PERAN KH. M. ZAINAL WASHAD DALAM PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN DARUSSALAM KEDUNG MEGARIH
KEMBANGBAHU LAMONGAN 1982-2014 M
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh: Nur Maghfiroh NIM: A0.22.12.086
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
ABSTRAK
Dalam skripsi yang berjudul Peran KH. M. Zainal Washad Dalam Pengembangan Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih Kembangbahu Lamongan 1982-2014 M, penulis berusaha mengungkap beberapa persoalan sebagai berikut: 1) Bagaimana biografi KH. M. Zainal Washad? 2) Bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih? 3)Bagaimana peran KH. M. Zainal Washad dalam pengembangan Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih tahun 1982-2014?.
Penulisan skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang menggunakan metode penelitian sejarah, yang berfungsi untuk mendeskripsikan sesuatu yang terjadi di masa lampau. Metode penelitian sejarah yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan beberapa langkah, yaitu pemilihan topik, heuristik (pengumpulan data) dengan cara mengumpulkan sumber-sumber atau arsip-arsip yang terkait mengenai KH. M. Zainal Washad, verifikasi (kritik terhadap data), interpretasi (penafsiran), serta historiografi (cara penulisan sejarah). Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori peran, teori keturunan, dan teori kepemimpinan kharismatik yang dikemukakan oleh Max Weber yakni menjelaskan perkembangan kekuasaan kepribadian yang bersifat kepahlawanan.
Dari hasil penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa: 1) KH. M. Zainal Washad merupakan pengasuh Pondok Pesantren Darussalam tahun 1982-2014 M. Ia lahir pada tanggal 15 April 1952 M dari pasangan Kiai Moh. Thohir dan Ibu Nashoha, serta wafat pada 6 Juli 2014 M di Desa Kedung Megarih Kecamatan Kembangbahu Kabupaten Lamongan. 2) Pondok Pesantren Darussalam berdiri pada tahun 1906 M. Perkembangan dari awal berdiri yakni pengajian kitab kuning dengan menggunakan metode sorogan, wetonan atau bandongan, berdirinya tarekat Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah, berkembangnya pengajaran keagamaan pada tarbiyah Fi ‘Ilmi-Sharī’ah dan tarbiyah tarekat Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah, dan didirkannya lembaga pendidikan madrasah diniyah. 3) peran KH. M. Zainal Washad yaitu, pertama dalam peran agama yakni mengembangkan tarekat Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah. Kedua, bidang pendidikan, yaitu dengan mempertahankan pengajaran dengan metode
ABSTRACT
In this thesis which is entitled the role of KH. M. Zainal Washad in developing Islamic Boarding House of Darussalam Kedung Megarih Kembangbahu Lamongan in 1982-2014, the writer strives to show some problems such as : 1) How is the biography of KH. M. Zainal Washad? 2) How is the development of islamic boarding house of Darussalam Kedung Megarih? 3)How is the role of KH. M. Zainal Washad in developing islamic boarding house of Darussalam Kedung Megarih in 1982-2014 ?.
This thesis is the result of field research that is use method of history research, which the function is to describe something that had happened in the past. The method of history research that the the writer aplied is using some steps, they are determining topic, heuristic (collecting evidence) by collecting some sources or manuscripts that relate to KH. M. Zainal Washad, verification (critical of evidence), interpretation (understanding), and historiography (the way in wring a history). The theory that is used in writing process of this thesis is role theory, genetic theory, flawless leadership theory that is said by max weber which explains the development of individual patriotical power.
From to this thesis, the writer concludes that 1) KH. M. Zainal Washad is someone who take care in islamic boarding house of Darussalam in 1982-2014. He was born in 15 April 1952. His father is Kiai Moh. Thohir and his mother is Nashoha. He had passed away in 6 july 2014 at desa Kedung Megarih Kecamatan Kembangbahu Kabupaten Lamongan. 2) the islamic boarding house of Darussalam was built in 1906. The first development of this islamic boarding house of Darussalam is reciting of kitab kuning by using sorogan method,
wetonan or bandongan, the founding of tarekat Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah, the developing of religion study on tarbiyah Fi ‘Ilmi-Sharī’ah and
tarbiyah tarekat Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah, and the founding of the principal education of islamic school. 3) the role of KH. M. Zainal Washad are the first in role of religion are developing tarekat Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah. Second, education field, by maintain the teaching method of
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT . ... x
PEDOMAN TRANSLITERASI ... xi
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 9
F. Penelitian Terdahulu ... 11
G. Metode Penelitian ... 14
BAB II BIOGRAFI KH. M. ZAINAL WASHAD
A. Geneologi KH. M. Zainal Washad ... 21
B. Masa Kanak-Kanak, Remaja, dan Dewasa KH. M. Zainal Washad . ... 24
C. Pendidikan, Karir, dan Karya KH. M. Zainal Washad. ... 34
1. Pendidikan KH. M. Zainal Washad ... 34
2. Karir KH. M. Zainal Washad ... 37
3. Karya-karya KH. M. Zainal Washad ... 39
BAB III PROFIL PONDOK PESANTREN DARUSSALAM KEDUNG MEGARIH KEMBANGBAHU LAMONGAN A. Letak Geografis dan Demografis Desa Kedung Megarih .... 41
1. Letak Desa Kedung Megarih . ... 41
2. Jumlah Penduduk ... 42
3. Mata Pencaharian... 43
4. Agama Masyarakat dan Sarana-sarana Peribadatan ... 44
5. Sarana Kesehatan ... 44
6. Lembaga Pendidikan ... 45
B. Profil dan perkembangan Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih. ... 45
C. Visi, Misi, dan Tujuan Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih. ... 56
2. Misi. ... 56
3. Tujuan Pondok Pesantren Darussalam. ... 57
D. Aktivitas Pondok Pesantren Darussalam. ... 57
1. Tartil Alquran. ... 57
2. Tahlil. ... 58
3. Khitobah. ... 58
4. Diba’iyah. ... 58
5. Al-Banjari ... 59
BAB IV PERAN KH. M. ZAINAL WASHAD DALAM PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN DARUSSALAM KEDUNG MEGARIH KEMBANGBAHU LAMONGAN A. Bidang Agama ... 63
1. Selasanan ... 65
2. Khataman ... 66
B. Bidang Pendidikan ... 66
1. Sistem Klasikal.. ... 67
2. Sistem Madrasah ... 71
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 78
Daftar Pustaka . ... 80
Daftar Informan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdirinya pondok pesantren tidak dapat dipisahkan dari keadaan sosial budaya masyarakat sekitarnya. Tidak jarang tempat asal mula pondok pesantren berdiri berada di tempat kecil yang penduduknya belum beragama atau belum menjalankan syariat agama.1 Didirikannya pondok pesantren di Indonesia sering memiliki latar belakang yang sama, dimulai dengan usaha secara pribadi maupun secara kelompok dan berkeinginan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat luas. Pondok pesantren memiliki potensi untuk maju dan berkembang memberdayakan diri bagi masyarakat lingkungannya.
Pesantren dikatakan sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia karena pesantren telah banyak berperan dalam proses penyebaran Islam di Indonesia. Model pendidikan pesantren berkembang di seluruh Indonesia dengan nama dan corak yang bervariasi. Di Jawa disebut pondok atau pesantren, di Aceh dikenal dengan rangkang, di Sumatra Barat dikenal surau. Nama yang sekarang diterima umum adalah pondok pesantren.2
Pondok pesantren berasal dari kata pondok dan pesantren. Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau barangkali berasal dari kata Arab
1 Sukamto, Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1999), 41.
2
“funduq” yang berarti hotel atau asrama. Perkataan pesantren berasal dari kata santri yang dengan awalan “pe” dan akhiran “an” berarti tempat tinggal para santri.3 Keduanya mempunyai makna yang sama, yakni menunjuk pada suatu kompleks untuk kediaman dan belajar santri. Dengan demikian, pondok pesantren dapat diartikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang menetap.
Peran pondok pesantren yang berpegang teguh pada idealisme, membangun jaringan intelektual, hingga menjunjung tinggi moral (akhlak) dinilai salah satu lembaga yang masih bisa eksis dalam melewati berbagai bentangan dan tantangan zaman yang menantang, walaupun pondok pesantren masih memiliki beberapa keterbatasan dalam berintegrasi dengan perubahan. Secara definitif, pondok pesantren dapat diartikan sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam (Tafaqquh fī al-dīn) dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman
hidup bermasyarakat sehari-hari.4
Pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kiai merupakan lima elemen dasar dari tradisi pesantren. Ini berarti bahwa suatu lembaga pengajian yang telah berkembang hingga memiliki kelima elemen tersebut, akan berubah statusnya menjadi pesantren.5 Pertama, pengertian pondok
3 Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: Penerbit LP3ES, 1994), 18
4 Fatah Syukur NC, Dinamika Madrasah dalam Masyarakat Industri, (Semarang: al-Qalam Press, 2004), 26.
3
dapat disebut sebagai tempat tinggal santri yang terbuat dari bahan-bahan yang sederhana, mula-mula mirip padepokan, yaitu perumahan kecil yang di petak-petak menjadi beberapa kamar kecil yang ukurannya kurang lebih dua meter kali tiga meter.6
Kedua, masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, sembahyang Jum’ah, dan pengajaran kitab-kitab klasik,7 karena para kiai menganggap masjid sebagai tempat untuk beribadah dan mengajarkan pengetahuan serta kewajiban agama Islam.
