• Tidak ada hasil yang ditemukan

WEST NILE VIRUS: EPIDEMIOLOGY, CLASSIFICATION AND MOLECULAR BASIC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "WEST NILE VIRUS: EPIDEMIOLOGY, CLASSIFICATION AND MOLECULAR BASIC"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BALABA Vol. 10 No. 21, Desember 2014: 97-102

VIRUS WEST NILE: EPIDEMIOLOGI, KLASIFIKASI DAN DASAR MOLEKULER

WEST NILE VIRUS: EPIDEMIOLOGY, CLASSIFICATION AND MOLECULAR BASIC

Bina Ikawati, Dyah Widiastuti, Puji Astuti Balai Litbang P2B2 Banjarnegara

Jl. Selamanik No. 16A Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia E_mail: bina.ikawati@gmail.com

Received date: 16/5/2014, Revised date: 11/11/2014, Accepted date: 13/11/2014

ABSTRAK

Virus west nile (WN) dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui nyamuk. Di Indonesia virus west nile mulai diperhatikan karena menginfeksi 12 warga Surabaya pada tahun 2014. Pemahaman mengenai virus west nile ditinjau dari aspek epidemiologi, klasifikasi dan dasar molekuler diperlukan untuk mengenal apa dan bagaimana sifat dari virus WN dalam rangka upaya deteksi dini dan pencegahan terjadinya KLB virus WN. Tulisan ini merupakan telaah dengan mengumpulkan informasi dari berbagai jurnal dan buku teks mengenai virus west nile. Secara epidemiologi virus dapat tersebar melalui vektor nyamuk utamanya Culex sp., dan Aedes sp. sebagai vektor sekunder. Virus ini d juga ditemukan pada burung/unggas. Penularan virus melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi ke hewan dan manusia. Virus west nile merupakan anggota famili Flaviviridae dari genus Flavivirus. Virus ini memiliki genom yang terdiri dari satu single-stranded (ss) RNA yang dikelilingi suatu nucleocapsid berbentuk icosahedral atau isometric. Genom virus west nile memiliki panjang 11.029 nukleotida. Upaya pencegahan terhadap infeksi virus WN dapat dilakukan dengan mengendalikan populasi nyamuk, mengurangi gigitan nyamuk, dan secara berkala melakukan survei pada unggas/burung utamanya yang dipelihara dalam skala besar maupun yang sedang bermigrasi.

Kata kunci: virus west nile, epidemiologi, klasifikasi, dasar molekuler

ABSTRACT

West nile (WN) virus can cause a disease transmitted by mosquitoes. West nile virus in Indonesia should be noted because it has infected 12 people in the early 2014. A good understanding of west nile virus in terms of epidemiology, classification and molecular basis was needed to know about WN virus properties and ultimately early detection and prevention of WN virus outbreaks can be performed precisely. A literature review was arranged by collecting information from various journals and textbooks about west nile Virus. WN virus can be transmitted by Culex sp. as the main mosquito vector, however Aedes sp. also potential as secondary vector. WN virus presence was maintained in nature through its life cycle in birds or poultry. The transmission can only occure through an infected mosquito bitting to other animals and humans. West nile virus is a member of genus Flavivirus from family Flaviviridae. West nile virus has a genome consisted of a single-stranded (ss) RNA surrounded by an icosahedral nucleocapsid. West nile virus genome has 11,029 nucleotides. Prevention efforts toward WN virus infection can be done by performing mosquito control, reducing mosquito bites, and conducting periodical surveys in migrating birds or large-scale poultry.

Key words: west nile virus, epidemiology, classification, molecular basic

i alam

PENDAHULUAN dengan kasus ensefalitis (peradangan akut pada

1 Virus west nile adalah virus yang dapat otak).

menimbulkan penyakit dan ditularkan melalui Virus west nile saat ini telah menyebar secara nyamuk di daerah beriklim sedang dan tropis. Virus global, dengan kasus pertama di bagian barat ini pertama kali diidentifikasi di sungai Nil bagian diidentifikasi di New York City pada tahun 1999. barat Uganda, Afrika Timur, pada tahun 1937. Penyebaran virus di benua Amerika Serikat, dari Sebelum pertengahan 1990-an, penyakit ini hanya utara Kanada sampai kepulauan Karibia dan terjadi sporadis dan hanya berisiko kecil bagi Amerika Latin. Virus ini juga telah menyebar ke manusia, sampai terjadi wabah di Aljazair pada tahun Eropa, di daerah luar Mediterania. Virus west nile 1994 dan wabah besar di Rumania pada tahun 1996 kini endemik di Afrika, Asia, Australia, Timur

29. Ahmed RK, Koyee QMK, Rahemo ZIF. Intestinal 33. Sinniah B, Manmohan S, Khairul A. Preliminary parasites of experimental rodents with testing the survey of Capillaria hepatica (Bancroft, 1893) in efficacy of diagnostic methods. Int Res J Pharm. Malaysia. J Helminthol. 1979; 53: 147–52.

2012; 2 (3): 77–81. 34. Kataranovski M, Mirkov I, Belij S, et al. Intestinal

30. Fitriyanto B. Pemeriksaan endoparasit pada tikus di helminths infection of rats (Rattus norvegicus) in the Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. Data tidak Belgrade area (Serbia): the effect of sex, age and dipublikasikan. Banjarnegara: Balai Litbang P2B2 habitat. Parasite. 2011; 18: 189–96.

Banjarnegara; 2012. 35. Tung K-C, Hsiao F-C, Wang K-S, Yang H, Lai

C-31. Kia E, Homayouni M, Farahnak A, Mohebali M, H. Study of the endoparasitic fauna of commensal Shojai S. Study of endoparasites of rodents and their rats and shrews caught in traditional wet markets in zoonotic importance In Ahvaz, South West Iran. Iran J Taichung City, Taiwan. J Microbiol Immunol Infect. Publ Heal. 2001; 30 (1-2): 49–52. 2013; 46: 85–8.

32. Paramasvaran S, Sani R., Hassan L, et al. 36. NPMA. Why rodents are a danger to health and home. Endoparasite fauna of rodents caught in five wet 2013. [cited 2013 August 21]. Available at: markets in Kuala Lumpur and its potential zoonotic http://www.pestworld.org/news-and-views/pest-implications. Trop Biomed. 2009; 26 (1): 67–72. articles/articles/health-threats-posed-by-rodents/.

