Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.)
Oleh:
Muhamad Allan EdyPutra (B02213037)
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
xvii ABSTRAK
Muhamad Allan EdyPutra, NIM. B02213037. (2017) : Pendampingan
Masyarakat Daerah Risiko Bencana Longsor Di Desa Dompyong, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek
Skripsi ini membahas tentang upaya pendampingan masyarakat risiko bencana dalam menghadapi kebencanaan khususnya bencana tanah longsor. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana longsor, memahami titik-titik rawan bencana longsor, serta mengetahui penyebab bencana longsor yang pernah terjadi beberapa tahun silam di wilayah Desa Dompyong, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek.
Dalam pendampingan ini peneliti menggunakan metode penelitian sosial
Participatory Action Research (PAR). PAR terdiri dari tiga kata yang saling berhubungan satu sama lain, yakni: partisipasi, riset, dan aksi. Metode penelitian sosial ini menekankan pada proses membangkitkan kesadaran untuk melakukan perubahan di masyarakat. Peneliti bersama masyarakat berproses untuk menjadi lebih menyadari bahwa bencana merupakan bagian dari takdir Allah yang memiliki sebab-sebab.
Faktor alam dan faktor manusia menjadi penyebab dari bencana longsor, berada pada ketinggian 500-975 mdpl membuat Desa Dompyong menjadi salah satu wilayah di Trenggalek yang memiliki potensi bencana longsor yang cukup tinggi. Titik-tik rawan longsor berada di 4 Dusun yakni Dusun Bendungan, Dusun Tumpakaren, Dusun Pakel dan Dusun Garon. Tercatat bahwa 3 dusun memiliki potensi longsor di sekitar tempat tinggal masyarakat. Hanya Dusun Garon yang potensi longsornya berada di wilayah pertanian. Pertambahan jumlah penduduk di setiap tahun juga menambah besar ancaman bencana longsor karena bertambah pula jumlah pemukiman yang memaksa habisnya hutan disebabkan perluasan lahan.
Peneliti bersama Kelompok Satlinmas sebagai pelopor keamanan dan kebencanaan desa melakukan riset dan perorganisiran untuk menciptakan kemandirian dalam menghadapi bencana. Kegiatan preventif atau mitigasi bencana ini dilakukan untuk mencegah dan mempersiapkan diri untuk mengurangi risiko bencana yang mengancam setiap saat. Melalui pendidikan kebencanaan Satlinmas melakukan perubahan perilaku dan berusaha untuk turut serta dalam menjaga alam dengan menanam pohon di wilayah rawan longsor. Serta memasang rambu-rambu rawan bencana disekitar wilayah rawan bencana longsor untuk memberikan peringatan bagi masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana
baik yang disebabkan oleh alam, non-alam, maupun yang disebabkan oleh
manusia. Setiap wilayah yang ada dibumi tidak akan pernah lepas dari potensi
bencana alam seperti gempa, tsunami, tanah longsor, banjir, angin puting beliung,
atau letusan gunung berapi. Bencana yang terjadi sering mengakibatkan kerugian
material yang cukup besar dan juga sering meminta korban jiwa. Serta
menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana lainnya seperti perumahan,
perindustrian, dan juga lahan perekonomian masyarakat. Selama tahun 2015 telah
terjadi 1.681 kejadian bencana yang menyebabkan 259 orang tewas, 1,23 juta
orang mengungsi, 25.12 unit rusak (5.180 rusak berat, 3.760 rusak sedang, 16.252
rusak ringan), 498 unit fasilitas umum rusak. Bencana banjir, longsor dan puting
beliung masih tetap mendominasi bencana.1
Indonesia yang sebagian wilayahnya memiliki topografi berupa
pegunungan dengan derajat kemiringan yang tinggi menyebabkan bencana tanah
longsor menjadi bencana yang sering terjadi di Indonesia. Dari data yang
diperoleh dari BNPB tahun 2015 menunjukkan bahwa terdapat 501 kejadian tanah
longsor di seluruh Indonesia. Kejadian ini mengakibatkan hilang dan
meninggalnya 157 orang serta 25.924 korban menderita dan mengungsi. Adapun
1
2
kerusakan yang diakibatkan oleh bencana longsor meliputi 508 rumah rusak berat,
299 rumah rusak sedang, 636 rumah rusak ringan, dan 286 rumah terkubur.2 Diagram 1.1
Trend Bencana Indonesia Tahun 2002-20153
Ada 2 penyebab kenaikan jumlah bencana setiap tahunnya, pertama adalah
perubahan iklim dan degradasi lingkungan. Ada hubungan hilangnya zona
penyangga alami dan ketidakstabilan lereng dengan peningkatan suhu global.
Penyebab kedua adalah pola pemukiman manusia yang terus meningkat di
wilayah yang rentan bencana.4 Longsor terjadi karena proses alami dalam perubahan struktur muka bumi, yakni adanya gangguan kestabilan pada tanah atau
batuan penyusun lereng. Gangguan kestabilan lereng ini dipengaruhi oleh kondisi
2
Sutopo Purwo Nugrohi, Evaluasi Penanggulangan Bencana 2015 dan Prediksi Bencana 2016, hal. 2.
3
Ibid, hal. 2.
4
geomorfologi terutama faktor kemiringan lereng, kondisi batuan ataupun tanah
penyusun lereng, dan kondisi hidrologi atau tata air pada lereng. Meskipun
longsor merupakan gejala fisik alami, namun beberapa hasil aktifitas manusia
yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam juga dapat menjadi faktor
penyebab ketidakstabilan lereng yang dapat mengakibatkan terjadinya longsor,
yaitu ketika aktifitas manusia ini beresonansi dengan kerentanan dan kondisi
alam. Faktor-faktor aktifitas manusia ini antara lain pola, pemotongan lereng,
pencetakan kolam, drainase, konstruksi bangunan, kepadatan penduduk dan usaha
mitigasi.5
Bencana merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
manusia. Beberapa orang berpendapat bahwa bencana yang terjadi ini merupakan
bagian dari takdir yang telah ditetapkan oleh Sang Mahakuasa. Seperti yang telah
tertulis dalam ayat Al-Qur’an Surat Al-Hadid [57]:22 :
Artinya:“Tiada suatubencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”6
Hal inilah yang membuat kesadaran masyarakat terhadap bencana masih
sangat rendah. Sehingga mereka akan pasrah dalam menghadapi datangnya
bencana. Dalam menanggapi bencana tidak semua orang mampu mengatasinya
5Djoko Kirmanto, “Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor”, Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum, Juli 2007, 22. hal, 1.
6
4
karena bencana selalu datang tiba-tiba tanpa bisa diprediksi. Namun, sebenarnya
bencana dapat diredam dan dikurangi risiko dan dampaknya secara berarti apabila
masyarakat mau mempelajari tentang bencana. Serta masyarakat harus
mempunyai informasi dan pengetahuan untuk melakukan sesuatu agar dapat
mencegah terjadinya bencana maupun mengurangi dampak yang akan
ditimbulkan oleh bencana. Tak lupa membangun budaya pencegahan dan
ketahanan dalam menghadapi bencana.
Desa Dompyong, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek
merupakan desa yang berada pada ketinggian 720 mdpl. Termasuk dalam wilayah
pegunungan membuat Desa Dompyong masuk kedalam wilayah rawan bencana
longsor. Di desa ini masyarakat pernah mengalami kejadian bencana longsor di
beberapa titik di tiap dusun. Namun, yang paling diingat oleh masyarakat adalah
kejadian longsor yang terjadi pada pertengahan tahun 2006. Kejadian tersebut
meminta korban sebanyak 7 orang meninggal dunia. Diantaranya yakni di RT.10,
3 rumah mengalami kerusakan dan 6 orang meninggal dunia, serta 27 rumah harus
direlokasi. Sedangk1an di RT.02, 2 rumah mengalami kerusakan dan 1 orang
meninggal dunia.7
Pemerintah desa sebagai stakeholderdalam penanggulangan bencana telah membuat program tentang pelatihan tangguh bencana sebagai upaya pengurangan
risiko bencana di Desa Dompyong. Pada bulan Mei tahun 2016, pemerintah desa
telah mengundang Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Trenggalek
untuk memberikan pelatihan tanggap bencana kepada kelompok Satuan Pelindung
7
Masyarakat (Satlinmas).8 Adapun kegiatan yang dilakukan adalah sosialisasi tentang kebencanaan, peta rawan bencana, dan memberikan pemahaman tentang
peran Satlinmas dalam penanggulangan bencana yang ada di Desa Dompyong.9 Namun, kegiatan yang telah dilakukan melalui program desa ini bersifattop-down
atau pendekatan dari atas ke bawah.
