BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penggunaan metode agar tujuan pembelajaran tercapai dan saat ini berbagai
metode pembelajaran telah digunakan. Metode pembelajaran ada yang berpusat
pada guru dan ada yang berpusat pada siswa. Landasan teori yang mendukung
metode pembelajaran yang berpusat pada guru adalah teori belajar sosial,
behavioral, dan pemrosesan informasi. Adapun landasan teori yang mendukung
pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah teori kognitif dan konstruktif. Dari
kedua metode pembelajaran ini peran guru dan siswa berbeda untuk menentukan
tercapainya tujuan pembelajaran. Di antara metode yang telah digunakan yakni
ekspositori dan inkuiri.
Pembelajaran matakuliah fisika selama ini pada Program Studi Pendidikan
Fisika di salah satu LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) di
Kalimantan Timur masih didominasi metode ekspositori (hasil studi
pendahuluan). Seringnya digunakan metode ini dalam pembelajaran karena
memiliki kemudahan dalam tataran operasional. Adapun pendekatan
pembelajaran inkuiri memiliki karakteristik tersenidiri dalam langkah-langkah
pembelajaran. Pendekatan ini salah satunya telah dikembangkan oleh Wenning
(2005) yang memperkenalkan tingkat-tingkat pembelajaran inkuiri dalam sains
dengan urutan terstruktur. Tingkatan pembelajaran inkuiri tersebut adalah: (a)
pembelajaran discovery, (b) demonstrasi interaktif, (c) pembelajaran inkuiri, (d)
laboratorium inkuiri, dan (e) inkuiri hipotetis. Masing-masing tingkatan inkuiri ini
memiliki tingkat keterlibatan intelektual siswa yang bervariasi. Tingkat
keterlibatan intelektual siswa yang paling rendah ada pada tingkat pembelajaran
discovery dan selanjutnya mengalami peningkatan keterlibatan intelektual paling
tinggi ada pada tingkat inkuiri hipotetis. Setiap tingkatan inkuiri pendekatan
pembelajaran sains ini juga memiliki jenis-jenis keterampilan proses sains
tersendiri. Adapun peran guru paling tinggi ada pada tingkatan pembelajaran
Peningkatan kompetensi kognitif, psikomotorik, dan afektif pada materi
fisika bagi calon guru diperlukan untuk mengatasi masalah pembelajaran.
Peningkatan ini dapat diketahui menggunakan asesmen. Agar asesmen yang
digunakan bersifat komprehensif dalam pembelajaran untuk tiga kompetensi,
maka digunakan asesmen yang terintegrasi pada pembelajaran.
Selama ini, asesmen yang digunakan untuk memantau kemajuan hasil
belajar lebih terfokus pada pengukuran kemajuan aspek kognitif mahasiswa dan
cenderung mengabaikan kemajuan aspek afektif dan aspek psikomotorik.
Pelaksanaan asesmen dan evaluasi hanya dilakukan pada ujian tengah semester
(UTS), ujian akhir semester (UAS), dan tugas-tugas yang diberikan secara
dadakan dalam bentuk pekerjaan rumah (homework) untuk pemahaman aspek
kognitif. Salah satu kelemahan asesmen yang hanya dilakukan pada UTS dan
UAS tidak dapat digunakan secara akurat untuk tujuan perbaikan pembelajaran
yang sedang berlangsung karena hanya bertujuan sebagai evaluasi hasil belajar
mahasiswa dalam perkuliahan. Keberadaan evaluasi hanya UTS dan UAS
mengharuskan calon guru hadir dalam ujian. Catatan kehadiran dan peningkatan
kemajuan selama perkuliahan berlangsung tidak menjadi bahan pertimbangan
bagi penilai.
Pendekatan pembelajaran dan teknik asesmen di atas menyebabkan
pembelajaran tidak mampu melihat kemajuan pemahaman mahasiswa tentang
materi optika yang dipelajari. Untuk mengetahui kemajuan belajar calon guru
fisika sangat diperlukan asesmen yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Ketiga ranah asesmen tersebut dapat saling berhubungan atau
terintegrasi satu satu sama lain seperti yang diungkapkan oleh Shaw & Nagashima
(2009), bahwa peningkatan aspek afektif dan aspek psikomotor akan berkorelasi
pada peningkatan aspek kognitif. Hasil penelitian Shaw dan Nagashima tersebut
menemukan bahwa prestasi siswa dapat meningkat melalui asesmen kinerja sains
dalam kelas berbasis inkuiri.
