• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Bunga Kecombrang (Nicolaia Speciosa Horan) Sebagai Pengawet Alami Pada Tahu. (Usage Of Kecombrang Flower for Tofu Nature Preservatif) 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemanfaatan Bunga Kecombrang (Nicolaia Speciosa Horan) Sebagai Pengawet Alami Pada Tahu. (Usage Of Kecombrang Flower for Tofu Nature Preservatif) 1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pemanfaatan Bunga Kecombrang (Nicolaia Speciosa Horan) Sebagai Pengawet Alami Pada Tahu

(Usage Of Kecombrang Flower for Tofu Nature Preservatif)1 Herastuti Sri Rukmini dan Rifda Naufalin 2

ABSTRACT

Kecombrang flower contains bioactive components i.e., flavonoid, polifenol, alkaloid, steroid, saponin, and essential oil. That compounds have antimicrobial potential. It gives an idea to use kecombrang flowers to preserve tofu. Kecombrang flowers are made become porridge for soaking tofu. Aims of this research were to compare the effect of kecombrang flower porridge from fresh flower and its powder; to determine the porridge concentration and the tofu shelf life on the microbiological and organoleptic characteristics.

This research was conducted by using the Randomized Block Design (RBD) with 18 combination treatments and two replications. First factor was the type of the porridge (fresh flower and powder porridge). Second factor was the porridge concentration (3 percents; 4 percents; 5 percents w/v). And third factor was tofu shelf life (1 day; 2 days; 3 days). These variables observed were total plate count of microorganism value of fresh tofu and organoleptic variables observed on fried tofu were color, kecombrang flavor and hedonic value.

The results showed 1) Powder porridge gave microbiological characteristic better than fresh flower. Fresh tofu had total plate count of microorganism of 2.18 x 105 cfu/g, while product of fresh flower porridge gave total plate count of microorganism of 2.80 x 105 cfu/g. 2) The minimum porridge concentration of 3 percents (w/v) increased shelf life of tofu until 3 days, while the fresh tofu shelf life was 6-8 hours. The increase of porridge concentration reduced of total plate count of microorganism. 3) The shelf life-increase increased total plate count of microorganism, 4) Fried tofu preserved by kecombrang with the highest hedonic value was B2K1L1 (porridge of powder with 3 percent concentrations w/v and 3 days of tofu shelf life), and its organoleptic variables were hedonic value of 2.73 (slightly like), color value 2.87 (brownish yellow), and kecombrang flavor 3.67 (slightly untested).

PENDAHULUAN

Tahu merupakan makanan yang sangat dikenal dan disukai masyarakat Indonesia sejak dulu. Prinsip pembuatan tahu adalah koagulasi protein kedelai dengan menggunakan koagulan asam ataupun garam kalsium sulfat (batu tahu). Tahu sangat disukai karena sifatnya yang lunak, mudah diiris dan mempunyai rasa yang khas sehingga dapat diolah menjadi berbagai masakan.

1 Dipresentasikan pada Seminar Nasional Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal, di

Surakarta 8 Juni 2010

(2)

2

Namun, adanya isu tahu berformalin, menyebabkan masyarakat khawatir akan keamanan produk tahu. Oleh karena itu, perlu alternatif pengawet tahu yang aman bagi konsumen.

Bunga kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) merupakan salah satu alternatif pengawet alami, karena kandungan komponen bioaktif yaitu alkaloid, polifenol, flavonoid dan minyak atsiri. Bunga kecombrang sering digunakan sebagai bahan tambahan pada masakan sayuran. Bagian yang umum digunakan dari tanaman ini, yaitu bunga dan batangnya. Pemanfaatannya secara umum adalah sebagai pemberi cita rasa pada masakan, seperti urab (kluban) dan pecel, sedangkan batangnya dipakai sebagai pemberi cita rasa pada masakan daging ayam.

Pada penelitian ini dipelajari cara pemanfaatan bunga kecombrang secara sederhana sehingga dapat diterapkan dengan mudah oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) membandingkan pengaruh bubur bunga kecombrang dari bunga segar dan bubuk terhadap mutu tahu ditinjau dari sifat kimia, mikrobiologi dan organoleptiknya; 2) menetapkan konsentrasi

bubur bunga kecombrang yang menghasilkan tahu dengan mutu terbaik ditinjau dari sifat kimia,

mikrobiologi dan organoleptiknya; 3) mengetahui pengaruh lama simpan terhadap mutu tahu ditinjau dari sifat kimia, mikrobiologi dan organoleptiknya.