Berdasarkan prinsip pemberdayaan, masyarakat lokal dengan ancaman
bencana bukanlah pihak yang tidak berdaya, apabila agenda pengurangan risiko
bencana bukan lahir dari kesadaran atas kapasitas komunitas lokal serta prioritas
yang dimiliki oleh komunitas maka upaya tersebut tidak mungkin berkelanjutan.10 Kegiatan sosialisasi dari BPBD Trenggalek ini hanya dilakukan dalam 1
hari tanpa adanya tindak lanjut dari kelompok Satlinmas. Selain itu, kegiatan ini
hanya bersifat kuratif atau lebih mengarah pada penanggulangan bencana. Maka
dari itu peneliti ingin melakukan pendampingan terhadap kelompok Satlinmas
agar bersama-sama belajar dan memahami bahwa sangat diperlukan adanya
kegiatan preventif atau mengarah pada pencegahan terjadinya bencana. Karena
apabila masyarakat tidak memahami akan pentingnya kesadaran preventif
bencana sangat dikhawatirkan akan terjadi bencana longsor yang akan meminta
lebih banyak lagi korban.
8
Wawancara dengan Yateni (50 th) Kepala Dusun Pakel di kediaman pada tanggal 30 oktober 2016 9
Wawancara dengan Eko (31th) Staf Pusdalops BPBD Tenggalek di Kantor BPBD Trenggalek, pada tanggal 27 November 2016
10
6
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka permasalahan yang akan diteliti selama proses
pendampingan adalah:
1. Apa penyebab terjadinya bencana longsor di Desa Dompyong?
2. Dimana letak titik-titk rawan bencana longsor di Desa Dompyong?
3. Bagaimana usaha Satlinmas dalam kesiapsiagaan dan pengurangan risiko
bencana longsor?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Memahami penyebab terjadinya bencana longsor di Desa Dompyong
2. Mengetahui letak titik-titik rawan bencana longsor di Desa Dompyong
3. Memahami cara masyarakat dalam mengurangi resiko bencana longsor di Desa
Dompyong
D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penulisan di atas maka penelitian ini diharapkan
memiliki manfaat dalam beberapa hal sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
a. Sebagai tambahan refrensi dan khasanah keilmuan tentang kebencanaan yang
baru pertama di mahasiswa angkatan tahun 2013 program studi
b. Sebagai tugas akhir perkuliahan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi program
studi Pengembangan Masyarakat Islam, Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya,
c. Sebagai sumbangsi pemikiran dan konstelasi kajian akademis untuk Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Trenggalek.
2. Secara Praktis
a. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi awal informasi bagi penelitian
sejenis,
b. Semoga penelitian ini mampu membawa dampak positif dan memberikan
penyadaran bagi masyarakat Desa Dompyong dalam memahami bencana
longsor dan mampu melakukan pengurangan resiko bencana secara mandiri.
E. Strategi Pemberdayaan
Sesuai dengan kegiatan pendampingan kelompok satuan perlindungan
masyarakat (Satlinmas) tentang kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana,
maka yang harus dilakukan adalah mengatasi masalah dengan mewujudkan
harapan. Harapan yang telah dirumuskan melalui temuan masalah dapat
diwujudkan dengan strategi-strategi yang direncanakan.
Satlinmas sebagai panutan yang menjadi pelopor dalam kegiatan untuk
memahami masalah kebencanaan terkhusus pada masalah bencana tanah longsor
yang ada di Desa Dompyong. Adapun temuan masalah, harapan, dan strategi
8
Tabel 1.1.
Temuan Masalah, Harapan, dan Strategi Pemberdayaan
No Tematisasi Masalah Harapan Strategi
1 Sumber daya manusia Masyarakat belum memiliki kapasitas dalam menghadapi bencana tanah longsor Masyarakat memiki kapasitas dalam menghadapi bencana tanah longsor
1. Pendidikan tentang kebencanaan
2. Melakukan kegiatan upaya pencegahan bencana tanah longsor
2 Sumber daya kelompok Kelompok Satlinmas belum menjalankan fungsinya sebagai kelompok siaga bencana Kelompok Satlinmas dapat menjalankan fungsinya sebagai kelompok siaga bencana
1. Menginisiasi kegoatan pelatihan siaga bencana 2. Melakukan kegiatan
pelatihan kelompok siaga bencana 3 Pemerintah Desa Belum adanya kebijakan tentang pengurangan risiko bencana Terbentuknya kebijakan tentang pengurangan risiko bencana
1. Mengusulkan pembuatan kebijakan tentang
pengurangan risiko bencana
2. Melakukan advokasi dalam pembuatan kebijakan
Dari tabel di atas dapat diketahui tiga masalah yang menjadi penyebab
rendahnya kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana longsor. Dari tabel
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika adalah salah satu pembahasan yang sangat penting dan harus
ada dalam setiap penelitian. Hal ini dilakukan agar penulis mampu menghasilkan
penelitian yang baik dan terarah. Serta membantu mempermudah pembaca dalam
memahami secara ringkas penjelasan mengenai isi per-bab. Adapun susunan atau
sistematikanya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab pertama ini merupakan bab yang menjadi awal dari pembahasan
penelitian yang dilakukan oleh penulis. Bab tersebut berisikan
tentang analisis awal yang menjadi alasan mengapa penulis
melakukan penelitian ini. Data-data awal yang ditulis dengan
berdasarkan fakta dan realita yang ada di masyarakat dalam
pembahasan latar belakang. Kemudian didukung dengan rumusan
masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Serta tak lupa
dengan pengenalan tentang fokus pendampingan, penelitian
terdahulu dan juga sistematika pembahasan per-bab.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab kedua ini penulis membahas tentang teori-teori atau kajian yang
sesuai dengan tema penelitian. Diantaranya yakni kajian tentang
bencana longsor, analisis risiko bencana, dan upaya pengurangan
risiko bencana. Sumber teori-teori tersebut berasal dari buku, jurnal
penanggulangan bencana dari Badan Nasional Penanggulangan
10
(IABI), serta dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh
individu berupa skripsi atau tesis. Selain itu, peneliti juga
memberikan penjelasan tentang konsep pemberdayaan untuk
pendampingan dalam kebencanaan. Peneliti juga membahas tentang
bencana dalam pandangan islam. Serta memberikan pejelasan
tentang penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN RISET AKSI PARTISIPATIF
Pada pembahasan di bab ini penulis akan menyampaikan metode
yang digunakan dalam melakukan pendampingan dan penelitian.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan partisipatif dengan
landasan penelitian PAR (Participatory Action Research) yang mengedepankan adanya keterlibatan langsung dari masyarakat.
Adapun hal-hal yang dibahas diantaranya tentang pendekatan
penelitian, prosedur atau langkah-langkah penelitian, subjek
penelitian dan pendampingan, teknik pengumpulan data, teknik
validasi data, dan teknik analisis data.
BAB IV : KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA DOMPYONG
Bab empat dalam penelitian ini berisi tentang gambaran umum lokasi
penelitian dan pendampingan. Kali ini penulis akan membawa
pembaca untuk mengenal lebih dekat Desa Domyong melalui
penjelasan tentang profil desa secara geografis, sosial budaya, adat
istiadat, kearifan lokal, dan juga keindahan panorama yang menjadi
pemerintah Kabupaten Trenggalek pada bulan Agustus tahun 2016.
Serta tak lupa mengetahui mata pencaharian masyarakat yang ada di
Desa Dompyong.