Sejalan dengan penggunaan pendekatan inkuiri pada pembelajaran sains
dapat meningkatkan perkembangan intelektual mahasiswa, Tabin dan Capie
siswa dalam berpikir, yakni kemampuan berpikir proporsional, pengontrolan
variabel, probabilitas, korelasional, dan kombinatorial. Lima penalaran formal ini
dibagi dalam bentuk tiga kategori berupa kemampuan berpikir konkret,
transisional, dan penalaran formal. Hal ini diperkuat dengan studi awal yang
dilakukan pada mahasiswa pendidikan fisika angkatan 2010 dengan menggunakan
tes kemampuan berpikir logis (the test of logical thinking) yang dapat digunakan
untuk tujuan studi. Data yang diperoleh dari calon guru sebanyak 51 orang
mahasiswa dari dua kelas yang akan memprogramkan perkuliahan optika secara
garis besar terdiri 39% mahasiswa memiliki kemampuan berpikir konkret, 45%
mahasiswa memiliki kemampuan berpikir transisional, dan 16% mahasiswa
memiliki kemampuan berpikir formal. Selain itu dilakukan pula studi lapangan
berupa wawancara langsung pada dosen pengajar dan mahasiswa angkatan 2009
yang pernah mengikuti perkuliahan optika dan pelaksanaan praktikum optika di
laboratorium. Dari hasil wawancara menunjukkan bahwa pembelajaran yang
dilakukan menggunakan metode ekspositori dan konten materi optika tidak
seluruhnya tercakup pada perkuliahan yang disebabkan karena terbatasnya waktu.
Begitu pula dengan kegiatan praktikum optika tidak sempat terlaksana karena
keterbatasan ruangan dan waktu di laboratorium. Keterbatan ini disebabkan hanya
satu ruang laboratorium dan digunakan untuk melakukan praktek fisika dasar oleh
empat program studi, yakni: Prodi Fisika, Prodi Biologi, Prodi Kimia, dan Prodi
Matematika. Akibatnya praktek untuk matakuliah fisika lanjut dinyatakan tidak
dapat dilakukan.
Seorang pengajar yang menggunakan asesmen dalam pembelajaran yang
dilakukan di kelas ataupun di laboratorium cenderung akan semakin
meningkatkan hasil belajar itu sendiri. Hal ini, dikarenakan asesmen itu sendiri
bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang pembelajaran yang sedang
berlangsung. Setelah informasi diperoleh pengajar dapat memperbaiki kekurangan
yang dialami siswa dalam kelas ataupun dalam laboratorium, baik saat
pembelajaran berlangsung maupun pada pembelajaran berikutnya. Istilah asesmen
merujuk pada portofolio yang dikumpulkan dan disintesiskan oleh guru tentang
seperti melalui observasi dan dapat pula diperoleh secara formal seperti tugas
rumah, tes, dan laporan tertulis. Informasi yang diperoleh ini dapat bervariasi
seperti umpan balik informal dari pendidik (dosen) sampai laporan yang
ditugaskan oleh pendidik yang berasal dari serangkaian tes-tes terstandar. Cara
seperti ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Primo dan
Furtak (2007) bahwa penggunaan asesmen formatif informal dapat berhubungan
dengan kemampuan siswa dalam pembelajaran sains menggunakan pendekatan
inkuiri. Dari uraian ini asesmen diartikan sebagai proses pengumpulan informasi
tentang siswa dan kelas untuk maksud-maksud pengambilan keputusan
instruksional (Arends, 2012). Jadi asesmen merupakan komponen yang
terintegrasi dengan pengalaman belajar siswa.
Asesmen merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pembelajaran.
Pelaksanaannya bergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, asesmen
tidak dapat disiapkan dalam waktu singkat. Oleh sebab itu, seorang pengajar
hendaknya merancang asesmen secara sistematis dan terprogram. Beberapa hal
yang dipertimbangkan diantaranya: Bagaimana cara menilainya? Kapan
pelaksanaannya? Prosedur apa yang diperlukan? Apa yang perlu dipersiapkan
untuk mengases peserta didik? Semua kegiatan ini tentu memerlukan waktu yang
perlu direncanakan dengan cermat.
