• Tidak ada hasil yang ditemukan

REVISI PEMIKIRAN PENDIDIKAN ATIYAH AL ABRASYI PROF. ABD. MAJID & M. SUGENG SOLEHUDDIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REVISI PEMIKIRAN PENDIDIKAN ATIYAH AL ABRASYI PROF. ABD. MAJID & M. SUGENG SOLEHUDDIN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PEMIKIRAN PENDIDIKAN M. ATHIYAH AL-ABRASYI

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan Islam Dosen Pengampu : Prof.Dr.H. Abdul Majid, M.Ag

Dr. M. Sugeng Solehudin, M.Ag

Disusun oleh:

KUDUNG ISNAINI 2052113023

PROGRAM PASCASARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI STAIN PEKALONGAN

(2)

PEMIKIRAN PENDIDIKAN M. ATHIYAH AL-ABRASYI

I. PENDAHULUAN

Problematika pendidikan Islam sebagaimana halnya pendidikan lainnya merupakan persoalan besar yang senantiasa berada dalam proses dan tidak akan pernah mencapai titik akhir. Oleh karena itu, debat akademik mengenai pendidikan Islam tidak akan pernah selesai dan tidak mungkin dielakkan.1 Perkembangan pendidikan Islam sejak masa Nabi sampai masa kejayaannya pada abad IV H. dapat diketahui melalui kitab-kitab sejarah Islam, sejarah kebudayaan Islam maupun melalui pemikiran dan pembaruan dalam Islam. Namun kegiatan penulisan sejarah perkembangan pendidikan Islam secara keseluruhan sejak zaman Rasulullah sampai sekarang baru dimulai pada abad ke XX, sebagaimana yang dilakukan oleh Muhammad ’Athiyah al-Abrasyi. Beliau menghimpun kembali setiap pemikiran yang berkaitan dengan perkembangan pendidikan Islam yang pernah ditulis oleh para pemikir dan pendidik seperti Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Khaldun, dan lain-lain.2

Dalam perkembangan sejarahnya umat Islam telah mengalami dan melalui beberapa periode yang dapat dirinci sebagai beikut: Periode klasik (650-1250); Masa kemajuan I (650 -1000); Masa disintegrasi (1000-(650-1250); Periode pertengahan (1250-1500); Masa kemunduran I (1250-1500); Masa tiga kerajaan besar (1500-1800); Fase kemajuan II (1500-1700); Fase kemunduran II (1700-1800); dan Periode modern (1800).3 Baru pada permulaan abad XX munculah di dunia Islam tokoh-tokoh pembaharu di bidang pendidikan, di antaranya Ahmad Dahlan, Naquib Atas, Mahmud Yunus, dan Muhammad ’Athiyah Al-Abrasyi. Karena jika ditinjau dari segi administrasi dan organisasi serta sistem pendidikan modern, maka pada masa kemunduran itu pendidikan Islam mengalami kemunduran pula.4 Dalam makalah ini tidak akan membahas perkembangan pendidikan Islam secara keseluruhan, akan tetapi makalah ini

1 Mastuhu, Pendidikan Islam Indonesia dalam Perspektif Sosiologi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 1992), hlm. 1

2 Muhammad ‘Atiyah Al-Abrasyi, At-Tarbiyah Al-Islamiyah wa Falsafatuha, (Mesir: Isa al-Babi, 1976), hlm. 3.

(3)

akan difokuskan pada pembahasan tentang pemikiran pendidikan menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi.

Sebelum membahas tentang bagaimana pemikiran Muhammad Athiyah al-Abrasyi dalam pendidikan, perlu dijelaskan lebih dahulu dalam pembahasan dibawah ini tentang biografi dari Muhammad Athiyah al-Abrasyi untuk lebih mengenalkan sosok pemikir abad XX ini.