BAB V : BENCANA LONGSOR DAN PROBLEM KESIAPSIAGAAN
Peneliti dalam bab kali ini akan memberikan hasil penelitian
mengenai kondisi yang ada di lapangan yakni tentang daerah rendah,
sedang, dan rawan longsor berdasarkan sub-sub bahasan.
Diantaranya memahami tentang kesadaran akan kondisi masyarakat
yang tinggal di daerah rawan bencana. Hal ini dilakukan sebagai
lanjutan dari latar belakang yang disajikan dalam Bab pertama
penelitian kebencanaan. Selain itu juga menjelaskan bagaimana
problem yang dialami masyarakat dalam kesiapsiagaan menghadapi
bencana longsor. Analisis problem ini juga sangat berpengaruh pada
aksi yang akan dilakukan oleh masyarakat.
BAB VI : DINAMIKA PROSES PENGORGANISIRAN
Dalam bab ini peneliti menjawab masalah berdasarkan analisis inti
masalah yang telah disajikan di bab lima. Adapun pembahasan yang
ada pada bab ini yakni menjelaskan tentang proses pengoeganisiran,
perencanaan, hingga aksi pemberdayaan. Dalam bab ini juga akan
dibahas tentang kegiatan belajar bagi masyarakat untuk melakukan
perubahan melalui kesadaran berpikir tentang pentingnya memahami
12
BAB VII : MITIGASI BENCANA
Bab ketujuh pada penelitian ini menyajikan hasil dari akhir upaya
pendampingan serta penelitian yang telah dilakukan. Pada bab ini
juga menjelaskan tentang bagaimana kegiatan mitigasi yang
dilakukan melalui aksi dalam mengupayakan dalam bentuk struktural
dan non struktural. Dalam bab ini dipaparkan proses aksi yang akan
membawa perubahan terhadap konteks masalah yang di alami oleh
subyek pemdampingan. Dengan megutamakan partisipasi langsung
pihak-pihak yang terkait/terlibat. Bab ini juga menjadi penjelas dari
aksi nyata yang sudah direncanakan dalam tahapan metode penelitian
sosialParticipatory Action Research (PAR). BAB VIII : SIAGAKU SOLUSIKU (CATATAN REFLEKSI)
Pada bab ini penulis membuat sebuah catatan refleksi penelitian dan
pendampingan dari awal hingga akhir. Dimana dijelaskan tentang
pentingnya ilmu pemberdayaan dalam rangka melakukan
pendampingan pada lingkup kebencanaan. Serta pembahasan tentang
kelebihan dan kekurangan pada proses pendampingan yang telah
dilakukan dan dikaitkan dengan teori yang telah diterapkan.
BAB IX : PENUTUP
Pada bab terakhir ini peneliti membuat kesimpulan yang bertujuan
untuk menjawab rumusan masalah. Pembahasan yang digunakan
diambil dari data yang telah diperoleh dari kegiatan penelitian
pihak yang semoga nantinya dapat digunakan sebagai acuan untuk
14 BAB II
LANDASAN TEORI A. Pengkajian Risiko Bencana
Pengkajian risiko terdiri dari tiga komponen, yaitu penilaian atau
pengkajian ancaman, kerentanan dan kapasitas atau kemampuan. Ada beberapa
perangkat yang bisa digunakan untuk melakukan pengkajian risiko, seperti
menggunakan HVCA (Hazard, Vulnerability, and Capacity Assessment).11 a) Pengenalan Bahaya/Ancaman (Hazard)
Hazards atau dalam bahasa Indonesia sering diartikan sebagai ancaman atau bahaya yaitu diartikan sebagai fenomena atau kejadian alam atau ulah
manusia yang dapat menimbulkan kerusakan, kerugian dan/atau korban
manusia.12 Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan komplek.
Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan
gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan,
kebakaran perkotaan dan permukiman, angin badai, wabah penyakit, kegagalan
teknologi dan konflik sosial. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat
11
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana,Pedoman Umum Desa Kelurahan Tangguh Bencana, (Jakarta : BNPB, 2012), hal. 24.
12
dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard).13
Desa Dompyong memiliki beberapa ancaman bahaya bencana yang pernah
terjadi beberapa waktu yang lalu. Bencana yang pernah terjadi diantaranya
bencana tanah longsor, kebakaran hutan, puting beliung. Kejadian tanah longsor
di tahun 1976 menyebabkan 5 orang meninggal dunia, 3 rumah rusak di RT.07.14 Kejadian kebakaran hutan tahun 1991-1992. Serta kejadian bencana puting
beliung pada tahun 2012 yang merusak lahan pertanian masyarakat.15 Serta bencana jembatan ambruk yang disebabkan oleh derasnya aliran air sungai pada
bulan agustus 2016.16
b) Kerentanan (vulnerability)
Kerentanan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam
menghadapi ancaman. Kerentanan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor di
antaranya adalah fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan. Kerentanan fisik
merupakan kerentanan yang paling mudah teridentifikasi karena jelas terlihat
seperti ketidak mampuan fisik (cacat, kondisi sakit, tua, kerusakan jalan dan
sebagainya), sedangkan kerentanan lainnya sering agak sulit diidentifikasi secara
jelas.17
Menurut Chambers, kerentanan merupakan cerminan dari keadaan tanpa
penyangga atau cadangan untuk menghadapi hal-hal yang tidak terduga. Seperti
keharusan untuk memenuhi kewajiban sosial (menyediakan mas kawin,
13
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana,Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, hal. 9.
14
Wawancara dengan Kepala Dusun Bendungan, Sunarji (54 th) pada tanggal 30 Oktober 2016 15
Wawancara dengan Kepala Dusun Pakel, Yateni (50 th) pada tanggal 30 Oktober 2016
16
Wawancara dengan Kepala Dusun Garon, Jarwo (39 th) pada tanggal 05 November 2016 17
16
menyelenggarakan perhelatan pengantin atau upacara adat, kematian), musibah,
ketidakmampuan fisik, foya-foya, dan pemerasan.18 Di sisi lain, Chambers juga mendefinisikan kerentanan yang dialami oleh seseorang karena faktor yang
berkaitan dengan kemiskinan. Orang terpaksa menjual atau menggadaikan
kekayaan untuk menghadapi keadaan darurat, akibat guncangan atau kejadian
yang mendadak, serta ketidakberdayaan yang dicerminkan dengan ketergantungan
seseorang terhadap majikan atau orang yang dijadikan gantungan hidupnya.19 Kerentanan (vulnerability) juga dapat diartikan sebagai keadaan atau
sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan
menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:20 1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan
menghadapi bahaya tertentu.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat
kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah
yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak
mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya
pencegahan atau mitigasi bencana.
18
Robert Chambers,PRA Participatory Rural Appraisal: Memahami Desa Secara Partisipatif, (Y. Sukoco, Penerjemah), (Yogyakarta: Yayasan Mitra Tani, 2001), hal. 133.
19
Ibid, hal. 147.
20
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap
ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko
bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat
kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi
bahaya.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan.
Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam
bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan
rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya.
c) Kapasitas (Capacity)
Kapasitas atau kemampuan merupakan kombinasi dari semua kekuatan
dan sumber daya yang ada dalam masyarakat, kelompok, atau organisasi yang
dapat mengurangi tingkat risiko atau dampak bencana. Penilaian kapasitas
mengidentifikasi kekuatan dan sumber daya yang ada pada setiap individu, rumah
tangga, dan masyarakat untuk mengatasi, bertahan, mencegah, menyiapkan,
mengurangi risiko, atau segera pulih dari bencana. Kegiatan ini akan
mengidentifikasi status kemampuan komunitas di desa/kelurahan pada setiap
sektor (sosial, ekonomi, keuangan, fisik dan lingkungan) yang dapat dioptimalkan
dan dimobilisasikan untuk mengurangi kerentanan dan risiko bencana.21
21
18
Harus diakui bahwa kapasitas penanggulangan bencana di Indonesia masih
perlu diperkuat. Kekuatan-kekuatan dan daya tahan yang ada di masyarakat harus
terus diidentifikasi dan dikembangkan. Nilai-nilai budaya yang mengakar di
masyarakat perlu terus digali dan ditumbuhkembangkan sebagai kekuatan modal
sosial yang akan mendukung pencapaian masyarakat tangguh terhadap bencana.
Dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai
maka perkuatan kemampuan bangsa kita dalam menghadapi bencana akan
merupakan suatu kenyataan dan bencana dapat kita tekan baik jumlah maupun
dampak yang ditimbulkannya.22
B. Risiko, Kesiapsiagaan dan Pengurangan Risiko Bencana
Dalam UU 24 Tahun 2007 dijelaskan bahwa penanggulangan bencana
merupakan serangkaian upaya yang meliputi kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan
rehabilitasi. Rangkaian kegiatan tersebut pada dasarnya terdapat 3 tahapan yakni:
1. Pra bencana, kejadian saat situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat
potensi bencana, 2. Saat tanggap darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi
bencana, 3. Pasca bencana yang dilakukan saat terjadinya bencana.23
Kata risiko berasal dari kata risicum yang pada awalnya digunakan dalam ilmu ekonomi (secara khusus tentang perdagangan pada abad pertengahan di
22
Syamsul Maarif,Pikiran dan Gagasan Penanggulangan Bencana Berbasis di Indonesia. hal, 89 23
sekitar Laut Tengah) dan digunakan untuk menyebut potensi kerusakan dan
kehilangan dalam proses pengangkutan barang dagangan.24
Peretemuan dari faktor-faktor ancaman bencana/bahaya dan kerentanan
masyarakat akan dapat memposisikan masyarakat dan daerah yang bersangkutan
pada timhkatan risiko yang berbeda. Hubungan antara ancaman bahaya,
kerentanan, dan kemampuan dapat dinyatakan dalam persamaan Risiko = Bahaya
x Kerentanan. Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin
tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi
tingkat kerentanan masyarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat
risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat
maka semakin kecil risiko yang dihadapi.25
Dalam menghadapi risiko bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu
masyarakat harus memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Menurut
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 pasal 1 ayat 7
menjelaskan bahwa kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna.26 Kesiapsiagaan dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya
korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat.27
24
Heddy S.A.P., Agus Indiyanto, dkk.,Respon Masyarakat Lokal Atas Bencana,(Bandung: PT. Mizan Pustaka,2012), hal. 33.
25
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana,Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, (Jakarta : BNPB, 2008), hal. 14.
26
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
27
20
Pengurangan risiko bencana (PRB) adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana yang dilakukan melalui penyadaran, peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana dan atau penerapan upaya fisik dan
non fisik yang dilakukan oleh anggota masyarakat secara aktif, partisipatif, dan
terorganisir.28 PRB adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi, mengkaji dan mengurangi risiko-risiko bencana. PRB bertujuan untuk mengurangi
kerentanan social-ekonomi terhadap bencana dan menangani bahaya-bahaya
lingkungan maupun bahaya lain yang menimbulkan kerentanan.29
C. Pemberdayaan dalam Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat
Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat dana atau
mengoptimalkan keberdayaan (dalam arti kemampuan dan atau keunggulan
bersaing) kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang
mengalami masalah kemiskinan. Pemberdayaan masyarakat adalah proses
partisipatif yang memberi kepercayaan dan kesempatan kepada masyarakat untuk
mengkaji tantangan utama pembangunan mereka dan mengajukan
kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk mengatasi masalah tersebut.30
Dalam pemberdayaan masyarakat, masyarakatlah yang menjadi aktor dan
penentu pembangunan. Masyarakat melakukan pengkajian kebutuhan, masalah,
peluang pembangunan, dan prikehidupannya sendiri. Selain itu mereka juga
28
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan,Pedoman Teknis Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRB-BK), (Jakarta : Direktorat Jendral Cipta Karya–Kementrian Pekerjaan Umum, 2013), hal. 3.
29
United National Development Program and Government of Indonesia,Panduan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas,(Aceh : DRR-Aceh, 2012), hal.12.
30
menemu-kenali solusi yang tepat dan mengakses sumber daya yang diperlukan,
baik sumber daya eksternal maupun sumberdaya milik masyarakat itu sendiri.31 Pemberdayaan selalu merujuk pada kemampuan orang, khususnya
kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan
dalam:32
1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka mimiliki kebebasan
2. Menjangkau sumber-sumber yang produktif yang memungkinkan mereka
dapat meningkatkan pendapatannya juga dapat memperoleh barang-barang dan
jasa yang mereka butuhkan
3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan merumuskan
keputusan-keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses penguatan kapasitas yang
maksudnya adalah kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu (dalam
masyarakat), kelembagaan, maupun sistem atau jejaring antar individu dan
kelompok/organisasi sosial, serta pihak lain di luar sistem masyarakat sampai di
aras global.33 Pemberdayaan menjadi dasar dalam penanggulangan bencana berbasis masyarakat dimana salah satu hal yang harus ditekankan adalah tentang
penguatan kapasitas dalam menghadapi bencana yang ada Di Desa Dompyong.
Untuk memperoleh kewenangan dan kapasitas dalam mengelola
pembangunan, masyarakat perlu diberdayakan melalui proses pemberdayaan atau
31
Totok Mardikanto, Poerwoko Soebiato,Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan Publik, hal. 61.
32
Edi Suharto,Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung, PT Refika Aditama, 2010), hal. 57 s.d. 58. 33
22
empowerment. Memahami power tidak cukup dari dimensi distributif akan tetapi juga dari dimensi generatif. Dalam dimensi distributif, berdasarkan terminologi
personal, power dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain. Sedangkan powerdalam dimensi generatif merupakan tambahan atau peningkatan power dengan mengurangi power kelompok lain.
Kelompok yang bersifat powerless akan memperoleh tambahan power atau
empowerment, hanya dengan mengurangi power yang ada pada kelompok
powerholders.34
Pemberdayaan dalam penanggulangan bencana berbasis nasyarakat ini
menjadi kegiatan pemberdayaan yang bertujuan untuk mewujudkan perubahan.
Perubahan yang dimaksud yakni terwujudnya proses belajar yang mandiri untuk
terus menerus melakukan perubahan. Dengan kata lain, pemberdayaan harus di
desain sebagai proses belajar, atau dalam setiap upaya pemberdayaan harus
terkandung upaya-upaya pembelajaran.35
Tujuan penanggualangan bencana berbasis masyarakat adalah agar
masyarakat mengetahui semua langkah-langkah penanggulangan bencana
sehingga dapat mengurangi ancaman, mengurangi dampak, menyiapkan diri
secara tepat bila terjadi ancaman, menyelamatkan diri, memulihkan diri, dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi agar menjadi masyarakat yang aman, mandiri
dan berdaya tahan terhadap bencana.36
34
Soetomo,Pemberdayaan Masyarakat Mungkinkah Muncul Antitesisnya?, hal. 88. 35
Totok Mardikanto, Poerwoko Soebiato,Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan Publik, hal. 68.
36
D. Bencana dalam Perspektif Islam
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.37
Dalam terminologi Islam, bencana diistilahkan dengan beberapa redaksi.