Ketiga, penggunaan istilah santri ditujukan kepada orang yang sedang menuntut pengetahuan agama Islam di pondok pesantren. Santri juga merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Tanpa adanya santri, pondok pesantren tidak akan berkembang. Keempat, pengajaran kitab-kitab Islam klasik merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan kiai atau ustadz kepada santrinya di pesantren.
Kelima, kiai. Dari kelima elemen tersebut, yang paling terkait dengan adanya pesantren yaitu kiai. Dalam agama Islam seseorang disebut kiai apabila ia mengasuh, memimpin pesantren, dan orang yang memiliki keunggulan dalam menguasai ajaran-ajaran Islam serta amalan-amalan Islam. Ia juga menjadi panutan bagi santri dan memiliki pengaruh yang besar di masyarakat, sehingga
4
kiai merupakan faktor utama dibangunnya sebuah pondok pesantren. Oleh karena itu, wajar jika dalam pertumbuhan pesantren sangat bergantung pada peran kiai.
Kedudukan kiai di pondok pesantren adalah pemimpin tunggal, memiliki otoritas tinggi dalam menyebarkan dan mengajarkan pengetahuan agama. Tidak ada figur lain yang dapat membandingi kekuasaan kiai, kecuali figur kiai yang lebih tinggi kharismanya. Kiai mempunyai posisi yang absolut, menentukan corak kepemimpinan dan perkembangan pondok pesantren.8 Dengan demikian, kiai mempunyai kedudukan ganda yaitu sebagai pengasuh sekaligus pemimpin pesantren. Sebutan pengasuh muncul ketika seseorang memiliki kemampuan mengetahui perilaku orang lain, mempunyai kepribadian khas, dan mempunyai kecakapan tertentu yang jarang dimiliki orang lain serta mempunyai kharisma yang sangat disegani oleh orang lain.
Tipe kharismatik pada diri kiai menjadi tolak ukur kewibawaan pesantren. Dikatakan kharisma, karena mempunyai daya tarik yang amat besar dan umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya cukup besar, walaupun si pengikut sering tidak dapat menjelaskan mengapa menjadi pengikutnya.9
Istilah kepemimpinan kiai merupakan hal yang menarik untuk dibahas dalam setiap waktu, karena kepemimpinan merupakan faktor yang paling utama dalam pendirian suatu organisasi. Begitu juga dengan kiai di pesantren, maju atau
8 Sukamto, Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren, 88.
5
tidaknya sebuah lembaga pondok pesantren biasanya tergantung kepada seorang kiai yang memimpinnya.
Kepemimpinan, didefinisikan sebagai usaha untuk mengarahkan perilaku orang lain guna mencapai tujuan, mempunyai makna bahwa pemimpin memerankan fungsi penting sebagai pelopor dalam menetapkan struktur kelompoknya, keadaan kelompoknya, ideologi kelompoknya, pola dan kegiatan kelompoknya.10 Oleh karena itu, keberadaan seorang kiai dalam tugas dan fungsinya dituntut untuk memiliki kebijaksanaan dan wawasan, ahli dan trampil dalam pembinaan ilmu-ilmu Islam, mampu menanamkan sikap dan pandangan, serta wajib menjadi suri tauladan dan panutan yang mencerminkan sebagai seorang pengasuh yang baik serta berwibawa, sehingga sangat sekali disegani oleh masyarakat di lingkungan sekitar.
Menyadari pentingnya kiai dan pesantren, maka di sini penulis akan membahas tentang salah satu kiai yang sangat berpengaruh di Pondok Pesantren Darussalam Desa Kedung Megarih Kecamatan Kembangbahu Lamongan yaitu KH. M. Zainal Washad. Lahir pada tanggal 15 April 1952 M, seorang ulama pengasuh pesantren yang sangat berhasil pada zamannya. Kiai kharismatik dan organisatoris ini merupakan pengasuh pondok pesantren ketiga yang ditetapkan pada tahun 1982 M, setelah wafatnya menantu Kiai Moh. Bakar yaitu Kiai Mohammad Thohir11 yang merupakan pengasuh sebelumnya. Sebenarnya
10 Ibid., 22.
6
keilmuan KH. M. Zainal Washad selama menjadi santri di berbagai pondok pesantren12 dikatakan sudah cukup untuk memperdalam ilmunya. Namun, dia masih mencari ilmu agama sampai akhir hayatnya.
Sepulangnya dari mencari ilmu di Madrasah Diniyah Gempol Sukodadi Lamongan, KH. M. Zainal Washad mulai terjun ke masyarakat untuk mengamalkan ilmu yang didapatkan selama berada di pondok. Sepeninggal Kiai Mohammad Thohir ayahnya KH. M. Zainal Washad tahun 1981 M,13 ia dipilih sebagai pengasuh Pondok Pesantren Darussalam di era selanjutnya, karena beliau merupakan keturunan langsung dari pengasuh sebelumnya serta dianggap sebagai orang yang pantas, orang yang mempunyai kharisma, dan orang yang dianggap mempunyai ilmu pengetahuan agama yang banyak, serta mumpuni dalam memimpin sebuah pondok pesantren. KH. M. Zainal Washad menjabat sebagai pengasuh Pondok Pesantren Darussalam pada tahun 1982 M. Dalam pergantian masa jabatan pengasuh pondok pesantren, ia dipilih bukan berdasarkan voting tetapi berdasarkan keturunan, karena pondok ini merupakan pondok salaf bukan pondok kholaf. 14
KH. M. Zainal Washad membawa perubahan kemajuan dari pada periode-periode sebelumnya, baik dalam bidang segi keagamaan, maupun dalam bidang
12 Pondok pesantren yang pernah dijadikan KH. M. Zainal Washad untuk mencari ilmu yaitu Pondok Pesantren Matholiul Anwar Simo, Pondok Pesantren Salafi Langitan Tuban, Pondok Pesantren Gempol, Pondok Pesantren KH. Mastur, dan berguru kepada Sayed Mohammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Khusna Makkah.
13 Catatan keluarga, Keturunan Kiai Moh. Bakar dan Kiai Saren.
7
segi pendidikan. Seperti halnya dalam segi pendidikan, pada masa periode sebelum KH. Zainal Washad, sistem pengajaran pendidikan (tarbiyah) di Pondok Pesantren Darussalam hanya menggunakan sistem sorogan, wetonan atau
bandongan.15
Pada masa KH. Zainal Washad sistem pengajaran tarbiyah-nya ditambah dengan metode pengajaran yang berbentuk madrasah diniyah, yang terdiri dari Madrasah Diniyah Awwaliyah, Wustho sampai dengan Madrasah Diniyah Ulya. Didirikan pula Taman Pendidikan Alquran (TPQ) dan dibukannya Program Paket A, Paket B, dan Paket C yang disediakan bagi santri-santri yang putus sekolah. Begitu juga dalam segi keagamaan, KH. Zainal Washad juga lebih mengaktifkan jamaah tarekat Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah dengan memberikan bimbingan dan pengajian rutin pada jamaah tarekat pada acara selasanan, asaran serta jum’atan.16
Dari latar belakang di atas, peneliti ingin mengkaji tentang perjuangan KH. M. Zainal Washad pada Pondok Pesantren Darussalam dengan berjudul: Peran KH. M. Zainal Washad Dalam Pengembangan Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih Kembangbahu Lamongan 1982-2014 M.
15 Sistem Sorogan terkadang digunakan untuk santri yang ingin mendalami kitab tertentu yang kemampuannya lebih tinggi menyodorkan kitab kepada kiai, dengan tekun ia memberi catatan kepada kitab itu dan sang kiai menerjemahkannya dan menjelaskan maksud kitab tersebut. Metode wetonan atau bandongan hampir dihadiri oleh sejumlah santri, di mana seorang guru (kiai) membaca, menerjemahkan dan menjelaskan kitab tertentu yang didengar oleh sejumlah santri yang duduk mengelilingi kiai. Sukamto, Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren,144.
16Subhan Zaini, “Pengaruh Thoriqot Naqsyabandiyah Kholidiyah Terhadap Pendidikan Akhlak di
8
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka peneliti merumuskan permasalahan yang akan menjadi pokok permasalahan pada penelitian kali ini. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi KH. M. Zainal Washad?
2. Bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih? 3. Bagaimana peran KH. M. Zainal Washad dalam pengembangan Pondok
Pesantren Darussalam Kedung Megarih tahun 1982-2014? C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui biografi KH. M. Zainal Washad sebagai pengasuh Pondok Pesantren Darussalam dan mengetahui sejarah Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih Kembangbahu Lamongan.
2. Untuk mengetahui perkembangan Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih Kembangbahu Lamongan.
3. Untuk mengetahui peran-peran yang dilakukan oleh KH. M. Zainal Washad dalam mengembangkan Pondok Pesantren Darussalam.
D. Kegunaan Penelitian
9
2. Menyambung keterputusan sejarah dan membangkitkan kesadaran baru dikalangan umat Islam untuk memacu semangat di bidang intelektual, pengetahuan dan kebudayaan Islam.
3. Diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam bidang kajian sejarah Islam serta bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswa yang lain sebagai bahan referensi dalam penulisan karya ilmiah.
4. Bagi masyarakat, hasil penulisan ini sebagai gambaran atau informasi tentang Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih Kembangbahu Lamongan, supaya dapat dijadikan bahan refleksi kepada generasi muda. E. Pendekatan dan Kerangka Teori
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan biografis dan pendekatan historis. Pendekatan biografis bertujuan untuk mengungkap pengalaman menarik yang dapat mempengaruhi atau mengubah hidup seseorang.17 Sedangkan Pendekatan historis bertujuan untuk mendeskripsikan kejadian di masa lampau. Sehingga dari kedua pendekatan tersebut, penulis berusaha mengungkapkan latar belakang sejarah kehidupan KH. M. Zainal Washad mulai lahir pada 15 April 1952 M, sebagai pengasuh maupun pemimpin. Bahkan, sampai pada usahanya dalam mengembangkan Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih Kembangbahu Lamongan hingga wafat pada 6 Juli 2014 M.
17Ilhamsyah, “Metode penelitian Kualitatif (Biografi; Studi Kasus; Fenomenologi; Etnografi dan
Grounded Theory)”, dalam
10
Dalam hal ini, penulis menggunakan beberapa teori, yakni: pertama, teori peran yaitu sebuah sudut pandang dalam sosiologi dan psikologi sosial yang menganggap sebagian besar aktifitas harian diperankan oleh kategori-kategori yang ditetapkan secara sosial. Sesuai dengan pengertian teori tersebut, dapat dijelaskan bahwa peran perjuangan KH. M. Zainal Washad dalam mengembangkan sebuah pondok pesantren yang awalnya merupakan sebuah pondok pesantren yang menggunakan sistem sorogan, wetonan atau bandongan, ditambah sistem pendidikan madrasah diniyah, pendidikan yang berdasarkan ilmu agama Islam, kemudian dalam bidang umum, juga berperan pada pembangunan pondok pesantren dan gedung madrasah-madrasah yang semakin maju dan meluas.
Kedua, teori keturunan. Teori ini menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena keturunan atau warisan, karena orang tuanya seorang pemimpin, maka anaknya otomatis akan menjadi pemimpin menggantikan orang tuanya seolah-olah seseorang menjadi pemimpin karena ditakdirkan.18
Ketiga, teori yang diutarakan oleh Max Weber yaitu teori kepemimpinan yang diantarannya adalah teori kharismatik. Max Weber menggunakan “kharisma” untuk menjelaskan perkembangan kekuasaan di sekitar kepribadian yang bersifat kepahlawanan. Dikatakan oleh Dow bahwa bagi Max Weber kekuasaan kharismatik terjadi kalau hasrat seseorang akan kekuatan yang gaib, luar biasa, dan melebihi kekuatan manusia yang diakui oleh orang-orang lain sebagai landasan sah bagi ikut sertanya mereka dalam rencana kegiatan untuk
11
mengatasi kesulitan-kesulitan yang parah atau untuk menjamin suksesnya suatu tujuan. 19
Atas dasar teori yang digunakan sesuai dengan yang diutarakan oleh Max Weber, maka penelitian ini nantinya akan melihat sosok KH. M. Zainal Washad sebagai tokoh pemimpin yang kharismatik serta membawa banyak kemajuan selama menjadi pengasuh. Dalam memajukan Pondok Pesantren Darussalam, KH. M. Zainal Washad menggunakan pola sesuai dengan teori yang diutarakan Weber, yaitu ia merupakan tokoh agama yang kharismatik. Hal ini terlihat pada sosoknya sebagai kiai di pesantren yang berwibawa, disegani oleh seluruh masyarakat dan pengikutnya. Ditambah lagi dengan KH. M. Zainal Washad merupakan seorang anggota DPRD Kabupaten DATI II Lamongan pada tahun 1999-2004, berdasarkan Surat Keputusan Nomor: 171.410/28/012/1999 yang secara struktural berada pada posisi tinggi, secara otomatis para santri serta jamaahnya mengikuti kebijakan-kebijakan yang diberikannya.
Melihat sosok pemimpin seperti KH. M. Zainal Washad, perkembangan Pondok Pesantren Darussalam di masa kepengasuhannya membawa banyak kemajuan bagi santri, jamaah tarekat, pondok pesantren, dan bagi masyarakat di lingkungan sekitar. Bukti-bukti perubahan dalam kemajuannya dapat dilihat nanti pada bab selanjutnya.
F. Penelitian Terdahulu
Mengenai tinjauan penelitian terdahulu, tokoh tentang KH. M. Zainal Washad belum pernah diteliti, jadi ini merupakan penelitian pertama tentang
12
peran KH. M. Zainal Washad dalam pengembangan Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih Kembangbahu Lamongan 1982-2014 M. Berikut beberapa kajian atau penelitian yang terkait dengan penulisan penelitian ini yang pernah peneliti temukan, diantaranya adalah:
1. Skripsi Subhan Zaini, Fakultas Agama Islam, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Lamongan (UNISLA), 2007, Pengaruh Thoriqot Naqsyabandiyah Kholidiyah Terhadap Pendidikan Akhlak di Pondok
Pesantren Darussalam Kedung Klanting Kedung Megarih Kembangbahu
Lamongan, skripsi ini membahas tentang pengaruh Thoriqot
Naqsyabandiyah Kholidiyah terhadap akhlak santri dan jamaah di Pondok Pesantren Darussalam serta sejarah berdiri dan berkembangnya Thoriqot Naqsyabandiyah Kholidiyah di Kedung Klanting Kedung Megarih Kembangbahu Lamongan.
2. Laporan Penelitian Ali Mufrodi, berdasarkan Surat Keputusan Pemimpin Proyek Nomor: 64.B/PELITA/SA/97 IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1997, Tarekat Naqsyabandiyah di Rowobayan Padangan Bojonegoro Jawa
Timur, penelitian ini membahas tentang sejarah perkembangan dan
penyebarannya Tarekat Naqsyabandiyah di Rowobayan sampai sekarang. 3. Zamakhsyari Dhofier, “Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup
Kiai”, penerbit LP3ES, Jakarta (Buku, 1994). Buku ini membahas tentang
13
4. Skripsi Muhammad Mas’ud, Fakultas Adab, Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2009, Peran KH. Mas Tholhah Abdullah Sattar dalam Mengembangkan Pondok Pesantren At-Tauhid di
Sidosermo Surabaya (1969-1991), skripsi ini membahas tentang latar
belakang berdirinya Pondok Pesantren At-Tauhid hingga peran perjuangan dan pemikiran KH. Mas Tholhah Abdullah Sattar dalam mengembangkan Pondok Pesantren At-Tauhid semasa hidupnya.
5. Skripsi Silvi Widia, Fakultas Adab, Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2011, Peran KH. Mansyur Hamid dalam Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum Awang-Awang Mojosari Mojokerto,
skripsi ini membahas tentang perkembangan yang dilakukan KH. Mansyur Hamid dalam bidang sosial, pendidikan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
14
G. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini merupakan penelitian sejarah, menurut Kuntowijoyo20 yakni:
1. Pemilihan topik
Tahap ini merupakan tahap awal, dimana seorang peneliti harus menentukan topik yang akan dipilih. Bagi seorang sejarawan maka topik yang harus dipilih adalah topik sejarah yang dapat diteliti sejarahnya, sehingga dalam hal ini penulis akan memilih topik tentang peran tokoh dan akan ditarik judul menjadi “peran KH. M. Zainal Washad dalam pengembangan Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih Kembangbahu Lamongan 1982-2014 M”.
Penulis mengambil topik ini karena peran tokoh itu mempunyai pengaruh besar bagi pondok pesantren dan masyarakat dalam kemajuan lingkungan. Penulis juga mengambil judul ini dikarenakan KH. M. Zainal Washad merupakan tokoh yang dijadikan panutan bagi santri serta masyarakat Kedung Megarih dan sekitarnya, dikarenakan kharismanya, kebijaksanaannya, dan ilmu pengetahuan agama yang tinggi dan tidak dapat dijangkau oleh kebanyakan orang awam, sehingga penulis menyadari betapa pentingnya kiai bagi pondok pesantren dan masyarakat.
