• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kadar Klorida (Cl) Pada Air Reservoir Hamparan Perak dengan Metode Argentometri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis Kadar Klorida (Cl) Pada Air Reservoir Hamparan Perak dengan Metode Argentometri"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Air dapat berwujud padatan (es), cairan, dan gas (uap air). Dimana air merupakan satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Air adalah substansi kimia dengan rumus H2O yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas, dan banyak macam molekul organik. Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia (Achmad, 2004).

Air yang digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari adalah air bersih, berdasarkan PERMENKES RI NO 416/MENKES/PER/IX/1990 dimana air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air bersih ini diperoleh dari air tanah yang terdiri dari air sumur gali atau sumur bor, air hujan, air ledeng, serta dari sumber mata air. Sebaiknya air tersebut tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih, dan mempunyai suhu yang sesuai dengan standar yang ditetapkan sehingga menimbulkan rasa nyaman. Jika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi maka besar kemungkinan air itu tidak sehat karena mengandung beberapa zat kimia, mineral, ataupun zat organis/biologis yang dapat mengubah warna, rasa, bau, dan kejernihan air (Effendi, 2003).

(2)

a. Golongan A yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.

b. Golongan B yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga lainnya.

c. Golongan C yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan pertanian.

d. Golongan D yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat digunakan untuk usaha perkotaan, industri dan listrik tenaga air (Kristanto, 2002).

2.2 Pencemaran Air

Air di permukaan bumi ini terdiri atas 97% air asin di lautan, 2% masih berupa es, 0,0009% berupa danau, 0,00009% merupakan air tawar di sungai dan sisanya merupakan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia, tumbuhan dan hewan yang hidup di daratan. Oleh sebab itu, air merupakan barang langka yang paling dominan dibutuhkan di permukaan bumi ini (Nugroho, 2006).

(3)

Seiring dengan menigkatnya kemajuan di sektor industri, semakin meningkat pula masalah pencemaran di Indonesia. Masuknya limbah industri ke dalam suatu perairan dapat menyebabkan menurunnya kualitas perairan tersebut (Nugroho, 2006).

2.2.1 Komponen Pencemaran Air

Meskipun rumus kimia air murni di lingkungan laboratorium adalah H2O namun kenyataannya di alam, rumus kimia tersebut seolah-olah berubah menjadi H2O + X. Dalam hal ini, X merupakan komponen-komponen yang masuk atau dimasukkan ke dalam badan air sehingga menyebabkan perairan menurun kualitasnya dan tidak sesuai dengan peruntukannya. Komponen tersebut dapat berupa komponen non-biologis dan komponen biologis (Nugroho, 2006).

Komponen non-biologis dapat berupa pupuk/nutrient tanaman, sampah/padatan, minyak, bahan radioaktif, senyawa anorganik dan mineral, termasuk logam-logam berat serta komponen organik sintetik seperti residu pestisida dan deterjen. Komponen biologis dapat berupa mikroba, khususnya mikroba yang bersifat merugikan manusia dan makhluk hidup lainnya, seperti bakteri patogen dan bakteri pencemar (Nogroho, 2006).

2.2.2 Dampak Pencemaran Air

(4)

beban pencemaran masih berada dalam batas daya dukung lingkungan yang bersangkutan. Apabila beban pencemaran melebihi daya dukung lingkungannya maka kemampuan itu tidak dapat dipergunakan lagi (Nugroho, 2006).

Pencemaran air selain menyebabkan dampak lingkungan yang buruk, seperti timbulnya bau, menurunnya keanekaragaman dan mengganggu estetika juga berdampak negatif bagi kesehatan makhluk hidup, Karena di dalam air yang tercemar selain mengandung mikroorganisme patogen, juga mengandung banyak komponen-komponen beracun (Nugroho, 2006).

2.2.3 Parameter Uji Kualitas Air

Untuk mengetahui apakah suatu perairan tercemar atau tidak, diperlukan serangkaian tahap pengujian untuk menentukan tingkat pencemaran tersebut. Beberapa parameter uji yang umumnya harus diketahui, yaitu:

a. Nilai keasaman (pH) dan alkalinitas

Umumnya air yang normal memiliki pH sekitar netral, berkisar antara 6 hingga 8. Air limbah atau air yang tercemar memiliki pH sangat asam atau pH cenderung basa, tergantung dari jenis limbah dan komponen pencemarnya.

