BALABA Vol. 10 No. 21, Desember 2014: 97-102
VIRUS WEST NILE: EPIDEMIOLOGI, KLASIFIKASI DAN DASAR MOLEKULER
WEST NILE VIRUS: EPIDEMIOLOGY, CLASSIFICATION AND MOLECULAR BASIC
Bina Ikawati, Dyah Widiastuti, Puji Astuti Balai Litbang P2B2 Banjarnegara
Jl. Selamanik No. 16A Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia E_mail: bina.ikawati@gmail.com
Received date: 16/5/2014, Revised date: 11/11/2014, Accepted date: 13/11/2014
ABSTRAK
Virus west nile (WN) dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui nyamuk. Di Indonesia virus west nile mulai diperhatikan karena menginfeksi 12 warga Surabaya pada tahun 2014. Pemahaman mengenai virus west nile ditinjau dari aspek epidemiologi, klasifikasi dan dasar molekuler diperlukan untuk mengenal apa dan bagaimana sifat dari virus WN dalam rangka upaya deteksi dini dan pencegahan terjadinya KLB virus WN. Tulisan ini merupakan telaah dengan mengumpulkan informasi dari berbagai jurnal dan buku teks mengenai virus west nile. Secara epidemiologi virus dapat tersebar melalui vektor nyamuk utamanya Culex sp., dan Aedes sp. sebagai vektor sekunder. Virus ini d juga ditemukan pada burung/unggas. Penularan virus melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi ke hewan dan manusia. Virus west nile merupakan anggota famili Flaviviridae dari genus Flavivirus. Virus ini memiliki genom yang terdiri dari satu single-stranded (ss) RNA yang dikelilingi suatu nucleocapsid berbentuk icosahedral atau isometric. Genom virus west nile memiliki panjang 11.029 nukleotida. Upaya pencegahan terhadap infeksi virus WN dapat dilakukan dengan mengendalikan populasi nyamuk, mengurangi gigitan nyamuk, dan secara berkala melakukan survei pada unggas/burung utamanya yang dipelihara dalam skala besar maupun yang sedang bermigrasi.
Kata kunci: virus west nile, epidemiologi, klasifikasi, dasar molekuler
ABSTRACT
West nile (WN) virus can cause a disease transmitted by mosquitoes. West nile virus in Indonesia should be noted because it has infected 12 people in the early 2014. A good understanding of west nile virus in terms of epidemiology, classification and molecular basis was needed to know about WN virus properties and ultimately early detection and prevention of WN virus outbreaks can be performed precisely. A literature review was arranged by collecting information from various journals and textbooks about west nile Virus. WN virus can be transmitted by Culex sp. as the main mosquito vector, however Aedes sp. also potential as secondary vector. WN virus presence was maintained in nature through its life cycle in birds or poultry. The transmission can only occure through an infected mosquito bitting to other animals and humans. West nile virus is a member of genus Flavivirus from family Flaviviridae. West nile virus has a genome consisted of a single-stranded (ss) RNA surrounded by an icosahedral nucleocapsid. West nile virus genome has 11,029 nucleotides. Prevention efforts toward WN virus infection can be done by performing mosquito control, reducing mosquito bites, and conducting periodical surveys in migrating birds or large-scale poultry.
Key words: west nile virus, epidemiology, classification, molecular basic
i alam
PENDAHULUAN dengan kasus ensefalitis (peradangan akut pada
1 Virus west nile adalah virus yang dapat otak).
menimbulkan penyakit dan ditularkan melalui Virus west nile saat ini telah menyebar secara nyamuk di daerah beriklim sedang dan tropis. Virus global, dengan kasus pertama di bagian barat ini pertama kali diidentifikasi di sungai Nil bagian diidentifikasi di New York City pada tahun 1999. barat Uganda, Afrika Timur, pada tahun 1937. Penyebaran virus di benua Amerika Serikat, dari Sebelum pertengahan 1990-an, penyakit ini hanya utara Kanada sampai kepulauan Karibia dan terjadi sporadis dan hanya berisiko kecil bagi Amerika Latin. Virus ini juga telah menyebar ke manusia, sampai terjadi wabah di Aljazair pada tahun Eropa, di daerah luar Mediterania. Virus west nile 1994 dan wabah besar di Rumania pada tahun 1996 kini endemik di Afrika, Asia, Australia, Timur
29. Ahmed RK, Koyee QMK, Rahemo ZIF. Intestinal 33. Sinniah B, Manmohan S, Khairul A. Preliminary parasites of experimental rodents with testing the survey of Capillaria hepatica (Bancroft, 1893) in efficacy of diagnostic methods. Int Res J Pharm. Malaysia. J Helminthol. 1979; 53: 147–52.
2012; 2 (3): 77–81. 34. Kataranovski M, Mirkov I, Belij S, et al. Intestinal
30. Fitriyanto B. Pemeriksaan endoparasit pada tikus di helminths infection of rats (Rattus norvegicus) in the Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. Data tidak Belgrade area (Serbia): the effect of sex, age and dipublikasikan. Banjarnegara: Balai Litbang P2B2 habitat. Parasite. 2011; 18: 189–96.
Banjarnegara; 2012. 35. Tung K-C, Hsiao F-C, Wang K-S, Yang H, Lai
C-31. Kia E, Homayouni M, Farahnak A, Mohebali M, H. Study of the endoparasitic fauna of commensal Shojai S. Study of endoparasites of rodents and their rats and shrews caught in traditional wet markets in zoonotic importance In Ahvaz, South West Iran. Iran J Taichung City, Taiwan. J Microbiol Immunol Infect. Publ Heal. 2001; 30 (1-2): 49–52. 2013; 46: 85–8.
32. Paramasvaran S, Sani R., Hassan L, et al. 36. NPMA. Why rodents are a danger to health and home. Endoparasite fauna of rodents caught in five wet 2013. [cited 2013 August 21]. Available at: markets in Kuala Lumpur and its potential zoonotic http://www.pestworld.org/news-and-views/pest-implications. Trop Biomed. 2009; 26 (1): 67–72. articles/articles/health-threats-posed-by-rodents/.