2. Heuristik
15
Heuristik atau pengumpulan sumber yaitu suatu proses yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data atau jejak sejarah.21
Pada tahap ini penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber, meliputi sumber tertulis dan sumber wawancara terhadap orang-orang yang layak dapat memberikan informasi tentang KH. M. Zainal Washad maupun Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih. Sumber-sumber tersebut dapat dianggap sebagai sumber primer yang berupa dokumen-dokumen dan arsip-arsip tentang Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih Kembangbahu Lamongan baik dokumen berupa tulisan, gambar, maupun beupa rekaman audio visual, juga berupa sumber lisan.
Mengenai sumber-sumber data yang lebih lanjut, penulis memperoleh dari rangkaian wawancara terhadap orang-orang tertentu yang dapat dipercaya serta orang-orang yang dekat dengan KH. M. Zainal Washad, agar dapat memperoleh kebenaran data yang diperlukan. Seperti: keluarga, saudara, dan murid-muridnya yang masih hidup yakni Ustadz Ahmad Sanusi, Kiai Subhan Zaini, Ustadz Muhaimin, Ustadz Abdul Qodir dan lain-lain yang berhubungan dengan pokok pembahasan terhadap penulisan ini. Kemudian penulis juga menggunakan data-data berupa laporan penelitian milik Ali Mufrodi, yang berjudul Tarekat Naqsyabandiyah di Rowobayan Padangan Bojonegoro Jawa Timur, di mana tarekat ini merupakan pusatnya
16
tarekat Naqsyabandiyah yang diikuti oleh jamaah tarekat di Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih.
Selain dari sumber primer, penulis juga akan menggunakan sumber sekunder berupa buku-buku dalam perpustakaan yang menyangkut dengan kiai dan pondok pesantren yang relevan dengan pemasalahan penulisan ini. 3. Kritik Sumber
Kritik sumber digunakan untuk menentukan otensititas dan kredibilitas sumber sejarah. Semua sumber yang telah dikumpulkan terlebih dahulu verifikasi sebelum digunakan. Sebab, tidak semuanya langsung digunakan dalam penulisan. Dua aspek yang dikritik ialah autentik (keaslian sumber) dan kredibilitas (tingkat kebenaran informasi) sumber sejarah.22 Dalam penulisan mengenai peran KH. M. Zainal Washad dalam pengembangan Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih Kembangbahu Lamongan tahun 1982-2014, penulis akan menganalisa secara mendalam terhadap sumber-sumber yang telah diperoleh baik primer maupun sekunder melalui kritik intern dan ekstern untuk mendapatkan keaslian dan kesahihan dari sumber-sumber yang telah didapat.
Kritik intern dilakukn penulis untuk melihat isi sumber tersebut apakah kredibilitas atau tidak.23 Dari kritik intern yang penulis lakukan terhadap sumber yang didapatkan, penulis menyimpulkan ada beberapa sumber yang isinya penulis ragukan kredibilitasnya, ialah sumber-sumber yang penulis dapatkan dari wawancara, di mana terjadi kerancuan pada
22Abd. Rahman Hamid dan Muhammad Saleh Madjid, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Ombak, 2014), 47.
17
tahun cerainya KH. M. Zainal Washad dengan istri yang pertama, ibu Miftahul Jannah. Menurut dari dua sumber wawancara menyebutkan tahun yang berbeda, yakni cerai pada tahun 1977 dan pada tahun 1980 M. Setelah penulis melakukan wawancara terhadap pelaku aslinya, ibu Miftahul Jannah, di sini penulis menemukan keaslian sumbernya, yakni dijelaskan oleh ibu Jannah bahwa ia bercerai dengan KH. M. Zainal Washad pada tahun 1982.
Kritik ekstern dilakukan guna melihat apakah sumber yang didapatkan tersebut autentik atau tidak.24 Dari kritik ekstern ini penulis mendapati bahwa kualitas yang penulis dapati keautektikannya dapat dipercaya, karena beberapa sumber yang penulis dapatkan berasal dari Departemen Agama, Kementerian Agama, DPRD, dan dari pihak Pondok Pesantren Darussalam sendiri.
Selanjutnya, penulis juga menemukan sumber primer yang lain berupa karya dari KH. M. Zainal Washad yaitu Al-Anwaru Al-Musṭofuwyah, Adhikru walmujāhadah, dan kumpulan beberapa sholawat. Maka dari itu, peneliti menyimpulkan bahwa sumber tersebut adalah sumber primer, karena isi dan sumber tersebut setelah dibandingkan dengan sumber sekunder dapat dipertanggung-jawabkan isinya atau dapat dipastikan kebenarannya.
18
Penulis sangat berhati-hati dalam memilih dan menguji data baik dari wawancara dan literature yang bertujuan agar mendapatkan data yang otentik.
4. Interpretasi
Pada tahap ini, dituntut kecermatan dan sikap objektif sejarawan, terutama dalam hal interpretasi subjektif terhadap fakta sejarah. Interpretasi atau penafsiran merupakan suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali sumber-sumber yang didapatkan, apakah sumber-sumber yang didapatkan dan telah diuji keautentikannya terdapat hubungan yang saling terkait antara satu dengan yang lain.25 Dalam tahap ini, penulis melihat kembali data-data yang didapat dan telah diketahui autentisitasnya terdapat saling berhubungan antara satu dengan yang lain, kemudian dibandingkan dan disimpulkan atau ditafsirkan.
Melihat dari data yang penulis peroleh dari observasi dan wawancara, terdapat proses perjuangan KH. M. Zainal Washad dalam perjuangan mengembangkan Pondok Pesantren Darussalam yang dirintis oleh kakeknya, Kiai Moh. Bakar, serta perannya terhadap Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih. Proses yang dilakukan adalah dengan cara mendirikan Madrasah Diniyah dan mengembangkan ajaran-ajaran kitab dari pemimpin pendahulunya.
19
5. Historiografi
Historiografi atau penulisan sejarah merupakan penyusunan sejarah yang didahului oleh penelitian terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu.26 Historiografi di sini merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.27 Sehingga dalam langkah ini penulis dituntut untuk menyajikan dengan bahasa yang baik, yang dapat dipahami oleh orang lain dan dituntut untuk menguasai teknik penulisan karya ilmiah.28
Dalam penelitian ini menghasilkan sebuah laporan penelitian yang berjudul “Peran KH. M. Zainal Washad dalam pengembangan Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih Kembangbahu Lamongan 1982-2014 M” berdasarkan sumber yang ada.
H. Sistematika Pembahasan
Bab pertama, Pendahuluan yang menggambarkan secara global dari keseluruhan isi skripsi ini, yang memuat tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, sistematika pembahasan.
Bab kedua, menjelaskan tentang biografi dari KH. M. Zainal Washad dari genealogi, masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan pendidikan, karir serta karya KH. M. Zainal Washad.
Bab ketiga, menjelaskan secara singkat tentang letak geografis dan demografis Desa Kedung Megarih Kec. Kembangbahu Kab. Lamongan, profil
26 Badri Yatim, Historiografi Islam (Jakarta: Logos, 1995), 5. 27 Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 72.
20
Pondok Pesantren Darussalam, visi, misi, tujuan, serta aktifitas Pondok Pesantren Darussalam.
Bab keempat, menguraikan tentang peran-peran yang dilakukan oleh KH. M. Zainal Washad dalam mengembangkan Pondok Pesantren Darussalam dalam bidang agama dan bidang pendidikan.
BAB II
BIOGRAFI KH. M. ZAINAL WASHAD
A. Geneologi KH. M. Zainal Washad
KH. M. Zainal Washad lahir pada tanggal 15 April 1952 di Desa Kedung
Megarih Kecamatan Kembangbahu Kabupaten Lamongan.1 Ayahnya bernama
Moh. Thohir dan ibunya bernama Nashohah. Kiai Moh. Thohir lahir di Desa
Latukan Kecamatan Sekaran Lamongan pada tahun 1901 M. Ayahnya bernama
Saren dan ibunya bernama Yatmi. Nyai Nashoha lahir di Desa Kedung Megarih
ayahnya bernama Moh. Bakar dan ibunya bernama Syamsi.2
Kiai Saren dan Nyai Yatmi (kakek dan nenek KH. M. Zainal Washad)
berasal dari Latukan Sekaran Lamongan, tetapi tinggal di Glumo karena diminta
warga Desa Glumo untuk menjadi kiai di sana. Pernikahannya Kiai Saren dan
Nyai Yatmi dikaruniai empat belas anak, yaitu: Kusnan, Rusmani, Marni, Moh.
