• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAKAN MURTAHIN DI DESA KARANGANKIDUL KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAKAN MURTAHIN DI DESA KARANGANKIDUL KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAKAN

MURTAHIN DI DESA KARANGANKIDUL KECAMATAN

BENJENG KABUPATEN GRESIK

SKRIPSI

Oleh:

Rizky Ardiansyah

NIM. C32211122

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari

’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Islam (Muamalah)

(2)

PERSETUruAN PEMBIMBING

Skripsi yang ditulis oleh Rizki Ardiansyah NIM.

c322llt22

ini

disetujui rmtuk dimunaqasahkan.

Surabaya,

0l

Juli 2015

telah diperilaa dan

ilr

(3)

PENGESAIIAN

Skripsi

yang

ditulis

oleh

Rizki

Ardiansyah

NIM. C322lrl22

ini

telah

dipertahankan di depan sidang Majelis Munaqasah Slaipsi Fakultas Syari'ah dan

Hukum UIN Sunan Ampel pada har:i Rabu, tanggal 12 Agustus 2015, tlan dapat

ditcrima scbagai salah satu pcrsyaratan untuk mcnyclcsaikan program sar-iana

strata satu dalam IImu Syari'ah.

Majelis Munaqasah Skipsi:

NIP. 1 9630609 1 992032001 Sekretaris

, \rr

,

fr4'll

tl

irw;

usmiati- SH. MM

Dr. Mugiyati. S.Ae.

NrP. I 97 1 02261997 $2401

Dr. Fah

NrP. r 97209062007 1 0 1 003

Surabaya, 18 Agustus 2015

Mcngcsahkan,

Fakultas Syari'ah dan Hukum am Ncgcri Sunan Ampcl Kstua,

NIP. 197 I 2l 2007 10 100 I

(4)

Nama

NIM

Fakult asi.Iunisan/Prodi Judul Skrip:;i

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Rizki Ardiansyah c322tt12s

Syari' ah dan Hukur/H ukum pertlat a Is lam/Muamalah Tinjauan Ifukurn Islarn Terhadap I'indak ar, Murtahin di Desa Karangankidul Kecarnatan Bcnjeng Kabupaten Gresik

menyatailan bahlva skripsi ini secara keseluruhan adalah hasii penelitian/karya saya

sendiri, kecr"iaii pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Suiabai,'a, 0 i Juli 2015

Saya yang inenyatakan,

MElr--Q6fi1 1,a,y

rl_E_.l*4P+, 'E:.,

27618ADFA54973077

,6000

ilizki A'r1ians-rrah

(5)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindakan Murtahin

di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik”. Dan pertanyaan

inti yang akan dijawab adalah: Bagaimana tindakan murtahin di Desa

Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik? Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tindakan murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik?

Skripsi ini merupakan hasil penelitiam lapangan (field research) di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara (interview) dan dokumentasi. Selanjutnya data yang dikumpulkan disusun dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis.

Dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa: Pertama, Praktik tindakan murtahin di Desa karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik, menggunakan akad gadai (rahn) dan dilakukan oleh perorangan bukan lembaga. Murtahin dan ra>hin yang melakukan pejanjian akad gadai dengan menyerahkan barang jaminan dan batas jatuh tempo pelunasan. Pada saat jatuh tempo ternyata ra>hin tidak bisa melunasi hutangnya, maka jalan satu-satunya adalah dengan menjual barang jaminan itu sebagai pelunasan hutang. Kelebihan dari hasil penjualan barang jaminan tidak diberikan kepada ra>hin, melainkan murtahin mengambil semua kelebihan tersebut.

Kedua, Ditinjau secara hukum Islam dapat disimpulkan bahwa praktik tindakan murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik tidak dibolehkan, karena kelebihan harga barang jaminan tersebut milik ra>hin jika kelebihan harga itu tidak diberikan kepada ra>hin berarti kelebihan tersebut termasuk tambahan dari hutang ra>hin dan setiap hutang yang menarik manfaat adalah riba. Tindakan murtahin tersebut sama juga dengan mengambil harta dengan jalan yang batil.

(6)

x DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 6

C.Rumusan Masalah ... 7

D.Kajian Pustaka ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10

G.Definisi Operasional ... 11

H.Metode Penelitian ... 11

I. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM A.Pengertian Gadai ... 19

B.Dasar Hukum Gadai ... 21

C.Rukun dan Syarat Gadai ... 25

D.Hak dan Kewajiban Ra>hin dan Murtahin ... 29

E. Status Barang Gadai ... 31

F. Penyelesaian Gadai ... 31

(7)

BAB III TINDAKAN MURTAHIN DI DESA KARANGANKIDUL KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

1. Letak geografis ... 37

2. Kondisi sosial agama ... 39

3. Kondisi pendidikan ... 40

4. Kondisi sosial ekonomi ... 41

B.P Tindakan Murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik ... 42

1. Latar belakang terjadinya gadai ... 42

2. Proses tindakan murtahin ... 43

C.Faktor dan Dampak atas Tindakan Murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik... 49

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAKAN MURTAHIN DI DESA KARANGANKIDUL KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK A.Akad Gadai ... 52

B.Tindakan Murtahin ... 57

1. Tidak memberikan waktu tenggang ... 59

2. Tidak memberikan sisa hasil penjualan barang jaminan ... 63

C.Pemeliharaan Barang Gadai ... 69

D.Respon Ra>hin atas Tindakan Murtahin ... 73

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 77

B.Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya zaman yang semakin modern, manusia

dituntut agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berbagai cara.

Tuntutan tersebut membuat manusia berfikir bagaimana agar kebutuhannya

terpenuhi dengan kemampuan mereka sendiri. Namun, dengan penghasilan

yang mereka dapatkan belum tentu bisa memenuhi segala kebutuhan

hidupnya. Keadaan yang seperti inilah manusia merasakan bantuan dari orang

lain, karena manusia diciptakan Allah sebagai mahluk sosial, yaitu mahluk

yang berkodrat hidup dalam masyarakat.

Setiap manusia hidup bermasyarakat, saling tolong-menolong dalam

menghadapi berbagai macam persoalan untuk menutupi kebutuhan antara

yang satu dengan yang lain.1 Islam adalah agama yang memberi pedoman

hidup kepada manusia secara menyeluruh, meliputi segala aspek kehidupannya

seperti akidah, ibadah, akhlak, dan sosial untuk mencapai kebahagian hidup

rohani dan jasmani.2 Bentuk dari saling tolong menolong ini bisa berupa

pemberian atau pinjaman.

1 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), 31.

2 Suparman Usman, Hukum Islam, (Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam Dalam Tata

(9)

2

Pinjaman dalam Islam adalah menjaga kepentingan kreditur dan jangan

sampai ada pihak yang merasa dirugikan. Oleh sebab itu, ia dibolehkan

meminta barang dari debitur sebagai jaminan hutangnya. Sehingga apabila

debitur tidak sanggup membayar hutangnya maka, barang jaminan tersebut

boleh dijual. Konsep tersebut dalam fiqih Islam dikenal sebagai istilah rahn

atau “gadai”.3 Dalam Fiqih Sunnah, kata rahn adalah “tetap” dan “lestari”

seperti juga dinamai al- habsu artinya “penahanan” seperti dikatakan: ni’mat

al-rahi>na artinya “karunia yang tetap dan lestari”.4

Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, al-rahn adalah menahan salah

satu harta milik peminjam yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut

memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh

jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.

Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan

hutang atau gadai.5

Dasar hukum tentang kebolehan gadai adalah al-Quran surat al-Baqarah

ayat: 283                      

Artinya;“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian

3 Mohammad Sholikul Hadi, pegadaian syariah, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003),1-3. 4 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung : PT. Al-Ma’arif, Cet. I, 1987),150.