Serba Serbi Parasit
Tengah, Eropa, dan terutama di Amerika Serikat mengurangi risiko terjadinya infeksi. Virus ini yang pada tahun 2012 mengalami wabah terburuk. keberadaannya di alam terpelihara oleh burung dan Pada tahun 2012, virus west nile (WN) nyamuk. Terdapat lebih dari 60 spesies nyamuk menewaskan 286 orang di Amerika Serikat, dengan yang dapat menularkan virus WN. Di Amerika negara bagian Texas merupakan kawasan paling Utara dan Eropa ditemukan nyamuk penular
1
parah terinfeksi oleh virus ini. utamanya dari genus Culex, yaitu Culex pipiens
Hasil penelitian Mynt menunjukkan bahwa complex yang ornithophilic (menyukai darah 4
virus WN ditemukan pada serum pasien demam burung/unggas). Hasil penelitian di laboratorium akut di Pulau Jawa yang dikoleksi sejak tahun 2004 menunjukkan Aedes spp. berpotensi pula sebagai
5
hingga 2005. Secara genotip, virus tersebut vektor virus WN. Penularan virus WN harus 2
teridentifikasi sebagai virus WN lineage 2. melalui vektor yaitu nyamuk. Unggas yang Keberadaan virus west nile di Indonesia harus terinfeksi berinteraksi dengan vektor agar dapat diperhatikan karena pada tahun 2014 virus tersebut menularkan ke hewan lain dan manusia. Kontak telah menginfeksi 12 warga Surabaya yang dirawat langsung antara unggas yang diinfeksi virus WN intensif di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya tidak terjadi karena tidak ditemukannya antibodi
5
melalui gigitan nyamuk Culex. Virus West Nile ini dan virus pada tubuh unggas. Vektor akan terindikasi oleh dokter yang tergabung dalam terinfeksi bila menghisap darah unggas yang
Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga, t e r i n f e k s i v i r u s W N d a n v i r u s a k a n 3
Surabaya. berkembangbiak dalam beberapa hari pada tubuh
nyamuk, dan membawanya ke kelenjar air liur yang
METODE siap ditularkan ke unggas atau manusia melalui
Review dilakukan dengan mengumpulkan gigitannya. Pada unggas yang telah terinfeksi, informasi dari berbagai jurnal, artikel ilmiah dan viremia dapat bertahan selama 4 hari, dan bila buku teks mengenai virus west nile. Seluruh data burung tersebut sembuh maka antibodi akan
6 dikompilasi dan disusun secara sistematis terbentuk dan bertahan sangat lama.
d e s k r i p t i f u n t u k m e m b e r i k a n g a m b a r a n Pencegahan penularan virus WN dapat menyeluruh mengenai virus west nile yang meliputi dilakukan melalui peningkatan kegiatan surveilans. epidemiologi, klasifikasi, dan dasar molekuler. Surveilans vektor dapat dilakukan melalui pengendalian populasi nyamuk serta mencegah
PEMBAHASAN gigitan nyamuk. Pengamatan terhadap lingkungan
utamanya pada unggas yang dipelihara dalam Epidemiologi
jumlah banyak (ekstensif) dan burung liar perlu Pada manusia, masa inkubasi virus WN
pula diwaspadai adanya virus WN. Hasil penelitian antara 1-6 hari. Umumnya penyakit ini ringan
menunjukkan burung yang dipelihara secara dengan gejala klinik demam, menggigil, nyeri
intensif lebih sedikit kemungkinan untuk positif kepala, nyeri punggung, nyeri otot secara
virus WN. Unggas yang terkena virus WN dapat menyeluruh, dan sulit tidur. Disamping itu, dapat
tidak menimbulkan gejala sakit dan apabila pula ditemukan gejala gangguan gastrointestinal
bergejala mempunyai ciri gejala syaraf seperti, seperti mual, muntah, diare, dan nyeri lambung.
perdarahan pada miokardium, dan perdarahan dan Kemudian suhu badan penderita dapat mencapai
nekrosis pada saluran pencernaan. Unggas yang 40°C atau lebih. Pada umumnya, penderita akan
terkena virus WN tidak dapat menularkan virus
pulih sepenuhnya. Pada beberapa kasus, terutama 6
tersebut secara langsung. pada orang-orang berusia lanjut, akan berkembang
menjadi ensefalitis ataupun meningitis (infeksi
pada lapisan otak dan urat saraf tulang belakang) Klasifikasi
yang berisiko menyebabkan kematian. Diagnosis Virus West Nile merupakan anggota family
yang akurat akan membantu penderita untuk tidak Flaviviridae dari genus Flavivirus. Famili mengalami tahap yang lebih parah dari infeksi virus Flaviviridae terbagi menjadi 3 genera yaitu:
3
West Nile. Flavivirus, Pestivirus dan Hepacivirus. Genus
Virus WN dapat menyebabkan komplikasi Pestivirus terdiri dari 4 spesies virus yang berat pada semua golongan usia dan kondisi merupakan kelompok patogen pada hewan antara kesehatan apapun sehingga sangat penting untuk lain: Bovine Viral Diarrhea Virus tipe 1 dan 2,
3. Ruiz. Rodents in disasters. USA: Pan American Baltimore, Maryland. J O Parasitol. 1977; 63: 117 –
Health Org.; 2004:18. 22.
4. Battersby SA, Parsons R, Webster JP. Urban rat 17. Ahmad MS, Maqbool A, Mahmood-ul-Hassan M, infestations and the risk to public health. J Environ Mushtaq-ul-Hassan M, Anjum AA. Capillaria Hlth Res. 2002; 1: 4–12. hepatica (nematode) in rodents of the lahore metropolis corporation-Pakistan. J Anim Plant Sci. 5. Belding DL. Capillaria Hepatica. In: Textbook Of
2011; 21 (4): 787–93. Parasitology. 3rd Edition. New York:
Appleton-Century-Crofts; 1965: 402–3. 18. Stojcevic D, Marinculic A, Mihaljevic Z. Prevalence of Capillaria hepatica in norway rats (Rattus 6. Lloyds S, Elwood CM, Smith KC. Capillaria
norvegicus) in Croatia. Vet Arh. 2002; 72 (3): 141–9. hepatica infection in a British dog. Vet Rec. 2002;
151: 419-20. 19. Claveria FG, Causapin J, Guzman MA, Toledo MG, Salibay C. Parasite biodiversity in Rattus spp. caught 7. Urquhart GM, Armour J, Duncan AM, Dunn JL,
in wet markets. Southeast Asian J Trop Med Public Jennings SW. Textbook of veterinary parasitology.