Diantaranya yang paling mendasar maknanya adalahal-baliyyahdan atau al-dahr
yang berarti perkara yang dibenci manusia, semisal kemalangan, musibah dan
lain-lain. Bencana ini berbagai macam bentuknya, di antaranya adalah yang
bersifat hissiy (inderawi). Bencana yang dimaksud terjadi baik kepada manusia, maupun alam di sekitarnya. Adapun yang berhubungan dengan manusia, terdiri
dari bencana pribadi dan bencana sosial, seperti sakit, harta hilang, kematian,
kerusuhan, perang, dan sebagainya. Kemudian yang berhubungan dengan alam di
sekitar manusia yaitu tanah longsor, gempa bumi, banjir, gunung merapi, tsunami
dan lain-lain.38
Bencana yang semata-mata ditentukan kejadiannya oleh Allah SWT. dan
tidak terkait dengan selain-Nya, makhluk. Jadi, bencana jenis ini merupakan
kemutlakan Sunnatullah. Adapun yang dimaksud dengan Sunnatullah adalah hukum Allah SWT. yang tidak berubah-ubah. Sunnatullah ini hukum Allah SWT.
yang tidak bisa diubah-ubah, bukan karena Allah SWT tidak bisa mengubahnya,
37
Undang-undang Republik Indonesia,Penanggulangan Bencana, Nomor 24 Tahun 2007 38
Muhammad Alfatih Suryadilaga,Pemahaman Hadist tentang Bencana, dalam Jurnal Esensia,
24
akan tetapi Allah SWT. telah menentukan bahwa Sunnatullah itu tidak akan berubah.39
Misalnya, matahari terbit dari timur. Sunnatullah ini tidak diubah-ubah
oleh Allah SWT. kecuali pada saat hari qiyamat nanti. Contoh Sunnatullah yang
lain adalah kematian manusia. Kita tidak bisa minta kepada Allah SWT. agar
tidak bisa mati, akan tetapi kamu boleh meminta umur yang panjang, karena umur
panjang itu termasuk Masyiatullah.40 Hal ini disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Hadid [57]: 22 :
Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”41
Dalam pandangan islam, bencana yang terjadi pada manusia merupakan
peristiwa yang telah direncanakan oleh Allah SWT. sebagai wujud keseimbangan
alam (Sunnatullah) dan juga sebagai bentuk peringatan atau teguran kepada manusia dengan memberi cobaan dan berbagai kesulitan untuk menguji
ketakwaan dan kesabaran manusia.42 Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an
Surat Ali Imran ayat 137 :
39
Muhammad Alfatih Suryadilaga,Pemahaman Hadist tentang Bencana, dalam Jurnal Esensia,
Vol. 1, No. 14, April 2013. hal, 84. 40
Ibid, hal. 85.
41
Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahannya. 42
Artinya: “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah [230]; karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”43
Bencana yang ada sangkut-pautnya dengan ulah manusia. Di sini ada
hubungan kausalitas antara tingkah laku manusia dengan bencana yang terjadi.
Bencana yang ada hubungannya dengan tingkah laku manusia itu bisa berupa
bencana sosial, misalnya; perang, konflik, kerusuhan, dan sebagainya. Serta ada
pula yang berupa bencana alam, misalnya adalah banjir, tanah longsor, dan
sebagainya. Allah SWT berfirman dalam Surat Asy-Syuura [42] : 30:
Artinya: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”44
Pada ayat lain Allah menjelaskan bahwa bencana yang terjadi juga
disebabkan oleh ulah manusia. Sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Rum ayat
41:
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
43
Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahannya
44
26
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” [Q.S. Ar-Rum, 41].45
Dari ayat diatas dapat dilihat bahwa aspek non alam atau manusialah yang
menyebabkan rusaknya kelestarian alam. Manusia sebagai khalifah Allah di muka
bumi mengemban tugas dan fungsi untuk menjaga dan memelihara bumi ini
beserta isinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa bencana alam yang meninmpa
manusia adalah diakibtkan oleh manusia itu sendiri yang tidak pernah perduli
dengan tugas kekhalifaannya.46
Bila kita melakukan introspeksi secara arif, kita harus mengakui betapa
bencana-bencana yang menimpa kita sebenarnya kita sendiri yang mengundang,
bahkan menciptakannya. Hutan-hutan terus kita tebang dan dibiarkannya gundul,
bencana banjir, longsor, dan kekurangan air bersih. Bencana itu kita undang dan
kita buat sendiri. Limbah-limbah industri dan sampah kita buang ke sungai dan ke
laut. Isi perut bumi kita kuras, sehingga terjadi kekosongan di antara
lapisan-lapisan bumi. Bahkan, udara pun kita penuhi dengan asap-asap beracun. Ketika
pada akhirnya bencana itu terjadi, kita cenderung mencari kambing hitam dan cuci
tangan dari apa yang telah kita lakukan, termasuk dengan cara menyalahkan dan
mengutuk Allah.47
E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Dalam sebuah penelitian dibutuhkan banyak referensi untuk
mempermudah peneliti dalam proses penulisan. Penelitian terdahulu jugatermasuk
45
Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahannya
46
Achmad Muhlis,Bencana Alam dalam Perspektif Al-Qur’an dan Budaya Madura, Dalam Jurnal Karsa, Vol. 2, No.14, Oktober 2008. hal, 176
47
dalam salah satu referensi yang sangat dibutuhkan oleh peneliti. Karena dengan
adanya penelitian terdahulu dapat membantu peneliti melakukan penilaian,
minimal menjadi acuan peneliti. Adapun maksud dari penelitian terdahulu yakni
sebagai bahan pembelajaran dalam pemberdayaan serta sebagai bahan acuan
dalam penulisan tentang bencana tanah longsor.
Penelitian ini berjudul “Pendampingan Masyarakat Daerah Risiko
Bencana Longsor Di Desa Dompyong, Kecamatan Bendungan, Kabupaten
Trenggalek”. Adapun penelitian yang dimaksud sebagai berikut:
1. Tesis : Analisis Risiko Bencana Tanah Longsor Di Kecamatan Sukasada,
Kabupaten Buleleng, oleh I Wayan Gede Eka Saputra.48
2. Skripsi : Pemetaan Daerah Rawan Longsor Di Lahan Pertanian Kecamatan
[image:33.595.108.525.240.712.2]Sinjai Barat Kabupaten Sinjai, oleh Anjas Anwar.49 Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu yang Relavan
3.
No Judul Fokus Tujuan Metode Temuan/
Hasil 1 Analisis Risiko Bencana Tanah Longsor Di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng Upaya mitigasi untuk mengurangi risiko bencana tanah longsor yang mungkin terjadi di Kecamatan Sukasada, Mengetahui tingkat ancaman, tingkat kerentanan dan tingkat kapasitas bencana tanah Kualitatif Deskriptif Kecamatan Sukasada mempunyai indeks kapasitas kebencanaan 40,25 jika dikonversi kedalam 48
I Wayan Gede Eka Saputra,Analisis Risiko Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, (Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, 2015) 49
28 Kabupaten Buleleng. longsor. Serta merumuskan strategi pengurangan risiko bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada. tingkat kapasitas bernilai 0,2439 atau level rendah 2. Pemetaan Daerah Rawan Longsor Di Lahan Pertanian Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai Upaya meminimalkan risiko gerakan tanah dengan pemetaan daerah rawan longsor Sebagai identifikasi awal zona-zona yang berpotensi longsor secara fisik di lahan pertanian Kabupaten Sinjai Barat Kualitatif Deskriptif Tingkat kerawanan longsor sekitar 11.869,59 ha atau 74.13% dari total luasan di kecamatan sinjai barat
Penelitian yang telah dilakuan tersebut menggunakan metode kualitatif
deskriptif dan juga melakukan analisa mengunakan perangkat Sistem Informasi
Geografis (SIG) dalam mengolah data, menganalisis dan menampilkan peta-peta.
Penelitian yang telah dilakukan ini menekanan pada data-data yang menunjukkan
tingkat ancaman, tingkat kerentanan dan tingkat kapasitas bencana longsor di
Kecamatan Sukasada. Serta sebagai media untuk merumuskan strategi
pengurangan risiko bencana tanah longsor.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah dengan
menambahkan kegiatan yang dari, oleh, dan untuk masyarakat menggunakan
dalam kegiatan penelitian bukan hanya sebagai penonton. Hal ini bertujuan agar
terciptanya perubahan sosial yang lebih partisipatif dan diharapkan dapat
30 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN RISET AKSI PARTISIPATIF A. Pendekatan Penelitian
Selama proses penelitian dan pendampingan yang dilakukan di Desa
Dompyong ini penulis menggunakan metode Participatory Action research
(PAR). Penelitian menggunakan metode PAR ini merupakan penelitian yang
secara aktif melibatkan semua pihak-pihak yang berperan penting dalam mengkaji
setiap permasalahan yang terjadi. Penelitian PAR menjadi metode dalam
pemberdayaan masyarakat untuk pengurangan risiko bencana yang ada di Desa
Dompyong. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan penyadaran akan
pentingnya memahami bencana yang setiap saat dapat terjadi di lingkungan
sekitarnya.