Thohir, Alfiyah, Dulkamid, Siti, Nur Hasan, Kalimah, Amari, Syafari, Nakip,
Jamal, dan Siti Munawaroh. Sementara Kiai Moh. Bakar dengan Nyai Syamsi
mempunyai sebelas anak yang terdiri dari empat laki-laki dan tujuh perempuan,
yaitu: Taslikah, Tarhim, Toha, Nashoha, Rohmiyati, Ridwan, Fauzan, Jalal,
Qomariyah, Moh. Ilham, dan Syuhadak.3
Bertemunya Kiai Moh. Thohir dengan Nyai Nashoha (orangtua KH. M.
Zainal Washad) berawal ketika Kiai Thohir diperintah oleh orangtuanya Kiai
Saren untuk menuntut ilmu di pondoknya Kiai Moh. Bakar yaitu Pondok
22
Pesantren Darussalam Kedung Megarih, karena Kiai Bakar terkenal sebagai orang
yang berilmu. Pada waktu di Pondok Pesantren Darussalam, Kiai Thohir sangat
disenangi oleh Kiai Bakar karena Kiai Thohir sangat patuh, taat, dan rajin
membantu keluarga ndalem dan pondok pesantren. Kiai Thohir selanjutnya dijadikan sebagai khodam Kiai Bakar, karena kecintaan Kiai Bakar terhadap Kiai
Thohir, maka Kiai Thohir diambil mantu oleh Kiai Bakar dan dinikahkan dengan
anaknya bernama Nashoha yang masih berumur 7 tahun, sementara Kiai Thohir
berumur 22 tahunan.4
Ketika Nyai Nashoha, ibu KH. M. Zainal Washad berusia 9 tahun,
melahirkan anak yang pertama yaitu Siti Munawaroh dan dikaruniai sebelas anak.
Tiga dari anaknya (Ahmad Khasan, Masri’ah, Mujaro’ah) meninggal dunia waktu
masih kecil, disebabkan terkena penyakit cacar. Pada masa itu banyak orang
meninggal dunia diakibatkan penyakit tersebut. Anak-anak Kiai Thohir dan Nyai
Nashoha yaitu: Siti Munawwaroh, Ahmad Khasan, Moh. Munib, Masri’ah,
Mujaro’ah, Zainal Washad, Muhari, Muhaimin, Ma’ruf, Mu’rof, dan Ja’far
Affandi.5 Dari kesebelas anak Kiai Thohir tersebut, yang paling menonjol adalah
anak keenam yakni Zainal Washad, karena selain cerdas, ia merupakan anak yang
memiliki kelebihan dan keistimewaan yang menonjol dibanding
saudara-saudaranya, yang nantinya kelak akan berhasil memajukan pondok pesantren dan
yang paling lama mengasuh Pondok Pesantren Darussalam.
Keadaan ekonomi orangtua KH. M. Zainal Washad (Kiai Thohir dan Nyai
Nashoha) waktu itu dapat dikatakan sangat kekurangan, tetapi masih bisa
4 Muhaimin, Wawancara, Lamongan, 9 Mei 2016.
23
mempertahankan kehidupan keluarganya walaupun dengan pas-pasan. Akibat
keadaan ini, ketika anak-anaknya berangkat mencari ilmu ke pondok pesantren,
hanya membawa bekal pas-pasan dan tidak pernah diberi uang saku. Hanya saja
orangtua mendoakan anak-anaknya supaya pandai dalam mendalami ajaran agama
Islam dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Meskipun tidak diberi uang saku,
namun anak-anaknya tetap mempunyai semangat untuk mencapai kemajuan dan
keberanian dalam menghadapi tantangan, rintangan, dan resiko apapun dalam
mencari ilmu serta memiliki cita-cita yang tinggi untuk memperdalam ilmu
pengetahuan agama Islam.6
Kyai Thohir, ayah KH. M. Zainal Washad, mempunyai tanggung jawab
untuk membimbing putra-putrinya menjadi anak yang ahli di bidang agama Islam.
Semua itu ia lakukan demi cintanya kepada anak-anak dan tingginya cita-cita
untuk melihat putra-putrinya menjadi orang yang ahli dalam bidang agama Islam.
Pekerjaan orangtua KH. M. Zainal Washad (Kiai Thohir dan Nyai Nashoha)
adalah sebagai petani, dan Kiai Thohir juga sering mencari ikan di sungai sebagai
tambahan buat lauk pauk. Selain sebagai petani, Kiai Thohir (ayah KH. M. Zainal
Washad) aktif memberikan pengajian kepada tarekat di Pondok Pesantren
Darussalam Kedung Megarih, karena mertuanya Kiai Bakar telah mempercayai
Kiai Thohir untuk menjadi badal (pengganti) kepemimpinan tarekat di Pondok Pesantren Darussalam selanjutnya sepeninggal Kiai Bakar.7
Sementara keadaan Nyai Nashoha juga sering sakit-sakitan diakibatkan
terkena penyakit paru-paru dan wafat tahun 1974 M. Setelah Nyai Nashoha
24
meninggal dunia, Kiai Thohir menikah lagi dengan Siyati binti Trubus yang
berasal dari Desa Kedung Megarih. Dari pernikahan Kiai Thohir dan Ibu Siyati ini
dikaruniai tiga anak yaitu: Nikmah, Musa, Suniya.8 Mereka tinggal di samping
kanan sebelah Pondok Pesantren Darussalam.
Kiai Mohammad Thohir wafat pada tahun 1981 M di Dusun Kedung
Klanting Desa Kedung Megarih9 dan di makamkan di pemakaman khusus
keluarga Pondok Pesantren Darussalam.
B. Masa Kanak-Kanak, Remaja, dan Dewasa KH. M. Zainal Washad
KH. M. Zainal Washad lahir dan tumbuh di kalangan keluarga ndalem yang
sangat taat dalam menjalankan agama Islam. Ilmu-ilmu agama langsung diterima
dari sang ayah (Kiai Moh. Thohir) dan keluarganya. Ilmu-ilmu tersebut diperoleh
dalam wadah dan suasana lingkungan yang agamis. Dengan suasana dan tempat
yang sangat mendukung tersebut, mengantarkan Zainal Washad menjadi seorang
kiai yang menguasai bidang agama Islam.
KH. M. Zainal Washad merupakan satu-satunya anak Kiai Thohir yang
mempunyai kelebihan dan keistimewaan dibanding saudaranya. Konon ketika
KH. M. Zainal Washad berumur 7 tahun, waktu tidur ia bermimpi didatangi Nabi
dan diberi nasehat bahwa M. Zainal Washad nantinya akan menjadi ahli surga dan
keesokan harinya ia diperintah untuk berpuasa, maka ia pun berpuasa. Kemudian
saat duduk di bangku MI Islamiyah kelas 4, KH. M. Zainal Washad urat kakinya
pernah terkena linggis dan pingsan. Dalam pingsannya tersebut, ia bertemu
dengan sesosok wali dan diberitahu bahwa:
8 Ibid.
25
“kamu (M. Zainal Washad) belum waktunya meninggal dunia, maka kembalilah ke dunia, karena kamu itu merupakan seorang ulama yang berjuang besar di kemudian hari.”
Kemudian ia sadar dan bercerita kepada ibunya Nyai Nashoha tentang mimpinya
tersebut.10
KH. M. Zainal Washad dianggap anak yang cerdas dan paling pintar, di
mana setiap ia mengaji kitab kuning, ia tidak pernah memberi makna pegon pada
kitabnya. Tetapi setiap ia ditunjuk oleh ustadz atau kiainya untuk membaca, ia
selalu bisa membaca kitab tersebut beserta makna pegon dengan benar. Bahkan kitab yang sudah tingkatan tertinggi pun seperti kitab Sharah al-Bajuri, ia mampu
membacanya. Padahal ia belum pernah mempelajari kitab tersebut sama sekali.
Setiap mondok ia selalu disuruh oleh ustadz atau kiainya untuk cepat naik kelas
atau pulang ke rumah, karena ia dianggap sudah pintar dalam mengaji kitab
kuning.11 Hal ini semakin membuat M. Zainal Washad tampak unggul dibanding
teman-teman sebayanya.
KH. M. Zainal Washad merupakan anak kesayangan dari Nyai Nashohah,
hal ini dapat dilihat ketika ibu Nashohah menjelang wafat (1974 M), ibunya selalu
mencari KH. Zainal Washad dan ketika dia datang menemui ibunya dan
memegang tangannya, tidak lama kemudian sang ibu meninggal dunia.12 Semasa
hidupnya KH. M. Zainal Washad terkenal sebagai sosok kiai yang alim, sabar,
jujur, tegas, berwibawa, kuat dalam memegang prinsip, dan dalam menjalankan
10 Muhaimin, Wawancara, Lamongan, 9 Mei 2016. 11 Ibid.
26
roda kehidupan pribadi maupun dalam organisasi serta suka mengasihi orang yang
tidak mampu di manapun berada.13
Pada usia 20 tahun, KH. M. Zainal Washad menyukai santrinya di
Madrasah Diniyah Gempol Sukodadi Lamongan, bernama Miftahul Jannah.