(2)

Serba Serbi Parasit

Tengah, Eropa, dan terutama di Amerika Serikat mengurangi risiko terjadinya infeksi. Virus ini yang pada tahun 2012 mengalami wabah terburuk. keberadaannya di alam terpelihara oleh burung dan Pada tahun 2012, virus west nile (WN) nyamuk. Terdapat lebih dari 60 spesies nyamuk menewaskan 286 orang di Amerika Serikat, dengan yang dapat menularkan virus WN. Di Amerika negara bagian Texas merupakan kawasan paling Utara dan Eropa ditemukan nyamuk penular

1

parah terinfeksi oleh virus ini. utamanya dari genus Culex, yaitu Culex pipiens

Hasil penelitian Mynt menunjukkan bahwa complex yang ornithophilic (menyukai darah 4

virus WN ditemukan pada serum pasien demam burung/unggas). Hasil penelitian di laboratorium akut di Pulau Jawa yang dikoleksi sejak tahun 2004 menunjukkan Aedes spp. berpotensi pula sebagai

5

hingga 2005. Secara genotip, virus tersebut vektor virus WN. Penularan virus WN harus 2

teridentifikasi sebagai virus WN lineage 2. melalui vektor yaitu nyamuk. Unggas yang Keberadaan virus west nile di Indonesia harus terinfeksi berinteraksi dengan vektor agar dapat diperhatikan karena pada tahun 2014 virus tersebut menularkan ke hewan lain dan manusia. Kontak telah menginfeksi 12 warga Surabaya yang dirawat langsung antara unggas yang diinfeksi virus WN intensif di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya tidak terjadi karena tidak ditemukannya antibodi

5

melalui gigitan nyamuk Culex. Virus West Nile ini dan virus pada tubuh unggas. Vektor akan terindikasi oleh dokter yang tergabung dalam terinfeksi bila menghisap darah unggas yang

Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga, t e r i n f e k s i v i r u s W N d a n v i r u s a k a n 3

Surabaya. berkembangbiak dalam beberapa hari pada tubuh

nyamuk, dan membawanya ke kelenjar air liur yang

METODE siap ditularkan ke unggas atau manusia melalui

Review dilakukan dengan mengumpulkan gigitannya. Pada unggas yang telah terinfeksi, informasi dari berbagai jurnal, artikel ilmiah dan viremia dapat bertahan selama 4 hari, dan bila buku teks mengenai virus west nile. Seluruh data burung tersebut sembuh maka antibodi akan

6 dikompilasi dan disusun secara sistematis terbentuk dan bertahan sangat lama.

d e s k r i p t i f u n t u k m e m b e r i k a n g a m b a r a n Pencegahan penularan virus WN dapat menyeluruh mengenai virus west nile yang meliputi dilakukan melalui peningkatan kegiatan surveilans. epidemiologi, klasifikasi, dan dasar molekuler. Surveilans vektor dapat dilakukan melalui pengendalian populasi nyamuk serta mencegah

PEMBAHASAN gigitan nyamuk. Pengamatan terhadap lingkungan

utamanya pada unggas yang dipelihara dalam Epidemiologi

jumlah banyak (ekstensif) dan burung liar perlu Pada manusia, masa inkubasi virus WN

pula diwaspadai adanya virus WN. Hasil penelitian antara 1-6 hari. Umumnya penyakit ini ringan

menunjukkan burung yang dipelihara secara dengan gejala klinik demam, menggigil, nyeri

intensif lebih sedikit kemungkinan untuk positif kepala, nyeri punggung, nyeri otot secara

virus WN. Unggas yang terkena virus WN dapat menyeluruh, dan sulit tidur. Disamping itu, dapat

tidak menimbulkan gejala sakit dan apabila pula ditemukan gejala gangguan gastrointestinal

bergejala mempunyai ciri gejala syaraf seperti, seperti mual, muntah, diare, dan nyeri lambung.

perdarahan pada miokardium, dan perdarahan dan Kemudian suhu badan penderita dapat mencapai

nekrosis pada saluran pencernaan. Unggas yang 40°C atau lebih. Pada umumnya, penderita akan

terkena virus WN tidak dapat menularkan virus

pulih sepenuhnya. Pada beberapa kasus, terutama 6

tersebut secara langsung. pada orang-orang berusia lanjut, akan berkembang

menjadi ensefalitis ataupun meningitis (infeksi

pada lapisan otak dan urat saraf tulang belakang) Klasifikasi

yang berisiko menyebabkan kematian. Diagnosis Virus West Nile merupakan anggota family

yang akurat akan membantu penderita untuk tidak Flaviviridae dari genus Flavivirus. Famili mengalami tahap yang lebih parah dari infeksi virus Flaviviridae terbagi menjadi 3 genera yaitu:

3

West Nile. Flavivirus, Pestivirus dan Hepacivirus. Genus

Virus WN dapat menyebabkan komplikasi Pestivirus terdiri dari 4 spesies virus yang berat pada semua golongan usia dan kondisi merupakan kelompok patogen pada hewan antara kesehatan apapun sehingga sangat penting untuk lain: Bovine Viral Diarrhea Virus tipe 1 dan 2,

3. Ruiz. Rodents in disasters. USA: Pan American Baltimore, Maryland. J O Parasitol. 1977; 63: 117 –

Health Org.; 2004:18. 22.

4. Battersby SA, Parsons R, Webster JP. Urban rat 17. Ahmad MS, Maqbool A, Mahmood-ul-Hassan M, infestations and the risk to public health. J Environ Mushtaq-ul-Hassan M, Anjum AA. Capillaria Hlth Res. 2002; 1: 4–12. hepatica (nematode) in rodents of the lahore metropolis corporation-Pakistan. J Anim Plant Sci. 5. Belding DL. Capillaria Hepatica. In: Textbook Of

2011; 21 (4): 787–93. Parasitology. 3rd Edition. New York:

Appleton-Century-Crofts; 1965: 402–3. 18. Stojcevic D, Marinculic A, Mihaljevic Z. Prevalence of Capillaria hepatica in norway rats (Rattus 6. Lloyds S, Elwood CM, Smith KC. Capillaria

norvegicus) in Croatia. Vet Arh. 2002; 72 (3): 141–9. hepatica infection in a British dog. Vet Rec. 2002;

151: 419-20. 19. Claveria FG, Causapin J, Guzman MA, Toledo MG, Salibay C. Parasite biodiversity in Rattus spp. caught 7. Urquhart GM, Armour J, Duncan AM, Dunn JL,

in wet markets. Southeast Asian J Trop Med Public Jennings SW. Textbook of veterinary parasitology.

Heal. 2005; 36: 146–8. United Kingdom: Longman; 1987.