b. BOD/COD

(5)

mengoksidasi bahan-bahan pencemar tersebut. COD (Chemical Oxigen Demand), merupakan uji yang lebih cepat daripada uji BOD, yaitu suatu

uji berdasarkan reaksi kimia tertentu untuk menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan (misalnya kalium dikromat) untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air.

c. Suhu

Kenaikan suhu tersebut akan mengakibatkan menurunnya oksigen terlarut di dalam air, meningkatnya kecepatan reaksi kimia, terganggunya kehidupan ikan dan hewan air lainnya. Naiknya suhu air yang relatif tinggi seringkali ditandai dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan air untuk mencari oksigen. Jika suhu tersebut tidak juga kembali pada suhu normal, lama kelamaan dapat menyebabkan kematian ikan dan hewan lainnya.

d. Warna, rasa, dan bau

Air yang normal tampak jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Air yang tidak jernih seringkali merupakan petunjuk awal terjadinya polusi di suatu perairan. Rasa air seringkali dihubungkan dengan bau air. Bau air dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut, ganggang, plankton, tumbuhan air dan hewan air, baik yang masih hidup maupun yang mati.

e. Jumlah padatan

(6)

padatan tersuspensi dan padatan yang terlarut. Padatan yang mengendap terdiri dari partikel-partikel yang berukuran relatif besar dan berat sehingga dapat mengendap dengan sendirinya. Padatan tersebut terbentuk biasanya merupakan akibat erosi. Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi berukuran lebih kecil dan lebih ringan daripada padatan terendap. Padatan terlarut terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang larut dalam air seperti gula dan garam-garam mineral hasil buangan industri kimia.

f. Kehadiran mikroba pencemar

Air merupakan habitat berjenis-jenis mikroba, seperti alga, protozoa dan bakteri. Dari sekian banyak jenis mikroba yang bersifat patogen atau merugikan manusia, ada beberapa jenis mikroba yang sangat tidak dikehendaki kehadirannya karena mikroba tersebut berasal dari kotoran manusia dan hewan berdarah panas lainnya. Mikroba tersebut dapat berperan sebagai bioindikator kualitas perairan dan secara khusus akan dibahas pada bab selanjutnya.

g. Kandungan minyak dan lemak

(7)

menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Selain itu, lapisan minyak juga dapat mengurangi konsentrasi oksigen terlarut dalam air karena fiksasi oksigen bebas menjadi terhambat. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan rantai makanan di dalam air.

h. Kandungan bahan radio aktif

Meskipun jarang terjadi, namun pada perairan yang dekat dengan industri peleburan dan pengolahan logam seringkali ditemukan bahan radio aktif seperti uranium, thorium-230 dan radium-226. Komponen-komponen tersebut dapat terlarut dalam air hujan dan masuk ke sumber-sumber air yang ada. Komponen radioaktif dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara. Semua radio aktif menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia, diantaranya dapat menyebabkan gangguan pada fungsi syaraf, gangguan dalam pembelahan sel yang menyebabkan kanker serta gangguan dalam pembentukan sel-sel darah yang menyebabkan anemia.

i. Kandungan logam berat

(8)

sedikitnya lima kali lebih besar daripada air. Logam-logam berat yang sering dijumpai dalam lingkungan perairan yang tercemar limbah industri adalah merkuri atau air merkuri (Hg), Nikel (Ni), Kromium (Cr), Kadmium (Cd), Arsen (As), dan Timbal (Pb). Logam-logam tersebut dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organism dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi. Selanjutnya, menurut sifat toksisitasnya unsur-unsur dapat dikelompokkan ke dalam 3 golongan, yaitu:

- Unsur-unsur yang tidak bersifat toksik, yaitu: Na, K, Mg, Ca, H, O, N, C, P, Fe, Cl, Br, F, Li, Rb, Sr, Al, dan Si.

- Sangat toksik dan mudah dijumpai, yaitu: Be, Co, Ni, Cu, Zn, Sn, As, Te, Pd, As, Cd, Pt, Au, Ti, Pb, Jb, dan Bi.

- Sangat toksik tetapi tidak larut dan sukar dijumpai, yaitu: Ti, Ht, Zr, W, Nb, Ta, Re, Ga, La, Rh, Ir, Ru, dan Br.

Logam berat sebagai salah satu sumber pencemar anorganik yang masuk ke dalam perairan tersebut dapat berasal dari:

- Pelapukan batuan yang mengandung logam berat pencemaran ini berasal alamiah.

- Industri yang memproses biji tambang.

- Pabrik-pabrik dan industri yang mempergunakan logam berat di dalam proses produksinya.