Asesmen yang dilakukan oleh seorang pengajar umumnya adalah asesmen
formatif dan asesmen sumatif baik dilaksanakan di kelas sebagai hasil belajar
maupun di laboratorium sebagai hasil kerja praktikum. Selain itu, masih banyak
aktivitas pembelajaran yang perlu diases untuk kemajuan peserta didik. Beberapa
jenis asesmen yang perlu dilakukan oleh seorang pengajar adalah asesmen: a)
diagnostik, b) informal, c) formatif, d) sumatif, dan e) screening (https://
www.georgiastandards.org, online). Apa yang hendak diukur dapat dipilih
berdasarkan jenis asesmen di atas. Prosedur yang diperlukan dapat berupa: a)
asesmen respon terbatas, b) asesmen kinerja, c) asesmen esai, dan d) asesmen
informal.
Asesmen yang selama ini banyak digunakan untuk mengases adalah fokus
diskrit, d) pengetahuan konten, e) apa yang pelajar tidak ketahui, dan f) oleh guru
sendiri (NRC,1996). Memasuki abad 21 ini, fokus asesmen mengalami perubahan
dengan mengases pada a) proses belajar, b) apa yang paling esensial, c)
pengetahuan, dan keterampilan, d) pemahaman dan penalaran, dalam area konten
dan lintas konten, e) apa yang dapat dipahami dan dilakukan, dan f) terlibat
dengan asesmen kerja mereka dan yang lain (Shute & Becker, 2010). Sejalan
dengan uraian ini, Rustaman (1995) dalam mengemukakan bahwa asesmen
pendidikan sedang diprioritaskan untuk membantu sistem evaluasi dan mencoba
mengungkap potensi siswa bukan hanya melalui belajar, melainkan juga melalui
proses pembelajaran. Rustaman (2004) juga menyatakan bahwa berdasarkan
filosofisnya asesmen lebih menekankan pada hasil dan proses belajar, berpihak
pada yang diases serta ditujukan untuk mengembangkan potensi individu yang
diases dan biasanya terkait pada pencapaian target kurikulum.
Saat ini asesmen yang dilakukan pada beberapa perkuliahan disesuaikan
dengan kebutuhan seperti asesmen formatif, asesmen sumatif, dan asesmen
kinerja. Asesmen ini dilakukan secara terpisah dari perkuliahan dan lebih
menekankan pada aspek kognitifnya. Namun, belum pernah dilakukan asesmen
yang terpadu dengan pembelajaran yang dikenal dengan embedded assessment.
Sehubungan dengan pelaksanaan asesmen saat pembelajaran yang diintegrasikan
dengan pembelajaran inkuiri, maka embedded assessment padanan dalam bahasa
Indonesia adalah asesmen terintegrasi pembelajaran inkuiri. Digunakannya
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri karena inkuiri mengacu pada cara-cara
yang beragam pada ilmuwan mempelajari alam dan mengusulkan penjelasan
berdasarkan bukti dari pekerjaan mereka. Inkuiri mengedepankan keterlibatan
aktif dalam pemikiran ilmiah dan investigasi dalam membangun pengetahun.
Selain itu inkuiri memiliki dua aspek penting berupa proses mencari tahu dan
produk dari pencarian (NRC, 1996). Jadi tujuan penggunaan pendekatan inkuri
dalam pembelajaran adalah untuk mengedepankan keterlibatan siswa secara aktif
dan untuk mengajar siswa bagaimana mereka bertanya. Dalam buku classroom
Assessment and the National Science Education Standards (NRC, 2001)
bersamaan dan bagian dari pembelajaran. Karena tidak ada asesmen tunggal yang
dapat mempertemukan semua tujuan asesmen atau informasi yang dibutuhkan
guru kelas, maka pelaksanaan asesmen terintegrasi yang menghendaki guru
mengases lebih dari satu tujuan dapat menggunakan sejumlah asesmen sesuai
kebutuhan itu sendiri.
Keunggulan penilaian dengan menggunakan asesmen terintegrasi adalah
kemajuan kompetensi yang dapat diukur pada calon guru melalui pemantauan.
Dengan kata lain asesmen yang dilakukan melalui pengukuran segera
menganalisis nilai mereka dan kemudian kembali fokus pada pembelajaran untuk
meluruskan kesalahpahaman bersama oleh sejumlah besar siswa di kelas (Shute &
Becker, 200). Melalui beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan sistem
embedded assessment, kinerja dipengaruhi oleh disiplin ilmu (Shaw &
Nagashima, 2009). Selain itu, penelitian yang bersifat embedded assessment yang
dilakukan oleh Miedijensky (2009) menyatakan bahwa penilaian yang dirancang
secara eksplisit dapat meningkatkan pembelajaran dalam matakuliah sains dan
merupakan alat yang ampuh bagi guru dan siswa dan memberikan kontribusi
untuk pembelajaran bermakna bagi kedua belah pihak.