Heal. 2005; 36: 146–8. United Kingdom: Longman; 1987.
20. Stojcevic D, Marinculic A, Mihaljevic Z. Prevalence 8. Abu-Madi MA, Lewis JW, Mikhail M, El-Nagger
of Capillaria hepatica in norway rats (Rattus ME, Behnke JM. Monospecific helminths and
norvegicus) in Croatia. Vet Arh. 2002; 72 (3): 141–9. arthropod infections. J Helminthol. 2001; 75: 313–20.
21. Kumar V, Brandt J, Mortelmans J. Hepatic 9. Seong J, Huh S, Lee J, Oh Y. Helminth in Rattus
capillariasis may simulate the syndrome of visceral norvegicus capture in Chunchon, Korea. Korean J
larva migrans, an analysis. Ann Soc Belge Med Trop. Parasitol. 1995; 33 (3): 235–7.
1985; 65: 101–4. 10. Maff. Ministry of agriculture, fisheries and food.
22. Sandjaja B. Helmintologi Kedokteran. Jakarta: Manual Of Veterinary Parasitology. UK: Her
Prestasi Pustaka; 2007. Majesty’s Stationery Office; 1971.
23. Fuehrer H-P, Igel P, Auer H. Capillaria hepatica in 11. Fuehrer H-P, Igel P, Auer H. Capillaria hepatica in
man-an overview of hepatic capillariosis and man: an overview of hepatic capillariosis and
spurious infections. Parasitol Res. 2011; 109 (4): spurious infections. Parasitol Res.
969–79. 12. Goswami R, Singh SM, Kataria M, Somvanshi R.
24. Al-Zihiry K. Some intestinal helminths of norway rat Clinicopathological studies on spontaneous
Rattus norvegicus (Berkenhout, 1769) in Basrah, Hymenolepis diminuta infection in wild and
Iraq. J Univ Thi-Qar. 2006; 2 (1): 45–56. laboratory rats. Braz J Vet Pathol. 2011; 4 (2): 103–11.
25. Tutsyntain R. Pemeriksaan endoparasit pada tikus 13. Souza MV de, Sianto L, Chame M, Ferreira LF,
(Rattus spp.) di Desa Citereup Kecamatan Dayeuh Araujo A. Syphacia sp. (Nematoda: Oxyuridae) in
Kolot Kabupaten Bandung Jawa Barat tahun 2013. coprolites of Kerodon rupestris Wied, 1820
Data tidak dipublikasikan. Banjarnegara: Balai (Rodentia: Caviidae) from 5,300 years BP in
Litbang P2B2 Banjarnegara; 2013. Northeastern Brazil. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio
Janeiro. 2012; 107 (4): 539–42. 26. Tena D, Gimeno C, Pomata TP, et al. Human infection with Hymenolepis diminuta: Case Report from Spain. 14. Ceruti R, Sonzogni O, Origgi F, et al. Capillaria
J Clin Microbiol. 1998; 36 (8): 2375–77. hepatica infection in wild brown rats (Rattus
norvegicus) from the urban area of Millan, Italy. J Vet 27. Marangi M, Zechini B, Fileti A, Quaranta G, Aceti A. Med. 2001; 48: 235-40. Hymenolepis diminuta infection in a child living in
the urban area of Rome, Italy. J Clin Microbiol. 2003; 15. Davoust B, Boni M, Branquet D, Ducos De Lahitte J,
41 (8): 3994–5. Martet G. Research on three parasitic infestations in
rats captured in Marseille: evaluation of the zoonotic 28. Patamia I, Cappello E, Castellano-Chiodo D, Greco F, risk. Bull Natl Acad Med. 1997; 181: 887 – 97. Nigro L, Cacopardo B. A human case of Hymenolepis diminuta in a child from eastern Sicily. Korean J 16. Farhang-Azad A. Ecology of Capillaria hepatica
Parasitol. 2010; 48 (2): 167–9. (Bancroft, 1893) (Nematoda): dynamics of infection
Border Disease Virus dan Classical Swine Fever Beberapa penelitian virus WN difokuskan
Virus. Genus Hepacivirus hanya terdiri dari satu pada gen penyandi protein E yang berperan penting spesies yaitu virus Hepatitis C. Genus Flavivirus dalam proses perlekatan virus dan proses masuknya memiliki anggota yang paling banyak yaitu lebih virus dalam sel inang. Protein E bertindak sebagai dari 53 spesies, yang terbagi menjadi 12 kelompok target sistem imun dan memiliki variasi genetik yang
10
yang saling berhubungan secara serologis. Virus tinggi. Protein M disintesis dalam bentuk prekursor West Nile merupakan salah satu spesies dari genus protein (preM). Prekursor ini akan diproses menjadi
Flavivirus selain beberapa spesies yang lain seperti protein M dengan enzim convertase (furin) ketika 11
virus Dengue, Japanese Encephalitis, St. Louis virus telah mengalami maturasi. Kapsid virus West 7
Encephalitis, Murray Valley Encephalitis. Seluruh Nile berdiameter sekitar 30 nm dan terdiri dari dimer isolat virus West Nile berasal dari satu serotip namun protein C yang merupakan komponen dasar
8
terbagi dalam dua lineage (garis keturunan) yaitu penyusun nukleokapsid. Protein C ini terletak di 8
lineage 1 dan 2. Perbedaan antar lineage 1 dan 2 dalam virion dan tidak berhubungan dengan protein terletak pada substitusi dan delesi asam amino yang E dan M yang berada di sisi dalam envelop virion. menyusun protein envelope. Virus west nile lineage Walaupun partikel nukleokapsid terdiri dari protein 1 berasosiasi dengan penyakit pada manusia di C, namun dimer protein ini dapat dipisahkan dari dunia, sedangkan lineage 2 hanya menginfeksi di struktur nukleokapsid dengan perlakuan garam
9 12
daerah endemis enzootik Afrika. dalam konsentrasi tinggi.