Kemudian KH. M. Zainal Washad menemui ayah Miftahul Jannah, Kasbullah,
dan mereka dinikahkan pada tahun 1972 M. Ketika itu, Ibu Miftahul Jannah
berusia 12 tahun, dan masih duduk di bangku kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Gempol. Setelah menikah, KH. M. Zainal Washad tinggal di Desa Gempol,
karena istrinya (ibu Miftahul Jannah) berasal dari sana. KH. M. Zainal Washad
mengajar mengaji di Madrasah Diniyah Gempol dan santrinya banyak, yang
berasal dari Desa Mangkujajar, Mengkuli, dan Sidomulyo. Ia juga mengisi
pengajian di beberapa musola di Gempol.14
Pada tahun 1974, KH. M. Zainal Washad dan Ibu Miftahul Jannah
dikaruniai anak yang pertama, yaitu Fauziyah. Dari pernikahannya, mereka
dikaruniai 3 anak, yaitu: Fauziyah, Ubaidillah, dan Umu Hanik. Namun, rumah
tangganya KH. Zainal Washad dengan Miftahul Jannah tidak berlangsung lama,
hanya berumur 9 tahun saja, dikarenakan cerai pada tahun 1981 M.15
Pada usia 29 tahun, KH. M. Zainal Washad menikah lagi dengan santri
Madrasah Diniyah Gempol bernama Sulamsih binti Matraji yang berumur 20
tahun, berasal dari Desa Cekel Lamongan. Sulamsih ke Gempol dikarenakan dua
hal, yaitu: untuk mencari ilmu agama Islam dan berobat kepada KH. M. Zainal
27
Washad, karena ia sedang sakit.16 Ketertarikan KH. M. Zainal Washad kepada ibu
Sulamsih itu berujung pada pernikahan, yang dilaksanakan tanggal 26 Maret 1981
M.17
Setelah menikah dengan ibu Sulamsih, KH. M. Zainal Washad kembali ke
kampung halamannya di Kedung Megarih, untuk mengamalkan ilmu agama Islam
yang didapat selama mengaji di pondok pesantren. Namun, sekembalinya dari
Gempol, ayah dari KH. M. Zainal Washad, Kiai Moh. Thohir, meninggal dunia
pada tahun 1981 M.18 Sehingga alih kepemimpinan Pondok Pesantren Darussalam
pindah kepengasuhan kepada KH. M. Zainal Washad sampai tahun 2014 M.19
Dari pernikahannya KH. Zainal Washad bersama ibu Sulamsih, mereka
dikaruniai 3 anak yaitu: Ahmad Dliya’udin, Titik Murtofiah, dan Ahmad
Syamsi.20 Rumah tangganya dengan ibu Sulamsih berlangsung sampai KH. M.
Zainal Washad meninggal dunia tahun 2014 M.
KH. M. Zainal Washad merupakan tokoh agama yang disegani oleh
kalangan masyarakat Kedung Megarih dan sekitarnya. Hal ini dibuktikan ketika
ada undangan untuk mengisi pengajian dari desa ke desa, KH. M. Zainal Washad
selalu dipanggil oleh masyarakat dengan sebutan pak haji. Padahal, saat itu KH.
M. Zainal Washad belum melaksanakan ibadah haji sama sekali. Dari keterangan
tersebut bisa dikatakan bahwa KH. M. Zainal Washad sangat dihormati oleh
masyarakat, hal itu menjadi doa baginya untuk bisa melaksanakan ibadah haji.
Akhirnya, pada tahun 1994 M dia menunaikan ibadah haji yang pertama kalinya.
16 Sulamsih, Wawancara, Lamongan, 28 Mei 2016.
17 Dilihat dari Surat Nikah M. Zainal Washad dan Sulamsih. 18 Catatan keluarga, Keturunan Kiai Moh. Bakar dan Kiai Saren. 19 Muhaimin, Wawancara, Lamongan, 12 April 2016.
28
Semasa hidupnya, dia melaksanakan haji dan umrah berkali-kali berkat usaha dan
doa dari kalangan masyarakat. Ibu Sulamsih kesehariannya sebagai seorang guru
yang mengajar di sekolah MTs. dan MA Hasyim Asy’ari Kedung Megarih.21
KH. M. Zainal Washad cukuplah saleh dalam berperilaku sehari-hari,
karena sejak kecil ia dididik agama oleh orang tuanya dan juga mendapat
pendidikan yang baik selama nyantri di pondok pesantren. KH. M. Zainal Washad
dengan pendidikan pesantren dan keluarga yang taat beragama membuat dirinya
mempunyai cita-cita dengan mengembangkan pondok pesantren yang dirintis oleh
kakeknya Kiai Moh. Bakar menjadi lebih maju. Pada akhirnya, KH. M. Zainal
Washad berhasil mengembangkan pondok pesantren dan memajukannya dengan
menambahkan sistem pengajaran pendidikan dengan menggunakan madrasah
diniyah.22
KH. M. Zainal Washad sejak tahun 2013 M menderita penyakit gagal ginjal,
jantung, paru-paru, asam lambung, dan darah tinggi. Pada tahun 2014 M
menjelang detik-detik wafatnya, KH. M. Zainal Washad tidak bisa melakukan
aktifitas apapun, hanya berbaring di tempat tidur. Kemudian pada hari Senin
Pahing, 9 Ramadhan 1435 H/ 6 Juli 2014 M KH. M. Zainal Washad
menghembuskan nafas terakhir menghadap ke hadirat Allah SWT. dalam usia 62
tahun di Unit Gawat Darurat (UGD) Kecamatan Kembangbahu Lamongan.23
Seminggu sebelum meninggal dunia, KH. M. Zainal Washad berpesan
kepada istri (ibu Sulamsih) dan anak-anaknya (Ahmad Dliya’udin, Titik
Murtofiah, dan Ahmad Syamsi), jika nanti meninggal dunia, ia ingin dimakamkan
21 Muhaimin, Wawancara, Lamongan, 12 April 2016. 22 Ibid.
29
di dalam rumah, yakni di ruang tamu. Saat itu, keluarga mengabulkan permintaan
(wasiat) KH. M. Zainal Washad.24
Tak seorangpun manusia yang mengerti kapan ajalnya akan datang,
sebagaimana firman Allah SWT. yang berbunyi:
“Tidak (dapat) sesuatu umatpun mendahului ajalnya, dan tidak (dapat pula)
mereka terlambat (dari ajalnya itu).”25
Setelah KH. M. Zainal Washad meninggal dunia, kepemimpinan Pondok
Pesantren Darussalam digantikan oleh keponakannya, Kiai Subhan Zaini.
30
SILSILAH KELUARGA BESAR Kiai MOH. BAKAR bin
SAMBIYO
1. S. Munawaroh >< Sunaryo
2. Ah. Khasan 3. Moh. Munib >< 1. Muniroh
2. Khoiriyah
31
Keterangan:
>< Hubungan Pernikahan 10. Mu’rof >< Nasiyatin A. Sahal S.
11. Ja’far Afandi >< Zuliana
Nasiyatin Wiwin Uhsinatul M.