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang potensi bahan pengawet alami bunga kecombrang dalam bentuk bunga segar atau bubuk kering, khususnya sebagai bahan pengawet tahu.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Bahan-bahan yang diperlukan selama penelitian meliputi tahu, bunga kecombrang, akuades, NaOH 0,1 N, larutan K-Oksalat, larutan formaldehid 40 persen, indikator PP 1 persen, larutan bufferr standar pH 4,00 dan pH 7,00, larutan Natrium klorida 0,85 persen, Plate Count Agar 22,5 g/L, Agar padat 0,5 persen.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex, Germany), tabung reaksi, cawan Petri, cawan porselin, kaca pengaduk, pisau stainless, desikator, oven (Jouan, China), timbangan digital (Ohauss, USA), shaker, autoclave (All american), blender,

micropipet (Gilson, Germany), kompor gas, inkubator (Memmert, Japan), mesin pengering, dan

(3)

3

Tahap-tahap penelitian meliputi sortasi bunga kecombrang segar, pembuatan bubuk bunga kecombrang, pembuatan bubur dari bunga kecombrang segar dan bubuk, aplikasi dari bubur bunga kecombrang untuk mengawetkan tahu selama masa simpan yang dicobakan dan tahap analisis terhadap variabel yang diamati. Tahu untuk uji organoleptik setelah diawetkan, dicuci dahulu kemudian digoreng sebelum dilakukan pengujian oleh panelis. Pemilihan tahu segar dilakukan berdasarkan hasil survei ke beberapa industri tahu yang bebas dari pengawet berbahaya.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor yang dicoba meliputi: Jenis bubur bunga kecombrang : B1 = Bubur dari bunga kecombrang segar, B2 = Bubur dari bunga kecombrang bubuk; Konsentrasi bubur (b/v), K1 = konsentrasi bubur 3 persen, K2 = konsentrasi bubur 4 persen, K3 = konsentrasi bubur 5 persen; Lama simpan tahu : L1 = 1 hari, L2 = 2 hari dan L3 = 3 hari. Dari perlakuan tersebut diperoleh 18 kombinasi perlakuan dan tiap perlakuan diulang 2 kali sehingga diperoleh 36 unit percobaan.

Pengukuran dilakukan terhadap tahu yang direndam bubur bunga kecombrang. Variabel variabel mikrobiologi yaitu total mikroba tahu. Pengukuran variabel organoleptik dilakukan terhadap tahu yang sudah digoreng, meliputi warna, flavor kecombrang dan tingkat kesukaan.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis uji varian (uji F) dan apabila hasil analisis menunjukkan adanya keragaman, maka dilanjutkan dengan Duncan’s

Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 persen. Data dari hasil uji organoleptik dianalisis

dengan menggunakan uji Friedman, jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji banding ganda. Penentuan perlakuan terbaik dilakukan berdasarkan produk dengan nilai kesukaan tertinggi dari hasil uji Friedman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Variabel Mikrobiologi

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis bubur (B), konsentrasi bubur (K) dan lama simpan (L) memberikan pengaruh sangat nyata, sedangkan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap total mikroba tahu.

(4)

4

Nilai rata-rata total mikroba tahu dari perlakuan jenis bubur dari bunga segar (B1) 5,45 log cfu/g dan jenis bubur dari bubuk (B2) 5,34 log cfu/g (Gambar 1). Hasil DMRT pada taraf 5 persen menunjukkan bahwa perlakuan B1 berbeda nyata dengan perlakuan B2.

Gambar 1. Nilai rata-rata total mikroba tahu dari perlakuan jenis bubur bunga kecombrang.

Gambar 1 menunjukkan bahwa perlakuan jenis bubur memberikan perbedaan total mikroba tahu. Perbedaan diduga dalam gram yang sama, bubuk bunga kecombrang mengandung senyawa antimikroba lebih banyak dibanding bunga segar, karena bunga segar mempunyai kadar air tinggi.

Nilai rata-rata tota mikroba tahu dari K1 (konsentrasi bubur 3 persen b/v), K2 (konsentrasi bubur 4 persen b/v) dan K3 (konsentrasi bubur 5 persen b/v) berturut-turut 5,46; 5,40 dan 5,31 log cfu/g (Gambar 1). Hasil uji lanjut DMRT pada taraf 5 persen menunjukkan bahwa perlakuan K1 tidak berbeda dengan K2, namun perlakuan K3 berbeda nyata dengan K1 dan K2. Hubungan antara konsentrasi bubur dengan total mikroba tahu mengikuti pola persamaan regresi y = -0,075x + 5,54, dengan R2 = 0,9868 (Gambar 2).

