prima Bahari IX

Tank % Kapasitas Volume PORT 7 34.52% 82.482

CT 2 33.68% 48.28 CT 7 63.50% 151.71 STBD 7 35.69% 85.26

Stabilitas dari posisi 1 ini dapat dilihat pada gambar dibawah .

Gambar 4. 4 Stabilitas kombinasi barge (kondisi intact) dan jacket posisi 1

Stabilitas barge dari kombinasi barge dan

jacket bahwa area ratio dari luasan kurva righting moment dan luasan dibawah kurva wind heeling moment (K) bernilai 12.3

(K<1.3) maka kombinasi dari barge dan jacket pada posisi 1 dalam proses roll-up ini memiliki stabilitas yang baik atau masih aman.

4.1.4 Analisa Trim selama proses roll-up

Proses roll-up jacket pada barge

mengakibatkan pergeseran titik berat atau

center of gravity (cog) jacket itu sendiri

terhadap titik acuan yang akibatnya titik berat global ikut berubah.

Grafik COG jacket selama proses roll-up

Untuk mengetahui perlu tidaknya dilakukan

ballasting, maka pada awalnya, analisa

diakukan tanpa melakukan perubahan komposisi air ballast pada tangki. Perhitungan dilakukan secara manual dengan bantuan program excel, sehingga dapat diketahui trim yang terjadi selama proses roll-up jacket.

Grafik Trim selama proses roll-up berlangsung

Trim maksimum terjadi ketika proses roll-up jacket berotasi sebesar -51.53⁰ dan -56.53⁰ yaitu sebesar -3.55 cm. Tanda min (-) menunjukkan bahwa trim yang terjadi adalah trim by stern sebesar 3.55 cm. Kriteria yang digunakan untuk mengecek stabilitas dari barge kondisi intact menggunakan kriteria Noble Denton dimana toleransi terjadinya trim tidak lebih dari 1% LWL barge.

Tabel 4. 2 Cek trim menurut kriteria Nobel Denton Load- case Sudut Rotasi (deg) Trim maks (m) Kriteria ≤ 1%LWL Cek 12 -51.53 0.036 ≤ 0.70104 ok 13 -56.53 0.036 ok

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa trim yang paling kritis terjadi selama proses roll-up

jacket masih bisa ditoleransi karena pada

sudut kritis tersebut, trim tidak melibihi 0.7014m, sehingga ballasting tidak perlu dilakukan.

4.1.5 RAO Struktur

RAO struktur dalam penelitian ini meliputi RAO kombinasi barge dan jacket untuk gerakan heave, roll dan pitch. Arti atau definisi RAO sendiri adalah karateristik suatu floating structure (anjungan terapung atau bangunan lepas pantai) akibat gelombang reguler. RAO

(7)

Jurnal Tugas Akhir

7

dari floating structure tidak akan berubah, yang akan berubah respon struktur (spektra respon) akibat gelombang irreguler (acak). Respon struktur berubah karena dipengaruhi oleh spektrum gelombang.

4.1 RAO gerakan heave

Grafik 1 RAO gerakan heave, head seas

Grafik 2 RAO gerakan heave, quarter seas

Grafik 3 RAO gerakan heave, beam seas

Perubahan gerakan heave yang signifikan dari kombinasi barge dan jacket untuk kondisi free floating dan mooring.

Perubahan yang paling signifikan terjadi pada arah pembebanan quarter seas dimana gerakan heave pada posisi 2 dapat tereduksi sebesar 30.2% dengan adanya mooring. RAO gerakan roll

Grafik 4 RAO gerakan roll, quarter seas

Grafik 5 RAO gerakan roll, beam seas

Untuk gerakan roll dengan pembebanan

head seas tidak ditampilkan karena nilainya

sangat kecil sekali atau mendekati nilai 0. Gerakan roll yang signifikan dari kombinasi

barge dan jacket untuk kondisi free floating

dan mooring. Perubahan yang paling signifikan terjadi pada arah pembebanan

quarter seas pada posisi 2 dimana gerakan roll naik sebesar 72.58% dengan adanya mooring.

RAO gerakan pitch

Grafik 6 RAO gerakan pitch, headseas

(8)

Grafik 8 RAO gerakan pitch, beam seas

Perubahan gerakan pitch yang signifikan dari kombinasi barge dan jacket untuk kondisi free floating dan mooring.