II. PEMBAHASAN

Konsep tentang pendidikan Islam teramat luas jangkauannya, karena menyangkut berbagai bidang yang berkaitan dengannya, mulai dari pengertian dasar, tujuan, pendidik, subyek didik, alat-alat, kurikulum, pendekatan dan metode, lingkungan, sampai pada lingkungan pendidikan.5 Oleh karena itu dalam makalah ini tidak akan dibahas secara keseluruhan, tulisan ini akan lebih merujuk pada pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasyi dalam pendidikan.

Untuk lebih memudahkan dan lebih memahami pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasyi dalam pendidikan, akan diterangkan lebih dulu catatan singkat tentang sosok pemikir dan penulis abad 20 ini.

A. Biografi Muhammad Athiyah Al-Abrasyi

Muhammad Athiyah al-Abrasyi adalah seorang sarjana yang telah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Mesir, pusat ilmu-pengetahuan Islam, dan terakhir sebagai guru besar pada Fakultas Darul Ulum, Cairo University, Cairo. Beliau secara sistematis telah menguraikan pendidikan Islam dari zaman ke zaman, serta mengadakan perbandingan dengan prinsip, metode, kurikulum dan sistim pendidikan modern di dunia Barat pada abad ke-20. Muhammad Athiyah al-Abrasyi dengan keahliannya telah menjelaskan dalam buku “Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam”, posisi Islam mengenai ilmu, pendidikan dan pengajaran, berdasarkan al-Qur’an dan Hadis, dan menjelaskan pula fungsi masjid, institut, lembaga-lembaga,

4 Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Al-Husna, 1985), hlm. 98.

5 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam; Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah,

(4)

perpustakaan, seminar-seminar dan gedung-gedung pertemuan dalam dunia pendidikan Islam sejak dari zaman keemasannya sampai kita sekarang ini.

Muhammad Athiyah al-Abrasyi berkesimpulan bahwa metode pendidikan Islam serta kurikulum yang telah dipakai bertahun-tahun yang lalu itu, telah mampu melahirkan ulama dan sarjana-sarjana kenamaan seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali, Al-Kindi, Ibnu Haitsam, Ibnu Khaldun, Thabrani, Ibnu Katsir, Al-Bairouni, Jahez, Al-Ma’ari, Al-Mutanabbi, dan sebagainya. Mereka itu telah memancarkan sinar ilmu pengetahuan itu ke Eropa dan kepada peradaban dunia pada umumnya, bahkan prinsip-prinsip pendidikan pendidikan modern abad ke-20 telah lebih dahulu dicetuskan oleh sarjana-sarjana pendidikan Islam beratus tahun yang lalu.6

Muhammad Athiyah al-Abrasyi adalah seorang ulama’, cendekiawan yang telah mendalami agama Islam dengan baik, menguasai beberapa bahasa asing, seorang psikolog dan pendidik jebolan London, penulis yang produktif dan seorang guru besar. Sebagai salah seorang dari sekian banyak ilmuwan muslim yang sangat produktif mencetuskan gagasan dan ide menuju perbaikan dan peningkatan kualitas umat Islam pada era sekarang ini dengan menawarkan konsep-konsep dasar bagi pendidikan Islam yang merupakan hasil dari sari pati dari nilai ajaran al-Qur’an dan al-Hadits yang digalinya.7

Melihat dari latar belakang kehidupan dan pendidikan yang dilalui beliau merupakan modal dasar bagi beliau untuk berkiprah sebagai salah seorang di antara pembaharu di Mesir dan dunia Islam, mengingat umat dan masyarakat yang di hadapinya sedang bangkit dan berkembang ke arah kemajuan. Dalam buku dasar-dasar pokok pendidikan Islam, terlihat bahwa pemikirannya banyak merujuk pada pemikiran Al-Ghazali, Al-Farabi, maupun Ibnu Sina.