Protein NS1 merupakan suatu glikoprotein Dasar Molekuler
yang berperan penting dalam viability virus karena
Genom dan protein virus 13
memiliki ikatan disulfida. NS1 berfungsi sebagai Virus west nile memiliki genom yang terdiri
kofaktor dalam proses replikasi RNA virus dan dari satu single-stranded (ss) RNA yang dikelilingi
merupakan satu-satunya protein nonstruktural yang suatu nucleocapsid berbentuk icosahedral atau
disekresi dalam jumlah yang banyak (lebih dari 50 isometrik. Genom virus west nile memiliki panjang
ìg/ml) dalam serum pasien yang terinfeksi. Protein 11.029 nukleotida. Sekuen nukleotida dari virus
ini juga diketahui berhubungan dengan tingkat
West Nile telah diketahui mengkode tiga protein 1 4
keparahan penyakit. Banyak teori telah struktural yang meliputi protein kapsid (C), protein
dikembangkan terkait kontribusi protein NS1
membrane (M), dan envelope (E). Selain itu, genom
terhadap mekanisme patogenik virus West Nile virus West Nile juga mengkode tujuh protein non
diantaranya bahwa [1] protein tersebut dapat struktural (NS). Secara keseluruhan, protein yang
memicu terbentuknya reaksi autoantibodi yang
dikode oleh genom virus West Nile adalah 5'-C-prM- 14
7 berbahaya dalam tubuh inang, [2] antibodi anti NS1 E-NS1-NS2A-NS2BNS3-NS4A-NS4B-NS5-3'.
akan menyerang sel-sel dalam jaringan tubuh inang 16
itu sendiri atau [3] adanya protein NS1 akan menurunkan respon imun pasien terhadap virus West Nile dengan mengurangi pengenalan terhadap sel
17 terinfeksi melalui sistem komplemen.
N S 2 A m e r u p a k a n p r o t e i n m e m b r a n hidrofobik yang berperan penting dalam replikasi
18
NS2B merupakan protein dengan berat
icosahedron asimetris yang ditandai dengan
gambar segitiga. Arah pelipatan icosahedron molekul 15 kDa yang berperan untuk memfasilitsi
ditunjukkan dengan label 5 dan 3 (A). aktivitas protease protein NS3.20 NS2B berfungsi Potongan melintang menunjukkan lapisan
memfasilitasi proses folding protein NS3 berjalan concentric yang padat. Virion core, lipid
bilayer dan protein E serta protein M dapat secara ideal sehingga protein tersebut dapat bekerja 30
dibedakan dengan jelas (B). 21,22
sebagai enzim protease. Reservoir alami dan host definitif H. diminuta pasar tradisional di Taiwan menemukan H. diminuta
adalah tikus dan hewan pengerat lainnya. Sementara sebesar 6,25% pada R. norvegicus dan 18,18% pada
arthropoda coprophilic, seperti kutu, lepidoptera, R. rattus, C. hepatica sebesar 62,50% pada dan coleoptera, bertindak sebagai intermediate host R. norvegicus dan 18,18% pada R. rattus, dan
ketika makan telur H. diminuta dari feses tikus. Telur S. muris sebesar 27,27% pada R. rattus.
berkembang menjadi larva cysticercoid dalam Pasar merupakan tempat jual beli yang setiap rongga tubuh mereka. Jika arthropoda infektif hari didatangi masyarakat dalam jumlah yang relatif dimakan oleh host definitif, cysticercoid yang banyak. Peran dalam dunia kesehatan, pasar dapat tertelan masuk ke dalam perut tikus dan berkembang menjadi sumber penularan berbagai penyakit, menjadi cacing dewasa dimana telur berasal dari terutama pasar yang kebersihannya kurang
28
kotoran binatang pengerat tersebut. diperhatikan (pembuangan sampah, air kotor dan Prevalensi cacing S. muris dalam penelitian lain- lain).
ini sebesar 5%, hal ini sejalan dengan penelitian Infestasi tikus di lingkungan pasar dapat 2
yang dilaporkan oleh Stojcevic, et al. di Croatia menyebabkan beberapa masalah, termasuk ditemukan S. muris sebesar 3,53%. Penelitian lain kontaminasi makanan dan penularan penyakit. Tikus
29
oleh Ahmed, et al. ditemukan S. muris sebesar dapat menghasilkan 12-16 mililiter urin dan sampai 24% pada R. norvegicus albino. Penelitian lima puluh kotoran tinja dalam waktu 24 jam.
3 0
Fitriyanto di permukiman di Kabupaten Kontaminasi makanan oleh kotoran tikus selama Banjarnegara tahun 2012 menemukan spesies penyimpanan di dalam kios pasar dapat menjadi cacing ini pada organ sekum tikus. Ciri morfologi sarana penularan penyakit ke manusia ataupun
36 dari telur S. muris antara lain berbentuk asimetris, hewan peliharaan. berwarna kekuningan dengan ujung menajam, dan
membran telur bertekstur halus dengan dilapisi dua KESIMPULAN
dinding berbentuk silinder. Bagian dalam telur terisi Hasil identifikasi telur cacing zoonotik yang
penuh dengan embrio yang terdiri dari beberapa ditemukan pada feses R. tanezumi terdiri dari
segmen. C. hepatica, H. diminuta dan S. muris. Hal tersebut
31
Menurut penelitian Kia, et al. di Ahvaz, Iran, perlu diwaspadai sebagai investigasi awal sumber jenis nematoda yang ditemukan dalam penelitian penularan penyakit kecacingan zoonotik.
tersebut yaitu spesies S. muris dan G. neoplasticum.
Syphacia muris pernah ditemukan pada seorang SARAN
wanita yang bermukim di rumah dengan kondisi Masyarakat lebih waspada terhadap lingkungan sanitasi yang tidak baik dan k eb er si ha n d an pr os es p en golahan bahan-bahan
G. neoplasticum ditemukan juga pada mulut seorang makanan yang diperoleh dari pasar untuk
wanita. menghindari penularan penyakit yang diakibatkan
32
Penelitian Paramsvaran, et al. pada lima kontaminasi telur cacing zoonotik dari feses tikus. pasar di Kualalumpur ditemukan spesies cacing
C. hepatica, H. diminuta dan S. muris. Kasus UCAPAN TERIMA KASIH
pertama infeksi C. hepatica pada manusia Penulis mengucapkan terima kasih kepada 33
ditemukan pada tentara dari India. Penelitian Dinas Pasar Banjarnegara dan rekan-rekan semua Battersby ditemukan 30 kasus C. hepatica pada yang telah membantu pelaksanaan penelitian manusia dan sebagian besar terjadi pada anak-anak sehingga berjalan lancar.
usia 1-5 tahun. Parasit ini dapat menyebabkan
hepatitis akut atau sub-akut ditandai dengan DAFTAR PUSTAKA eosinofilia dan demam persisten pada manusia.