.

Gambar 2. Nilai rata-rata total mikroba tahu dari perlakuan konsentrasi bubur bunga kecombrang. 5,46 5,40 5,31 5,2 5,3 5,4 5,5 3 4 5 T ot al Mi kroba (l og cf u/g) Konsentrasi bubur (% b/v) 5,45 5,34 5 5,2 5,4 5,6

Bunga Segar Bubuk

T ot al Mi kroba (l og cf u/g) Jenis Bubur a b a b a 0 0

(5)

5

Gambar 2 mengindikasikan bahwa total mikroba tahu menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi bubur bunga kecombrang. Bunga kecombrang mempunyai senyawa antimikroba. Menurut Tampubolon et al. (1983) senyawa kimia bunga kecombrang antara lain alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid, saponin, dan minyak atsiri. Fenol merupakan zat yang berpengaruh terhadap penghambatan bakteri, sehingga bunga kecombrang bersifat antimikroba. Peningkatan konsentrasi bubur kecombrang menyebabkan peningkatan senyawa antimikroba, sehingga menghambat pertumbuhan mikroba.

Nilai rata-rata total mikroba tahu dari perlakuan lama simpan 1 hari (L1), 2 hari (L2) dan 3 hari (L3) adalah 4,96; 5,20 dan 6,01 log cfu/g (Gambar 3). Hasil DMRT pada taraf 5 persen menunjukkan bahwa antar perlakuan saling berbeda nyata. Hubungan antara lama simpan dengan total mikroba tahu mengikuti pola persamaan regresi y = 0,525x + 4,34, dengan R2 = 0,9106 (Gambar 3).

Gambar 3. Nilai rata-rata total mikroba tahu dari perlakuan lama simpan.

Gambar 3 mengindikasikan bahwa total mikroba tahu meningkat seiring dengan semakin lama masa simpan tahu. Menurut Waluyo (2004) selain pH dan kadar air, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jasad renik adalah tersedianya zat gizi, suhu, oksigen, zat penghambat dan adanya jasad renik yang lain.

Variabel Organoleptik

Analisis organoleptik dilakukan terhadap tahu yang telah digoreng untuk memudahkan penilaian panelis. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan jenis bubur bunga kecombrang, konsentrasi bubur dan lama simpan terhadap variabel organoleptik tahu disajikan pada Tabel 7.

4,96 5,20 6,01 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 1 2 3 T ot al Mi kroba (l og cf u/g)

Lama Simpan (hari) a b

c

(6)

6

Tabel 1. Hasil uji Friedman pengaruh perlakuan jenis bubur bunga kecombrang, konsentrasi

bubur dan lama simpan terhadap variabel organoleptik yang diamati

No Variabel yang diamati BKL

1 Warna tn

2 Flavor **

3 Kesukaan tn

Keterangan: BKL: kombinasi antara jenis bubur, konsentrasi bubur dan lama simpan, tn: tidak berpengaruh nyata; * : berpengaruh nyata (taraf 5 %); ** : berpengaruh sangat nyata (taraf 1 %).

1. Warna

Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan jenis bubur, konsentrasi bubur dan lama simpan tidak berpengaruh nyata terhadap warna tahu (Lampiran 5). Nilai rata-rata warna tahu tertinggi 2,87 (coklat kekuningan - kuning kecokelatan) diperoleh dari kombinasi perlakuan bubur dari bubuk dengan konsentrasi 3 persen b/v dan lama simpan 1 hari (B2K1L1), nilai terendah 2,53 (coklat kekuningan - kuning kecokelatan) didapat dari kombinasi perlakuan bubur dari bubuk dengan konsentrasi 5 persen b/v, lama simpan 3 hari (B2K3L3).

2. Flavor (Cita rasa Kecombrang)

Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa interaksi perlakuan antara jenis bubur, konsentrasi bubur dan lama simpan berpengaruh sangat nyata terhadap flavor kecombrang pada tahu (Lampiran 5). Nilai rata-rata flavor kecombrang tertinggi 3,67 (agak terasa - tidak terasa) dari kombinasi perlakuan bubur dari bubuk dengan konsentrasi 3 persen b/v dan lama simpan 1 hari (B2K1L1), nilai terendah 2,33 (terasa - agak terasa) dari kombinasi perlakuan bubur dari bunga segar dengan konsentrasi 5 persen b/v dan lama simpan 3 hari (B1K3L3). Semakin lama masa simpan tahu dalam bubur maka flavor kecombrang yang terserap ke dalam tahu semakin kuat. Flavor dari bunga kecombrang yaitu asam dan agak sepat.