5. Rohmiyati >< Munasir 1. Sarofa 2. Muzayanah 3. Nur Halim 4. Bakir 6. Ridwan
Anam 7. Fauzan >< 1. Siti binti Dasir
2. Suwarti 1. Sa’adah 2. Khotijah 3. Kuswaji 4. Efendi 5. Eliya 6. Kholiq 7. Jamiatun
8. Jalal >< Siti Thoyyibah 1. Fatimah 2. Isa Ansori
9. Qomariyah >< Sulaiman 1. Imam Yaujid Anah 2. Hawari
3. Fadliyatun Musalamah 4. Badrus Sholeh
10. Moh. Ilham >< Siti Thoyyibah 1. A. Qodir 2. Kamalia 3. Asfiyah
32
SILSILAH KELUARGA BESAR Kiai SAREN bin SABIN
Saren >< Yatmi
1. Kusnan (Alm.)
2. Rusmani >< Karmawi
3. Marni (Alm.)
4. M. Thohir >< Nashoha
1. Siti Munawaroh >< Sunaryo
2. Ah. Khasan
3. Moh. Munib >< 1. Muniroh 2. Khoiriyah
5. Mujaro’ah (Alm.) 4. Masri’ah (Alm.)
6. Zainal Washad >< 1. Miftahul Jannah 2. Sulamsih
7. Muhari >< Asiyah
8. Muhaimin >< Fatkhul
9. Ma’ruf >< Mukayadah
10. Mu’rof >< Nasiyatin
11. Ja’far Afandi >< Zuliana Nasiyatin
Sabin >< Dipah
34
C. Pendidikan, Karir, dan Karya KH. M. Zainal Washad
1. Pendidikan KH. M. Zainal Washad
KH. M. Zainal Washad dalam menuntut ilmu dimulai dari belajar
agama Islam pada orangtuanya sendiri sambil sekolah di Madrasah
Ibtidaiyah Islamiyah Kedung Megarih, mulai tahun 1959 M-1967 M, karena
pada waktu itu sekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI) berlangsung selama
delapan tahun. Setelah tamat dari MI, pada tahun 1967 M-1968 M di usia 15
tahun, KH. M. Zainal Washad meniti jejak dan perilaku dari sebagian kiai,
yakni mondok di Pondok Pesantren Matholi’ul Anwar Simo Karanggeneng
Lamongan, yang masih diasuh oleh KH. Soefyan Abdul Wahab.26
Mungkin masih merasa kurang puas dengan hasil yang dicapai dari
Pondok Pesantren Matholi’ul Anwar Simo, KH. M. Zainal Washad
melanjutkan menuntut ilmu ke Pondok Pesantren Salafi Langitan Tuban
pada tahun 1968 M-1970 M, pada masa itu masih dalam kepengasuhan
Mbah Ahmad Marzuqi.27 Pondok ini merupakan satu-satunya pondok salafi
yang masih tetap menggunakan metode klasik sampai sekarang (tahun 2016
M).
Pada saat KH. M. Zainal Washad masih mondok di Langitan inilah
terdapat keanehan pada dirinya, yaitu ketika mengaji di Madrasah Diniyah
Salafi Langitan beliau diperintah oleh ustadznya untuk mencari kitab Naẓam
26 Muhaimin, Wawancara, Lamongan, 12 April 2016.
35
Imriṭi dan dia belum mengetahui sama sekali bagaimana bentuk dari kitab Naẓam Imriṭi dan apa isinya kitab tersebut. Ketika malam hari dia tidur dan bermimpi menghafal bait-bait Naẓam Imriṭi. Pada saat bangun tidur, KH. M.
Zainal Washad sudah menghafal Naẓam Imriṭi. Padahal dia belum juga mengetahui isi kitab Naẓam Imriṭi, kemudian ia setoran hafalan kepada ustadznya, sampai ia menjadi kiai pun masih ingat dengan Naẓam tersebut.
Akibat dari kecerdasannya tersebut, maka KH. M. Zainal Washad diperintah
oleh ustadz atau kiainya untuk pulang ke rumah karena ia dianggap sudah
pintar. 28
KH. M. Zainal Washad mondok di Langitan belajar mengaji Alquran Jalālayn dengan tajwid dan tafsirnya, serta mendapat silsilahnya Tafsīr Jalālayn dari Mbah Ahmad Marzuqi. Ia berhenti mondok di Langitan tahun 1970 M, dikarenakan ibunya (Nashoha) sudah tua dan tidak ada temannya
merawat saudara KH. M. Zainal Washad. Sang ibu pun berkata “ojo
mondok, ewangono momong”(jangan ke pondok, bantu ibu merawat).29
Namun, karena KH. M. Zainal Washad belum merasa pandai berilmu
agama Islam, ia tetap melanjutkan menuntut ilmu ke Madrasah Diniyah
Gempol Sukodadi Lamongan pada tahun 1971 M. Ia mondok di Gempol,
28 Ahmad Syamsi, Wawancara, Lamongan, 27 Maret 2016.
36
ikut saudaranya, Siti Munawwaroh yang tinggal di sana.30 Ia belajar untuk
memperdalam ilmu agama Islam dan ilmu suwuk atau perdukunan.31
Selain mengaji di Gempol, tahun 1972 M KH. M. Zainal Washad
mengaji ke Pondok Pesantren KH. Mastur Lamongan, dengan sistem bajak
atau disebut dengan santri kalong.32 KH. M. Zainal Washad memperdalam
kitab Tafsīr Jalālayn. KH. Mastur mengambil kitab Tafsīr Jalālayn dari silsilah Kiai Abbas Mekkah sampai Syekh Jalaluddin as-Suyuthi dan Syekh
Jalaluddin Al-Makhalli. KH. M. Zainal Washad juga mendapat silsilah
Tafsīr Jalālayn dari KH. Mastur Lamongan.33
KH. M. Zainal Washad belajar ilmu agama tidak hanya di daerah
sekitar desanya saja. Pada tahun 1978 M, ia juga mengaji di Kiai Hasan
Abdillah bin Ahmad Khusairi Glenmore Banyuwangi dan diberi ijazah
Naẓam Asmaul Husna.34 Kemudian ketika KH. M. Zainal Washad melaksanakan ibadah haji di Mekkah, ia memanfaatkan keadaan untuk
menambah ilmu pengetahuan agama Islam di negeri orang dan berguru pada
Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Khasani. Hal ini dibuktikan
30 Miftahul Jannah, Wawancara, Lamongan, 4 Juni 2016. 31 Ahmad Syamsi, Wawancara, Lamongan, 27 Maret 2016.
32 Santri kalong adalah murid-murid atau para santri yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren. Untuk pelajarannya di pesantren mereka bolak-balik dari rumahnya sendiri. Sindu Galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), 54.
33 KH. M. Zainal Washad, Videocasette, Pengajian Majelis Dzikir dan Mujahadah, Kedung Megarih, 19 Mei 2011.
37
dengan ijazah yang didapatkannya yaitu ḥadith Muwaṭa dan kitab al-‘Iqdu al-Farīd.35
Kitab-kitab yang diperdalam dan yang sudah dikhatamkan KH. M.
Zainal Washad ketika menuntut ilmu di pondok pesantren yakni: Tafsīr Jalālayn, Ilmu Alquran, Ilmu Suwuk atau perdukunan, kitab Ayyuhā al- Walad, Aqīdah al-Awām, dll.36
2. Karir KH. M. Zainal Washad
Dari latar belakang keluarga yang beragama, KH. M. Zainal Washad
terlahir sebagai seorang yang terhormat dan terpandang serta memiliki
watak pejuang yang sangat gigih. Atas ketekunannya dalam menuntut ilmu
dan ketaatannya kepada Allah SWT. ia mempunyai semangat yang tinggi
dalam berjuang untuk menyampaikan agama Islam dengan benar.
Dari segi karir dalam berorganisasi, KH. M. Zainal Washad juga
terbilang sukses, mengingat banyaknya jabatan yang diamanahkan
kepadanya, diantaranya:
a. Pada tahun 1974 M mulai dari KH. M. Zainal Washad mondok di
Gempol sampai pada tahun 2016 ia menjadi ketua Dewan Syuriah
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Kecamatan Kembangbahu.
Namun pada tahun 2014 KH. M. Zainal Washad meninggal dunia.
Pada waktu KH. M. Zainal Washad aktif di organisasi ini, tahun 1977
M KH. M. Zainal Washad ditahan oleh pihak kepolisian daerah
35 Ahmad Dliya’udin, Wawancara, Lamongan, 27 Maret.
38
Sukodadi, sebab dia dikenal di masyarakat sebagai pemuka agama
yang seharusnya netral terhadap partai politik. Namun, KH. M. Zainal
Washad masih tetap bertahan dengan partai politik PPP. Partai yang
kala itu merupakan partai kecil dari tiga partai (Partai Golkar, PDI,
dan PPP). Namun beberapa saat kemudian, KH. M. Zainal Washad
dibebaskan oleh saudaranya sendiri yaitu Kiai Moh. Munib.37
b. Pada tahun 1981 M-2014 M KH. M. Zainal Washad menjabat sebagai
pemimpin tarekat Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Khalidiyah.
c. Pada tahun 1982 M KH. M. Zainal Washad menjadi penerus dan
pengasuh di Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih, sampai
meninggal dunia tahun 2014 M.
d. Pada tahun 1982 M KH. M. Zainal Washad mendirikan Madrasah
Diniyah Awwaliyah.38
e. Pada tahun 1982 M KH. M. Zainal Washad sebagai pelopor berdirinya
MTs. Hasyim Asy’ari Kedung Megarih, serta menjadi penasehat di
lembaga pendidikan ini sampai meninggal dunia tahun 2014 M.
f. Pada tahun 1998 M KH. M. Zainal Washad sebagai pelopor berdirinya
MA Hasyim Asy’ari, serta menjadi penasehat di lembaga pendidikan
ini sampai meninggal dunia tahun 2014 M.
g. Pada tahun 1999 M-2004 M KH. M. Zainal Washad menjadi anggota
DPRD Kabupaten DATI II Lamongan.39
37 Muhaimin, Wawancara, Lamongan, 12 April 2016.
38 Piagam Kementerian Agama Kantor Kabupaten Lamongan No. 3 Tahun 1983 (terlampir). 39 Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor: 171.410/28/012/1999
39
h. Pada tahun 2001 M KH. M. Zainal Washad mendirikan Taman
Pendidikan Alquran (TPQ) An-Nahdliyah (Darussalam).40
i. Pada tahun 2004 KH. M. Zainal Washad mendirikan Madrasah
Diniyah Wustho.41
j. Pada tahun 2013-2016 M KH. M. Zainal Washad sebagai Dewan
Syuriah NU di Kecamatan Kembangbahu.
k. Pada tahun 2013-2016 M KH. M. Zainal Washad sebagai Dewan
Mustasyar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kabupaten
Lamongan.
l. Menjadi tabib perdukunan di Desa Kedung Megarih dan sekitarnya.