Perubahan yang paling signifikan terjadi pada arah pembebanan quarter seas pada posisi 3 dimana gerakan pitch tereduksi sebesar 99.48% dengan adanya mooring.

4.2 Motion Statistic

Motion statistic yang menjadi kajian dalam

tugas akhir ini adalah single amplitude

motion. Single amplitude motion yang

dimaksud meliputi single amplitude motion FPSO, shuttle tanker dan tug boat. Dalam tugas akhir ini membandingkan motion struktur pada kondisi free motion dan

mooring.

4.2.1 Gerakan Heave

Tabel Perbandingan motion statistic kombinasi barge dan jacket untuk gerakan heave

Heading Amplitude Motion

Perubahan Motion (%) antara Free floating dengan

Mooring

Posisi 1 Posisi 2 Posisi 3

Head Seas H 1/3 -8.44 2.80 -22.24 Quarter Seas H1/3 -6.96 -13.03 -9.57 Beam Seas H1/3 -9.93 -15.79 -24.66

Motion statistic yang paling signifikan dari

perbedaan kondisi free floating dan

mooring, yaitu dengan arah pembebanan head seas posisi 3 tereduksi sebesar 22.24%, quarter seas pada posisi 2 tereduksi sebesar

13.03% dan dari pembebanan beam seas pada posisi 3 tereduksi sebesar 24.66%.

4.2.2 Gerakan Roll

Tabel Perbandingan motion statistic kombinasi barge dan jacket untuk gerakan roll

Heading Amplitude Motion

Perubahan Motion (%) antara Free floating dengan

Mooring

Posisi 1 Posisi 2 Posisi 3

Quarter

Seas H1/3 -4.08 70.53 55.79

Beam Seas H

1/3 -43.91 -15.73 8.31

Perubahan motion yang paling signifikan dari perbedaan kondisi free floating dan

mooring, yaitu dengan arah pembebanan quarter seas pada posisi 2 naik sebesar

70.53% dan dari pembebanan beam seas pada posisi 1 tereduksi sebesar 43.91%.

4.2.3 Gerakan Pitch

Tabel Perbandingan motion statistic kombinasi barge dan jacket untuk gerakan pitch

Heading Amplitude Motion

Perubahan Motion (%) antara Free floating dengan

Mooring Posisi 1 Posisi 2 Posisi 3 Head Seas H 1/3 -44.85 -83.56 -55.28 Quarter Seas H1/3 -67.80 -81.84 -80.71 Beam Seas H1/3 11.28 66.68 -82.65

Perubahan motion yang paling signifikan dari perbedaan kondisi free floating dan

mooring, yaitu dengan arah pembebanan head seas, gerakan pitch pada posisi 2

tereduksi sebesar 83.56%, untuk quarter

seas pada posisi 2 tereduksi sebesar 81.84%

dan dari pembebanan beam seas pada posisi 3 tereduksi sebesar 82.65%.

4.2 Proses Upending Jacket

4.2.1 Gaya gelombang a. Gaya gelombang orientasi 1

(9)

Jurnal Tugas Akhir

9

b. Gaya gelombang orientasi 2

4.2.2 Respon struktur jacket a. Orientasi 1

Untuk gerakan surge respon amplitude terbesar terjadi sebesar 0.12 m ketika draft jacket 36.1m pada case 2 (waktu 45 menit). Untuk gerakan heave terjadi sebesar 0.002 m pada draft jacket 30.18m pada case 2, sedangkan untuk gerakan pitch respon amplitude sebesar 0.000165 rad pada draft jacket 30.18 m case 1(waktu 30 menit).

b. Orientasi 2

Untuk gerakan surge respon amplitude terbesar terjadi sebesar 0.119m ketika draft jacket 36.1m pada case 2 (waktu 45 menit). Untuk gerakan heave terjadi sebesar 0.00216m pada draft jacket 30.18m pada case 2 , sedangkan untuk gerakan pitch respon amplitude sebesar 0.000178 rad pada draft jacket 30.18 m case 1(waktu 30 menit). 1. KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan

(10)

Berdasarkan hasil analisa stabilitas, analisa respon gerakan dan analisa kekuatan memanjang ketiga jenis model pada sarat operasi 26 m yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil perhitungan pada tahap I, untuk kombinasi barge Prima Bahari IX dan jacket, maksimum trim bernilai 0.036 m pada sudut rollup 51.53⁰ dan -56.53⁰, sehingga dapat disimpulkan bahwa trim yang terjadi selama proses

roll-up jacket dalam keadaan aman

karena trim terjadi sangat kecil yaitu kurang dari 1%LWL barge atau 0.70104 m yang artinya proses ini tidak perlu dilakukan ballasting.