(9)

- Logam berat yang berasal dari eksheta manusia dan hewan karena tidak sengaja mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh logam berat.

Meskipun manusia tidak secara langsung mengkonsumsi logam berat, namun secara tidak langsung logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui air minum dan makanan yang dikonsumsinya. Air yang tersimpan pada malam hari di dalam pipa-pipa saluran air dapat menyebabkan meresapnya timbal dan kadmium dari pipa ke dalam air yang akan dikucurkan (Nugroho, 2006).

2.3 Pengolahan Air

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat, PDAM melakukan pengolahan terhadap air baku dari beberapa sumber yaitu mata air dan air sungai. Adapun proses pengolahannya dimulai dari pengambilan air baku melalui intake. Intake tersebut mempunyai saringan untuk menyaring sampah-sampah kasar yang ada di air baku. Kemudian air baku dialirkan ke dalam Presentlink Tank (bak pengendap). Disini air baku diberi gas chlorine yang

berguna mengoksidasi zat-zat anorganik dan juga sebagai desinfektan atau pembunuh bakteri. Setelah itu air baku dipompakan ke Splitter Box melalui Raw Water Pumping Station (rumah pompa air baku). Di dalam Splitter Box air baku

(10)

alat untuk mempercepat proses pembentukan flok. Disini juga terjadi pemisahan antara flok yang bersifat sedimen dengan air bersih sebagai effluent lalu dilanjutkan ke Filter. Filter berfungsi untuk menyaring flok halus dan kotoran lain yang lolos dari Clarifier. Media filter ini terdiri dari bahan-bahan batuan, kerikil dan pasir kuarsa. Kemudian air bersih yang keluar dari filter ditampung di dalam reservoir.

Air bersih yang ada didalam reservoir ditambahkan lagi dengan kaporit dan kapur melalui Dossing Pump. Larutan kapur berfungsi untuk mengatur pH air bersih agar sesuai dengan kualitas air bersih yang dibolehkan untuk diminum. Larutan kaporit disuntikkan ke reservoir apabila Chlorination (ruang klorin) tidak berfungsi. Akhirnya melalui Finish Water Pump Station (rumah pompa air bersih), air bersih dialirkan dari reservoir melalui pipa transmisi ke pelanggan.

Dalam pengolahan juga terdapat berbagai kesulitan, antara lain:

a. Adanya fosfat yang berlebihan dapat mengakibatkan kesulitas di dalam pengendapan oleh flokulan. Dosis flokulan harus diperbesar, dengan demikian biaya untuk membeli flokulan sebagai koagulan naik dan biaya produksi naik pula.

b. Zat-zat organik, algae, plankton dan mikroba-mikroba nitrifikasi yang sangat halus dapat mengakibatkan kesulitan pada proses pengendapan dengan flokulan biasa, tetapi akan mengendap apabila di aerasi (menghembuskan oksigen / udara ke dalam cairan).

(11)

juga cukup deras untuk mencegah pertumbuhan algae dan plankton. Namun ini tidak berarti bahwa pekerjaan instalasi menjadi ringan, pekerjaan instalasi tetap berat hanya saja hasil pengolahannya dapat berkualitas lebih baik.

Pengolahan air merupakan suatu usaha menjernihkan air dan meningkatkan mutu air agar dapat diminum. Proses pengolahan air meliputi 4 (empat) tahap yaitu:

1. Proses pemurnian air yaitu suatu proses merubah keadaan air dari keruh, berbau dan berwarna, pH beraneka menjadi air yang jernih, bebas dari keruh, berbau dan berwarna serta pH yang netral.

2. Proses desinfeksi yaitu proses agar kuman patogen yang berada dalam air dipanaskan. Cara yang dipakai dalam proses desinfeksi adalah sebagai berikut:

a. Klorinsasi: Air setelah mengalir melalui filter pasir cepat maka air tersebut akan diberi klor 60% dengan perbandingan satu kubik air diperlukan klor sebanyak 5 gram. Dalam pemakaian klor cenderung meningkat keasaman air maka terdapat reaksi.

H2O + Cl2 HCl + HClO HClO HCl + [O]

(12)

b. Ozonisasi: Air yang mendapat ozon atau ozonisasi, kuman-kuman yang terkandung di dalamnya akan mati. Cara ozonisasi air mengalir melalui suatu penekanan, ozon (O3) akan larut di dalam air.