20. Stojcevic D, Marinculic A, Mihaljevic Z. Prevalence 8. Abu-Madi MA, Lewis JW, Mikhail M, El-Nagger

of Capillaria hepatica in norway rats (Rattus ME, Behnke JM. Monospecific helminths and

norvegicus) in Croatia. Vet Arh. 2002; 72 (3): 141–9. arthropod infections. J Helminthol. 2001; 75: 313–20.

21. Kumar V, Brandt J, Mortelmans J. Hepatic 9. Seong J, Huh S, Lee J, Oh Y. Helminth in Rattus

capillariasis may simulate the syndrome of visceral norvegicus capture in Chunchon, Korea. Korean J

larva migrans, an analysis. Ann Soc Belge Med Trop. Parasitol. 1995; 33 (3): 235–7.

1985; 65: 101–4. 10. Maff. Ministry of agriculture, fisheries and food.

22. Sandjaja B. Helmintologi Kedokteran. Jakarta: Manual Of Veterinary Parasitology. UK: Her

Prestasi Pustaka; 2007. Majesty’s Stationery Office; 1971.

23. Fuehrer H-P, Igel P, Auer H. Capillaria hepatica in 11. Fuehrer H-P, Igel P, Auer H. Capillaria hepatica in

man-an overview of hepatic capillariosis and man: an overview of hepatic capillariosis and

spurious infections. Parasitol Res. 2011; 109 (4): spurious infections. Parasitol Res.

969–79. 12. Goswami R, Singh SM, Kataria M, Somvanshi R.

24. Al-Zihiry K. Some intestinal helminths of norway rat Clinicopathological studies on spontaneous

Rattus norvegicus (Berkenhout, 1769) in Basrah, Hymenolepis diminuta infection in wild and

Iraq. J Univ Thi-Qar. 2006; 2 (1): 45–56. laboratory rats. Braz J Vet Pathol. 2011; 4 (2): 103–11.

25. Tutsyntain R. Pemeriksaan endoparasit pada tikus 13. Souza MV de, Sianto L, Chame M, Ferreira LF,

(Rattus spp.) di Desa Citereup Kecamatan Dayeuh Araujo A. Syphacia sp. (Nematoda: Oxyuridae) in

Kolot Kabupaten Bandung Jawa Barat tahun 2013. coprolites of Kerodon rupestris Wied, 1820

Data tidak dipublikasikan. Banjarnegara: Balai (Rodentia: Caviidae) from 5,300 years BP in

Litbang P2B2 Banjarnegara; 2013. Northeastern Brazil. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio

Janeiro. 2012; 107 (4): 539–42. 26. Tena D, Gimeno C, Pomata TP, et al. Human infection with Hymenolepis diminuta: Case Report from Spain. 14. Ceruti R, Sonzogni O, Origgi F, et al. Capillaria

J Clin Microbiol. 1998; 36 (8): 2375–77. hepatica infection in wild brown rats (Rattus

norvegicus) from the urban area of Millan, Italy. J Vet 27. Marangi M, Zechini B, Fileti A, Quaranta G, Aceti A. Med. 2001; 48: 235-40. Hymenolepis diminuta infection in a child living in

the urban area of Rome, Italy. J Clin Microbiol. 2003; 15. Davoust B, Boni M, Branquet D, Ducos De Lahitte J,

41 (8): 3994–5. Martet G. Research on three parasitic infestations in

rats captured in Marseille: evaluation of the zoonotic 28. Patamia I, Cappello E, Castellano-Chiodo D, Greco F, risk. Bull Natl Acad Med. 1997; 181: 887 – 97. Nigro L, Cacopardo B. A human case of Hymenolepis diminuta in a child from eastern Sicily. Korean J 16. Farhang-Azad A. Ecology of Capillaria hepatica

Parasitol. 2010; 48 (2): 167–9. (Bancroft, 1893) (Nematoda): dynamics of infection

(3)

Border Disease Virus dan Classical Swine Fever Beberapa penelitian virus WN difokuskan

Virus. Genus Hepacivirus hanya terdiri dari satu pada gen penyandi protein E yang berperan penting spesies yaitu virus Hepatitis C. Genus Flavivirus dalam proses perlekatan virus dan proses masuknya memiliki anggota yang paling banyak yaitu lebih virus dalam sel inang. Protein E bertindak sebagai dari 53 spesies, yang terbagi menjadi 12 kelompok target sistem imun dan memiliki variasi genetik yang

10

yang saling berhubungan secara serologis. Virus tinggi. Protein M disintesis dalam bentuk prekursor West Nile merupakan salah satu spesies dari genus protein (preM). Prekursor ini akan diproses menjadi

Flavivirus selain beberapa spesies yang lain seperti protein M dengan enzim convertase (furin) ketika 11

virus Dengue, Japanese Encephalitis, St. Louis virus telah mengalami maturasi. Kapsid virus West 7

Encephalitis, Murray Valley Encephalitis. Seluruh Nile berdiameter sekitar 30 nm dan terdiri dari dimer isolat virus West Nile berasal dari satu serotip namun protein C yang merupakan komponen dasar

8

terbagi dalam dua lineage (garis keturunan) yaitu penyusun nukleokapsid. Protein C ini terletak di 8

lineage 1 dan 2. Perbedaan antar lineage 1 dan 2 dalam virion dan tidak berhubungan dengan protein terletak pada substitusi dan delesi asam amino yang E dan M yang berada di sisi dalam envelop virion. menyusun protein envelope. Virus west nile lineage Walaupun partikel nukleokapsid terdiri dari protein 1 berasosiasi dengan penyakit pada manusia di C, namun dimer protein ini dapat dipisahkan dari dunia, sedangkan lineage 2 hanya menginfeksi di struktur nukleokapsid dengan perlakuan garam

9 12

daerah endemis enzootik Afrika. dalam konsentrasi tinggi.