PAR merupakan sebuah istilah yang memuat seperangkat asumsi yang
mendasari paradigma baru ilmu pengetahuan dan bertentangan dengan paradigma
pengetahuan tradisional kuno. Asumsi-asumsi baru tersebut menggaris bawahi arti
penting proses sosial dan kolektif dalam mencapai kesimpulan-kesimpulan
mengenai apa kasus yang terjadi dan apa implikasi perubahannya yang dipandang
berguna oleh orang-orang yang berada pada situasi problematik, dalam
mengantarkan untuk melakukan penelitian awal.50
Secara bahasa PAR terdiri dari tiga kata yaitu Partisipatory atau dalam bahasa Indonesia bermakna partisipasi yang artinya peran serta. Secara harfiah,
partisipasi dapat diartikan sebagai bentuk peran serta atau keikutsertaan secara
50
aktif atau pro aktif dalam suatu kegiatan.51KemudianActionyang artinya gerakan atau tindakan, dan Research yang artinya penelitian atau penyelidikan. Ketiga kata tersebut selalu berhubungan satu sama lain yang berarti semua riset harus
diimplementasikan dalam aksi dengan tetap mengedepankan proses yang
partisipatif. Serta tidak mengkonseptualisasikan alur sebagai perkembangan
terhadap teori sebab akibat yang bersifat prediktif.52 Prinsip pendidikan dan pelatihan partisipatif dirumuskan sebagai berikut:53
Pertama, belajar dari realitas atau pengalaman. Prinsip pertama ini
menekankan bahwa yang dipelajari dalam pendidikan ini bukan hanya teori yang
tidak ada kaitan dengan kenyataan dan kebutuhan. Jadi bahan pelajaran dalam
pendidikan ini berangkat (bersumber) dari kenyataan dan kebutuhan.
Konsep-konsep atau teori-teori yang ada, digunakan untuk membantu dalam menganalisa
kenyataan dan kebutuhan. Dengan begitu, tidak ada pengetahuan seseorang lebih
tinggi dari yang lainnya. Karena dalam kenyataannya, setiap orang memiliki
pengalaman berbeda. Pengalaman tersebut harus diakui sebagai sebuah modal
dalam mengembangkan pengetahuan baru.
Kedua, tidak menggurui. Berdasarkan kepada prinsip yang pertama, maka
di dalam pendidikan partisipatif tak ada “guru” dan tak ada “murid yang digurui”.
Semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan ini adalah “guru sekaligus
murid” pada saat yang bersamaan. Keduanya sama-sama mencurahkan perhatian
51
Moch. Solekhan,Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Berbasis Partisipasi masyarakat. (Malang : Setara Press, 2014), hal. 141
52
Agus Afandi, dkk.Modul Participatory Action Research, hal. 93 53
32
pada obyek yang sedang dikaji. Kedudukan orang luar, harus didudukkan sebagai
seorang fasilitator.
Ketiga, proses belajar dijalankan dengan dialogis. Karena tidak ada lagi
guru atau murid, maka proses yang berlangsung bukan lagi proses “ mengajar-belajar” yang bersifat satu-arah, tetapi proses belajar yang dialogis. Proses belajar
yang dialogis adalah proses belajar yang menjamin terjadinya “komunikasi aktif
dan kritis” dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti diskusi kelompok, diskusi
pleno, bermain peran, dan sebagainya. Proses belajar dialogis ini juga didukung
media belajar yang memadai, seperti alat peraga, grafika, audio-visual, dan
sebagainya. Proses belajar ini dimaksudkan untuk mendorong semua orang
terlibat dalam proses belajar.
Adapun prinsip-prinsip kerja Partisipatory Action Research (PAR) yang menjadi karakter utama dalam implementasi kerja bersama komunitas akan terurai
sebagai berikut:54
1. Sebuah pendekatan untuk meningkatkan dan memperbaiki kehidupan sosial
dan praktek-prakteknya.
2. Merupakan partisipasi murni membentuk siklus berkesinambungan dimulai
dari analisa sosial, rencana aksi, aksi, evaluasi, refleksi, dan terus berulang
kembali.
3. Kerjasama banyak pihak untuk melakukan perubahan.
4. Melakukan upaya penyadaran terhadap komunitas tentang kondisi yang
sedang dialami.
54
5. Suatu proses untuk membangun pemahaman situasi dan kondisi sosial secara
kritis.
6. Masyarakat sebagai narasumber bagi pemecahan persoalan mereka sendiri.
7. Menempatkan pengalaman, gagasan, pandangan dan asumsi sosial individu
maupun kelompok untuk diuji.
8. Mensyaratkan dibuat rekaman proses secara cermat.
9. Semua orang harus menjadikan pengalamannya sebagai objek riset.
10. Merupakan proses politik dalam arti luas.
11. Mensyaratkan adanya analisa relasi sosial secara kritis.
12. Memulai isu kecil dan mengaitkan dengan relasi yang lebih luas.
13. Memulai dengan siklus proses yang kecil.
14. Memulai dengan kelompok sosial yang kecil.
15. Mensyaratkan semua orang mencermati dan membuat rekaman proses.
16. Mensyaratkan semua orang memberikan alasan rasional yang mendasari kerja
sosial mereka.
B. Prosedur Penelitian
Sebagai landasan dalam cara kerja PAR, peneliti harus memahami
gagasan-gagasan yang datang dari rakyat. Oleh karena itu, untuk mempermudah
cara kerja bersama masyarakat maka dapat dirancang dengan suatu daur gerakan
sosial sebagai berikut:55
55
34
a. Pemetaan Awal (Preleminary mapping)
Pemetaan awal sebagai alat untuk memahami kondisi di sekitar
lingkungan Desa Dompyong. Selain itu melakukan pemetaan sederhana
tempat-tempat atau wilayah mana saja yang sering terjadi bencana longsor. Hal ini juga
dilakukan untuk mmemahami realitas problem dan relasi sosial yang terjadi.
b. Membangun Hubungan Kemanusiaan
Peneliti melakukan inkulturasi dan membangun kepercayaan (trust building) dengan masyarakat. Hal ini dilakuakn untuk menjalin hubungan yang setara dan saling mendukung. Peneliti dan masyarakat dapat saling menyatu untuk
melakukan riset, belajar memahami masalahnya, dan memecahkan persoalannya
secara bersama-sama (partisipatif).
c. Penentuan Agenda Riset
Bersama kelompok Satlinmas, peneliti mengagendakan program riset
melalui teknik Prtisipatory Rural Apprasial (PRA) untuk memahami persoalan masyarakat yang selanjutnya menjadi alat perubahan sosial.
d. Pemetaan Partisipatif
Bersama pemerintah desa yang terdiri dari Kepala Dusun, Ketua RW,
Ketua RT, serta anggota Satlinmas, peneliti melakukan pemetaan wilayah untuk
melihat persoalan yang dialami oleh masyarakat. Pemetaan partisipatif sebgai
bagian dari emansipatori dalam mencari data secara langsung bersama
e. Merumuskan Masalah Kemanusiaan
Kelompok Satlinmas merumuskan masalah mendasar atas hajat hidup
kemanusiaan yang dialaminya. Sebagaimana dalam pendampingan ini berfokus
pada rumusan kemanusiaan mengenai pengurangan risiko bencana yang ada di
Dusun Bendungan.
f. Menyusun Strategi Gerakan
Kelompok Satlinmas bersama peneliti menyusun strategi gerakan untuk
memecahkan masalah problem kemanusiaan yang telah dirumuskan. Menentukan
langkah sistematik, menentukan pihak yang terlibat, dan merumuskan
kemungkinan keberhasilan dan kegagalan program yang direncanakan serta
mencari jalan keluar apabila terdapat kendala yang menghalangi keberhasilan
program.
g. Pengorganisasian Masyarakat
Kelompok Satlinmas didampingi oleh peneliti membangun pranata-pranat
sosial. Dalam hal ini membangun jaringan-jaringan antar kelompok kerja atau
lembaga-lembaga lain yang terkait dengan program aksi yang direncanakan.
h. Melancarkan Aksi Perubahan
Aksi memecahkan problem dilakukan secara partisipatif dengan tetap
mengedepankan proses pembelajaran masyarakat. Dalam kaitan ini kelompok
Satlinmas diharapkan sudah mampu atau terampil dalam melakukan
36
i. Membangun Pusat-pusat Belajar Masyarakat
Pusat-pusat belajar dibangun atas dasar kebutuhan kelompok-kelompok
komunitas yang sudah bergerak melakukan aksi perubahan. Pusat belajar
merupakan media komunikasi, riset, diskusi, dan segala aspek untuk
merencanakan, mengorganisir, dan memecahkan problem sosial. Pusat belajar ini
bukanlah kegiatan formal, melainkan pembelajaran informal untuk memahami
tentang pengurangan risiko bencana. Dimana Satlinmas dapat memberikan
pembelajaran di kegiatan kelompok yasinan, Kelompok Tani, PKK, dan
kelompok lainnya yang ada di desa.
j. Refleksi
Peneliti bersama komunitas dan didampingi oleh dosen pembimbing
merumuskan teoritisasi perubahan sosial. Berdasarkan atas hasil riset, proses
pembelajaran masyarakat dan program-program aksi yang sudah terlaksana.