H2O + O3 H2O + O2 + [O]

c. Proses ultravioletisasi: Melalui penyinaran ultraviolet dengan intensitas cahaya pada air yang sedang mengalir maka kuman-kuman yang terdapat di dalam air akan mati.

3. Proses filtrasi : Proses ini terhadap zat atau unsur mineral dan kuman patogen. Filter yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Filter karbon aktif: Filter ini menggunakan karbon aktif berbentuk bubuk atau butiran.

b. Filter keramik: Filter ini terbuat dari bahan dasar keramik atau bubuk halus kemudian dibentuk menjadi keramik.

c. Filter selaput disebut juga filter membran, ada tiga macam filter selaput yaitu filter selaput selulosa asetat, filter selaput selulosa triacetate dan filter resin poliamida.

d. Filter pasir karang aktif.

(13)

2.4 Klorida (Cl)

Klorida adalah senyawa halogen klor (Cl). Toksisitasnya tergantung pada gugus senyawanya. Misalnya NaCl sangat tidak beracun, tetapi karbonil klorida sangat beracun. Di Indonesia, klor digunakan sebagai desinfektan dalam penyediaan air minum. Dalam jumlah banyak Cl akan menimbulkan rasa asin, korosi pada pipa sistem penyediaan air panas. Sebagai desinfektan, residu klor di dalam penyediaan air sengaja dipelihara, tetapi klor ini dapat terikat pada senyawa organik dan membentuk halogen-hidrokarbon (Cl-HC) banyak diantaranya dikenal sebagai senyawa-senyawa karsinogenik. Oleh karena itu, di berbagai Negara maju sekarang ini, kloronisasi sebagai proses desinfeksi tidak lagi digunakan (Slamet, 1994).

Klorida banyak dijumpai dalam pabrik industri kaustik soda. Bahan ini berasal dari proses elektrolisa, penjernihan garam dan lain-lain. Klorida merupakan zat terlarut dan tidak menyerap. Sebagai klor bebas berfungsi desinfektan, tapi dalam bentuk ion yang bersenyawa dengan ion natrium menyebabkan air menjadi asin dan merusak pipa-pipa instalasi (Gintings, 1992).

Konsentrasi maksimum yang dibolehkan dalam air 250 mg/l. Kadar yang berlebihan menyebabkan air asin rasanya. Rasa asin akan bertambah akibat adanya limbah yang mencemari air (Sutrisno, 2007).

(14)

pada air untuk melarutkan klorida dari humus (topsoil) dan lapisan-lapisan yang lebih dalam. Percikan dari laut terbawa ke pedalaman sebagai tetesan atau sebagai Kristal-kristal garam kecil, yang dihasilkan dari penguapan air dalam tetes-tetes tersebut. Sumber-sumber ini secara tetap mengisi klorida di daerah pedalaman di mana mereka jatuh (Sutrisno, 2007).

Kotoran manusia, khususnya urin, mengandung klorida dalam jumlah kira-kira sama dengan klorida yang di konsumsi lewat makanan dan air. Jumlah ini rata-rata kira-kira 6 gr klorida perorangan perhari dan menambah jumlah Cl dalam air bekas (sewage) kira-kira 15 mg/l di atas konsentrasi dalam air yang membawanya, di samping itu banyak air buangan dari industri yang mengandung klorida dalam jumlah yang cukup.

Klorida dalam konsentrasi yang layak adalah tidak berbahaya bagi manusia. US Public Health Service menyatakan bahwa klorida hendaknya dibatasi sampai 250 mg/l dalam air yang akan digunakan oleh umum. Sebelum prosedur pemeriksaan bakteriologis berkembang percobaan kimia untuk klorida dan nitrogen, dalam berbagai bentuk, digunakan sebagai dasar dalam pendektesian kontaminasi air tanah oleh air bekas (Sutrisno, 2007).

(15)

2.5 Argentometri

Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi argentometri adalah:

AgNO3 + Cl¯ AgCl(s) +NO3¯

Sebagai indikator, dapat digunakan kalium kromat yang menghasilkan warna merah dengan adanya kelebihan ion Ag+ (Rohman, 2007).

Metode argentometri yang lebih luas lagi digunakan adalah metode titrasi kembali. Perak Nitrat (AgNO3) berlebihan ditambahkan ke sampel yang mengandung ion klorida atau bromida. Sisa AgNO3 selanjutnya dititrasi kembali dengan amonium tiosianat menggunakan indikator besi (III) amonium sulfat. Reaksi yang terjadi pada penentuan ion klorida dengan cara titrasi kembali adalah sebagai berikut:

AgCl(s)+ NO3¯ AgNO3 berlebih + Cl¯

Sisa AgNO3 + NH4SCN AgSCN(s) + NH4NO3

3NH4SCN + FeNH4(SO4) Fe(SCN)3 merah + 2(NH4)2SO4

(16)

dengan hidrolisis sehingga harus dibakar dengan labu oksigen untuk melepaskan halogen sebelum dititrasi (Rohman, 2007).