1. Webster J, Macdonald D. Parasitic of wild brown rats
Hepatomegali dapat terjadi dengan telur di parenkim
(Rattus norvegicus) on UK farms. Parasitology.
menemukan Capillaria spp., S. muris dan prevalensi
Croatia. Vet Med - Czech. 2004; 3: 70–4.
parasit paling banyak yaitu H. diminuta (30,5%) 35
pada R. norvegicus. Penelitian Tung, et al. pada
A N O P H E dengan berat molekul 70 kDa dan memiliki dua membesar sehingga nukleokapsid virus ke luar dari
23
fungsi enzimatis yaitu sebagai protease dan sebagai envelop virion dan masuk ke sitoplasma sel inang. 24
ATPase. Protease memediasi proses proteolitik Lepasnya nukleokapsid dari envelop virion dikenal prekursor poliprotein dengan cara memotong pada dengan proses uncoating. Selanjutnya RNA virus
23
bagian C-terminal. Sedangkan ATPase berperan akan dikeluarkan oleh nukleokapsid kemudian dalam proses replikasi RNA virus dengan cara ditranslasi menghasilkan poliprotein dan dilanjutkan
25
memfasilitasi aktivitas polymerase protein NS5. dengan proses perakitan virion-virion baru yang siap 32
Fungsi protein NS4A belum diketahui secara dikeluarkan dari dalam sel inang. pasti namun telah ditemukan beberapa bukti bahwa
protein ini berperan sebagai “organizer” proses replikasi kelompok Flavivirus. NS4A bertindak sebagai kofaktor untuk enzim ATPase dari protein
26 NS3.
NS4B merupakan protein hidrofobik dengan berat molekul sekitar 27 kDa yang fungsinya juga belum banyak diketahui. Salah satu fungsinya adalah menghambat interferon-signaling cascade sehingga
27 menurunkan respon imunitas inang terinfeksi.
NS5 merupakan protein yang berkedudukan di bagian C-terminal dari poliprotein virus west nile.
Gambar 2. Siklus Replikasi Virus West Nile dalam Sel 27
Protein ini memiliki ukuran yang paling besar dan Inang
paling conserved diantara virus-virus dalam kelompok Flavivirus. Bagian N-terminal protein
KESIMPULAN NS5 mengandung domain S-adenosyl methionine
Secara epidemiologi virus WN dapat tersebar methyltransferase (MTase) yang merupakan
dengan vektor nyamuk utamanya Culex sp., namun penyusun cap RNA virus. Cap RNA merupakan
demikian Aedes sp. juga berpotensi sebagai vektor. struktur unik yang ditemukan pada ujung 5' RNA
Keberadaan virus ini di alam terpelihara pada virus dan mRNA sel eukariot, yang berfungsi
burung/unggas. Menyerang semua golongan umur menjaga stabilitas RNA dan menjadi tempat
dan jenis kelamin, bersifat asimptomatis atau perlekatan dengan ribosom pada saat proses
menimbulkan gejala klinik. Manifestasi terberat 2 8
translasi. Adapun bagian C-terminal NS5
adalah encephalitis dan meningitis. Virus west nile mengandung enzim RNA-dependent RNA
merupakan anggota famili Flaviviridae dari genus polymerase yang sangat dibutuhkan pada sintesis
Flavivirus. Virus ini memiliki genom yang terdiri 29
RNA genom.
dari satu single-stranded (ss) RNA yang dikelilingi
Siklus replikasi suatu nucleocapsid berbentuk icosahedral atau
Virus WN mampu bereplikasi di berbagai isometric. Genom virus west nile memiliki panjang kultur sel dari berbagai spesies (mamalia, aves, 11.029 nukleotida.
amfibi dan serangga). Tahap pertama dalam proses Upaya pencegahan adalah mengendalikan masuknya virus ke dalam sel inang adalah perlekatan populasi nyamuk, mengurangi gigitan nyamuk, dan
30
protein E virus pada molekul reseptor selular. s e c a r a b e r k a l a m e l a k u k a n s u r v e i p a d a Setelah melekat melalui reseptor selular, virus unggas/burung utamanya yang dipelihara dalam memasuki sel melalui clathrin-mediated endocytosis skala besar maupun yang sedang bermigrasi.
31
dan membentuk endosome (Gambar 2). Endosom tersebut berada dalam kondisi pH rendah yang
DAFTAR PUSTAKA
kemudian memicu konformasi molekul glikoprotein
1. Nasronudin. Kini saatnya Indonesia mewaspadai
dari protein E sehingga protein E berubah dari
penyakit virus west nile. Kompas. 29 Oktober 2013;
bentuk homodimer menjadi monomer. Protein E
halaman 14.
memasukkan lekukan fusi (fusion loops) ke dalam membran endosom hingga membentuk lubang fusi
yang tipis. Embrio cacing (onchosphere) H. diminuta banyak. Telur tersebut menunjukkan kesamaan terlihat tidak memiliki filamen polar dan kedua ukuran, bentuk dan struktur dengan telur C. hepatica
ujungnya tidak menebal (B). Telur S. muris yang ditemukan pada tikus yang terkena 21
bercangkang tipis, namun bentuknya ellipsoidal capillariasis. Infeksi dapat terjadi secara kebetulan dengan kedua ujungnya terlihat pipih (C). karena menelan telur C. hepatica infektif yang terdapat di tanah yang berasal dari kotoran hewan
22
PEMBAHASAN yang terinfeksi cacing tersebut.