5 Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gemainsani,

(10)

3

kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)”.6 (Q>S. al-Baqarah: 283)

Al-Quran surat al-Baqarah ayat 283 telah menjelaskan bahwa gadai pada

hakikatnya merupakan salah satu bentuk dari konsep muamalah dimana sikap

saling tolong-menolog dan sikap amanah sangat ditonjolkan. Banyak kegiatan

muamalah di daerah pedesaan dilakukan sekedar yang mereka ketahui yaitu

dari kebiasaan yang mereka kerjakan, dan belum tentu kegiatan yang mereka

kerjakan benar menurut syariat agama Islam. Dari pengamatan pertama

dilapangan kegiatan gadai di masyarakat dilakukan dengan cara yang cukup

sederhana yaitu hannya cukup dengan sebuah kepercayaan tanpa adanya bukti

atau saksi bahwa mereka telah melakukan perjanjian.

Dalam gadai apabila ra>hin ini tidak bisa melunasi hutangnya dalam

waktu tempo yang ditentukan, maka barang yang menjadi jaminan hutang

tersebut harus dijual sebagai pelunasan hutang ra>hin. Pada zaman jahiliyah

apabila telah jatuh tempo pembayaran hutang dan orang yang menggadaikan

belum melunasi hutangnya kepada pihak yang berpiutang, maka pihak yang

berpiutang menyita barang gadai secara langsung tanpa izin orang yang

menggadaikannya. Lalu Islam membatalkan cara yang kurang manusiawi ini

dan menjelaskan bahwa barang gadai itu adalah amanat pemiliknya ditangan

pihak yang berpiutang. Jadi tidak boleh memaksa orang yang

6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro,

(11)

4

menggadaikannya menjual barang gadai kecuali dalam keadaan tidak mampu

melunasi hutang tesebut.7

Bila tidak mampu melunasi saat jatuh tempo, maka barang gadai dijual

untuk membayar pelunasan hutang. Apabila ada sisanya maka sisa tersebut

menjadi hak pemilik barang gadai (orang yang menggadaikan barang).

Sebaliknya, bila harga barang tersebut belum dapat melunasi hutangnya, maka

orang yang menggadaikannya masih menanggung sisa hutangnya.

Deskripsi di atas terjadi di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng

Kabupaten Gresik. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa setempat

menggadaikan barangnya, jika ada keperluan mendesak yang membutuhkan

dana. Proses gadai tesebut dilakukan sangat sederhana yaitu, dengan

datangnya ra>hin yang akan menggadaikan barangnya kepada murtahin.

Setelah itu mereka melakukan transaksi gadai dengan waktu pengembalian

uang jaminan yang ditentukan. Pada saat jatuh tempo ternyata ra>hin tidak

mampu membayar hutangnya, oleh karena itu murtahin menjual barang

jaminan sebagai pelunasan hutang ra>hin. Namun hasil penjualan barang

jaminan lebih besar dari jumlah hutang ra>hin, sedangkan sisanya tidak

dikembalikan kepada ra>hin.

Masalah ini terjadi lantaran ra>hin hanya bermodal kepercayaan kepada

murtahin tanpa meminta bukti atau saksi kalau mereka melakukan perjanjian.

Rahin yang hanya mengetahui bahwasannya orang yang menggadaikan barang

dan tidak mampu melunasi hutangnya, maka barang jaminan tersebut

7Abu Al Maira,”Huk Gadai Dalam Islam” dalam http:// Hukum Gadai _ Agunan Dalam Islam

(12)

5

langsung otomatis menjadi hak murtahin. Padahal sesunguhnya barang

jaminan tersebut masih menjadi hak ra>hin.

Bila ra>hin tidak mampu membayar hutangnya hingga pada waktu yang

telah ditentukan, kemudian ra>hin menjual barang jaminan dengan tidak

memberikan kelebihan harga barang jaminan kepada ra>hin, maka di sini telah

berlaku riba.8 Karena kelebihan harga barang jaminan tersebut milik ra>hin jika

kelebihan harga itu tidak diberikan kepada ra>hin berarti kelebihan tersebut

termasuk tambahan dari hutang ra>hin dan setiap hutang yang menarik manfaat

adalah riba. Rasulullah SAW bersabda:

َةماسأ ىأ نب ثراحا اورُ ًابِر َوُهَ ف ًةَعَف َم رَج ٍضْرَ ق لُك

Artinya:“Setiap utang yang menarik manfaat adalah termasuk riba” (HR. Harits bin Abi Usamah).9

Pada dasarnya menjual barang jaminan itu boleh karena untuk melunasi

hutang yang belum dibayar ra>hin. Barang jaminan haruslah barang yang secara

syar’i boleh dan sah dijual. Karenanya tidak boleh menjual minuma keras, babi

dan sebagainnya. Harta hasil curian tidak boleh dijadikan jaminan, begitu juga

harta yang bukan dan belum menjadi milik ra>hin. Para ulama fiqih sepakat

mensyaratkan barang jaminan sebagaimana persyaratan barang dalam jual

beli, sehingga barang tersebut dapat dijual untuk memenuhi hak murtahin.10

Berdasarkan latar belakang inilah penulis bermaksud untuk melakukan

penelitian dengan judul ”Tinjauan Hukum Islam tehadap Tindakan Murtahin

di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik”.

8 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 111. 9 Ibid.,108.

(13)

6

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun di atas maka dapat

ditarik beberapa permasalahan yang timbul dalam penelitian yang

berkaitan dengan judul penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Praktik penjualan barang jaminan di Desa Karangankidul Kecamatan

Benjeng Kabupaten Gresik.

b. Tindakan murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng

Kabupaten Gresik.

c. Tinjauan hukum Islam terhadap tindakan murtahin di Desa

Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik.

d. Dampak tindakan murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan

Benjeng Kabupaten Gresik.

e. Faktor tindakan murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng

Kabupaten Gresik.

f. Adanya tambahan hutang ra>hin.

g. Cara pelunasan hutang ra>hin kepada murtahin.

2. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas, maka penulis membatasi pada dua

permasalahan inti sebagai berikut :

a. Tindakan murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng

(14)

7

b. Tinjauan hukum Islam terhadap tindakan murtahin di Desa

Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik.

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka

terdapat dua rumusan masalah, yaitu;

1. Bagaimana tindakan murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan

Benjeng Kabupaten Gresik?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tindakan murtahin di Desa

Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian

yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan.11 Dalam penulisan skripsi ini belum diketemukan penulisan

yang mengkaji secara spesifik tentang tinjauan hukum Islam terhadap

tindakan murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten

Gresik.

Setelah menelusuri melalui kajian pustaka penulis menemukan sebuah

Skripsi yang ditulis oleh Mohamad Shoffa dengan judul : “Tinjauaan Hukum

Islam terhadap Uang Kelebihan Penjualan Barang Jaminan di Perum

11 Tim Penyusun Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan

(15)

8

Pegadaian Cabang Sidoarjo”, tahun 2008. Skripsi iu membahas tentang sisa

uang kelebihan hasil pelelangan barang jaminan yang tidak diambil oleh

nasabah yang ditinjau dari hukum Islam. Hasil penelitian mengemukakan

bahwa uang kelebihan itu adalah uang sewa, yang hal ini jelas mengandung

riba, karena menarik uang tambahan dari uang pokok pinjaman, maka hal ini

diharamkan dalam hukum Islam.12

Kemudian skripsi dengan judul “ Prosedur Pelelangan Barang Gadai Di

Pegadaian Syariah Cabang Blauran Kota Surabaya ( Menurt Fatwa DSN No.