Protein NS1 merupakan suatu glikoprotein Dasar Molekuler

yang berperan penting dalam viability virus karena

Genom dan protein virus 13

memiliki ikatan disulfida. NS1 berfungsi sebagai Virus west nile memiliki genom yang terdiri

kofaktor dalam proses replikasi RNA virus dan dari satu single-stranded (ss) RNA yang dikelilingi

merupakan satu-satunya protein nonstruktural yang suatu nucleocapsid berbentuk icosahedral atau

disekresi dalam jumlah yang banyak (lebih dari 50 isometrik. Genom virus west nile memiliki panjang

ìg/ml) dalam serum pasien yang terinfeksi. Protein 11.029 nukleotida. Sekuen nukleotida dari virus

ini juga diketahui berhubungan dengan tingkat

West Nile telah diketahui mengkode tiga protein 1 4

keparahan penyakit. Banyak teori telah struktural yang meliputi protein kapsid (C), protein

dikembangkan terkait kontribusi protein NS1

membrane (M), dan envelope (E). Selain itu, genom

terhadap mekanisme patogenik virus West Nile virus West Nile juga mengkode tujuh protein non

diantaranya bahwa [1] protein tersebut dapat struktural (NS). Secara keseluruhan, protein yang

memicu terbentuknya reaksi autoantibodi yang

dikode oleh genom virus West Nile adalah 5'-C-prM- 14

7 berbahaya dalam tubuh inang, [2] antibodi anti NS1 E-NS1-NS2A-NS2BNS3-NS4A-NS4B-NS5-3'.

akan menyerang sel-sel dalam jaringan tubuh inang 16

itu sendiri atau [3] adanya protein NS1 akan menurunkan respon imun pasien terhadap virus West Nile dengan mengurangi pengenalan terhadap sel

17 terinfeksi melalui sistem komplemen.

N S 2 A m e r u p a k a n p r o t e i n m e m b r a n hidrofobik yang berperan penting dalam replikasi

18

NS2B merupakan protein dengan berat

icosahedron asimetris yang ditandai dengan

gambar segitiga. Arah pelipatan icosahedron molekul 15 kDa yang berperan untuk memfasilitsi

ditunjukkan dengan label 5 dan 3 (A). aktivitas protease protein NS3.20 NS2B berfungsi Potongan melintang menunjukkan lapisan

memfasilitasi proses folding protein NS3 berjalan concentric yang padat. Virion core, lipid

bilayer dan protein E serta protein M dapat secara ideal sehingga protein tersebut dapat bekerja 30

dibedakan dengan jelas (B). 21,22

sebagai enzim protease. Reservoir alami dan host definitif H. diminuta pasar tradisional di Taiwan menemukan H. diminuta

adalah tikus dan hewan pengerat lainnya. Sementara sebesar 6,25% pada R. norvegicus dan 18,18% pada

arthropoda coprophilic, seperti kutu, lepidoptera, R. rattus, C. hepatica sebesar 62,50% pada dan coleoptera, bertindak sebagai intermediate host R. norvegicus dan 18,18% pada R. rattus, dan

ketika makan telur H. diminuta dari feses tikus. Telur S. muris sebesar 27,27% pada R. rattus.

berkembang menjadi larva cysticercoid dalam Pasar merupakan tempat jual beli yang setiap rongga tubuh mereka. Jika arthropoda infektif hari didatangi masyarakat dalam jumlah yang relatif dimakan oleh host definitif, cysticercoid yang banyak. Peran dalam dunia kesehatan, pasar dapat tertelan masuk ke dalam perut tikus dan berkembang menjadi sumber penularan berbagai penyakit, menjadi cacing dewasa dimana telur berasal dari terutama pasar yang kebersihannya kurang

28

kotoran binatang pengerat tersebut. diperhatikan (pembuangan sampah, air kotor dan Prevalensi cacing S. muris dalam penelitian lain- lain).

ini sebesar 5%, hal ini sejalan dengan penelitian Infestasi tikus di lingkungan pasar dapat 2

yang dilaporkan oleh Stojcevic, et al. di Croatia menyebabkan beberapa masalah, termasuk ditemukan S. muris sebesar 3,53%. Penelitian lain kontaminasi makanan dan penularan penyakit. Tikus

29

oleh Ahmed, et al. ditemukan S. muris sebesar dapat menghasilkan 12-16 mililiter urin dan sampai 24% pada R. norvegicus albino. Penelitian lima puluh kotoran tinja dalam waktu 24 jam.

3 0

Fitriyanto di permukiman di Kabupaten Kontaminasi makanan oleh kotoran tikus selama Banjarnegara tahun 2012 menemukan spesies penyimpanan di dalam kios pasar dapat menjadi cacing ini pada organ sekum tikus. Ciri morfologi sarana penularan penyakit ke manusia ataupun

36 dari telur S. muris antara lain berbentuk asimetris, hewan peliharaan. berwarna kekuningan dengan ujung menajam, dan

membran telur bertekstur halus dengan dilapisi dua KESIMPULAN

dinding berbentuk silinder. Bagian dalam telur terisi Hasil identifikasi telur cacing zoonotik yang

penuh dengan embrio yang terdiri dari beberapa ditemukan pada feses R. tanezumi terdiri dari

segmen. C. hepatica, H. diminuta dan S. muris. Hal tersebut

31

Menurut penelitian Kia, et al. di Ahvaz, Iran, perlu diwaspadai sebagai investigasi awal sumber jenis nematoda yang ditemukan dalam penelitian penularan penyakit kecacingan zoonotik.

tersebut yaitu spesies S. muris dan G. neoplasticum.

Syphacia muris pernah ditemukan pada seorang SARAN

wanita yang bermukim di rumah dengan kondisi Masyarakat lebih waspada terhadap lingkungan sanitasi yang tidak baik dan k eb er si ha n d an pr os es p en golahan bahan-bahan

G. neoplasticum ditemukan juga pada mulut seorang makanan yang diperoleh dari pasar untuk

wanita. menghindari penularan penyakit yang diakibatkan

32

Penelitian Paramsvaran, et al. pada lima kontaminasi telur cacing zoonotik dari feses tikus. pasar di Kualalumpur ditemukan spesies cacing

C. hepatica, H. diminuta dan S. muris. Kasus UCAPAN TERIMA KASIH

pertama infeksi C. hepatica pada manusia Penulis mengucapkan terima kasih kepada 33

ditemukan pada tentara dari India. Penelitian Dinas Pasar Banjarnegara dan rekan-rekan semua Battersby ditemukan 30 kasus C. hepatica pada yang telah membantu pelaksanaan penelitian manusia dan sebagian besar terjadi pada anak-anak sehingga berjalan lancar.

usia 1-5 tahun. Parasit ini dapat menyebabkan

hepatitis akut atau sub-akut ditandai dengan DAFTAR PUSTAKA eosinofilia dan demam persisten pada manusia.