Dalam karir yang paling mengesankan yaitu bahwa KH. M. Zainal
Washad mampu dan berhasil mengembangkan Pondok Pesantren
Darussalam dengan menambahkan pendidikan yang berupa madrasah
diniyah.
3. Karya-karya KH. M. Zainal Washad
Sebagai ulama panutan di Pondok Pesantren Darussalam dan
masyarakat Desa Kedung Megarih, KH. M. Zainal Washad tidak hanya
pandai dalam hal ceramah, tetapi juga pandai dalam menulis. Di sela-sela
mendidik santri ia menulis kitab sebagai acuan pengajian santri dan jamaah
tarekat.
Adapun karya-karya KH. M. Zainal Washad yaitu:
40 Piagam Departemen Agama Kantor Kabupaten Lamongan Nomor: Kd.13.24/6/BA.01.1/601/2014 (terlampir).
40
a. Al-Anwāru Al-Musṭofuwyah
Buku ini berisikan silsilah berupa naẓam yang terdiri dari
nama-nama masyayikh tarekat Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyyah
mulai dari Kiai Yusuf Effendi42 sampai dengan Nabi Muhammad
Saw.
b. Al-dhikr wa al-mujāhadah
Merupakan pedoman bagi santri dan jamaah tarekat
Nagsyabandiyah Khalidiyah serta masyarakat Kedung Megarih,
berisikan dzikir-dzikir mujahadah dan Naẓam Asmaul Husna yang
didapat dari Kiai Hasan Abdillah bin Ahmad Khusairi Glenmore
Banyuwangi. Mujahadah ini dilaksanakan sebulan sekali setiap malam
17 dalam kalender Islam.
c. Kumpulan beberapa shalawat yang dikumpulkan dalam buku Majelis
Ta’lim Ar-Roudhoh.
BAB III
PROFIL PONDOK PESANTREN DARUSSALAM KEDUNG MEGARIH KEMBANGBAHU LAMONGAN
A.Letak Geografis dan Demografis Desa Kedung Megarih
Adanya gambaran lokasi dapat membantu dan menggambarkan bagaimana kondisi lingkungan di sekitar Pondok Pesantren Darussalam, yang termasuk di dalamnya adalah kehidupan keagamaan dan hubungan sosial masyarakat. Sehingga peneliti mengetahui secara langsung bagaimana sejarah dan peranan yang dilakukan oleh KH. M. Zainal Washad dalam pengembangannya di Pondok Pesantren Darussalam. Adapun lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian skripsi adalah di Kedung Megarih Kecamatan Kembangbahu Kabupaten Lamongan.
Desa Kedung Megarih merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Kembangbahu Kabupaten Lamongan, dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Letak Desa Kedung Megarih1
a. Luas tanah desa atau kelurahan : 192 Ha
- Luas pemukiman : 20,237 Ha
- Luas persawahan : 139,072 Ha
- Luas kuburan : 0,500 Ha
- Luas bangunan sekolah : 0,750 Ha
b. Batas wilayah desa atau kelurahan2
- Sebelah Utara : Sidomukti
42
- Sebelah Selatan : Tlogo Agung
- Sebelah Barat : German
- Sebelah Timur : Doyomulyo
c. Batas wilayah Kecamatan3
- Sebelah Utara : Sukodadi
- Sebelah Selatan : Mantup
- Sebelah Barat : Sugio
- Sebelah Timur : Tikung
d. Kondisi Geografis4
- Ketinggian tanah dari permukaan laut : 8 mdl
- Banyaknya curah hujan : 2000 Mm
- Suhu udara rata-rata : 26 ºc
e. Orbitasi (Jarak dari pusat pemerintahan Desa atau Kelurahan) :
- Jarak dari pusat kecamatan : 8 Km
- Jarak dari ibukota Kabupaten : 20 Km
- Jarak dari ibukota Propinsi Daerah : 65 Km
2. Jumlah penduduk
Berdasarkan data-data potensi desa atau kelurahan Kedung Megarih tahun 2015, menunjukkan bahwa jumlah penduduk seluruhnya sebanyak 3.137 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki dan perempuan. Penduduk
43
laki-laki berjumlah 1.551 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 1.586 jiwa yang terbagi dalam 733 kepala keluarga, 5 RW, dan 20 RT.5
3. Mata pencaharian
Sedangkan mata pencaharian pokok warga secara umum adalah sebagai berikut:6
Jenis Pekerjaan Laki-laki
(orang)
Perempuan
(orang)
Jumlah
(orang)
Petani 1217 917 2134
Buruh Tani 84 55 139
Pegawai Negeri Sipil (PNS) 28 6 34
Pengrajin Industri Rumah tangga 6 4 10
Pedagang keliling 2 3 5
Peternak 3 0 3
Dokter swasta 1 1 2
Bidan swasta 0 3 3
Perawat swasta 3 3 6
Pembantu rumah tangga 0 5 5
TNI 2 0 2
POLRI 3 1 4
Pensiunan PNS/TNI/POLRI 10 0 10
Pengusaha kecil dan menengah 10 0 10
44
Pengacara/Advokat 1 0 1
Dosen swasta 2 1 3
Karyawan perusahaan swasta 9 6 15
Karyawan perusahaan pemerintah
1 0 1
4. Agama masyarakat dan sarana-sarana peribadatan7
Menurut data potensi desa atau kelurahan Desa Kedung Megarih tahun 2015, tercatat bahwa penduduk Desa Kedung Megarih Kecamatan Kembangbahu 100 % memeluk agama Islam dengan jumlah 3.137 jiwa. Banyaknya penduduk yang beragama Islam karena ketaatannya terhadap ajaran agama Islam, menjadikan kehidupan di Kedung Megarih tampak islami. Masalah kegiatan dakwah Islam di Kedung Megarih dapat dikatakan tertib, karena kegiatan yang diadakan sangat banyak, baik yang dilakukan oleh remaja putra-putri, bapak-bapak, maupun ibu-ibu. Adapun sarana ibadah di Desa Kedung Megarih berjumlah 4 masjid dan musholla atau langgar berjumlah 22.
5. Sarana kesehatan
Adapun sarana kesehatan Desa Kedung Megarih adalah poliklinik/ balai pengobatan ada 1, Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) ada 3, dan toko obat-obatan ada 2.8
45
6. Lembaga pendidikan9
Keberadaan lembaga pendidikan sangat diperlukan oleh masyarakat, baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Adapun lembaga pendidikan yang ada di Desa Kedung Megarih adalah sebagai berikut:
a. Play Group berjumlah 2 buah
b. Radlatul Athfal/ Taman Kanak-kanak berjumlah 2 buah
c. Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah berjumlah 2 buah
d. Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah berjumlah 1 buah
e. Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah berjumlah 1 buah
f. Taman Pendidikan Alquran berjumlah 4 buah
g. Pondok Pesantren berjumlah 1 buah.
B.Profil dan Perkembangan Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih
Pondok Pesantren Darussalam Kedung Megarih Kecamatan Kembangbahu Kabupaten Lamongan berdiri pada tahun 1906 M dan didirikan oleh Tarso bin
Sambiyo bin Joyodarmo atau atau dipanggil Kiai Moh. Bakar10 (kakek KH. M.
Zainal Washad).
Berdirinya Pondok Pesantren Darussalam berawal ketika Kiai Moh. Bakar (1874-1959 M)11 pulang dari nyantri di pondok pesantren12, ia kembali ke rumah
8 Ibid., 27. 9 Ibid., 21.
10 Subhan Zaini, “Pengaruh Thoriqot Naqsyabandiyah Kholidiyah Terhadap Pendidikan Akhlak di
Pondok Pesantren Darussalam Kedung Klanting Kedung Megarih Kembangbahu Lamongan”, (Skripsi, Universitas Islam Lamongan, Fakultas Agama Islam, Lamongan, 2007), 90.
11 Catatan keluarga, Keturunan Kiai Moh. Bakar dan Kiai Saren.
12 Kiai Moh. Bakar nyantri di Pondok Pesantren Kiai Malik Kumisek Lawangan Agung Sugio,