25 Tahun 2002)”, tahun 2012, yang ditulis oleh Taufik Hussholeh,

menjelaskan tentang analisis prosedur pelelangan barang gadai berupa emas

pada pegadaian syariah cabang blauran, dengan memandang dari segi hukum

menurut Fatwa DSN no.25 Tahun 2002. Hasil penelitian ini menjelaskan

prosedur pelelangan barang gadai ini sudah sesuai dengan butir-butir fatwa

DSN no.25 tahun 2002. Sehingga prosedur pelelangan barang gadai ini

praktik dan syarat-syaratnya sesuai dengan fatwa DSN no.25 Tahun 2002.13

Selanjunya skripsi yang dibahas oleh Lina Ayu Hapsari dengan judul

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Gadai Barang di Desa Bebekan

Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo”, tahun 2014. Skripsi ini menjelaskan

bahwa tidak ada kejelasan waktu dalam sistem gadai dan murtahin meminta

bunga dari pinjamannya. Juga memanfaatkan barang jaminan tanpa

12 Mohamad Shoffa, “Tinjauaan Hukum Islam terhadap uang kelebihan penjualan barang jaminan

diPerum Pegdaian cabang Jombang”, (Skripsi--Surabaya, IAIN Sunan Ampel), 2008.

13 Taufik Hussholeh, “Prosedur Pelelangan barang gadai di Pegadaian Syariah cabang Blauran

(16)

9

memperdulikan kerusakan barang jaminan tersebut. Hasil penelitian ini

menjelaskan bahwa sistem gadai yang terjadi di Desa Bebekan Kecamatan

Taman Kabupaten Sidoarjo, tidak sesuai dengan hukum Islam. Praktik gadai

tersebut dilihat dari ma’qud alaih (barang yang digadaikan), tidak sesuai

dengan hukum Islam, yaitu barang gadai tersebut berupa hutang. Seperti

halnya dalam syarat gadai bahwa barang gadai tidak boleh ada tanggungan

dengan pihak lain atau milik sempurna.14

Selanjutnya skripsi yang dibahas oleh Heny Rahmawati dengan judul

“Perspektif Hukum Islam Terhadap Gadai Ganda Kendaraan Bermotor Di

Kelurahan Pagesangan Kecamatan Jambangan Kabupaten Surabaya”, tahun

2014. Skripsi ini menjelaskan praktik peralihan pinjaman dari murtahin I ke

murtahin II dengan nilai yang lebih besar. Hasil penelitian ini menurut hukum

Islam terhadap gadai ganda yang terjadi di kelurahan Pagesangan kecamatan

Jambangan Surabaya hukumnya haram karena tidak sesuai dengan syarat dan

rukun gadai dalam hukum Islam.15

Di sini jelas terdapat perbedaan pada skripsi yang dikaji oleh penulis.

Dalam skripsi yang ditulis oleh Mohamad Shoffa, murtahin telah

memberitahukan sisa kelebihan uang hasil penjualan barang jaminan tetapi

rahin tidak mengambil uang sisa tersebut. Sedangkan dalam skripsi ini

murtahin tidak memberitahukan dan mengambil sisa uang hasil penjualan

14 Lina Ayu Hapsari, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Gadai Barang di Desa Bebekan

Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo”, (Skripsi--Surabaya, UIN Sunan Ampel), 2014.

15 Heny Rahmawati, “Perspektif Hukum Islam Terhadap Gadai Ganda Kendaraan Bermotor Di

(17)

10

barang jaminan. Selain itu, perbedaanya juga terlihat dari cara transaksi dan

tempat pelaksanaanya yang berbeda yaitu di Desa Karangankidul Kecamatan

Benjeng Kabupaten Gresik yang dilakukan oleh perorangan. Jadi jelas, skripsi

ini berbeda dengan skripsi yang lain.

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka

penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui tindakan murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan

Benjeng Kabupaten Gresik.

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap tindakan murtahin di

Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik.

F. Kegunaan Penelitian

Dari kegunaan penelitian ini secara garis besar dapat berupa:

1. Kegunaan teoritis, diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu

pengetahuan atau menambah wawasan pengetahuan yang berkaitan

dengan tindakan murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng

Kabupaten Gresik.

2. Secara praktis, diharapkan ada gerakan perubahan dalam tindakan

murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik

(18)

11

G. Definisi Operasional

Berapa istilah kunci yang ada dalam judul skripsi ini, untuk

memperjelas dan memperoleh gambaran kongkrit tentang arah dan tujuan

yang terkandung dalam konsep penelitian ini:

1. Hukum Islam : Ketentuan hukum yang bersumber dari al-Quran

dan Hadits serta pendapat fuqaha’ yang

mengatur tentang gadai atau jaminan yang

dijadikan pedoman bagi kehidupan masyarakat.

2. Tindakan murtahin : Perilaku murtahin (orang yang menerima barang

gadai) yang tidak memberikan sisa hasil

penjualan barang jaminan kepada ra>hin.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu konsep tentang metode

penelitian, yaitu metode ilmiah yang tersusun secara sistematis yang

diharapkan dapat menjelaskan dan menjawab suatu masalah yang dihadapi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian lapangan (field

research) yakni penelitian yang dilakukan dalam kehidupan sebenarnya16

terhadap tindakan murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng

Kabupaten Gresik yang bermaksud mempelajari secara intensif tentang

(19)

12

latar belakang keadaan sekarang dan interaksi suatu sosial, individu,

kelompok, lembaga, dan masyarakat.17

Selain itu, jenis penelitian dalam skripsi ini juga menggunakan

penelitian pustaka (library research) yaitu penelitian yang dilakukan

berdasarkan karya tertulis yang merupakan sumber literatur yang

berhubungan dengan penelitian skripsi ini.

2. Sumber data

Sumber data adalah subyek darimana data itu diperoleh atau

darimana sumbernya. Sumber data yang penyusun gunakan untuk

dijadikan pedoman dalam literatur ini agar bisa mendapatkan data yang

akurat terkait tindakan murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan

Benjeng Kabupaten Gresik. Meliputi data primer dan sekunder yaitu:

a. Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung dari

sumbernya. Dalam penelitian ini sumbernya adalah data utama yang

berkaitan langsung dengan obyek yang dikaji, yaitu tindakan

murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten

Gresik. Sumber data primer dalam penelitian ini, meliputi:

1) Bapak Hidayat adalah sebagai murtahin atau pihak yang

menerima barang gadai di Desa Karangankidul Kecamatan

Benjeng Kabupaten Gresik.

17 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi

(20)

13

2) Bapak Ropi’i adalah sebagai ra>hin yaitu pihak yang

menggadaikan barang di Desa Karangankidul Kecamatan

Benjeng Kabupaten Gresik.\

3) Bapak Rohim adalah sebagai ra>hin 1

4) Bapak Taufik adalah sebagai ra>hin 2

5) Bapak Kasbun adalah sebagai ra>hin 3

b. Sumber sekunder

Data sekunder adalah data yang memberi penjelasan terhadap

data primer. Data tersebut sebagian besar merupakan literatur yang

terkait dengan konsep hukum Islam dan data ini bersumber dari

buku-buku dan catatan atau dokumen tentang apa saja yang berhubungan

dengan masalah dalam penelitian.

1) Ghufron A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual.

2) Syafe’i Rahmat, Fiqih Muamalah

3) Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah

4) Antonio Muhammad Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik

5) Suparman Usman, Hukum Islam ( Asas-asas dan Pengantar Studi

Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia )

6) Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah

7) Dan buku-buku lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk mendapatkan data yang valid penulis menggunakan beberapa

(21)

14

a. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara terjun langsung dan mengamati (melihat, mendengar,

dan merasakan secara langsung).18 Teknik ini digunakan untuk

mengamati tindakan murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan

Benjeng Kabupaten Gresik.

b. Teknik interview (wawancara)

Metode interview atau wawancara adalah suatu percakapan

yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan proses

tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan

secara fisik.19 Adapun wawancara yang dilakukan terkait dengan

penelitian ini adalah:

1) Ra>hin (orang yang menggadaikan barang).