B. Tujuan Pendidikan Islam

6 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, alih bahasa oleh Bustami A. Gani dan Djohar Bahry L.I.S., judul asli, Attarbiyah al Islamiyah, cet. vii, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. ix-x

7 Abu Kasim, Konsep Pendidikan Islam (Tela’ah pemikiran Muhammad athiyah

(5)

Tujuan utama dari pendidikan Islam ialah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral, laki-laki maupun wanita, jiwa yang bersih, kemauan keras, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, tahu arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati hak-hak manusia, tahu membedakan buruk dengan baik, memilih suatu fadhilah karena cinta pada fadhilah, menghindari suatu perbuatan yang tercela karena ia tercela, dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.8

Ada beberapa tujuan pendidikan Islam seperti yang telah dijelaskan oleh M. Athiyah Al-Abrasyi dalam berbagai tema, diantaranya yaitu:

1. Jiwa pendidikan Islam adalah budi pekerti

Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Sehingga tujuan sebenarnya dari pendidikan Islam adalah mencapai akhlak yang sempurna (mulia), dengan tidak mengesampingkan dari segi-segi yang lain, seperti jasmani, akal, ilmu, dan lainnya.9

2. Memperhatikan agama dan dunia sekaligus

Ruang lingkup pendidikan dalam pandangan Islam tidaklah sempit, tidak hanya sebatas pendidikan agama maupun pendidikan dunia saja, akan tetapi umat Islam mengusung dari keduanya, yaitu dunia dan akhirat. Sebagaimana sabda Rasul saw. “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selama-lamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok”.

3. Memperhatikan segi-segi manfaat

Persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatannya, sebagaimana yang telah dikutip oleh M. Athiyah al-Abrasyi dari pendapatnya Al-Farabi, Ibnu Sina, Ikhwan As-Safa, bahwa kesempurnaan

(6)

manusia itu tidak akan tercapai kecuali dengan menyerasikan antara agama dan ilmu.10

4. Mempelajari ilmu semata-mata untuk ilmu itu saja

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, di mana ilmu diajarkan karena ia mengandung kelezatan-kelezatan rohaniah, untuk dapat sampai kepada hakekat ilmiah dan akhlak yang terpuji.

5. Pendidikan kejuruan, pertukangan, untuk mencari rezeki

Mempersiapkan peserta didik untuk berkarya, berpraktek, dan berproduksi sehingga ia dapat bekerja, mendapat rezeki, hidup dengan terhormat, serta tetap memelihara segi-segi kerohanian dan keagamaan.11 Dengan kata lain mempersiapkan tenaga profesional yang terampil.12

Sedangkan tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang dikutip Samsul Nizar dalam bukunya Hasan Langgulung “Manusia dan Pendidikan” bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan petumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitnah peserta didik; aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif; dan mendorog semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.13

Telah banyak para ahli memberikan definisi tentang tujuan pendidikan Islam, dimana rumusan atau definisi satu berbeda dari definisi yang lain. Meskipun demikian, pada hakikatnya rumusan dari tujuan pendidikan Islam adalah sama, mungkin hanya redaksi dan penekanannya

10 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 3 11 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 4

12 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 37

(7)

saja yang berbeda.14 Karena sebuah tujuan itu sangatlah penting, tanpa adanya tujuan yang jelas pendidikan tidak dapat mengevaluasi dirinya sendiri. Tanpa objek evaluasi, pendidikan tidak dapat menera perkembangan kemajuan yang telah mereka lakukan.15

C. Pendidikan Islam adalah Pendidikan Ideal

Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi sebagaimana yang dikutip oleh Syafaruddin dalam bukunya “Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat”, pendidikan ialah, “suatu proses mempersiapkan seseorang (anak didik) agar ia dapat hidup dengan sempurna, bahagia, cinta kepada tanah airnya, kuat jasmaninya, sempurna akhlaknya, sistematik pemikirannya, halus perasaannya, cakap dalam karyanya, bekerjasama dengan orang lain, indah ungkapannya dalam tulisan dan lisannya, dan tangannya melakukan pekerjaannya dengan terampil.”16