(7)

7 3. Nilai Kesukaan

Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan jenis bubur kecombrang, konsentrasi bubur dan lama simpan tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan tahu (Lampiran 5). Nilai rata-rata kesukaan tahu tertinggi yaitu 2,73 (agak suka - suka) diperoleh dari kombinasi perlakuan bubur dari bubuk konsentrasi 3 persen b/v dan lama simpan 1 hari (B2K1L1). Nilai terendah yaitu 2,20 (agak suka - suka) dihasilkan dari kombinasi perlakuan

bubur dari bunga segar konsentrasi 5 persen b/v dan lama simpan 3 hari (B1K3L3). Nilai

kesukaan merupakan penilaian yang diberikan berdasarkan kondisi produk secara keseluruhan, dalam hal ini meliputi warna dan flavor.

Simpulan dan Saran Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut:

1. Bubur dari bubuk kecombrang menghasilkan tahu dengan sifat mikrobiologi lebih baik daripada bubur dari bunga segar, dengan total mikroba 2,18 x 105 cfu/g. Tahu dari perlakuan

bubur dari bunga segar menunjukkan total mikroba 2,80 x 105 cfu/g.

2. Konsentrasi bubur 3 persen (b/v) sudah dapat memperpanjang masa simpan tahu menjadi 3 hari atau 72 jam, sedangkan tahu segar tanpa perlakuan apapun hanya bertahan selama 6 - 8 jam. Peningkatan konsentrasi bubur menurunkan total mikroba

3. Semakin lama masa simpan tahu dalam bubur kecombrang, menyebabkan peningkatan total mikroba

4. Tahu goreng dengan pengawet kecombrang yang memiliki nilai kesukaan tertinggi yaitu B2K1L1 (bubur dari bubuk dengan konsentrasi 3 persen b/v dan lama simpan 1 hari), dengan hasil penilaian organoleptik sebagai berikut: tingkat kesukaan 2,73 (agak suka - suka), nilai warna 2,87 (coklat kekuningan - kuning kecokelatan), dan nilai flavor kecombrang 3,67 (agak terasa - tidak terasa).

(8)

8 Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut tentang cara pengemasan yang tepat dari tahu dengan pengawet kecombrang.

2. Perlu dikaji tentang aspek ekonomi dan penerimaan konsumen terhadap tahu dengan pengawet kecombrang.

3. Perlu penelitian lebih lanjut tentang perbandingan dengan metode pengawetan lain.

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, D. R., S. T. Soekarto, dan B. S. L. Jenie. 1998. Ekstraksi Komponen Antimikrobia dari Biji Buah Atung. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan dan Gizi, Yogyakarta. 742 hal.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Analisis

Pangan. IPB Press, Bogor: 15, Hal 196-211.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R. I. 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara, Jakarta.

2006.NewsandTask.(On-line).http://www.depkes.go.id/index.php diakses 23 November 2006.

Evans, P. H., W. S. Bowers, and E. J. Funk. 1984. Identification of Fungicidal and Nemocidal Components In The Leaves Of Piper Betle (Piperaceae). J. of Agric. and Food Chem. 32 (6) : 1254-1256.

Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. 199 hal. Frazier, W.C. and D.C. Westhoff. 1979. Food Microbiology 3rd Edition. Tata McGraw-Hil

Publishing Company Ltd., New Delhi. 540 pp.

Gang, S. C. 1992. Biological Activity Of The Essential Oil Of Piper Betle L. J. of Essen. Oil

Research. 4 (6) : 601-606

Handayani, C. B. 1992. Mikroflora Beberapa Rempah-Rempah Segar dan Kering. Skripsi. Jurusan Pengolahan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 97 hal.

Hidayat, S. S. dan J. R. Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi 1: 440-441. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 56 hal.

(9)

9

Jay, J. M. 1986. Modern Food Microbiology. Wayne State University. Van Nostrand Reinhold, New York. 467 pp.

Kastyanto, W. 1995. Membuat Tahu. PT Panebar Swadaya, Jakarta. 28 hal.

Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Menjadikan Makanan Bermutu. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. 45 hal.