Peneliti bersama kelompok Satlinmas mereflesikan semua proses hasil yang telah
diperoleh dari awal hingga akhir.
k. Meluaskan Skala Gerakan dan Dukungan
Keberhasilan program PAR tidak hanya diukur dari hasil kegiatan selama
proses, tetapi diukur dari tingkat keberlanjutan program yang sudah berjalan. Dan
juga dapat memunculkan pengorganisir-pengorganisir serta pemimpin lokal yang
melanjutkan program untuk melakukan aksi perubahan.
C. Wilayah dan Subyek Pendampingan
Subjek pendampingan dalam proses pemberdayaan ini adalah masyarakat
(Satlinmas). Dari 42 orang jumlah anggota Satlinmas yang terdapat di Desa
Dompyong, peneliti mengundang hampir semua anggota untuk hadir. Dalam satu
dusun terdapat 10-12 orang Linmas yang tersebar di 4 dusun dengan jumlah 35
RT yakni RT.01 sampai dengan RT.35. Kelompok Linmas dipimpin oleh Bapak
Taufik yang didampingi oleh wakilnya Bapak Siswoyo.
Peneliti memfokuskan pendampingan kepada kelompok Satlinmas karena
memahami bahwa kelompok tersebut menjadi garda terdepan dalam menagani
pengurangan risiko bencana. Diharapkan dengan adanya pendampingan ini
masyarakat lebih waspada dan sangat berhati-hati agar kejadian lalu tidak terulang
kembali.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik PRA
(Participatory Rular Aprasial). PRA memiliki arti yakni penilaian, pengkajian atau penelitian keadaan pedesaan secara partisipatif. PRA juga dapat didefinisikan
sebagai sekumpulan teknik dan alat yang mendorong masyarakat pedesaan untuk
turut serta meningkatkan kemampuan dalam menganalisa keadaan mereka
terhadap kehidupan dan kondisinya, agar mereka dapat membuat rencana dan
tindakan sendiri.56
Menurut Chambers, PRA sebagai metode yang berusaha untuk
memungkinkan orang luar belajar melalui suatu sharing informasi untuk meningkatkan analisis dan pengetahuan masyarakat. Tujuannya adalah guna
56
38
memungkinkan masyarakat untuk mempresentasikan, membagi dan menganalisis
serta memperbanyak pengetahuan mereka sebagai awal suatu proses.57
PRA memiliki beberapa tujuan dalam pengembangannya yakni
menyelenggarakan kegiatan bersama masyarakat untuk mengupayakan
pemenuhan kebutuhan praktis dan peningkatan kesejahteraan. PRA dapat
mencapai pemberdayaan masyarakat dan perubahan sosial melalui pengembangan
masyarakat dengan menggunakan pendekatan pembelajaran.58 Hal ini perlu dilakukan dalam pendampingan Satlinmas untuk memahami kondisi di wilayah
mereka.
PRA memiliki beberapa prinsip yang menjadi pedoman dalam penelitian
dilapangan. Prinsip tersebut yakni tentang pemberian fasilitas, dimana orang luar
memberikan fasilitas penyelidikan, analisis, penyajian, dan pemahaman oleh desa
itu sendiri. Sehingga mereka dapat memiliki hasilnya, dan juga mempelajarinya.
Selanjutnya, orang luar yang memberikan fasilitas tersebut menumbuhkan
kesadaran dan tanggung jawab diri yang kritis kepada masyarakat. Artinya
fasilitator secara terus-menerus menguji tingkah laku, menerima kesalahan
sebagai suatu kesempatan untuk belajar melakukan yang lebih baik. Selain itu,
antar masyarakat harus saling berbagi informasi dan gagasan, dengan fasilitator,
dengan berbeda wilayah kegiatan, serta dengan berbeda organisasi.59
57
Robert Chambers,PRA Participatory Rural Appraisal: Memahami Desa Secara Partisipatif, (Y. Sukoco, Penerjemah), hal. 68
58
Ibid, hal. 20 59
Sistem pembelajaran ini akan memungkinkan masyarakat untuk
melakukan anaisis bersama mengenai maslah yang sedang terjadi. Adapun
kegiatan yang dilakukan adalah:
a. Wawancara Semi Terstruktur
Teknik ini adalah wawancara yang mempergunakan panduan pertanyaan
sistematis yang hanya merupakan panduan terbuka dan masih mungkin untuk
berkembang selama interview dilaksanakan.60 Wawancara ini juga bisa dipahami sebagai penggalian informasi berupa tanya jawab yang sistematis tentang
pokok-pokok tertentu.61 Wawancara semi terstruktur ini akan mendeskripsikan hasil dari beberapa wawancara dari tokoh masyarakat, maupun Satlinmas yang masih ada
kaitannya dengan subyek pendampingan.
b. Mapping (Pemetaan)
Tehnik ini adalah sebuah berupa cara untuk membuat gambar kondisi
sosial ekonomi masyarakat, misalnya gambar posisi permukiman, sumber-sumber
mata pencaharian, peternakan, jalan, puskesmas, dan sarana-sarana umum, serta
jumlah anggota keluarga, pekerjaan. Hasil gambaran ini merupakan peta umum
sebuah lokasi yang menggambarkan keadaan masyarakat maupun lingkungan
fisik.62 Tujuannya untuk menganalisa dan mendalami bersama wilayah Desa Dompyong, Kecamatan Bendungan.
60
Ibid, hal. 24
61
Agus Afandi, dkk.Modul Participatory Action Research,hal.181 62
40
c. Transek
Transect merupakan teknik penggalian informasi dan media pemahaman
daerah melalui penelusuran dengan berjalan mengikuti garis yang membujur dari
suatu sudut ke sudut lain di wilayah tertentu.63 Transek digunakan sebagai alat penggalian data bersama Satlinmas untuk memahami dan mengetahui
wilayah-wilayah yang rwan, maupun yang pernah terjadi longsor di Desa Dompyong.
d. FGD (Focus Group Discussion)
Teknik ini berupa diskusi antara beberapa orang untuk membicarakan
hal-hal yang bersifat khusus secara lebih mendalam. Tujuannya untuk memperoleh
gambaran terhadap suatu masalah tertentu dengan lebih rinci.64 FGD bisa dilakukan secara formal maupun non-formal, bersama masyarakat yang terlibat
dalam Satlinmas maupun tidak.
Dari beberapa teknik yang telah dijelaskan, data yang telah didapatkan di
lapangan akan diolah menjadi data kualitatif oleh peneliti yang digunakan untuk
penulisan dalam skripsi. Selain itu juga digunakan sebagai media pembelajaran
bagi masyarakat untuk mencapai keadaan yang transformasi sosial atau perubahan
pola pikir masyarakat. Hal ini juga dapat dilakukan untuk selanjutnya dianalisis
dengan analisa PRA.