Pendidikan Islam telah berabad-abad sebelumnya menyuarakan banyak prinsip dari metode-metode penting dalam dunia pendidikan, telah bersaham dalam kebangunan mental dan pembentukan akhlak. Secara ringkas pendapat-pendapat abadi mengenai hal ini dapat kita ungkapkan sebagai berikut:

1. Kebebasan dan demokrasi dalam pendidikan

Islam telah menyerukan adanya prinsip persamaan dan kesempatan yang sama dalam belajar. Tidak ada perbedaan atau kelebihan bagi orang Arab dan yang bukan Arab, orang kaya dengan orang miskin, laki-laki ataupun perempuan kecuali dengan taqwanya. Begitu juga pendidikan dalam Islam tidak terikat pada batas umur, ataupun jenis kelaminnya.17 Dalam Islam, wanita juga diwajibkan menuntut ilmu pengetahuan seperti halnya kaum pria tanpa perbedaan.18

14 Baca lebih banyak lagi tentang tujuan pendidikan Islam menurut para ahli dalam, Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam...,hlm. 27

15 Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT Grasindo, 2007), hlm. 67 16 Syafaruddin, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat; Esay-esay Pemikiran

Pemberdayaan dari Aspek Manejerial, Kecerdasan dan Kepribadian, (Medan: Perdana Publishing, 2012), hlm. 250

(8)

Menurut M. Athiyah al-Abrasyi, demokrasi yang hakiki di dalam pendidikan pengajaran adalah dimana pendidikan itu tidak terikat kepada peraturan-peraturan keras, ijazah-ijazah, pembayaran-pembayaran atau syarat-syarat yang bersifat menjajah, sehingga hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi orang-orang dalam menuntut ilmu pengetahuan. Dengan demikian pintu pendidikan terbuka seluas-luasnya untuk siapa saja dan kapan saja.19 Sehingga tidak terdapat apa yang dinamakan sistem kelas dalam pelajaran, seperti sekolah-sekolah yang dengan bayaran buat orang-orang berada dan sekolah-sekolah gratis buat anak-anak orang-orang yang berkekurangan.20

Dalam pendidikan Islam terwujud prinsip-prinsip demokrasi, kebebasan, persamaan dan kesempatan yang sama buat belajar, tanpa diskriminasi antara si kaya dan si miskin.21 Dalam kitab “At-Tarbiyah al-Islamiyah Wafalasifatuha” M. Athiyah Al-Abrasyi menyimpulkan bahwa sesungguhnya pendidikan Islam itu meliputi prinsip-prinsip (demokrasi), yaitu kebebasan, persamaan, dan kesempatan yang sama dalam pembelajaran, dan untuk memperolehnya tidak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin, sesungguhnya mencari ilmu bagi mereka merupakan suatu kewajiban dalam bentuk immateri, bukan untuk tujuan materi (kehendak), dan menerima ilmu itu dengan sepenuhnya hati dan akal mereka, dan mencarinya dengan keinginan yang kuat dari dalam dirinya, dan mereka banyak melaksanakan perjalanan panjang dan sulit dalam rangka memecahkan masalah-masalah agama.22

Kebebasan dan demokrasi dalam pendidikan sebagaimana yang telah dijelaskan diatas seharusnya bisa diterapkan di negara Indonesia. Meskipun sekarang pada tingkat sekolah dasar sudah dilaksanakan sekolah gratis atau tanpa adanya pungutan biaya, akan lebih baik lagi jika hal

19 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 7 20 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 8 21 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 10

(9)

tersebut diteruskan pada jenjang yang lebih tinggi sampai perguruan tinggi bahkan jika memungkinkan sampai mencapai gelar doktor atau profesor. 2. Pembentukan akhlak yang mulia adalah tujuan utama pendidikan Islam

Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam sehingga setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut al-akhlaq al-karimah.23 3. Bicaralah dengan manusia sesuai dengan akalnya