2) Murtahin (orang yang menerima barang gadaian) .

c. Dokumentasi

Untuk melengkapi data penelitian ini, peneliti akan melakukan

pengumpulan data dengan metode dokumenter, yakni teknik mencari

data berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

notulen rapat, agenda dan sebagainya.20 Dalam studi ini penyusun

mencari dan mempelajari beberapa dokumentasi yang berkaitan

dengan penelitian ini.

18Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Cetakan ke-12, (Bandung:

Alfabeta, 2012), 145.

(22)

15

4. Teknik pengolahan data

Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data

ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau

rumus-rumus tertentu.21 Tahapan penelitian ini meliputi:

a. Organizing

Organizing adalah langkah menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dalam kerangka paparan yang telah direncanakan

sebelumnya untuk memperoleh bukti-bukti dan gambaran secara jelas

tentang tindakan murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan

Benjeng Kabupaten Gresik.

b. Editing

Editing adalah pengecekan atau pengkoreksian data yang

dikumpulkan.22 Adapun teknik pengolahan data editing dalam

penelitian ini yaitu memeriksa kembali secara cermat dari segi

kelengkapan, keterbatasan, kejelasan makna, kesesuaian satu sama

lain, relevansi dan keseragaman data tentang tindakan murtahin di

Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik.

c. Analizing

Analizing adalah lanjutan terhadap klasifikasi data, sehingga

diperoleh kesimpulan mengenai tindakan murtahin di Desa

Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik.

21 M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2002), 89.

(23)

16

5. Teknik analisis data

Analisis data, yaitu proses penyederhanaan data ke bentuk yang

lebih mudah dibaca dan interpretasikan.23 Penyusun melakukan analisis

data pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai

pengumpulan data dan dalam periode tertentu analisis data tersebut

menggunakan metode kualitatif, yakni mencari nilai-nilai dari suatu

variabel yang tidak dapat diutarakan dalam bentuk angka-angka, tetapi

dalam bentuk kategori-kategori.24

Setelah penulis melakukan penelitian dengan mengumpulkan data

secara sistematis dan factual, kemudian penulis menganalisisnya dengan

menggunakan metode diskriptif analisis yaitu mengumpulkan data

tentang tindakan Murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Bejeng

Kabupaten Gresik yang disertai analisis untuk diambil kesimpulan.

Penulis mengguanakan metode ini karena ingin memaparkan, menjelaskan

dan menguraikan data yang terkumpul kemudian disusun dan dianalisis

untuk diambil kesimpulan.

Pola pikir yang dipakai adalah induktif. Induktif merupakan pola

pikir yang digunakan untuk mengemukakan fakta-fakta atau kenyataan

dari hasil penelitian yang ada, kemudian diteliti sehingga ditemukan

pemahaman mengenai tindakan murtahin di Desa Karangankidul

23 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES, 1989), 263. 24 Koenjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat,Cet ke 9 (Jakarta: Pengadilan Tinggi.

(24)

17

Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik, kemudian dianalisis secara umum

menurut hukum Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam pembahasan dan pemahaman terhadap

permasalahan yang diangkat, penyusun membagi menjadi 5 bab yang terdiri

dari sub bab yang saling berhubungan dan disusun secara sistematis sesuai

tata urutan dari pembahasan masalah yang ada.

Bab pertama, berisi pendahuluan yang memuat tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil

penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua, merupakan landasan teori yang berkaitan dengan studi ini,

yaitu tentang konsep gadai (rahn) yang terdiri atas pengertian gadai, dasar

hukum, rukun dan syarat-syarat gadai, hak dan kewajiban (ra>hin dan

murtahin), status barang gadai, penyelesaian gadai dan pemeliharaan barang

gadai.

Bab ketiga, Gambaran Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng

Kabupaten Gresik , dengan menjelaskan sedikit tentang keadaan umum lokasi

penelitian di Desa Karangankidul, baik letak goegrafis, keadaan sosial

keagamaan, pendidikan dan ekonomi. Serta gambaran tentang tindakan,

(25)

18

Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik. Uraian ini sekaligus menjawab

rumusan masalah yang pertama.

Bab empat, merupakan pembahasan analisa tentang praktik tindakan

murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik yang

meliputi analisis akad gadai, tindakan murtahin, pemeliharaan barang gadai

dan respon ra>hin atas tindakan murtahin. Uraian ini sekaligus menjawab

rumusan masalah kedua.

Bab kelima, bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan

(26)

19 BAB II

GADAI DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Gadai

Dalam fiqih muamalah, perjanjian gadai disebut rahn. Istilah rahn

secara bahasa berarti “menahan”, maksudnya adalah “menahan sesuatu untuk

dijadikan sebagai jaminan utang”.1 Pengertian al-rahn dalam bahasa arab

adalah al-thubu>t wa al-dawa>m, yang berarti “tetap”dan “kekal”, seperti dalam

kalimat ma>un ra>hin, yang berarti “air yang tenang”.2 Menurut bahasanya rahn

adalah “tetap” dan “lestari”, seperti juga dinamai al-habsu, artinya

“penahanan”. Seperti dikatakan ni’mat al-rahi<nah, artinya karunia yang tetap

dan lestari.3 Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat al-Mudatsir ayat 38:

  

  

Artinya:“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”(QS. al-Mudaththir : 38)4

Secara etimologis, kata al-rahn berarti tetap, kekal, dan jaminan. Akad

al-rahn dalam istilah hukm positif disebut dengan barang jaminan, agunan,

dan rungguhan. Dalam Islam al-rahn merupakan sarana saling tolong

menolong bagi umat Islam tanpa adanya imbalan jasa. Sebagaimana terdapat

dalam firman Allah SWT surat al-Ma>idah ayat 5:

1 Burhanuddin S, Fiqh Muamalah Pengantar Kuliah Ekonomi Islam, (Yogyakarta: The Syariah

Institute, 2009), 175.

2 Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatahu, jilid 4, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2002), 4204. 3 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Bandung : PT. Al-Ma’arif, Cet. I, 1987),150.

4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro,

(27)

20                         

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah SWT, sesungguhnya Allah SWT amat berat siksa-Nya”. (QS. al-Ma>idah : 2)5

Secara terminologis, ada beberapa definisi al-rahn yang dikemukakan

para ulama fiqih. Ulama Syafi’iyah mendefinisikan sebagai berikut :

ٍنْيَدِب ًةَقْ يِثَو ٍَْْع ُلْعَج

ِِئاَفَو ِرُذَعَ ت َدِْع َاهِْم ِى ْوَ تْسَي

Artinya : “Menjadikan suatu barang yang bisa dijual sebagai jaminan utang dipenuhi dari harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utanganya”.6

Ulama Hanabillah mendefinisikan sebagai berikut:

ُْي ىِذلاَو ُلاَما

وَتْسَيِل ِنْيدلااِب ًةَقْ يِثَو ُلَع

ِى

ْسا َرذَعَ ت ْنَأ َََِِ ْنِم

َُلَوُ ْن ِِ ُُؤِفْيَ ت

Artinya : “Suatu benda yang dijadikan kepercayaan suatu utang, untuk dipenuhi dari harganya. Bila yang yang berutang tidak sanggup membayar utangnya”.7

Sedangkan, ulama Malikiyah mendefinisikan sebagai berikut :

َوَ ت ِِكِل اَم ْنِمُدَخْؤُ ي ٌلوَمَتُم ٌئْيَش

ا

ٍنْيَد ِى ِِب اًقُ ث

ٍمِزَا

Artinya : “Sesuatu yang bernilai harta (mutamawwal) yang diambil dari pemiliknya untuk dijadikan pengikat atas utang yang tetap (mengikat)”.8

Dari beberapa definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa pada

dasarnya tidak ada perbedaan prinsip diantara para ulama dalam mengartikan

gadai atau rahn. Definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa gadai

atau rahn adalah menjamin hutang dengan barang yang memungkinkan

hutang itu bisa dibayar dengannya, atau dari hasil penjualannya.Rahn pada

5 Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya..., 156.