E. Teknik Validasi Data
Dalam kajian informasi tidak semua sumber informasi senantiasa bisa
dipercaya ketepatannya. Untuk mendapatkan informasi yang benar bisa
63
Perhimpunan SUSDEC Surakarta,Belajar dan Bekerja Bersama Masyarakat,Panduan Bagi Fasilitator PerubahanSosial, hal. 25
64
diandalkan dengan menggunakan prinsip ‘triangulasi’ informasi, yaitu
pemeriksaan dan periksa ulang, melalui:65 a. Triangulasi Komposisi Tim
Fasilitator PRA biasanya punya latar belakang atau keahlian khusus.
Selalu ada risiko bahwa dia mengutamakan ‘keahlian’ dia sendiri (bias).66 Triangulasi akan dilakukan oleh peneliti bersama Satlinmas yang dimaksudkan
untuk memperoleh data yang valid dan tidak sepihak. Hal ini dilakukan karena
semua pihak akan dilibatkan untuk mendapatkan kesimpulan secara bersama.
b. Triangulasi Alat dan Teknik
Setiap teknik PRA punya kelebihan dan kekurangan. Tidak semua
informasi yang dikumpulkan dan dikaji dalam satu teknik PRA dapat dipercaya.
Melalui teknik-teknik lain, informasi tersebut dapat dikaji ulang untuk melihat
apakah benar dan tepat.67 Dalam pelaksanaan di lapangan triangulasi ini dilaksanakan pada saat proses pendampingan berlangsung dalam bentuk
pencatatan dokumen maupun diagram.
c. Triangulasi Keragaman Sumber Informasi
Masyarakat selalu memiliki bentuk hubungan yang kompleks dan
memiliki berbagai kepentingan yang sering berbeda bahkan bertentangan.
Informasi yang berasal dari sumber tunggal atau terbatas tidak jarang diwarnai
oleh kepentingan pribadi. Karena itu sangat perlu mengkaji silang informasi dari
sumber informasi yang berbeda. Dalam melaksanakan PRA perlu diperhatikan
65
Perhimpunan SUSDEC Surakarta,Belajar dan Bekerja Bersama Masyarakat,Panduan Bagi Fasilitator PerubahanSosial, hal.60
66
Ibid, hal.60 67
42
bahwa tidak didominasi oleh beberapa orang atau elit desa saja tetapi melibatkan
semua pihak, termasuk yang termiskin dan wanita. Sumber Informasi lain juga
dapat dimanfaatkan seperti sumber sekunder yang berada di desa.68Triangulasi ini juga dapat dilakukan ketika proses penelitian dan pendampingan berlangsung.
F. Teknik Analisis Data
Dalam memperoleh data yang sesuai dengan lapangan maka peneliti dan
kelompok Satlinmas melakukan sebuah analisis bersama. Analisis ini digunakan
untuk mengetahui masalah yang sedang dihadapi yakni tentang kesiapsiagaan dan
pengurangan risiko bencana di Desa Dompyong. Adapun yang dilakukan adalah:
a. Kalender Musiman
Adalah penelusuran kegiatan musiman tentang keadaan-keadaan dan
permasalahan yang berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu (musiman) di
masyarakat. Tujuan teknik untuk mefasilitasi kegiatan penggalian informasi
dalam memahami pola kehidupan masyarakat, kegiatan, masalah-masalah, fokus
masyarakat terhadap suatu tema tertentu, mengkaji pola pemanfaatan waktu,
sehingga diketahui kapan saat-saat sibuk dan saat-saat waktu luang. Kemudian
juga sebagai upaya untuk mendiskusikan tawaran perubahan kalender dalam
kegiatan masyarakat.69 b. Diagram Venn
Diagram Venn merupakan teknik yang bermanfaat untuk melihat hubungan masyarakat dengan berbagai lembaga yang terdapat di desa (dan
lingkungannya). Diagram venn memfasilitasi diskusi masyarakat untuk
68
Perhimpunan SUSDEC Surakarta,Belajar dan Bekerja Bersama Masyarakat,Panduan Bagi Fasilitator PerubahanSosial, hal. 60.
69
mengidentifikasipihak-pihak apa berada di desa, serta menganalisa dan mengkaji
perannya, kepentingannya untuk masyarakat dan manfaat untuk masyarakat. Lembaga yang dikaji meliputi lembaga-lembaga lokal, lembaga-lembaga
pemerintah, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga swasta (termasuk Lembaga
Swadaya Masyarakat). Diagram Venn bisa sangat umum atau topikal; mengenai
lembaga-lembaga tertentu saja, misalnya yang kegiatannya berhubungan dengan
penyuluhan pertanian saja, kesehatan saja atau pengairan saja.70 c. Timeline
Time line adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui
kejadian-kejadian dari suatu waktu sampai keadaan sekarang dengan persepsi orang
setempat. Tujuan dari teknik ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai
topik-topik penting di masyarakat. Topik-topik yang berulang ini dapat dijadikan
topik penting untuk dibahas dengan lebih mendalam. Kearah mana
kecenderungan-kecenderungan masyarakat dari waktu ke waktu.71 d. Analisis Pohon Masalah dan Pohon Harapan
Disebut teknik analisa masalah karena melalui teknik ini, dapat dilihat
‘akar’ dari suatu masalah, dan kalau sudah dilaksanakan, hasil dari teknik ini
kadang-kadang mirip pohon dengan akar yang banyak.. Analisa Pohon Masalah
sering dipakai dalam masyarakat sebab sangat visual dan dapat melibatkan banyak
orang dengan waktu yang sama.72
70
Perhimpunan SUSDEC Surakarta,Belajar dan Bekerja Bersama Masyarakat,Panduan Bagi Fasilitator PerubahanSosial, hal. 34.
71
Ibid, hal. 26.
72
44
e. Diagram Alur
Diagram Alur menggambarkan arus dan hubungan di antara semua pihak dan komoditas yang terlibat dalam suatu sistem. Diagram ini dapat digunakan
untuk menganalisa alur penyebaran keyakinan dan tata nilai keagamaan dalam
masayarakat.73 f. Trend and Change
Bagan Perubahan dan Kecenderungan merupakan teknik PRA yang memfasilitasi masyarakat dalam mengenali perubahan dan kecenderungan
berbagai keadaan, kejadiaan serta kegiatan masyarakat dari waktu ke waktu.
Hasilnya digambar dalam suatu matriks. Dari besarnya perubahan hal-hal yang
diamati dapat diperoleh gambaran adanya kecenderungan umum perubahan yang
akan berlanjut di masa depan. Hasilnya adalah bagan/matriks perubahan dan
kecenderungan yang umum desa atau yang berkaitan dengan topik tertentu,
misalnya jumlah pemeluk agama Islam, jumlah musholla, jumlah masjid, jumlah
gereja, jumlah majlis taklim, dan lain-lain.74 g. Tata Kuasa, Tata Kelola, dan Tata Guna
Tata kuasa atas milik, tata kelola atas manajemen dan tata guna atas milik
semua ditekankan untuk mendapatkan keberlanjutan dari kegiatan yang
dikerjakan oleh kelompok Satlinmas. Sangat diharapkan masyarakat yang
tergabung dalam kelompok Satlinmas dapat secara mandiri mengorganisir
masyarakat untuk siap siaga terhadap bencana.
73
Perhimpunan SUSDEC Surakarta,Belajar dan Bekerja Bersama Masyarakat,Panduan Bagi Fasilitator PerubahanSosial, hal.43
74
G. Pihak Yang Terlibat
Dalam kegiatan setiap pemberdayaan, seseorang tidak dapat berdiri sendiri
untuk mampu menjadikan dirinya berdaya. Sangat dibutuhkan pihak-pihak yang
dapat membantu dan terlibat dalam proses pemberdayaan. Pihak yang terlibat di
sini tidak dapat dihindarkan dalam proses pemberdayaan, beberapa pihak harus
terlibat dalam kegiatan kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana tanah
longsor yang ada di Desa Dompyong. Hal ini menjadi sangat penting dilakukan
karena dalam proses pemberdayaan kebersamaan adalah suatu aset penting yang
harus terbangun sehingga lebih mudah dalam pemecahan masalah. Beberapa
pihak yang terlibat yang telah direncanakan adalah:
Tabel 3.1
Analisa Stakeholder
Institusi Karateristik Kepentingan
Utama
Bentuk Keterlibatan
Tindakan yang