Anak-anak janganlah diomongi dengan bahasa yang ia tidak mengerti, dan orang-orang besar jangan pula dilawan bicara dengan bahasa anak-anak.24 Seorang guru hendaknya memiliki potensi untuk lebih mengenal kepribadian siswa, baik dalam bersikap maupun bertutur kata.25

4. Perbedaan metode yang dipergunakan dalam pengajaran

Metode mengajar yang dipergunakan dalam mengajar anak-anak berbeda dengan yang dipakai untuk orang dewasa. Hal ini disebabkan cara berpikir dan cara pandang mereka sudah berbeda.26 Hal demikian menurut penulis tentu tidak semua metode selalu terpisah antara yang anak-anak dan orang dewasa, karena banyak metode pengajaran yang baik dan bisa digunakan untuk anak-anak dan orang dewasa (semua umur). Sebagai contoh dalam bukunya Jamal Ma’mur Asmani yang berjudul “7 tips aplikasi pakem” diantaranya berisi tentang macam-macam metode pembelajaran, seperti metode ceramah, metode proyek, metode eksperimen, metode diskusi dan metode lain yang hampir kesemuanya itu bisa digunakan baik untuk anak-anak maupun orang dewasa.27 Hanya saja yang perlu di bedakan antara anak-anak dan orang dewasa mungkin pada

23 M. Abdul Mujieb, Syafi’ah, H. Ahmad Ismail M., Ensiklopedia Tasawuf Imam

Al-Ghazali; Mudah Memahami dan menjalankan Kehidupan Spiritual, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2009), hlm. 38

24 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 12

25 Rohmat, Pilar Peningkatan Mutu Pendidikan, (Yogyakarta: Cipta Media Aksara, 2012), hlm. 147

26 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 13-14

(10)

materinya saja. Mengingat cara pandang dan cara berpikir mereka sudah berbeda.

5. Pendidikan Islam adalah pendidikan bebas

Tidak adanya tekanan kepada siswa dalam sebuah pembelajaran, siswa diberikan kemerdekaan dalam menyatakan pendapatnya pribadi serta diberikan kebebasan dalam mengajukan pertanyaan.28 Dalam pandangan Islam, ilmu sudah terkandung secara esensial dalam al-Qur’an. Beragama berarti berilmu dan berilmu berarti beragama. Karena itu, tidak ada dikotomi antara agama dan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai, tetapi bebas dinilai atau dikritik.29

6. Sistem pendidikan individu dalam pendidikan Islam

Yang dimaksud pendidikan individu ialah memperhatikan kekuatan setiap individu dari segi tingkat kesanggupannya mempelajari bahan-bahan yang dipelajarinya. Setiap siswa bebas memilih guru, subyek atau mata pelajaran yang disenangi dengan tidak ada paksaan.30 Islam mengatur pendidikan individu di masyarakat dalam setiap aspek kehidupan. Islam memperhatikan pendidikan individu, mulai dari pendidikan jasmani, rohani, tingkah laku, dan pendidikan berpikir. Kesemuanya itu dilakukan untuk menyempurnakan keberadaan individu dalam kelompoknya.31 7. Perhatian atas pembawaan dan instink seseorang dalam tuntunan ke

bidang-bidang karya yang dipilihnya

Anjuran Ibnu Sina sebagaimana yang dikutip oleh Athiyah Al-Abrasyi dalam menekankan supaya instink anak-anak diperhatikan sebagai landasan dalam pendidikannya. Beliau berkata: “Tidak semua pekerjaan yang di cita-citakan si anak itu terbuka dan sesuai baginya, tetapi hanyalah pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan sifat-sifat dan

28 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 15

29 Sutrisno, Pendidikan Islam yang Menghidupkan; Studi Kritis Terhadap Pemikiran

Pendidikan Fazlur Rahman, (Yogyakarta: Kota Kembang, 2008), hlm. 83 30 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 15-16