(28)

21

prinsipnya merupakan suatu kegiatan utang piutang yang murni berfungsi

sosial, sehingga dalam buku fiqih muamalah akad ini merupakan akad

tabarru’ atau akad derma yang tidak mewajibkan imbalan.

Gadai menurut Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150, adalah

“suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak,

yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas

namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada yang berpiutang itu

untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari

pada orang-orang berpiutang lainnya dengan pengecualian biaya untuk

melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk

menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus

didahulukan”.9 Pemilik barang yang berhutang disebut ra>hin (yang

menggadaikan) dan yang menghutangkan, yang mengambil barang tersebut

serta mengikatnya di bawah kekuasaannya disebut murtahin. Serta untuk

sebutan barang yang digadaikan adalah rahn (gadaian).10

B. Dasar Hukum Gadai

Dasar hukum yang menjadi landasan gadai syariah adalah ayat ayat

al-Quran, Hadis Nabi Muhammad SAW, ijma’ ulama, dan fatwa MUI. Adapun

dasar hukum tentang kebolehan gadai sebagai berikut:

1. Dasar hukum al-Quran

Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 283:

(29)

22                                             

Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.11 (QS. al-Baqarah: 283)

2. Dasar hukum al-sunnah

a. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim,

يِدُهَ ي ْنِم ًاماَعَط ىَرَ تْشِا ملَسَو ِْيَلَع للا ىلَص ِِلا نَأ اَهْ َع للا يِضَر َةَشِئَاع ْنَع

ٍدْيِدَح ْنِم اًعْرِد َََُرَو ٍلَجَأ ََِإ

Artinya:“Dari Aisyah r.a. menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi, dan dia menggadaikan baju besinya”12. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

b. Dalam riwayat al-Bukhari, Nabi SAW bersabda:

ْنَع

ِِ لا َنََر ْدَقلَو : َلاَق َُْع للا يِضَر ٍسَنَأ

ِةَْ يِدَمْل اِب َُل اًعْرِدملَسَو ِْيَلَع ُللا ىلَص

ًرْ يِعَش ُِْم َدَخَأَو يدُهَ ي َدِْع

ِِلَْْا

Artinya: “Anas r.a. berkata, Rasulallah menggadaikan baju besinya kepada seorang yahudi di madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau”.13 (HR. al-Bukhari)

c. Dalam riwayat Syafi’i dan Daruqutni, Nabi SAW bersabda:

ُنْرلا ُقَلْغُ يَا : َلاَق ْمّلَسَو ِْيَلَع ُللا ىلَص ِِِلا ِنَعَةرْيَرُ ِِأ ْنَع

ىِذلا ِِبِح اَص ْنِم

ِْيَلَعَو ُُمََغ َُل َََُر

ُُمْرِغ

11 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya..., 71.

(30)

23

Artinya: “Abu Hurairah r.a berkata bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan tanggung jawabnyalah bila ada kerugian”.14 (HR. Syafi’i dan

Daruqutni)

Dari landasan al-quran di atas telah menjelaskan bahwa gadai

pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk dari konsep muamalah

dimana sikap saling tolong-menolog dan sikap amanah sangat

ditonjolkan. Dan dari hadis di atas dapat dipahami juga bahwa

bermuamalah dibenarkan juga dengan non muslim dengan syarat

harus ada jaminan sebagai pegangan, sehingga tidak ada

kekhawatiran bagi yang memberi piutang.15

3. Dasar hukum landasan ijma’

Para ulama sepakat bahwa gadai (rahn) itu boleh. Mereka tidak

pernah mempertentangkan kebolehan dari aspek landasan hukumnya.

Jumhur berpendapat bahwa disyari’atkan pada waktu tidak bepergian atau

waktu bepergian, berargumentasi kepada perbuatan Rasulah SAW,

terhadap orang Yahudi di Madinah. Adapun dalam masa perjalanan

(penjelasan tentang dhahir ayat yang menjelaskan gadai dalam perjalanan,

safar) mereka (jumhur) berpendapat bahwa apa yang dijelaskan pada ayat

di atas, merupakan suatu kebiasaan atau kelaziman pada saat itu, dimana

pada umumnya gadai (rahn) dilakukan pada waktu bepergian.16 Berbeda

14 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gemainsani, 2001),

129.

15 Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqih Muamalah), (Jakarta: PT.Raja

Grafindo Persada, 2003), 255.

(31)

24

dengan paham yang dianut oleh madzhab Zahiri, Mujahid dan al-Dahhak

yang berpendapat, bahwa gadai (rahn) hanya diperbolehkan dalam

keadaan bepergian saja. Mereka berpegang kepada dhahir ayat (Q.S.

al-Baqarah 283) yang menjelaskan tentang gadai dalam bepergian (safar).

Padahal hadis yang dapat dijadikan argumentasi tentang kebolehan gadai

yang dilakukan tidak dalam bepergian (safar).17

4. Dasar hukum fatwa DSN

Berdasarkan fatwa DSN mempunyai ketentuan dalam gadai

diantaranya; (a) murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk

menahan marhun (barang) sampai semua hutang ra>hin (yang menyerahkan

barang) dilunasi; (b) marhu>n dan manfaatnya tetap menjadi milik ra>hin.

Pada prinsipnya, marhu>n tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali

seizin ra>hin, dengan tidak mengurangi nilai marhu>n dan pemanfaatannya

itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya; (c)

pemeliharaan dan penyimpanan marhu>n pada dasarnya menjadi kewajiban

ra>hin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan

pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban ra>hin; (d) besar biaya

pemeliharaan dan penyimpanan marhu>n tidak boleh ditentukan

berdasarkan jumlah pinjaman; (e) penjualan marhu>n mempunyai

ketentuan diantaranya adalah :

a. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan ra>hin untuk

segera melunasi hutangnya.

17 Ali. Hasan, Masail Fihiyah Zakat, Pajak Asuransi Dan Lembaga Keuangan,(Jakarta: PT. Raja

(32)

25

b. Apabila ra>hin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka marhun

dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.

c. Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya

pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya

penujualan.

d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik ra>hin dan kekurangannya

menjadi kewajiban ra>hin.

C. Rukun dan Syarat Gadai

1. Rukun gadai

Rukun merupakan sesuatu yang mesti ada dalam sebuah akad atau

transaksi. Tanpa rukun akad tidak akan sah. Rukun mutlak adanya dalam

sebuah akad, layaknya sebuah transaksi gadai dapat dikatakan sah apabila

memenuhi rukun dan syaratnya. Rukun gadai menurut ulama Hanafiyah

adalah, ija>b dari ra>hin dan qabu>l dari murtahin. Disamping itu, menurut

mereka untuk sempurna dan mengikatnya akad al-rahn ini, maka

diperlukan al-qabd (penguasaan barang). Adapun kedua orang yang

melakukan akad, harta yang dijadikan agunan dan hutang, menurut Ulama

Hanafiyah termasuk syarat-syarat al-rahn, bukan rukunnya.18 Sementara

rukun gadai menurut jumhur Ulama ada empat, yaitu:19

a. Sighat (ija>b dan qabu>l), seperti seseorang berkata “aku gadaikan

laptopku ini dengan harga Rp 1500.000” dan yang satunya lagi

18 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, 254.

(33)

26

menjawab. “Aku terima gadai laptopmu seharga Rp 1500.000” atau

bisa dengan kata-kata lain.

b. Pihak yang mengadakan akad (aqid), yaitu orang yang menggadaikan

(ra>hin) dan yang menerima gadai (murtahin ).

c. Barang yang digadaikan (marhu>n).

d. Hutang (marhun bih).