2. Proses roll-up jacket

Perubahan harga RAO kombinasi barge dan jacket untuk kondisi free floating dan mooring selama proses roll-up, signifikan terjadi untuk setiap gerakan

heave, roll dan pitch didapatkan:

ƒ Perubahan gerakan heave yang paling signifikan terjadi pada arah pembebanan quarter seas pada posisi 2 dimana gerakan heave dapat tereduksi sebesar 30.2% dengan adanya mooring.

ƒ Perubahan gerakan roll yang paling signifikan terjadi pada arah pembebanan quarter seas pada posisi 2 dimana gerakan roll naik sebesar 72.58% dengan adanya

mooring.

ƒ Perubahan gerakan pitch yang paling signifikan terjadi pada arah pembebanan quarter seas pada posisi 3 dimana tereduksi sebesar 99.48% dengan adanya mooring. 3. Proses upending jacket

Orientasi 1

Untuk gerakan surge respon amplitude terbesar terjadi sebesar 0.12 m ketika draft jacket 36.1m pada case 2 (waktu 45 menit). Untuk gerakan heave terjadi sebesar 0.002 m pada draft jacket 30.18m pada case 2 , sedangkan untuk gerakan pitch respon amplitude sebesar 0.000165 rad pada draft jacket 30.18 m case 1(waktu 30 menit)..

Orientasi 2

Untuk gerakan surge respon amplitude terbesar terjadi sebesar 0.119m ketika draft jacket 36.1m pada case 2 (waktu 45 menit). Untuk gerakan heave terjadi sebesar 0.00216m pada draft jacket 30.18m pada case 2 , sedangkan untuk gerakan pitch respon amplitude sebesar 0.000178 rad pada draft jacket 30.18 m case 1(waktu 30 menit).

1.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut mengenai tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Analisa dapat dilanjutkan dengan menganalisis kekuatan struktur jacket berupa tegangan dan defleksi selama proses roll-up pada barge maupun saat upending oleh crane.

2. Analisa dapat dilanjutkan untuk mendesign support roller point yang mampu menahan jacket selama proses

roll-up berlangsung.

7.Daftar Pusataka

ABS Rules for Building and Classing Mobile Offshore Drilling Units, 2001. (2005). American Berau Shipping, Houston

Bhattacharyya, R. 1978. Dynamic of Marine Vehicles. John Wiley and sons Inc., New York

Chakrabarti, S.K. 1987. Hydrodynamics of Offshore Structures. Computational

Mechanics Publications Southampton. Boston, USA.

Djatmiko, E.B. 2003. Dynamic Analysis. Kursus Singkat Offshore Struktur Design and Modelling. Ocean Engineering Training Center, Surabaya

Larsen, T J. 2002 . Modelling of Wave Induced Motions of a SPAR buoy in MOSES. Department of Marine Hydrodynamics. NTNU, Trondheim Murdjito. 2003. Conceptual Design and

Offshore Structure. Kursus Singkat Offshore Struktur Design and Modelling. Ocean Engineering Training Center, Surabaya

(11)

Jurnal Tugas Akhir

11 Patel, M.H. dan Witz, J.A. (1991).

Compliant Offshore Structure. Butterworth Heinemann Ltd., London, England

Sudjono, JJ dkk. 1982. Teori Bangunan Kapal. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta Soegiono. 2004. Teknologi Produksi dan

Perawatan Bangunan Laut. Airlangga University Press, Surabaya

Sutomo, J. Handout Hidrodinamika II. Jurusan Teknik Kelautan FTK-ITS, Surabaya, Indonesia

Tutorial of Vessel Modelling in MOSES. 2002. www.ultramarine.com, Houston, Texas

Gambar

Gambar 1. 1  Tahap I, Proses roll-up upending  jacket.
Gambar 2. 2 Alas silinder vertikal terapung akibat  ω,
Tabel 4. 1 Pengisian air ballast pada tangki barge  Prima Bahari IX
Grafik 8 RAO gerakan pitch, beam seas

Referensi

Dokumen terkait