(11)

pembawaannya”.32 Hal ini sebagaimana bayi yang semula tidak berdaya dan pasif akan segera menemukan sumber dan potensi kemampuannya. Ini tidak berarti bahwa keterwujudannya ditentukan semata-mata oleh pengaruh kekuatan di luar dirinya. Anak manusia menjadi aktif karena menemukan (discovery) kemampuan, perasaan dan pikirannya, kekuatan dan keterbatasannya. Dipandang dari sudut pandang pikiran dan perasaannya, ia mempunyai kebebasan untuk berubah dan memilih.33 Hal serupa seperti yang diceritakan oleh Abu Hurairah dari yang disabdakan oleh Rasulullah saw:

ْوَا ِهِناَرِصَنُي ْوَا ِهِناَدِوَهُي ُهاَوَب

َأَف ِةَرْطِفْلا ىَلَع ُدَلْوُي ّلِا ٍدْوُلْوَم ْنِماَم

)ةعبارلا هاوار( ِهِناَسِجَمُي

“Tiada seorang anakpun kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah, hanya kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai orang

yahudi, atau nashrani, atau majusi”.34

Pendapat Al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Athiyah Al-Abrasyi bahwa pendidikan berpengaruh dalam perawatan instink serta pembawaan dan dalam pendidikannya, begitu pula dalam mendorong apa yang harus diberikan dorongan. Al-Ghazali mengatakan bahwa sebuah bibit, baik apel ataupun korma tidak ada artinya sebelum di tanam. Begitu pula dalam dunia pendidikan; pendidikan itu tidak akan dapat merubah bibit

(heredity) dengan jalan mengadakan proses-proses tertentu, tidak dapat

menjadikan bibit apel menjadi korma, atau bibit korma menjadi apel.35 8. Cinta ilmu dan menyediakan diri untuk belajar

Setiap siswa yang cinta ilmu akan senang sekali belajar, akan menggunakan seluruh waktunya melakukan penelitian, pembacaan dan studi dan akan berdaya upaya memecahkan problematik ilmiah,

32 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 17

33 Conny Semiawan, Theodorus Immanuel Setiawan, Yufiarti, Panorama Filsafat Ilmu;

Landasan Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman, (Jakarta: Teraju, 2007), hlm. 1

34 Syekh Mansyur Ali Nashif, Mahkota Pokok-pokok Hadits Rasulullah SAW, jilid I, (Bandung: CV. Sinar Baru, 1993), hlm. 62

(12)

mencernakan ilmu pengetahuan yang didapatinya.36 Dengan demikian, dikalangan muslim banyak bermunculan ulama-ulama dan sarjana kenamaan, ahli fiqih, sastrawan, penyair dan ahli bahasa yang telah menghasilkan karya-karya agung dan berharga dibidang tafsir, hadits, fiqih, tauhid, balaghah, syari’at dan ensiklopedi-ensiklopedi bahasa, yaitu buku-buku yang merupakan referensi yang tidak seorangpun sarjana-sarjana di Timur maupun Barat yang sanggup menandinginya.37

9. Perhatian terhadap cara-cara berpidato, berdebat dan kelancaran lidah Diharapkan kepada juru-didik agar berfikir dengan otak, merasa dengan hati, melaksanakan sesuatu dengan kemauan keras, diharapkan supaya menumpahkan perhatian kepada soal-soal berpidato, berdiskusi, berbicara yang tertib, serta penggunaan ucapan-ucapan yang jitu dengan pena dan lidah.38

10. Pelayanan terhadap anak-anak secara halus

Sebelum Islam, banyak dipakai terhadap anak-anak sistem keras dan kasar. Kemudian para filosof Islam memperingatkan bahayanya sistem ini dalam pendidikan. Kemudian mereka menyarankan dengan cara-cara lunak lembut, dengan jiwa yang halus, lunak, lembut dan kasih sayang dengan menyelidiki kesalahan-kesalahan yang menyebabkan kekeliruan tersebut. Karena pendidikan dengan sistem kekerasan dianggap dapat membunuh cita-cita dan menumpulkan kepintaran.39