C a c i n g m e r u p a k a n m a k h l u k h i d u p Kasus capillariasis pada manusia telah kosmopolitan dan berperan penting dalam kesehatan dilaporkan di Eropa (Jerman, Switzerland, Italia, masyarakat. Infeksi kecacingan dapat menimbulkan Inggris, Jerman, Czechoslovakia, Yugoslavia dan angka kesakitan dan bahkan angka kematian bagi Turki), Amerika Utara dan Selatan (USA, Kanada, masyarakat di berbagai belahan dunia, khususnya Meksiko dan Brazil), Asia (India, Korea, Jepang dan di negara-negara berkembang dengan tingkat Thailand), Afrika dan New Zealand. Enam puluh sanitasi yang rendah. Tikus dapat menjadi reservoir persen dari semua laporan pada anak di bawah usia alami dari infeksi parasit zoonosis yang serius 8 tahun dan 59% diantaranya terjadi pada
23 termasuk cacing zoonosis. Pemeriksaan mikroskopis perempuan.
pada feses tikus dapat digunakan untuk Cacing H. diminuta dalam penelitian ini mengidentifikasi spesies cacing zoonosis. prevalensinya lebih rendah (5%) daripada yang
9
Prevalensi C. hepatica dalam penelitian ini dilaporkan oleh Seong, et al. di Korea sebesar 1
relatif rendah (10,5%) jika dibandingkan dengan 32,6%, Webster dan Macdonald di Inggris sebesar
2
prevalensi yang dilaporkan oleh Webster dan 22% dan Stojcevic, et al. di Croatia sebesar 36,9%.
1 14 24
McDonald di Inggris sebesar 23%, Ceruti, et al. di Penelitian Al-Zihiry di Irak menyatakan bahwa 9
Italia sebesar 36%, Seong, et al. di Korea sebesar H. diminuta ditemukan pada tikus R. norvegicus 15
25,6%, Davoust, et al. di Marseille sebesar 44% dan (25,4%). Hymenolepis diminuta dikenal sebagai 1 6
Farhang-Azad di Baltimore sebesar 75%. parasit umum dari tikus di seluruh dunia. Tikus 17
Penelitian lain oleh Ahmad, et al. di Pakistan dikenal sebagai host alami dari parasit ini. Ciri ditemukan C. hepatica pada R. rattus dan m o rfo lo gi da ri t el ur H. diminuta antara lain
Mus musculus sebesar 7% dan penelitian Stojcevic, berbentuk bulat dengan ukuran sekitar 72 mm. Telur 18
et al. di Croatia ditemukan telur C. hepatica pada berwarna kuning dengan membran dalam yang tipis tikus R. norvegicus sebesar 3,91%. Perbedaan dan membran luar berstriae. Ciri yang membedakan prevalensi C. hepatica pada beberapa penelitian antara telur H. diminuta dan H. nana adalah adanya dapat disebabkan oleh perbedaan dalam perilaku filamen polar yang terlihat jelas pada telur H. nana
12 sosial, perkembangan fisiologis, status kebersihan, dan tidak ditemukan pada telur H. diminuta.
kesadaran masyarakat tentang risiko tertular infeksi Genus Hymenolepis paling terkenal 19
dari reservoir dan kebiasaan makan tikus. menyebabkan efek patologis pada kesehatan Telur cacing C. hepatica berbentuk seperti manusia. Hymenolepis diminuta diketahui gendang dengan kutub di kedua ujungnya. Telur ini ditemukan pada organ berbagai jenis mamalia,
memiliki struktur yang berstriae dengan banyak terutama pada tikus. Penelitian Tutsyntain 11
minipores pada bagian cangkangnya. Capillaria di Bandung tahun 2013 menemukan spesies cacing 12 hepatica juga memiliki peran yang penting dibidang ini pada organ lambung dan usus R. tanezumi.
kesehatan, karena telah diketahui dapat Infeksi H. diminuta pada manusia jarang menyebabkan penyakit infeksi yang disebut ditemukan di negara berkembang. Survei dari capillariasis. Gejala yang ditunjukkan pada penyakit populasi yang berbeda telah dilaporkan tingkat ini antara lain demam tinggi yang persisten, parasit berkisar antara 0,001% dan 5,5%. Di Spanyol
20
hepatomegali dan peningkatan eosinofil. Kejadian dilaporkan tujuh kasus infeksi H. diminuta pada capillariasis pada manusia pertama kali dilaporkan manusia dan mereka semua anak-anak. Di Amerika
26
pada tahun 1923 yang menginfeksi seorang tentara Serikat sebanyak 48 kasus telah dilaporkan. Infeksi Inggris yang sedang bertugas di India. Kasus tersebut H. diminuta pada manusia seringkali tanpa gejala, ditetapkan sebagai kasus capillariasis karena setelah namun pada beberapa kasus, gejala seperti nyeri dilakukan pemeriksaan mikroskopis pada jaringan perut, iritabilitas, gatal-gatal dan peningkatan jumlah
2. Myint KS, Kosasih H, Artika IM, Perkasa A, Puspita 13. Chung KM, Nybakken GE, Thompson BS, Engle MJ, M, Ma'roef CN, et al. West nile virus documented in Marri A, Fremont DH, et al. Diamond, antibodies Indonesia from acute febrile illness specimens. Am J against west nile virus nonstructural protein NS1 Trop Med Hyg. 2014; 90 (2): 260-2. prevent lethal infection through Fc ã receptor dependent and independent mechanisms. Journal of 3. Nurcahyani DI. 12 warga Surabaya terinfeksi virus
Virology. 2006; 1340–51. west nile. [Diakses 25 April 2014]. Diunduh dari:
http://health.okezone.com/read/2014/01/09/482/924 14. Macdonald J, Tonry J, Hall RA, Williams B, Palacios 113/dua-warga-surabaya-terinfeksi-virus-west-nile. G, Ashok MS, et al. NS1 protein secretion during the acute phase of west nile virus infection. J. Virol. 2005; 4. Gray TJ, Cameron EW. A review of the
79 (22): 13924-33. epidemiological and clinical aspect of west nile
virusses. Internatioanl Journal of General Medicine. 15. Chang HH, Shyu HF, Wang YM, Sun DS, Shyu RH, [ D i a k s e s 2 M e i 2 0 1 4 ] . D i u n d u h d a r i : Tang SS, et al. Facilitation of cell adhesion by http://dx.doi.org/10.2147/IJGM.S59902. immobilized dengue viral nonstructural protein 1 (NS1): arginineglycine-aspartic acid structural 5. Turell MJ, Dohm DJ, Sardelis MR, Oguinn ML,
mimicry within the dengue viral NS1 antigen. 2002. J. Andreadis TG, Blow JA. An update on the potential of
Infect.Dis. 2002; 186 (6): 743-51. north American mosquitoes (Diptera: Culicidae) to
transmit west nile virus. J Med Entomol. 2005; 42 (1): 16. Lin CF, Lei HY, Shiau AL, Liu HS, Yeh TM, Chen SH,
57–62. et al. Endothelial cell apoptosis induced by antibodies
against dengue virus nonstructural protein 1 via 6. Sendow I, Noor SM. Virus west nile sebagai salah
production of nitric oxide. J Immunol; 2002; 169: satu penyakit emerging zoonosis. Lokakarya
657-64. Nasional Penyakit Zoonosis.