2. Syarat-syarat gadai

Ulama fiqih mengemukakan syarat-syarat gadai sesuai dengan

rukun gadai itu sendiri. Syarat-syarat gadai yang dimaksud, terdiri atas:

orang yang berakad (a>qid), sighat (ija>b qobu>l), hutang (marhu>n bih),

barang yang digadaikan (marhu>n). Keempat syarat dimaksud, diuraikan

sebagai berikut:

a. Orang yang berakad (a>qid )

Syarat yang terkait dengan aqid (orang yang berakad) adalah

ahli tasharruf, yaitu mampu membelanjakan harta dan dalam hal ini

memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai.20

Kedua orang yang akan akad harus memenuhi kriteria al-ahliyah.

Menurut ulama syafi’iyah ahliyah adalah orang yang telah sah untuk

jual beli, yakni berakal dan mumayyiz, tetapi tidak disyaratkan harus

baligh. Dengan demikian, anak kecil yang sudah mumayyiz, dan

orang yang bodoh berdasarkan izin dari walinya dibolehkan

(34)

27

melakukan rahn.21

Selain itu, ia harus cakap bertindak hukum. Kecakapan

bertindak hukum, menurut jumhur ulama adalah orang yang telah

baligh dan berakal. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, kedua

belah pihak yang berakad tidak disyaratkan baligh, tetapi cukup

berakal saja. Oleh sebab itu, menurut mereka anak kecil yang

mumayyiz boleh melakukan akad rahn dengan syarat akad rahn yang

dilakukan anak kecil yang sudah mumayyiz ini mendapat persetujuan

dari walinya.22

b. Sighat (ijab qabu>l)

Pernyataan ija>b qabu>l yang terdapat dalam gadai tidak boleh

digantungkan (mu’allaq) dengan syarat tertentu yang bertentangan

dengan hakikat rahn.23 Rahn mempunyai sisi pelepasan barang dan

pemberian hutang seperti halnya akad jual beli, sehingga tidak boleh

diikat dengan syarat tertentu atau dengan suatu waktu tertentu atau

dengan waktu di masa depan.24 Menurut ulama Hanafiyah

mensyaratkan bahwa akad gadai tidak boleh disandarkan kepada

waktu mendatang. Misalnya, orang yang menggadaikan hartanya

mempersyaratkan tenggang waktu utang habis dan utang belum

terbayar, sehingga pihak penggadai dapat diperpanjang satu bulan

21 Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah,( Bandung : Pustaka Setia, 2001), 162. 22 Sayyid Sa>biq, Fiqih Sunnah..., 150.

23 Burhanuddin S., Fiqh Muamalah Pengantar Kuliah Ekonomi Islam..., 173.

24 Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, ( Bogor : Ghalia Indonesia, 2012),

(35)

28

tenggang wakut pembyarannya.

c. Hutang ( marhu>n bih )

Syarat hutang (marhu>n bih ) menurut ulama Hanafiyah adalah:25

(1) hutang itu hendaklah barang yang wajib diserahkan; (2) utang itu

memungkinkan dapat dibayarkan; (3) utang itu jelas dan tertentu.

Sedangkan menurut ulama Hanabilah dan Shafi’iyah memberikan

tiga syarat bagi marhu>n bih:26 (a) berupa hutang yang tetap dan dapat

dimanfaatkan; (b) hutang harus lazim pada waktu akad; (c) hutang

harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.

d. Barang yang digadaikan ( marhu>n )

Menurut ulama Syafi’iyah, gadai bisa sah dengan dipenuhi tiga

syarat. Pertama, harus berupa barang, karena utang tidak bisa

digadaikan. Kedua, penetapan pemilikan penggadai atas barang yang

digadaikan tidak terhalang. Ketiga, barang yang digadaikan bisa

dijual manakala tiba masa pelunasan hutang gadai.27

Menurut para Fuqaha mengenai syarat marhun (barang

yang di jadikan agunan) adalah: (1) barang jaminan (agunan) itu

boleh dijual dan nilainya seimbang dengan utang; (2) barang jaminan

itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan, karenanya khamr tidak

boleh dijadikan barang jaminan, disebabkan khamr tidak bernilai

25 Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah...,163.

26 Muhammad Asy-Syarbini, Mugni al-Muhtaj, juz II, 121.

(36)

29

harta dan tidak bermanfaat dalam Islam; (3) barang jaminan itu jelas

dan tertentu; (4) agunan itu milik sah orang yang berutang.

Sedangkan menurut ulama Hanafiyah mensyaratkan marhu>n

antara lain28; (a) dapat diperjualbelikan; (b) bermanfaat; (c) jelas; (d)

milik ra>hin; (e) bisa diserahkan; (f) tidak bersatu dengan harta lain;

(g) dipegang (dikuasai) oleh ra>hin; (h) harta yang tetap atau dapat

dipindahkan.

D. Hak dan Kewajiban Murtahin dan Ra>hin

1. Hak murtahin

a. Penerima gadai berhak menjual barang gadai apabila ra>hin tidak

dapat membayar hutangnya pada saat jatuh tempo. Hasil penjualan

diambil sebagian untuk melunasi hutangnya ra>hin dan sisanya

dikembalikan kepada ra>hin.

b. Murtahin mempunyai hak menahan barang gadai selama pinjaman

belum dilunasi oleh ra>hin.

c. Murtahin berhak mendapatkan biaya yang telah dikeluarkan untuk

menjaga keselamatan barang gadai.

2. Kewajiban Murtahin

a. Murtahin tidak boleh menggunakan barang gadai tanpa seizin ra>hin

atau untuk kepentingan pribadinya.

b. Murtahin bertanggung jawab atas hilang atau rusaknya barang gadai

(37)

30

bila itu disebabkan oleh kelalaiannya.

c. Murtahin berkewajiban memberi informasi kepada ra>hin sebelum dan

sesudah penjualan barang gadai.

d. Murtahin wajib memberikan sisa hasil penjualan barang gadai kepada

ra>hin.

e. Murtahin berkewajiban merawat atau menjaga barang gadai

3. Hak Ra>hin

a. Ra>hin berhak mendapatkan kembali barang yang digadaikannya

sesudah ia melunasi pinjaman hutangnya.

b. Ra>hin berhak meminta ganti rugi atas kerusakan atau hilangnya

barang yang digadaikan.

c. Ra>hin berhak menerima sisa hasil penjualan barang gadai sesudah

dikurangi biaya pinjaman dan biaya lainnya.

d. Ra>hin berhak meminta kembali barang gadai jika diketahui adanya

penyalahgunaan.

4. Kewajiban ra>hin

a. Ra>hin berkewajiban melunasi barang gadai yang telah diterimanya

dalam tenggang waktu yang telah ditentukan, termasuk biaya lain

yang disepakati.

b. Ra>hin berkewajiban merelakan penjualan barang gadai bila dalam

waktu yang telah ditetapkan tidak mampu melunasi pinjamannya.29

29 Burhanuddin, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010),

(38)

31

E. Status Barang Gadai

Status barang gadai terbentuk saat terjadinya akad atau kontrak utang

piutang yang dibarengi dengan penyerahan jaminan. Misalnya, ketika

seseorang penjual meminta pembeli menyerahkan jaminan seharga tertentu

untuk pembelian suatu barang dengan kredit. Mayoritas ulama berpendapat

bahwa gadai itu berkaitan dengan keseluruhan hak barang yang digadaikan

dan bagian lainnya.30 Ini berarti jika seseorang menggadaikan sejumlah barang

tertentu, kemudian dia melunasi sebagiannya maka keseluruhan barang gadai

masih tetap berada ditangan penerima gadai sampai orang yang menggadaikan

melunasi seluruh hutangnya.

Ulama fiqih menyatakan bahwa rahn baru dianggap sempurna apabila

barang yang dijadikan itu secara hukum sudah berada di tangan penerima

gadai (murtahin/kreditor), dan uang yang dibutuhkan telah diterima oleh

pemberi gadai (rahin/debitur).31 Sebagian ahli fiqih berpendapat bahwa barang

yang masih tetap berada di tangan penerima gadai (murtahin) hanya

sebagiannya saja, yaitu sebesar hak yang belum dilunasi.