D. Pendidikan dan Moral dalam Islam

Dalam konteks pendidikan moral ini, sebagaimana yang dikutip oleh Wijayanto dalam bukunya Nurcholis Madjid yang berjudul “Islam, Iman, dan Ihsan sebagai Trilogi Ajaran Ilahi” bahwa Cak Nur (panggilan akrab Nur Cholis Majid) berpendapat, ada relasi signifikan antara perbuatan baik

36 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 19

37 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,( Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 19-20

(13)

dengan tasawuf. Inti tasawuf adalah kesadaran akan Tuhan. Kesadaran inilah yang oleh Cak Nur dipandang sebagai dasar akhlak (moralitas) dalam Islam, yang kemudian disebut ihsan, yakni kesadaran total individu akan Tuhan yang Maha hadir.40

Tujuan dari pendidikan moral dan akhlak dalam Islam ialah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Jiwa dari pendidikan Islam ialah pendidikan moral dan akhlak. Tujuan pendidikan Islam bukanlah sekedar memenuhi otak murid-murid dengan ilmu pengetahuan saja, tetapi untuk mendidik akhlak dengan memperhatikan segi-segi kesehatan, pendidikan phisik dan mental, perasaan dan praktek, serta mempersiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat.41 Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan Islam adalah untuk mencapai apa yang disebut Al-Kamil. Ini berarti aspek intelektual dan spiritual atau moral ditanamkan secara simultan dan bersamaan.42

E. Guru dan Murid dalam Islam

Guru adalah spiritual father atau bapak-rohani bagi seorang murid, ialah yang memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak dan membenarkannya, maka menghormati guru berarti penghormatan terhadap anak-anak kita, menghargakan guru berarti penghargaan terhadap anak-anak kita, dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang, sekiranya setiap guru itu menunaikan tugasnya dengan sebaiknya.43

Hendaklah seorang penuntut ilmu meneliti, melihat, dan memilih guru-guru yang baik untuk menuntut ilmu. Hendaklah guru tersebut berasal dari orang yang ahli dalam agama, orang shalih, orang yang terhormat, orang yang suci, orang yang mengamalkan ilmunya, orang zuhud, dan ahli ibadah.

40 Wijayanto, Ridwan Zachrie, Korupsi Mengorupsi Indonesia; Sebab, Akibat, dan

Prospek Pemberantasan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), hlm. 838 41 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 104

42 Akhmad Jenggis Prabowo, Kebangkitan Islam, (Yogyakarta: NFP Publishing, 2011), hlm. 113

(14)

Jangan memilih guru yang suka mencari-cari perkara aneh yang tidak bisa diterima akal, yang sibuk bersama pencari harta dunia, yang melecehkan ilmu, yang suka mencari kekeliruan-kekeliruan, dan yang suka mencari kepuasan orang-orang awam atau masyarakat umum.44

Menurut M. Athiyah Al-Abrasyi, ada sifat-sifat, hak-hak dan kewajiban yang harus dimiliki oleh serang guru.

1) Sifat-sifat, hak-hak dan kewajiban yang harus dimiliki oleh guru dalam pendidikan Islam

a. Zuhud tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridaan Allah semata

Menurut Athiyah Al-Abrasyi bahwa menerima gaji itu tidak bertentangan dengan mencari keridhaan Allah dan zuhud di dunia ini, karena seorang alim atau sarjana betapa pun zuhud dan kesederhanaan hidupnya membutuhkan juga uang dan harta untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

b. Kebersihan guru

Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan, bersih jiwa dan terhindar dari sifat ria, dengki, permusuhan, perselisihan dan lain-lain.