Masitoh. 1992. Pembuatan Tahu Kedelai dengan Laru Asam Asetat dan Limbah Larunya: Kajian Terhadap Rendemen, Beberapa Sifat Kimia dan Sifat Fungsional Produk. Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. (Tidak Dipublikasikan). 54 hal. Mayasari, A. 1994. Peranan Curing dan Blanching dalam Pembuatan Konsentrat Jahe (Zingiber

officinalle rosch.) Ditinjau dari Sifat Sensorisnya. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas

Jenderal Soedirman, Purwokerto. (Tidak Dipublikasikan). 87 hal.

Muchtadi, D., N. S. Palupi dan M. Astawan. 1989. Petunjuk Laboratorium. Metode Kimia

Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Pusat Antar Universitas

Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

Mustopha, S., B. Nurhadi dan T. Sukarti. 2006. Cakrawala. (On-line). http://pikiran-rakyat.com/cetak/1104/11/cakrawala/lainnya3.htm diakses 2 November 2006

Naufalin, R. 2005. Kajian Sifat Antimikroba Ekstrak Bunga Kecombrang (Nicolaia Speciosa Horan) Terhadap Berbagai Mikroba Patogen dan Perusak Pangan. Disertasi. Program Pascasarjana, IPB, Bogor. (Tidak dipublikasikan). 151 hal.

Prayogo, B. E. W. dan Sutaryadi. 1992. Pemanfaatan Sirih untuk Pelayanan Kesehatan Primer. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Vol I No. 1-9.

Rukmini, H. S., M. Astuti, R. Naufalin, P. T. Astuti. 2003. Preparation of kecombrang flowers powder : The effect of soaking solutions and blanching periods on the product quality.

Preceeding International Conference on Redesigning sustainable development on food and agricultural system for developing countries. Faculty of Agricultural Technology

Gadjah Mada University Yogyakarta. P 390-397.

Shurtleff, W. and A. Aoyagi. 1975. The Book of Tofu. Food for Mankind Vol. I. Autumn Press, Inc., Japan. 427 pp.

Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. 121 hal.

Sudarmaji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Hasil Pertanian.

Edisi ke 2. Pusat Antar Universitas Ilmu Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. 160 hal.

Sugiastuti, S. 2002. Kajian Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Ekstrak Daun Sirih (Piper

betle L.) Pada Daging Sapi Giling. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

(10)

10

Tampubolon, O. T., S. Suhatsyah, dan S. Sastrapradja. 1983. Penelitian Pendahuluan

Kandungan Kimia Nicolaia Speciosa Horan. Risalah Simposium Penelitian Tanaman Obat III. Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 63 hal.

Triarsari,D.,2004.Kesehatan.(Online).http;//www.Kompas.co.id/kesehatan/news/0304/24/00374 9.htm diakses 3 Juni 2006

Valianty, K. 2002. Potensi Antibakteri Minyak Bunga Kecombrang. Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. (Tidak Dipublikasikan). 38 hal.

Waluyo. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press, Jakarta. 316 hal.

Winarno, F. G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1988. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta. 92 hal.

Gambar

Gambar 1. Nilai rata-rata total mikroba tahu dari perlakuan jenis bubur bunga kecombrang

Referensi

Dokumen terkait

Jenis pelarut dan asam manakah yang paling tepat digunakan pada. proses ekstraksi bunga kecombrang dalam menghasilkan

Ekstraksi Antosianin dari Buah Kiara Payung ( Filicum decipiens ) dengan Menggunakan Pelarut yang Diasamkan (Kajian jenis Pelarut dan Lama Ekstraksi).. Fakultas Teknologi

Penggunaan tepung bunga kecombrang sampai dosis 6% sebagai bahan pengawet daging ayam broiler tidak memberikan pengaruh nyata terhadap daya suka panelis pada komponen

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Perlakuan konsentrasi larutan kelaru (kayu nangka dan kapur tohor) dan lama waktu simpan nira sebelum diolah sangat berpengaruh nyata

daya ikat air yang tinggi pada perlakuan P1, P2, dan P3 bukan karena perubahan struktur protein tetapi disebabkan oleh tepung bunga kecombrang yang memiliki kemampuan

Hasil pemangkatan uji Friedman pengaruh bagian tanaman kecombrang dan konsentrasi tepung terhadap warna cuko pempek setelah penyimpanan (hari ke 12) Berdasarkan data

Penggunaan tepung bunga kecombrang sampai dosis 6% sebagai bahan pengawet daging ayam broiler tidak memberikan pengaruh nyata terhadap daya suka panelis pada komponen

dapat mengalami proses autooksidasi karena mengandung antioksidan sehingga dapat mengurangi kerusakan pangan, selain itu senyawa fenolik yang tedapat di tepung bunga kecombrang