2.5.1 Metode-metode Dalam Titrasi Argentometri

Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode Volhard, metode K. Fajans dan metode Leibig.

1. Metode Mohr

Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.

Cara yang mudah untuk membuat larutan netral dari larutan yang asam adalah dengan menambahkan CaCO3 atau NaHCO3 secara berlebihan. Untuk larutan yang alkalis, diasamkan dulu dengan asam asetat kemudian ditambah sedikit berlebihan CaCO3. Kerugian metode Mohr adalah:

(17)

d. Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan hasil yang rendah sehingga penggojongan yang kuat mendekati titik akhir titrasi diperlukan untuk membebaskan ion yang terjebak tadi.

Titrasi langsung iodida dengan perak nitrat dapat dilakukan dengan penambahan amilum dan sejumlah kecil senyawa pengoksidasi. Warna biru akan hilang pada saat titik akhir dan warna putih-kuning dari endapan perak iodida (AgI) akan muncul (Rohman, 2007).

2. Metode Volhard

(18)

larutan baku perak nitrat berlebihan, kemudian kelebihan larutan baku perak nitrat dititrasi kembali dengan larutan baku tiosianat (Rohman, 2007).

3. Metode K. Fajans

Pada metode ini digunakan indikator adsorbs, yang mana pada titik ekivalen, indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini ialah, endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid. Garam netral dalam jumlah besar dan ion bervalensi banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi. Larutan tidak boleh terlalu encer karena endapan yang terbentuk sedikit sekali sehingga mengakibatkan perubahan warna indikator tidak jelas. Ion indikator harus bermuatan berlawanan dengan pengendap. Ion indikator harus tidak teradsorbsi sebelum tercapai titik ekivalen, tetapi harus segera teradsorbsi kuat setelah tercapai titik ekivalen. Ion indikator tidak boleh teradsorbsi sangat kuat, seperti misalnya pada titrasi klorida dengan indikator eosin, yang mana indikator teradsorbsi lebih dulu sebelum titik ekivalen tercapai (Rohman, 2007). 4. Metode Leibig

(19)

putih, tetapi pada penggojogkan akan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut (Rohman, 2007).

Cara Leibig hanya menghasilkan titik akhir yang memuaskan apabila pemberian pereaksi pada saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan. Cara Leibig ini tidak dapat dilakukan pada keadaan larutan amoni-alkalis karena ion perak akan membentuk kompleks Ag(NH3)2+ yang larut. Hal ini dapat diatasi dengan menambhakan sedikit larutan kalium iodida (Rohman, 2007).

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan Ujian Sekolah, Ujian Sekolah Berstandar Nasional dan Ujian Nasional Pelaksanaan Ujian Sekolah, Ujian Sekolah Berstandar Nasional dan Ujian Nasional Tahun

Laporan Penjualan, fitur Laporan Penjualan berkaitan dengan fitur utama yang digunakan untuk melakukan Laporan dari penjualan, klien mengirimkan data hasil penjualan

Lakukan identifikasi pasien dengan minimal dua identitas dari tiga identitas pasien (nama l engkap, tanggal lahir dan nomor rekam medik  pasien).. Cocokkan dengan instruksi

Proses pembuatan seng dari bahan mentah hingga bahan jadi dimulai dari proses pemotongan bahan baku kemudian dijadikan dalam bentuk road coil roll (dalam keadaan

Penelitian tentang reduplikasi tidak hanya ditemukan dalam dialek bahasa daeah tetapi melalui sebuah artikel dapat juga ditemukan proses reduplikasi seperti pada

Moreover, this kind of public debate and discussion about MOOCs has spurred a variety of innovative pedagogical experiments in higher education that appropriate the name

Kandungan kimia pada rambut jagung antara lain adalah protein; karbohidrat; serat; beberapa vitamin seperti vitamin B, vitamin C, vitamin K; minyak atsiri; garam-garam

Uji coba operasional dilakukan setelah proses revisi hasil uji coba lapangan selesai dilakukan. Pada tahap uji coba operasional ini produk picture storybook yang