1. Webster J, Macdonald D. Parasitic of wild brown rats

Hepatomegali dapat terjadi dengan telur di parenkim

(Rattus norvegicus) on UK farms. Parasitology.

menemukan Capillaria spp., S. muris dan prevalensi

Croatia. Vet Med - Czech. 2004; 3: 70–4.

parasit paling banyak yaitu H. diminuta (30,5%) 35

pada R. norvegicus. Penelitian Tung, et al. pada

(4)

A N O P H E dengan berat molekul 70 kDa dan memiliki dua membesar sehingga nukleokapsid virus ke luar dari

23

fungsi enzimatis yaitu sebagai protease dan sebagai envelop virion dan masuk ke sitoplasma sel inang. 24

ATPase. Protease memediasi proses proteolitik Lepasnya nukleokapsid dari envelop virion dikenal prekursor poliprotein dengan cara memotong pada dengan proses uncoating. Selanjutnya RNA virus

23

bagian C-terminal. Sedangkan ATPase berperan akan dikeluarkan oleh nukleokapsid kemudian dalam proses replikasi RNA virus dengan cara ditranslasi menghasilkan poliprotein dan dilanjutkan

25

memfasilitasi aktivitas polymerase protein NS5. dengan proses perakitan virion-virion baru yang siap 32

Fungsi protein NS4A belum diketahui secara dikeluarkan dari dalam sel inang. pasti namun telah ditemukan beberapa bukti bahwa

protein ini berperan sebagai “organizer” proses replikasi kelompok Flavivirus. NS4A bertindak sebagai kofaktor untuk enzim ATPase dari protein

26 NS3.

NS4B merupakan protein hidrofobik dengan berat molekul sekitar 27 kDa yang fungsinya juga belum banyak diketahui. Salah satu fungsinya adalah menghambat interferon-signaling cascade sehingga

27 menurunkan respon imunitas inang terinfeksi.

NS5 merupakan protein yang berkedudukan di bagian C-terminal dari poliprotein virus west nile.

Gambar 2. Siklus Replikasi Virus West Nile dalam Sel 27

Protein ini memiliki ukuran yang paling besar dan Inang

paling conserved diantara virus-virus dalam kelompok Flavivirus. Bagian N-terminal protein

KESIMPULAN NS5 mengandung domain S-adenosyl methionine

Secara epidemiologi virus WN dapat tersebar methyltransferase (MTase) yang merupakan

dengan vektor nyamuk utamanya Culex sp., namun penyusun cap RNA virus. Cap RNA merupakan

demikian Aedes sp. juga berpotensi sebagai vektor. struktur unik yang ditemukan pada ujung 5' RNA

Keberadaan virus ini di alam terpelihara pada virus dan mRNA sel eukariot, yang berfungsi

burung/unggas. Menyerang semua golongan umur menjaga stabilitas RNA dan menjadi tempat

dan jenis kelamin, bersifat asimptomatis atau perlekatan dengan ribosom pada saat proses

menimbulkan gejala klinik. Manifestasi terberat 2 8

translasi. Adapun bagian C-terminal NS5

adalah encephalitis dan meningitis. Virus west nile mengandung enzim RNA-dependent RNA

merupakan anggota famili Flaviviridae dari genus polymerase yang sangat dibutuhkan pada sintesis

Flavivirus. Virus ini memiliki genom yang terdiri 29

RNA genom.

dari satu single-stranded (ss) RNA yang dikelilingi

Siklus replikasi suatu nucleocapsid berbentuk icosahedral atau

Virus WN mampu bereplikasi di berbagai isometric. Genom virus west nile memiliki panjang kultur sel dari berbagai spesies (mamalia, aves, 11.029 nukleotida.

amfibi dan serangga). Tahap pertama dalam proses Upaya pencegahan adalah mengendalikan masuknya virus ke dalam sel inang adalah perlekatan populasi nyamuk, mengurangi gigitan nyamuk, dan

30

protein E virus pada molekul reseptor selular. s e c a r a b e r k a l a m e l a k u k a n s u r v e i p a d a Setelah melekat melalui reseptor selular, virus unggas/burung utamanya yang dipelihara dalam memasuki sel melalui clathrin-mediated endocytosis skala besar maupun yang sedang bermigrasi.

31

dan membentuk endosome (Gambar 2). Endosom tersebut berada dalam kondisi pH rendah yang

DAFTAR PUSTAKA

kemudian memicu konformasi molekul glikoprotein

1. Nasronudin. Kini saatnya Indonesia mewaspadai

dari protein E sehingga protein E berubah dari

penyakit virus west nile. Kompas. 29 Oktober 2013;

bentuk homodimer menjadi monomer. Protein E

halaman 14.

memasukkan lekukan fusi (fusion loops) ke dalam membran endosom hingga membentuk lubang fusi

yang tipis. Embrio cacing (onchosphere) H. diminuta banyak. Telur tersebut menunjukkan kesamaan terlihat tidak memiliki filamen polar dan kedua ukuran, bentuk dan struktur dengan telur C. hepatica

ujungnya tidak menebal (B). Telur S. muris yang ditemukan pada tikus yang terkena 21

bercangkang tipis, namun bentuknya ellipsoidal capillariasis. Infeksi dapat terjadi secara kebetulan dengan kedua ujungnya terlihat pipih (C). karena menelan telur C. hepatica infektif yang terdapat di tanah yang berasal dari kotoran hewan

22

PEMBAHASAN yang terinfeksi cacing tersebut.

C a c i n g m e r u p a k a n m a k h l u k h i d u p Kasus capillariasis pada manusia telah kosmopolitan dan berperan penting dalam kesehatan dilaporkan di Eropa (Jerman, Switzerland, Italia, masyarakat. Infeksi kecacingan dapat menimbulkan Inggris, Jerman, Czechoslovakia, Yugoslavia dan angka kesakitan dan bahkan angka kematian bagi Turki), Amerika Utara dan Selatan (USA, Kanada, masyarakat di berbagai belahan dunia, khususnya Meksiko dan Brazil), Asia (India, Korea, Jepang dan di negara-negara berkembang dengan tingkat Thailand), Afrika dan New Zealand. Enam puluh sanitasi yang rendah. Tikus dapat menjadi reservoir persen dari semua laporan pada anak di bawah usia alami dari infeksi parasit zoonosis yang serius 8 tahun dan 59% diantaranya terjadi pada

23 termasuk cacing zoonosis. Pemeriksaan mikroskopis perempuan.

pada feses tikus dapat digunakan untuk Cacing H. diminuta dalam penelitian ini mengidentifikasi spesies cacing zoonosis. prevalensinya lebih rendah (5%) daripada yang

9

Prevalensi C. hepatica dalam penelitian ini dilaporkan oleh Seong, et al. di Korea sebesar 1

relatif rendah (10,5%) jika dibandingkan dengan 32,6%, Webster dan Macdonald di Inggris sebesar

2

prevalensi yang dilaporkan oleh Webster dan 22% dan Stojcevic, et al. di Croatia sebesar 36,9%.