Selain kebutuhan optika pada berbagai bidang, perilaku dari optika dalam
kehidupan sehari-hari juga nampak banyak. Beberapa fenomena diantaranya
dalam kehidupan seperti terjadinya fatamorgana, pelangi, penggunaan kacamata
bagi orang yang memiliki cacat mata seperti miopia, hiperopia, dan astigmatisme.
Dalam mempelajari optika diperlukan kompetensi kognitif untuk mengaplikasikan
prinsip-prinsip umum optika, melaksanakan praktikum untuk memprediksi
perilaku sifat sinar-sinar pembentuk bayangan, dan memiliki keterampilan
menyusun dan menggunakan alat praktikum saat praktikum pada perkuliahan
optika. Mengingat pentingnya proses pembelajaran, pengetahuan otentik dan
keterampilan yang harus dikuasai oleh calon guru fisika, maka diperlukan
perkuliahan optika dengan asesmen terintegrasi dalam pembelajaran untuk
memantau kemajuan kompetensi yang diperlukan.
Pengembangan asesmen terintegrasi pada perkuliahan optika bertujuan
berinkuiri bagi calon guru fisika selama mengikuti perkuliahan optika. Aspek
kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir yang didasarkan pada
taksonomi Bloom hasil revisi yang meliputi dimensi pengetahuan kognitif berupa
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Taksonomi Bloom
hasil revisi pada dimensi proses kognitif meliputi mengingat, memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan kreatif (Anderson &
Krathwohl, 2001). Aspek afektif meliputi menerima, menanggapi, menghargai,
konseptualisasi nilai (organisasi nilai), dan internalisasi nilai yang berhubungan
dengan karakteristik sikap yang tercermin pembelajaran atau pelaksanaan
praktikum (Tomei, 2005). Aspek kemampuan berinkuiri berhubungan aktivitas
mengamati, memanipulasi, menggeneralisasi, memverifikasi, mengaplikasi
(Wenning, 2011).
Pelaksanaan asesmen terintegrasi dalam penelitian ini digunakan beberapa
tingkatan pembelajaran berbasis inkuiri pada perkuliahan optika. Pendekatan
inkuiri yang dipilih adalah pada tingkatan demonstrasi interaktif (DemInter),
pembelajaran inkuiri (PemIkir), dan laboratorium inkuiri (LabIkir) (Wenning,
2011). Penggunaan pendekatan inkuiri ini lebih menanamkan pada aspek
pedagoginya yang dipantau melalui rubrik kemampuan berinkuiri.
B. Identifikasi Masalah
Studi lapangan yang telah dilakukan bagi calon guru angkatan 2009 dan
2010 Program Studi Pendidikan Fisika di salah satu LPTK di Kalimantan Timur
mengindikasikan bahwa pelaksanaan asesmen belum digunakan sebagaimana
mestinya, yaitu membantu calon guru untuk mencapai tujuan belajarnya sesuai
kompetensi perkuliahan. Asesmen yang dilakukan selama ini cenderung
diorientasikan sebagai evaluasi untuk membuktikan kemampuan kognitif. Dalam
fisika tiga kompetensi sangat baik ditingkatkan yakni kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Target kompetensi kognitif meliputi kemajuan intelektual dengan
klasifikasi pengetahuan dan proses kognitif. Target kompetensi afektif meliputi
Adapun target kompetensi psikomotorik meliputi kemampuan gerakan fisik,
koordinasi, dan penggunaan keterampilan motorik.
Desain asesmen dan evaluasi yang digunakan selama ini diperoleh
informasi awal bahwa: 1) kompetensi psikomotorik calon guru masih kurang,
seperti tidak terlaksananya praktikum optika atau pendekatan pembelajaran yang
digunakan dengan metode ekspositori, 2) kemampuan individu pada aspek afektif
masih kurang disebabkan pembelajaran yang dilakukan menggunakan metode
ekspositori, 3) kemampuan individu pada aspek kognitif masih rendah. Hal ini
terlihat pada sistem asesmen yang dilakukan masih terbatas pada UTS, UAS, dan
tugas-tugas pekerjaan rumah yang diberikan secara dadakan yang tidak terencana
dengan baik sesuai tujuan pembelajaran.