17. Chung KM, Liszewski MK, Nybakken G, Davis AE, 7. International Committee on Taxonomy of Viruses
Townsend RR, Fremont DH, et al. West nile virus [homepage on the Internet]. USA,Virology Division
nonstructural protein NS1 inhibits complement of the International Union of Microbiological
activation by binding the regulatory protein factor H. Societies [cited 2014 April 30]. Available from:
Proc. Natl. Acad. Sci. USA 2006; 103 (50): 19111-6. http://ictvonline.org/index.asp.
18. Liu WJ, Chen HB, Khromykh AA Molecular and 8. Margo AB. Replication cycle and molecular biology
functional analyses of Kunjin virus infectious cDNA of the west nile virus. Viruses. 2014; 6: 13-53.
clones demonstrate the essential roles for NS2A in 9. Lyle RP, Roehirig JT. West nile virus: a reemerging
virus assembly and for a nonconservative residue in global pathogen. Emerging Infectious Diseases.
NS3 in RNA replication. J. Virol. 2003; 77 (14): 7804-2001; 7 (4).
13. 10. Chambers TJ, Halevy M, Nestorowicz A, Rice CM,
19. Liu WJ, Wang XJ, Clark DC, Lobigs M, Hall RA, Lustig S. West nile virus envelope proteins:
Khromykh AA. A single amino acid substitution in nucleotide sequence analysis of strains differing in
the West Nile virus nonstructural protein NS2A mouse neuroinvasiveness. Journal of General
disables its ability to inhibit alpha/beta interferon Virology. 1998; 79: 2375–80.
induction and attenuates virus virulence in mice. 11. Zhang W, Chipman PR, Corver J, Johnson PR, Zhang J.Virol. 2006; 80 (5): 2396-404.
Y, Mukhopadhyay S, et al. Visualization of
20. Chambers TJ, Grakoui A, Rice CM. Processing of the membrane protein domains by cryo-electron
yellow fever virus nonstructural polyprotein: a microscopy of dengue virus. Nat. Struct. Biol. 2003;
catalytically active NS3 proteinase domain and NS2B 10: 907–12.
are required for cleavages at dibasic sites. J Virol. 12. Kiermayr S, Kofler RM, Mandl CW, Messner P, 1991; 65: 6042-50.
Heinz FX. Isolation of capsid protein dimers from the
21. Condotta SA. Molecular and cellular studies of the tick-borne encephalitis flavivirus and in vitro
west nile virus NS2B/NS3 protease. Thesis. The assembly of capsid-like particles. J. Virol. 2004; 78:
Faculty Of Graduate Studies (Microbiology and 8078–84.
Immunology). University Of British Columbia; 2010.
54
cacing zoonotik pada Rattus spp. yang tertangkap di Berdasarkan bentuk morfologi telur yang Pasar Kota Banjarnegara sebagai investigasi awal teramati, dalam penelitian ini ditemukan 3 spesies sumber penularan penyakit kecacingan zoonotik di cacing yaitu C. hepatica, H. diminuta dan Syphacia
Kabupaten Banjarnegara. muris (Gambar 1).
METODE
Penangkapan tikus dilakukan selama tiga malam berturut-turut pada bulan Agustus 2013
menggunakan 200 single live trap di Pasar Kota A Banjarnegara. Perangkap dipasang berdasarkan jenis
barang yang dijual yaitu terdiri dari kios buah, kios sembako dan kios beras. Ketiga jenis kios ini mewakili kios dengan komoditi bahan pangan di Pasar Kota Banjarnegara. Feses tikus diambil dari tikus yang tertangkap dengan perangkap, kemudian diidentifikasi spesiesnya.
Feses dari masing-masing tikus dimasukkan dalam kantong plastik dan diperiksa di Laboratorium
Parasitologi Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. B Isolasi telur cacing dari sampel feses dilakukan
dengan metode pengapungan sebagaimana yang 10
dijelaskan oleh MAFF. Telur cacing yang ditemukan diidentifikasi spesies berdasarkan morfologinya. Identifikasi telur cacing C. hepatica
11
berdasarkan Fuehrer, H. diminuta berdasarkan
12 13
Goswami dan S. muris berdasarkan Souza.
HASIL
Jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 29 C ekor terdiri dari 28 ekor R. tanezumi dan 1 ekor
R. norvegicus dengan jenis kelamin 15 ekor tikus jantan dan 14 ekor tikus betina. Prevalensi telur cacing zoonotik pada feses tikus yang tertangkap secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan spesies yang tertangkap
Gambar 1. Morfologi Telur Cacing pada Feses Tikus yang
didominasi oleh R. tanezumi. Rattus norvegicus
Ditemukan
hanya ditemukan 1 ekor dan fesesnya tidak mengandung telur cacing. Telur cacing zoonotik
Gambar 1 menunjukkan bahwa telur hanya terdapat pada spesies R. tanezumi. Prevalensi
C. hepatica memiliki cangkang berlapis ganda yang
C. hepatica mencapai dua kali lipat dibandingkan
berstriae dengan penonjolan di kedua ujungnya (A). dengan spesies H. diminuta dan S. muris.
Telur H. diminuta berbentuk bulat dengan cangkang Identifikasi Telur Cacing...(Dyah Widiastuti, dkk.)
Tabel 1. Prevalensi Telur Cacing Zoonotik pada Feses Tikus yang Tertangkap di Pasar Kota Banjarnegara
No Spesies tikus
22. Shiryaev SA, Ratnikov BI, Chekanov AV, Sikora S, 27. Ambrose RL, Mackenzie JM.West nile virus Rozanov DV, Godzik A, et al. Cleavage targets and differentially modulates the unfolded protein the D-arginine-based inhibitors of the West Nile virus response to facilitate replication and immune evasion. NS3 processing proteinase. Biochem J. 2006; 393: J. Virol. 2011; 85: 2723–32.