F. Penyelesaian Gadai

Untuk menjaga supaya tidak ada pihak yang dirugikan, dalam gadai

tidak boleh diadakan syarat-syarat,32 misalkan ketika akad gadai diucapkan,

“Apabila ra>hin tidak mampu melunasi hutangnya hingga waktu yang telah

30 Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer...., 201.

(39)

32

ditentukan, maka barang gadai menjadi milik murtahin sebagai pembayaran

hutang”, sebab ada kemungkinan pada waktu pembayaran yang telah

ditentukan untuk membayar hutang harga barang gadai lebih kecil daripada

hutang ra>hin yang harus dibayar, yang mengakibatkan ruginya pihak

murtahin. Sebaliknya ada kemungkinan juga harga barang gadai pada waktu

pembayaran yang telah ditentukan akan lebih besar jumlahnya dari pada

hutang yang harus dibayar, yang akibatnya akan merugikan pihak ra>hin.

Apabila pada waktu pembayaran yang telah ditentukan ra>hin belum

membayar hutangnya, hak mutahin adalah menjual barang gadai pembelinya

boleh murtahin sendiri atau yang lain, tetapi dengan harga yang umum berlaku

pada waktu itu dari penjualan barang gadai tersebut. Hak murtahin hanyalah

sebesar piutangnya, dengan akibat apabila harga penjualan barang gadai lebih

besar dari jumlah hutang, sisanya dikembalikan kepada ra>hin, apabila

sebaliknya, harga penjualan barang gadai kurang dari jumlah hutang, ra>hin

masih menanggung pembayaran kekurangannya.33

Menurut ketentuan syariat bahwa apabila masa yang telah diperjanjikan

untuk pembayaran hutang telah terlewati, maka orang yang berhutang

berkewajiban untuk membayar hutangnya.34 Jika masanya telah habis maka

ra>hin berkewajiban melunasi hutangnya. Apabila ra>hin tidak melunasi

hutangnya dan tidak mengizinkan barangnya dijual maka, hakim berhak

memaksanya untuk melunasi atau menjual barang yang dijadikan jaminan.

Jika hakim telah menjual barang tersebut kemudian terdapat kelebihan, maka

33 Ibid.

(40)

33

kelebihan itu milik ra>hin, dan jika masih belum tertutup, maka ra>hin

berkewajiban menutu sisanya.35

Bila ra>hin tidak mampu membayar hutangnya hingga pada waktu yang

telah ditentukan, kemudian ra>hin menjual barang jaminan dengan tidak

memberikan kelebihan harga barang jaminan kepada ra>hin, maka di sini telah

berlaku riba.36 Karena kelebihan harga barang jaminan tersebut milik ra>hin

jika kelebihan harga itu tidak diberikan kepada ra>hin berarti kelebihan

tersebut termasuk tambahan dari hutang ra>hin dan setiap hutang yang menarik

manfaat adalah riba. Rasulullah SAW bersabda:

لُك

ٍضْرَ ق

رَج

ًةَعَف َم

َوُهَ ف

ًابِر

ُ

اور

ثراحا

نب

ِأ

ةماسأ

َ

Artinya:“Setiap utang yang menarik manfaat adalah termasuk riba” (HR. Harits bin Abi Usamah).37

Pegadaian Syari’ah tidak menekankan keuntungan yang dihasilkan dari

hasil pemberian bunga dari barang yang digadaikan, melainkan memang yang

menjadi hak dari pihak pegadaian untuk menarik keuntungan dari pihak

penggadai. Meski tanpa menarik keuntungan dai unsur bunga, pegadaian

syari’ah tetap memperoleh keuntungan seperti yang di atur oleh Dewan

Syariah Nasional, yaitu memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang yang

digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang yang digadaikan, bukan dari

jumlah pinjaman yang dipinjam penggadai.38

Adapun akad gadai berakhir dengan hal-hal berikut ini : (a) barang

35 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid13..., 144.

36 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 111. 37 Ibid.,108.

38 My blog “Pegadaian Syari’ah”, dalam

(41)

34

jaminan diserahkan kepada pemiliknya; (b) dipaksa menjual tersebut; (c) ra>hin

melunasi sisa sewa hutangnya; (d) pembebasan hutang; (e) pembatalan oleh

murtahin, meskipun tidak ada persetujuan dari pihak ra>hin; (f) Ra>hin

meninggal dunia; (g) barang jaminan tersebut rusak; (h) barang jaminan

tersebut dijadikan hadiah, sedekah, dan lain-lain atas seizin pemiliknya.39

G. Pemeliharaan Barang Gadai

Ada perbedaan pendapat para ulama dalam hal pemeliharaaan barang

gadai. Ulama Shafi’iyah dan Hanabilah berpendapat biaya pemeliharaan

barang gadai menjadi tanggung jawab pemberi gadai karena barang tersebut

merupakan miliknya dan akan kembali kepadanya. Sedangkan para ulama

Hanafiyah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan barang gadai menjadi

tanggungan penerima gadai yang mana dalam posisinya sebagai penerima

amanat. Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya

pemeliharaan barang gadai adalah hak ra>hin dalam kedudukannya sebagai

pemilik yang sah. Akan tetapi jika harta atau barang jaminan tersebut menjadi

kekuasaan murtahin dan di izinkan oleh maka biaya pemeliharaan jatuh pada

murtahin.40

Sedangkan untuk mengganti biaya tersebut nantinya, apabila murtahin

mendapat izin dari ra>hin maka murtahin dapat memungut hasil marhu>n sesuai

dan senilai dengan yang telah ia keluarkan. Tetapi apabila ra>hin tidak

39 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah..., 178.

40 Ijuslearn “Konsep Gadai Syariah (Ar-Rahn) Dalam Perspektif Ekonomi Islam Dan

(42)

35

mengizinkannya maka biaya pemeliharaan menjadi utang ra>hin kepada

murtahin.41 Resiko atas kerusakan menurut para ulama Syafi’iah dan

Hanabilah berpendapat bahwa murtahin tidak bertanggung jawab atas

rusaknya barang gadai jika tidak disengaja. Sedangkan ulama Hanafiah

berpendapat bahwa hal tersebut menjadi tanggungan murtahin sebesar harga

barang minimum, dihitung mulai waktu diserahkannya barang gadai kepada

murtahin sampai barang tersebut rusak. sebagaimana yang dinyatakan hadits

Nabi Muhammad SAW

َلاَق َُْع ُها يِضَر َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع

اَذِإ ِِتَقَفَ ِب ُبَكْرُ ي ُنْ رلا َملَسَو ِْيَلَع ُها ىلَص ِها ُلوُسَر َلاَق

ُةَقَف لا ُبَرْشَيَو ُبَكْرَ ي يَذلا ىَلَعَو اًنوُْرَم ناَكاَذِإ ِِتَقَفَ ِب ُبَرشُيِردلا َُبَلَوًان وُْرَم َنَاك

Artinya:“Abi Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “apabila ada ternak digadaikan, punggungnya boleh dinaiki(oleh orang yang menerimah gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaganya). Apabila ternak itu digadaikan, air susunya yang deras boleh diminum (oleh yang menerimah gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaganya). Kepada yang naik dan minum, ia harus mengeluarkan biaya perawatannya”.42(HR.

al-Bukhari)

Pembayaran atau pelunasan hutang gadai apabila sudah samapai jatuh

tempo dan ra>hin belum membayarkan kembali utangnya maka murtahin boleh

memaksa ra>hin untuk menjual barangnya. Kemudian hasilnya digunakan

untuk menebus utang tersebut sedangkan jika terdapat sisa atas penjualan

barang tersebut, maka akan dikembalikan kepada rahin. Prosedur pelelangan

gadai jika ada persyaratan akan menjual barang gadai pada saat jatuh tempo,

maka ini diperbolehkan dengan ketentuan:43 (1) murtahin harus mengetahui

41 Muhammad Sholikul Hadi. Pegadaian Syariah, (Jakarta : Salemba Diniyah, 2003),17. 42 Aplikasi Hadis: Lidwah Pustaka, dalam kitab Bukhori nomer 2329.