Penggunaan UTS, UAS, dan tugas-tugas bentuk pekerjaan rumah
(homework) pada ranah kognitif terkadang masih memperlihatkan kecurangan
beberapa calon guru. Sebagai contoh, pada pelaksanaan UAS di kelas, dosen
matakuliah yang tidak sempat melakukan pengawasan langsung, dilakukan oleh
panitia ujian yang ketegasannya masih perlu ditingkatkan. Hal ini terkadang
membiarkan beberapa calon guru bekerja sama dalam ujian. Begitu pula pada
tugas-tugas kognitif lebih cenderug dikerjakan oleh beberapa calon guru dan
difotocopy oleh teman-temannya. Pelaksanaan asesmen yang cukup bagus hanya
ada pada UTS karena diamati langsung oleh dosen sesuai jadwal perkuliahan.
Asesmen dan evaluasi melalui UTS, UAS, dan tugas-tugas kognitif bentuk
homework ini memperlihatkan bahwa aspek afektif dan aspek psikomotorik tidak
terlaksana secara maksimal sebagai salah satu kompetensi matakuliah.
Berdasarkan latar belakang dan dasar pemikiran tersebut, maka penulis
mencoba mengembangkan asesmen terintegrasi pembelajaran inkuiri dalam
perkuliahan optika. Pelaksanaan asesmen terintegrasi dimaksudkan agar dapat
memperbaiki pembelajaran melalui aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek
kemampuan berinkuiri calon guru fisika, khususnya pada topik yang terkait
optika.
Untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan kognitif calon guru
perkuliahan menggunakan pembelajaran inkuiri dengan pendekatan DemInter,
PemIkir, dan LabIkir. Tes ini dilakukan sebagai tes awal sebelum perkuliahan
dilakukan dan tes akhir setelah perkuliahan dilakukan secara keseluruhan. Selain
itu, calon guru ingin pula diketahui kemampuan berpikir logis yang dimiliki. Oleh
sebab itu, dilakukan pula tes awal dan tes akhir berpikir logis calon guru untuk
mengetahui adanya hubungan antara kemampuan kognitif dan berpikir logis yang
dimiliki setelah perkuliahan dengan pembelajaran inkuiri.
C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut. “Apakah asesmen terintegrasi pembelajaran inkuiri yang dikembangkan dapat memperbaiki kualitas pembelajaran berdasarkan aspek
kognitif, afektif, dan kemampuan berinkuiri pada perkuliahan optika calon guru
fisika?”
Rumusan masalah dioperasionalkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian
sebagai berikut.
1. Bagaimana karakteristik asesmen terintegrasi pembelajaran inkuiri yang
dikembangkan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran dan meningkatkan
penguasaan konsep optika calon guru fisika?
2. Bagaimana kualitas instrumen asesmen terintegrasi pembelajaran inkuiri yang
dikembangkan?
3. Apakah asesmen aspek kognitif yang terintegrasi pembelajaran inkuiri yang
dikembangkan memiliki peran memperbaiki proses perkuliahan optika?
4. Apakah asesmen aspek afektif yang terintegrasi pembelajaran inkuiri yang
dikembangkan memiliki peran memperbaiki proses perkuliahan optika?
5. Apakah asesmen aspek kemampuan berinkuiri yang terintegrasi pembelajaran
inkuiri yang dikembangkan memiliki peran memperbaiki proses perkuliahan
optika?
6. Bagaimana peningkatan penguasaan konsep optika calon guru fisika sebagai
efek pelaksanaan perkuliahan yang menggunakan model pembelajaran
7. Bagaimana perubahan penalaran logis calon guru fisika sebagai efek
pelaksanaan perkuliahan yang menggunakan pendekatan DemInter, PemIkir,
dan LabIkir?
D. Definisi Operasional
1. Asesmen terintegrasi pembelajaran inkuiri adalah asesmen yang dilakukan
saat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri. Adapun
tingkatan inkuiri yang digunakan saat pembelajaran adalah pendekatan
DemInter (demonstrasi interaktif), PemIkir (pembelajaran inkuiri), dan
LabIkir (laboratorium inkuiri) yang telah ditetapkan sebelumnya
berdasarkan tujuan pedagoginya.
2. Aspek kognitif terdiri dari dimensi pengetahuan (faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif) dan dimensi proses kognitif meliputi
(mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi,
dan kreatif) pada topik optika. Aspek kognitif ini berupa asesmen formatif
dengan alat ukur berupa instrumen soal bentuk esai.