1 14 24

McDonald di Inggris sebesar 23%, Ceruti, et al. di Penelitian Al-Zihiry di Irak menyatakan bahwa 9

Italia sebesar 36%, Seong, et al. di Korea sebesar H. diminuta ditemukan pada tikus R. norvegicus 15

25,6%, Davoust, et al. di Marseille sebesar 44% dan (25,4%). Hymenolepis diminuta dikenal sebagai 1 6

Farhang-Azad di Baltimore sebesar 75%. parasit umum dari tikus di seluruh dunia. Tikus 17

Penelitian lain oleh Ahmad, et al. di Pakistan dikenal sebagai host alami dari parasit ini. Ciri ditemukan C. hepatica pada R. rattus dan m o rfo lo gi da ri t el ur H. diminuta antara lain

Mus musculus sebesar 7% dan penelitian Stojcevic, berbentuk bulat dengan ukuran sekitar 72 mm. Telur 18

et al. di Croatia ditemukan telur C. hepatica pada berwarna kuning dengan membran dalam yang tipis tikus R. norvegicus sebesar 3,91%. Perbedaan dan membran luar berstriae. Ciri yang membedakan prevalensi C. hepatica pada beberapa penelitian antara telur H. diminuta dan H. nana adalah adanya dapat disebabkan oleh perbedaan dalam perilaku filamen polar yang terlihat jelas pada telur H. nana

12 sosial, perkembangan fisiologis, status kebersihan, dan tidak ditemukan pada telur H. diminuta.

kesadaran masyarakat tentang risiko tertular infeksi Genus Hymenolepis paling terkenal 19

dari reservoir dan kebiasaan makan tikus. menyebabkan efek patologis pada kesehatan Telur cacing C. hepatica berbentuk seperti manusia. Hymenolepis diminuta diketahui gendang dengan kutub di kedua ujungnya. Telur ini ditemukan pada organ berbagai jenis mamalia,

memiliki struktur yang berstriae dengan banyak terutama pada tikus. Penelitian Tutsyntain 11

minipores pada bagian cangkangnya. Capillaria di Bandung tahun 2013 menemukan spesies cacing 12 hepatica juga memiliki peran yang penting dibidang ini pada organ lambung dan usus R. tanezumi.

kesehatan, karena telah diketahui dapat Infeksi H. diminuta pada manusia jarang menyebabkan penyakit infeksi yang disebut ditemukan di negara berkembang. Survei dari capillariasis. Gejala yang ditunjukkan pada penyakit populasi yang berbeda telah dilaporkan tingkat ini antara lain demam tinggi yang persisten, parasit berkisar antara 0,001% dan 5,5%. Di Spanyol

20

hepatomegali dan peningkatan eosinofil. Kejadian dilaporkan tujuh kasus infeksi H. diminuta pada capillariasis pada manusia pertama kali dilaporkan manusia dan mereka semua anak-anak. Di Amerika

26

pada tahun 1923 yang menginfeksi seorang tentara Serikat sebanyak 48 kasus telah dilaporkan. Infeksi Inggris yang sedang bertugas di India. Kasus tersebut H. diminuta pada manusia seringkali tanpa gejala, ditetapkan sebagai kasus capillariasis karena setelah namun pada beberapa kasus, gejala seperti nyeri dilakukan pemeriksaan mikroskopis pada jaringan perut, iritabilitas, gatal-gatal dan peningkatan jumlah

(5)

2. Myint KS, Kosasih H, Artika IM, Perkasa A, Puspita 13. Chung KM, Nybakken GE, Thompson BS, Engle MJ, M, Ma'roef CN, et al. West nile virus documented in Marri A, Fremont DH, et al. Diamond, antibodies Indonesia from acute febrile illness specimens. Am J against west nile virus nonstructural protein NS1 Trop Med Hyg. 2014; 90 (2): 260-2. prevent lethal infection through Fc ã receptor dependent and independent mechanisms. Journal of 3. Nurcahyani DI. 12 warga Surabaya terinfeksi virus

Virology. 2006; 1340–51. west nile. [Diakses 25 April 2014]. Diunduh dari:

http://health.okezone.com/read/2014/01/09/482/924 14. Macdonald J, Tonry J, Hall RA, Williams B, Palacios 113/dua-warga-surabaya-terinfeksi-virus-west-nile. G, Ashok MS, et al. NS1 protein secretion during the acute phase of west nile virus infection. J. Virol. 2005; 4. Gray TJ, Cameron EW. A review of the

79 (22): 13924-33. epidemiological and clinical aspect of west nile

virusses. Internatioanl Journal of General Medicine. 15. Chang HH, Shyu HF, Wang YM, Sun DS, Shyu RH, [ D i a k s e s 2 M e i 2 0 1 4 ] . D i u n d u h d a r i : Tang SS, et al. Facilitation of cell adhesion by http://dx.doi.org/10.2147/IJGM.S59902. immobilized dengue viral nonstructural protein 1 (NS1): arginineglycine-aspartic acid structural 5. Turell MJ, Dohm DJ, Sardelis MR, Oguinn ML,

mimicry within the dengue viral NS1 antigen. 2002. J. Andreadis TG, Blow JA. An update on the potential of

Infect.Dis. 2002; 186 (6): 743-51. north American mosquitoes (Diptera: Culicidae) to

transmit west nile virus. J Med Entomol. 2005; 42 (1): 16. Lin CF, Lei HY, Shiau AL, Liu HS, Yeh TM, Chen SH,

57–62. et al. Endothelial cell apoptosis induced by antibodies

against dengue virus nonstructural protein 1 via 6. Sendow I, Noor SM. Virus west nile sebagai salah

production of nitric oxide. J Immunol; 2002; 169: satu penyakit emerging zoonosis. Lokakarya

657-64. Nasional Penyakit Zoonosis.

17. Chung KM, Liszewski MK, Nybakken G, Davis AE, 7. International Committee on Taxonomy of Viruses

Townsend RR, Fremont DH, et al. West nile virus [homepage on the Internet]. USA,Virology Division

nonstructural protein NS1 inhibits complement of the International Union of Microbiological

activation by binding the regulatory protein factor H. Societies [cited 2014 April 30]. Available from:

Proc. Natl. Acad. Sci. USA 2006; 103 (50): 19111-6. http://ictvonline.org/index.asp.