503-11. 28. Egloff MP, Benarroch D, Selisko B, Romette JL,
23. Wengler G, Czaya G, Farber PM, Hegemann JH. In Canard B. An RNA cap (nucleoside-2'-O-)-vitro synthesis of west nile virus proteins indicates methyltransferase in the flavivirus RNA polymerase that the amino-terminal segment of the NS3 protein N S 5 : c r y s t a l s t r u c t u r e a n d f u n c t i o n a l contains the active centre of the protease which characterization. EMBO J. 2002; 21 (11): 2757-68. cleaves the viral polyprotein after multiple basic 29. Grun JB, Brinton MA. Characterization of west nile amino acids. J Gen Virol. 1991; 72 (4): 851-8. virus RNA-dependent RNA polymerase and cellular
24. Borowski P, Niebuhr A, Mueller O, Bretner M, terminal adenylyl and uridylyl transferases in cell-Felczak K, Kulikowski T, et al. Puri? cation and free extracts. J. Virol. 1986; 60 (3): 1113-24.
characterization of west nile virus nucleoside 30. Valiakos G, Athanasiou LV, Touloudi A, Papatsiros V, triphosphatase (NTPase)/helicase: evidence for Spyrou V, Petrovska L, et al. West nile virus: basic dissociation of the NTPase and helicase activities of principles, replication mechanism, immune response the enzyme. J. Virol. 2001; 75 (7): 3220-9. and important genetic determinants of virulence.
25. Chernov AV, Shiryaev SA, Aleshin AE, Ratnikov BI, Chapter 2. 2013.
Smith JW, Liddington RC, et al. The two-component 31. Chu JJH, Ng ML. Infectious entry of west nile virus NS2B-NS3 proteinase represses DNA unwinding occurs through a clathrin-mediated endocytic activity of the west nile virus NS3 helicase. J Biol pathway. J. Virol. 2004; 78 (19): 10543-55.
Chem. 2008; 283: 17270-8.
32. Smit JM, Moesker B, Rodenhuis-Zybert I, Wilschut J. 26. Shiryaev SA, Chernov AV, Aleshin AE, Shiryaeva Flavivirus cell entry and membrane fusion. Viruses.
TN, Strongin AY. NS4A regulates the ATPase activity 2011; 3(2): 160-71. of the NS3 helicase: a novel cofactor role of the
nonstructural protein NS4A from West Nile virus. J. Gen. Virol. 2009; 90 (9): 2081-5.
IDENTIFIKASI TELUR CACING ZOONOTIK PADA FESES Rattus tanezumi DI PASAR KOTA BANJARNEGARA
IDENTIFICATION OF ZOONOTIC HELMINTH EGGS ON Rattus tanezumi RAT DROPPINGS IN BANJARNEGARA CITY MARKET
Dyah Widiastuti*, Nova Pramestuti, Novia Tri Astuti Balai Litbang P2B2 Banjarnegara
Jl. Selamanik No. 16 A Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia *E_mail: umi.azki@gmail.com
Received date: 3/1/2014, Revised date: 31/10/2014, Accepted date: 3/11/2014
ABSTRAK
Tikus dikenal sebagai reservoir alami dari beberapa infeksi cacing yang penting bagi kesehatan masyarakat. Tikus mengandung mikroorganisme tersebut yang dapat ditularkan melalui kontak dengan kotoran tikus yang terinfeksi atau melalui ektoparasit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi telur cacing zoonotik pada Rattus spp. di Pasar Kota Banjarnegara. Penelitian ini merupakan studi observasional yang dilakukan di Pasar Kota Banjarnegara pada bulan Agustus 2013. Penangkapan tikus dilakukan selama tiga malam berturut-turut menggunakan 200 perangkap hidup yang dipasang
pada tempat yang berbeda, yaitu kios buah, kios sembako dan kios beras. Prevalensi cacing zoonotik pada feses tikus R. tanezumi sebesar 10% Capilaria hepatica; 5% Hymenolepis diminuta dan 5% Sypachia muris. Pencemaran telur cacing
zoonotik dalam feses tikus perlu diwaspadai sebagai investigasi awal sumber penularan penyakit kecacingan melalui tikus.
Kata kunci: telur cacing zoonotik, feses, tikus
ABSTRACT
Rats are known to be natural reservoirs of some helminth infections of public health importance. Rats may harbour these microorganisms that can be transmitted either through contact with infected rodent droppings or through ectoparasites. This research aimed to identify zoonotic helminth eggs in Rattus spp. in Banjarnegara city market. An observational study was conducted in Banjarnegara city market on August 2013. The trapping of rats was carried out for 3 days using 200 single live traps posted in different place i.e. fruit stall, groceries and rice stall were sampled for commensal rats and mice. The result showed that prevalence of zoonotic helmints of R. tanezumi droppings i.e C. hepatica 10%; H. diminuta 5% and Sypachia muris 5%. Contamination of rat droppings with zoonotic helminth eggs need to be aware as an early investigation of zoonotic helminths transmission source.
Keywords: zoonotic helminth eggs, feces, rats
PENDAHULUAN serius bagi kesehatan masyarakat. Capillaria
Tikus memiliki peran yang penting dalam hepatica biasanya ditemukan di organ hati dari kesehatan masyarakat sebagai carrier atau reservoir hewan seperti tikus, kucing, anjing, babi dan kera, penyakit menular zoonotik. Beberapa diantaranya adapun manusia dapat berperan sebagai accidental
5,6
diakibatkan oleh adanya kelompok cacing hosts bagi cacing ini. Trichinella spiralis dewasa (helminth) yang terdapat pada feses tikus. Tiga dapat ditemukan di usus halus, sedangkan larvanya spesies utama yang sering dijumpai menginfeksi terdapat di otot lurik inangnya yang terdiri dari babi,
7 tikus serta berpotensi sebagai penyakit zoonosis tikus dan manusia.
8
adalah Capillaria hepatica, Hymenolepis spp. dan Abu Madi, et al. melaporkan bahwa 1,2
Trichinella spiralis. Penularan infeksi oleh ketiga R. norvegicus dari Doha, Qatar telah terinfestasi spesies ini dari tikus ke manusia dapat terjadi melalui Hymenolepis diminuta. Dari 43 ekor R. norvegicus
kontak langsung dengan feses tikus infektif atau yang tertangkap di Chunchon-Korea, 11 ekor 3
melalui vektor yang berupa pinjal ataupun tungau. mengandung telur C. hepatica, 14 ekor mengandung 4