3. Aspek afektif berhubungan dengan karakteristik sikap ilmiah yang
tercermin pembelajaran yang meliputi menerima, menanggapi,
menghargai, konseptualisasi nilai, dan internalisasi nilai. Aspek afektif
menggunakan instrumen dalam bentuk lembar observasi.
4. Aspek kemampuan berinkuiri berhubungan aktivitas fisik untuk
mengembangkan gerakan terampil berinkuiri berupa kemampuan
mengobservasi, memanipulasi, menggeneralisasi, memverifikasi, dan
mengaplikasi. Aspek kemampuan berinkuiri menggunakan instrumen
dalam bentuk rubrik yang disesuaikan dengan materi optika dan
pendekatan pembelajaran yang digunakan.
5. Penguasaan konsep berhubungan dengan kemampuan calon guru fisika
memahami konsep optika setelah perkuliahan yang terintegrasi
asesmen sumatif dengan alat ukur berupa instrumen soal bentuk pilihan
ganda.
6. Kemampuan penalaran logis berhubungan dengan kemampuan berpikir
logis yang dimiliki calon guru fisika berupa kemampuan berpikir; konkret,
transisional, dan formal. Untuk mengetahui kemampuan berpikir logis
calon guru menggunakan instrumen yang disusun oleh Tobin dan Capie
(1981).
7. Perkuliahan optika terkait dengan topik bahasan penerapan konsep-konsep
optika. Adapun konten materi penelitian disesuaikan dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar materi optika pada pendidikan
menengah pertama dan pendidikan menengah atas serta konten materi
perkuliahan optika yang meliputi: lensa tipis, kamera, mata manusia, lup,
mikroskop, teleskop, interferensi cahaya dua celah, difraksi celah tunggal,
dan kisi difraksi.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengembangkan asesmen
terintegrasi pembelajaran inkuiri yang dapat memberi peran untuk memperbaiki
pembelajaran berdasarkan aspek kognitif, afektif, dan kemampuan berinkuiri pada
perkuliahan optika calon guru fisika. Secara khusus penelitian ini juga ditunjukan
untuk mengetahui:
a. Penggunaan asesmen terintegrasi pembelajaran inkuiri pada perkuliahan
optika yang dapat memperbaiki pembelajaran bagi calon calon guru fisika.
b. Perbaikan pembelajaran melalui penguasaan aspek kognitif optika saat
mengikuti perkuliahan berdasarkan asesmen terintegrasi pembelajaran
inkuiri.
c. Kemampuan aspek afektif saat mengikuti perkuliahan berdasarkan
asesmen terintegrasi pembelajaran inkuiri.
d. Kemampuan aspek kemampuan berinkuiri calon guru fisika saat mengikuti
e. Penguasaan konsep calon guru fisika setelah perkuliahan berdasarkan
asesmen terintegrasi pembelajaran inkuiri.
f. Adanya perubahan penalaran logis yang dimiliki calon guru setelah
perkuliahan berdasarkan asesmen terintegrasi pembelajaran inkuiri.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah:
a. Memberikan salah satu alternatif pelaksanaan asesmen pada pembelajaran
fisika dalam perkuliahan optika sebagai upaya meningkatkan kompetensi
calon guru fisika berdasarkan asesmen terintegrasi pembelajaran inkuiri.
b. Memperoleh informasi dampak pengembangan asesmen terintegrasi
pembelajaran inkuiri pada mata kuliah optika yang meliputi dampak
instruksional serta reaksi para pemangku kepentingan dibidang
pendidikan.
c. Mengetahui keunggulan dan keterbatasan asesmen terintegrasi
pembelajaran inkuiri pada mata kuliah optika bagi calon guru fisika.
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah:
a. Bagi mahasiswa calon guru penelitian ini diharapkan dapat membantu
mengembangkan penilaian dan mampu membuat rencana pembelajaran
asesmen terintegrasi pembelajaran inkuiri.
b. Bagi LPTK penelitian ini diharapkan memberikan suatu kerangka
pemikiran dalam rangka perbaikan pendidikan dan meningkatkan mutu
guru fisika dalam menggunakan asesmen terintegrasi pembelajaran inkuiri
di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), khususnya dalam
penguasaan materi optika serta cara merancang pembelajaran optika bagi
c. Bagi peneliti lain penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan
dalam mengembangkan asesmen terintegrasi terutama dalam pembelajaran