18. Liu WJ, Chen HB, Khromykh AA Molecular and 8. Margo AB. Replication cycle and molecular biology

functional analyses of Kunjin virus infectious cDNA of the west nile virus. Viruses. 2014; 6: 13-53.

clones demonstrate the essential roles for NS2A in 9. Lyle RP, Roehirig JT. West nile virus: a reemerging

virus assembly and for a nonconservative residue in global pathogen. Emerging Infectious Diseases.

NS3 in RNA replication. J. Virol. 2003; 77 (14): 7804-2001; 7 (4).

13. 10. Chambers TJ, Halevy M, Nestorowicz A, Rice CM,

19. Liu WJ, Wang XJ, Clark DC, Lobigs M, Hall RA, Lustig S. West nile virus envelope proteins:

Khromykh AA. A single amino acid substitution in nucleotide sequence analysis of strains differing in

the West Nile virus nonstructural protein NS2A mouse neuroinvasiveness. Journal of General

disables its ability to inhibit alpha/beta interferon Virology. 1998; 79: 2375–80.

induction and attenuates virus virulence in mice. 11. Zhang W, Chipman PR, Corver J, Johnson PR, Zhang J.Virol. 2006; 80 (5): 2396-404.

Y, Mukhopadhyay S, et al. Visualization of

20. Chambers TJ, Grakoui A, Rice CM. Processing of the membrane protein domains by cryo-electron

yellow fever virus nonstructural polyprotein: a microscopy of dengue virus. Nat. Struct. Biol. 2003;

catalytically active NS3 proteinase domain and NS2B 10: 907–12.

are required for cleavages at dibasic sites. J Virol. 12. Kiermayr S, Kofler RM, Mandl CW, Messner P, 1991; 65: 6042-50.

Heinz FX. Isolation of capsid protein dimers from the

21. Condotta SA. Molecular and cellular studies of the tick-borne encephalitis flavivirus and in vitro

west nile virus NS2B/NS3 protease. Thesis. The assembly of capsid-like particles. J. Virol. 2004; 78:

Faculty Of Graduate Studies (Microbiology and 8078–84.

Immunology). University Of British Columbia; 2010.

54

cacing zoonotik pada Rattus spp. yang tertangkap di Berdasarkan bentuk morfologi telur yang Pasar Kota Banjarnegara sebagai investigasi awal teramati, dalam penelitian ini ditemukan 3 spesies sumber penularan penyakit kecacingan zoonotik di cacing yaitu C. hepatica, H. diminuta dan Syphacia

Kabupaten Banjarnegara. muris (Gambar 1).

METODE

Penangkapan tikus dilakukan selama tiga malam berturut-turut pada bulan Agustus 2013

menggunakan 200 single live trap di Pasar Kota A Banjarnegara. Perangkap dipasang berdasarkan jenis

barang yang dijual yaitu terdiri dari kios buah, kios sembako dan kios beras. Ketiga jenis kios ini mewakili kios dengan komoditi bahan pangan di Pasar Kota Banjarnegara. Feses tikus diambil dari tikus yang tertangkap dengan perangkap, kemudian diidentifikasi spesiesnya.

Feses dari masing-masing tikus dimasukkan dalam kantong plastik dan diperiksa di Laboratorium

Parasitologi Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. B Isolasi telur cacing dari sampel feses dilakukan

dengan metode pengapungan sebagaimana yang 10

dijelaskan oleh MAFF. Telur cacing yang ditemukan diidentifikasi spesies berdasarkan morfologinya. Identifikasi telur cacing C. hepatica

11

berdasarkan Fuehrer, H. diminuta berdasarkan

12 13

Goswami dan S. muris berdasarkan Souza.

HASIL

Jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 29 C ekor terdiri dari 28 ekor R. tanezumi dan 1 ekor

R. norvegicus dengan jenis kelamin 15 ekor tikus jantan dan 14 ekor tikus betina. Prevalensi telur cacing zoonotik pada feses tikus yang tertangkap secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan spesies yang tertangkap

Gambar 1. Morfologi Telur Cacing pada Feses Tikus yang

didominasi oleh R. tanezumi. Rattus norvegicus

Ditemukan

hanya ditemukan 1 ekor dan fesesnya tidak mengandung telur cacing. Telur cacing zoonotik

Gambar 1 menunjukkan bahwa telur hanya terdapat pada spesies R. tanezumi. Prevalensi

C. hepatica memiliki cangkang berlapis ganda yang

C. hepatica mencapai dua kali lipat dibandingkan

berstriae dengan penonjolan di kedua ujungnya (A). dengan spesies H. diminuta dan S. muris.

Telur H. diminuta berbentuk bulat dengan cangkang Identifikasi Telur Cacing...(Dyah Widiastuti, dkk.)

Tabel 1. Prevalensi Telur Cacing Zoonotik pada Feses Tikus yang Tertangkap di Pasar Kota Banjarnegara

No Spesies tikus

(6)

22. Shiryaev SA, Ratnikov BI, Chekanov AV, Sikora S, 27. Ambrose RL, Mackenzie JM.West nile virus Rozanov DV, Godzik A, et al. Cleavage targets and differentially modulates the unfolded protein the D-arginine-based inhibitors of the West Nile virus response to facilitate replication and immune evasion. NS3 processing proteinase. Biochem J. 2006; 393: J. Virol. 2011; 85: 2723–32.

503-11. 28. Egloff MP, Benarroch D, Selisko B, Romette JL,

23. Wengler G, Czaya G, Farber PM, Hegemann JH. In Canard B. An RNA cap (nucleoside-2'-O-)-vitro synthesis of west nile virus proteins indicates methyltransferase in the flavivirus RNA polymerase that the amino-terminal segment of the NS3 protein N S 5 : c r y s t a l s t r u c t u r e a n d f u n c t i o n a l contains the active centre of the protease which characterization. EMBO J. 2002; 21 (11): 2757-68. cleaves the viral polyprotein after multiple basic 29. Grun JB, Brinton MA. Characterization of west nile amino acids. J Gen Virol. 1991; 72 (4): 851-8. virus RNA-dependent RNA polymerase and cellular

24. Borowski P, Niebuhr A, Mueller O, Bretner M, terminal adenylyl and uridylyl transferases in cell-Felczak K, Kulikowski T, et al. Puri? cation and free extracts. J. Virol. 1986; 60 (3): 1113-24.

characterization of west nile virus nucleoside 30. Valiakos G, Athanasiou LV, Touloudi A, Papatsiros V, triphosphatase (NTPase)/helicase: evidence for Spyrou V, Petrovska L, et al. West nile virus: basic dissociation of the NTPase and helicase activities of principles, replication mechanism, immune response the enzyme. J. Virol. 2001; 75 (7): 3220-9. and important genetic determinants of virulence.