(43)

36

terlebih dahulu keadaan ra>hin; (2) dapat memeperpanjang tenggang waktu

pemabayaran;(3) kalau keadaan mendesak murtahin boleh memindahkan

barang gadai kepada murtahin lain dengan izin ra>hin; (4) apabila ketentuan di

atas tidak terpenuhi, maka murtahin boleh menjual barang gadai dan

(44)

37 BAB III

TINDAKAN MURTAHIN DI DESA KARANGANKIDUL KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Dalam kehidupan sosial bermasyarakat, keadaan suatu wilayah sangat

berpengaruh dan menentukan watak serta sifat dari masyarakat yang

menempatinya, sehingga karakteristik masyarakat itu akan berbeda antara

wilayah satu dengan wilayah lainnya. Seperti yang terjadi pada masyarakat

Desa Karangankidul, yang mana diantaranya adalah faktor geografis, faktor

sosial, keagamaan, faktor ekonomi, faktor pendidikan dan faktor budaya.

1. Letak Geografis

Desa Karangankidul adalah sebuah desa yang sangat asri dan masih

alami karena letaknya jauh dari kota sehingga desa ini jauh dari polusi.

Desa Karangan adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Benjeng Kabupaten Gresik. Adapun daerah-daerah yang membatasi Desa

Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik adalah sebagai

berikut:1

a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Munggugebang Kecamatan

Benjeng

b. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Kalipadang Kecamatan

Benjeng

1

(45)

38

c. Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Pacuh Kecamatan

Balongpanggang

d. Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Kalipadang Kecamatan

Benjeng.

Desa Karangankidul mempunyai luas wilayah sebesar kurang lebih

267,249 ha, yang terdiri dari: tanah pemukiman umum, tanah sawah,

tanah ladang/tegalan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:2

Tabel 3.1

Luas Tanah dan Penggunaannya

No Pengguna Luas (ha)

1 Pemukiman 21,995 ha

2 Sawah 142,050 ha

3 Ladang/tegalan 50,051ha

4 Perikanan/kolam -

5 Hutan -

6 Lain-lain 53,153

Sumber: Profil Desa Karangankidul tahun 2014

Adapun jumlah penduduk di Desa Karangankidul Benjeng Gresik

[image:45.595.138.498.263.541.2]

pada tahun 2014 mencapai 2653 jiwa dengan rincian sebagai berikut:3

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk Desa Karangankidul

No Uraian Keterangan

1 Laki-laki 1239 orang

2 Perempuan 1414 orang

3 Kepala keluarga 751 KK

Sumber: Profil Desa Karangankidul tahun 2014

2

Ibid.

3

[image:45.595.115.515.615.726.2]
(46)

39

2. Kondisi sosial agama

Berdasarkan catatan yang terdapat di kantor kepala Desa Karangan

dari jumlah penduduknya, 100% penduduknya beragama Islam. Hal ini

menunjukan bahwa agama Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk

sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, sehingga corak dan

tradisi budaya yang dilatarbelakangi ajaran Islam juga sangat menonjol

dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti:

a. Kegiatan tahlil dan yasinan yang dilakukan oleh ibu-ibu dan

bapak-bapak setiap malam Jum’at di tempat yang berbeda dan bergiliran di

rumah-rumah penduduk atau Musholla yang ada di sana.

b. Kegiatan diba’iyah yang dilakukan oleh anak-anak remaja putri

setiap malam selasa di tempat Musholla secara bergiliran.4

Desa Karangankidul yang mayoritas beragama Islam juga

mempunyai fasilitas keagamaan yang cukup lengkap. Hal ini terbukti

dengan dibangunnya masjid dan musholla.5

Tabel 3.3 Tempat Sarana Ibadah

NO Sarana Ibadah Jumlah

1 Masjid 3

2 Musholla 5

3 Gereja -

4 Wihara -

5 Puri -

Sumber: Profil Desa Karangankidul tahun 2014

4

Nurlan, Wawancara, Gresik 03 Juni 2015.

5

[image:46.595.125.516.221.726.2]
(47)

40

3. Kondisi Pendidikan

Masalah pendidikan tidak bisa lepas dari sarana dan prasarana

lembaga pendidikan yang ada, karena sarana tersebut merupakan tolak

ukur bagi perkembangan pendidikan anak didik generasi yang akan

datang. Masyarakat Desa Karangankidul rata-rata mengenyam pendidikan

sampai SD, tetapi ada juga sebagian yang mengenyam sampai perguruan

tinggi. Adapun rincian tentang sarana pendidikan dan jumlah penduduk

[image:47.595.137.516.259.671.2]

menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:6

Tabel 3.4

Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Karangankidul

No Keterangan Jumlah

Sekolah

Jumlah

Guru

Jumlah

Murid

1 TK 1 - -

2 SD 2 - -

3 MI - - -

4 SMP - - -

5 SMA - - -

6 Madrasah Tsanawiyah - - -

7 Madrasah Aliyah - - -

8 Akademi/InstitutSekolah

tinggi/Universitas

- - -

Sumber: Profil Desa Karangankidul 2014

6

(48)

41

Sedangkan data penduduk menurut tingkat pendidikannya adalah

[image:48.595.134.512.203.548.2]

sebagai berikut:7

Tabel 3.5

Data Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Keterangan Jumlah

1 Tidak Tamat SD 253

2 SD 1818

3 SLTP 274

4 SLTA 195

5 Sarjana 38

Sumber: Profil Desa Karangankidul 2014

4. Kondisi sosial ekonomi

Pada dasarnya penduduk pedesaan mempunyai kegiatan yang

berbeda-beda untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam usaha

memenuhi kebutuhan sehari-hari, masyarakat Desa Karangankidul terdiri

dari berbagai macam sektor pekerjaan yang disesuaikan dengan bakat dan

keahlian masing-masing. Ada yang bertani, pedagang, pengusaha, buruh,

pegawai negeri, bidan, guru dan lainnya. Akan tetapi menurut hasil

penelitian yang ada, mayoritas penduduk di Desa Karangankidul rata-rata

bekerja disektor pertanian, buruh dan swasta sebagaimana dapat dilihat

pada tabel berikut ini:8

7

Ibid.

8

(49)
[image:49.595.109.515.146.548.2]

42

Gambar

Tabel 3.2
  Tabel 3.3 Tempat Sarana Ibadah
 Tabel 3.4
Tabel 3.5
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada bagian ini uraian difokuskan pada kitab Khulasah Nur Al-Yaqin Jilid II ditinjau dari segi penulisanan karakteristik materi, materi sejarah yang terkandung dalam

Penelitian ini dilakukan di UD. Majid Jaya yang berlokasi di Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Penelitian ini melakukan pengamatan pada produksi yang

Superego dibentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah dari luar (khususnya orang tua) sedemikian rupa sehingga akhirnya terpencar

Untuk peranan SLIK (sistem layanan informasi keuangan) pada Bank Pembangunan Jawa Barat Dan Banten Kantor Cabang Pembantu Jalancagak yaitu sebagai salah satu alat

Pada kegiatan inti pelajaran, guru memberikan penjelasan tentang tujuan pembelajaran Fisika dengan Kompetensi Dasar Menerapkan gerak parabola dengan menggunakan

Lembaga pemerintah desa dapat menggukan website desa tersebut untuk memberikan layanan dan informasi yang berhubungan dengan masyarakat dan pemerintah desa, atau

Fungsi penggunaan bahasa gaul bahasa Mandarin dalam media sosial WeChat periode Agustus s.d Oktober 2015 yang peneliti temukan adalah fungsi ekspresi atau emotif,

Untuk memperoleh suatu keputusan yang optimal diperlukan pemahaman terhadap sistem secara komprehensif dan tepat, sebab kondisi pengambilan keputusan sering dihadapkan