25. Chernov AV, Shiryaev SA, Aleshin AE, Ratnikov BI, Chapter 2. 2013.

Smith JW, Liddington RC, et al. The two-component 31. Chu JJH, Ng ML. Infectious entry of west nile virus NS2B-NS3 proteinase represses DNA unwinding occurs through a clathrin-mediated endocytic activity of the west nile virus NS3 helicase. J Biol pathway. J. Virol. 2004; 78 (19): 10543-55.

Chem. 2008; 283: 17270-8.

32. Smit JM, Moesker B, Rodenhuis-Zybert I, Wilschut J. 26. Shiryaev SA, Chernov AV, Aleshin AE, Shiryaeva Flavivirus cell entry and membrane fusion. Viruses.

TN, Strongin AY. NS4A regulates the ATPase activity 2011; 3(2): 160-71. of the NS3 helicase: a novel cofactor role of the

nonstructural protein NS4A from West Nile virus. J. Gen. Virol. 2009; 90 (9): 2081-5.

IDENTIFIKASI TELUR CACING ZOONOTIK PADA FESES Rattus tanezumi DI PASAR KOTA BANJARNEGARA

IDENTIFICATION OF ZOONOTIC HELMINTH EGGS ON Rattus tanezumi RAT DROPPINGS IN BANJARNEGARA CITY MARKET

Dyah Widiastuti*, Nova Pramestuti, Novia Tri Astuti Balai Litbang P2B2 Banjarnegara

Jl. Selamanik No. 16 A Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia *E_mail: umi.azki@gmail.com

Received date: 3/1/2014, Revised date: 31/10/2014, Accepted date: 3/11/2014

ABSTRAK

Tikus dikenal sebagai reservoir alami dari beberapa infeksi cacing yang penting bagi kesehatan masyarakat. Tikus mengandung mikroorganisme tersebut yang dapat ditularkan melalui kontak dengan kotoran tikus yang terinfeksi atau melalui ektoparasit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi telur cacing zoonotik pada Rattus spp. di Pasar Kota Banjarnegara. Penelitian ini merupakan studi observasional yang dilakukan di Pasar Kota Banjarnegara pada bulan Agustus 2013. Penangkapan tikus dilakukan selama tiga malam berturut-turut menggunakan 200 perangkap hidup yang dipasang

pada tempat yang berbeda, yaitu kios buah, kios sembako dan kios beras. Prevalensi cacing zoonotik pada feses tikus R. tanezumi sebesar 10% Capilaria hepatica; 5% Hymenolepis diminuta dan 5% Sypachia muris. Pencemaran telur cacing

zoonotik dalam feses tikus perlu diwaspadai sebagai investigasi awal sumber penularan penyakit kecacingan melalui tikus.

Kata kunci: telur cacing zoonotik, feses, tikus

ABSTRACT

Rats are known to be natural reservoirs of some helminth infections of public health importance. Rats may harbour these microorganisms that can be transmitted either through contact with infected rodent droppings or through ectoparasites. This research aimed to identify zoonotic helminth eggs in Rattus spp. in Banjarnegara city market. An observational study was conducted in Banjarnegara city market on August 2013. The trapping of rats was carried out for 3 days using 200 single live traps posted in different place i.e. fruit stall, groceries and rice stall were sampled for commensal rats and mice. The result showed that prevalence of zoonotic helmints of R. tanezumi droppings i.e C. hepatica 10%; H. diminuta 5% and Sypachia muris 5%. Contamination of rat droppings with zoonotic helminth eggs need to be aware as an early investigation of zoonotic helminths transmission source.

Keywords: zoonotic helminth eggs, feces, rats

PENDAHULUAN serius bagi kesehatan masyarakat. Capillaria

Tikus memiliki peran yang penting dalam hepatica biasanya ditemukan di organ hati dari kesehatan masyarakat sebagai carrier atau reservoir hewan seperti tikus, kucing, anjing, babi dan kera, penyakit menular zoonotik. Beberapa diantaranya adapun manusia dapat berperan sebagai accidental

5,6

diakibatkan oleh adanya kelompok cacing hosts bagi cacing ini. Trichinella spiralis dewasa (helminth) yang terdapat pada feses tikus. Tiga dapat ditemukan di usus halus, sedangkan larvanya spesies utama yang sering dijumpai menginfeksi terdapat di otot lurik inangnya yang terdiri dari babi,

7 tikus serta berpotensi sebagai penyakit zoonosis tikus dan manusia.

8

adalah Capillaria hepatica, Hymenolepis spp. dan Abu Madi, et al. melaporkan bahwa 1,2

Trichinella spiralis. Penularan infeksi oleh ketiga R. norvegicus dari Doha, Qatar telah terinfestasi spesies ini dari tikus ke manusia dapat terjadi melalui Hymenolepis diminuta. Dari 43 ekor R. norvegicus

kontak langsung dengan feses tikus infektif atau yang tertangkap di Chunchon-Korea, 11 ekor 3

melalui vektor yang berupa pinjal ataupun tungau. mengandung telur C. hepatica, 14 ekor mengandung 4

Gambar

Gambar 1. Struktur Virus West Nile yang Diamati di Bawah Cryo-Electron Microskop.  Permukaan virion dengan salah satu unit icosahedron asimetris yang ditandai dengan gambar segitiga
Gambar 2. Siklus Replikasi Virus West Nile dalam Sel Inang  27

Referensi

Dokumen terkait

Menurut W Stanton pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan yang ditujukan untuk

Rumusan masalah yang diajukan yaitu apakah dengan menggunakan pendekatan proses dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas II dalam membaca permulaan.. Penelitian

Dari segi produksi (penggunaan bahan baku, pelibatan tenaga kerja, penggunaan keterampilan), masih mengandalkan kekuatan internal pada diri pengrajin anyaman, begitupun dalam

Bukti-bukti yang diajukan dalam gugatan juga sama yaitu bukti akta jual beli diperoleh dalam perkawinan antara Penggugat dan Suaminya yang merupakan harta

Peserta didik diberi tes individu dengan mengerjakan beberapa soal yang diberikan oleh guru (tentang penggunaan rumus trigonometri jumlah dan selisih dua sudut dalam

2 Adanya sampel pada setiap produk membuat saya berminat untuk melakukan pembelian buku pada Toko Buku Gramedia. 3 Dengan adanya pameran dan discount harga membuat saya

Dalam penelitian yang digunakan variabel intervening adalah Return On Asset (ROA). Variabel terikat atau variabel dependen yang biasanya disebut dengan Y merupakan

(4) Permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) serta pengurangan atau