c. Ikhlas dalam pekerjaan

Ikhlas dan jujur dalam pekerjaannya serta bijaksana dan tegas dalam kata dan perbuatannya, lemah lembut tanpa memperlihatkan kelemahan, keras tanpa memperlihatkan kekerasan.45 Dengan kata lain seorang guru harus memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.46

d. Suka pemaaf

Seorang guru harus memiliki kepribadian dan memiliki harga diri, menjaga kehormatan, mengahindarkan hal-hal yang hina dan rendah,

44 ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam Menurut Al-Qur’an

(15)

menahan diri dari sesuatu yang jelek, tidak bikin ribut dan berteriak-teriak supaya dia dihormati dan dihargai.

e. Seorang guru merupakan seorang bapak sebelum ia seorang guru Mencintai muridnya sebagaimana mencintai anak-anaknya sendiri, memikirkan keadaannya sebagaimana memikirkan keadaan anak-anaknya sendiri.47

f. Harus mengetahui tabiat murid

Guru harus mengetahui tabiat pembawaan, adat kebiasaan, rasa dan pemikiran murid agar ia tidak kesasar di dalam mendidik anak-anak.48 Karena guru merupakan perintis-perintis kebudayaan dan penuntun-penuntun generasi mendatang.49

g. Harus menguasai mata pelajaran

Seorang guru harus menguasai mata pelajaran yang diberikannya, serta memperdalam pengetahuannya tentang itu sehingga janganlah pelajaran itu bersifat dangkal, tidak melepaskan dahaga dan tidak mengenyangkan lapar.50

2) Hak-hak dan kewajiban murid dalam pendidikan Islam

a. Siswa harus membersihkan hatinya dari segala sifat buruk.

b. Niat yang baik, dengan maksud mengisi jiwanya dengan fadhilah, dan mendekatkan diri kepada Allah.

c. Bersedia mencari ilmu tanpa ada keraguan sedikitpun meskipun ditempat yang jauh.

d. Jangan sering menukar guru, berpikirlah sebelum bertindak.

e. Hendaklah menghormati guru dan memuliakannya karena Allah serta mampu menyenangkan hati mereka.

f. Janganlah merepotkan dan berlaku tidak sopan terhadap guru serta jangan berbicara sebelum mendapat izinnya.

47 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 138 48 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 139

49 Sayyid Mahdi as Sadr, Saling Memberi Saling Menerima, judul asli The Ahl Ul-Bayt;

(16)

g. Jangan membukakan rahasia kepada guru, jangan menipu, jangan pula minta pada guru membukakan rahasia, diterima pernyataan maaf dari guru bila selip lidah.

h. Sungguh-sungguh dan tekun dalam belajar

i. Memiliki jiwa saling mencintai dan persaudaraan dalam pergaulan. j. Bertekad belajar hingga akhir umur, jangan meremehkan suatu cabang

ilmu, apalagi merendahkannya, hendaklah menganggap semua ilmu berfaedah.51

Terkait dengan masalah hak-hak guru dan murid sebagaimana yang dikatakan oleh Sayyid Mahdi as Sadr bahwa Alexander52 pernah ditanya mengapa ia senantiasa menghormati gurunya lebih dari ayahnya. Ia menjawab, “Ayahku adalah pembangun kehidupan duniaku, sedangkan guruku adalah pembangun kehidupanku yang kokoh”.53

F. Prinsip-prinsip Pokok dalam Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum pendidikan Islam diwaktu dulu tidak tertentu atau terikat dengan sekian jam untuk suatu mata pelajaran dalam seminggu seperti halnya sekarang ini.54 Ada dua paparan yang dikemukakan oleh Muhammad Athiyah Al-Abrasyi mengenai masalah kurikulum.

1. Kurikulum tingkat pertama dalam Islam

Bahan-bahan pokok yang diberikan kepada anak-anak tingkat pertama secara umum adalah sebagai berikut: Al-Qur’an dan sendi-sendi agama, membaca, menulis, berhitung, bahasa, sajak-sajak yang mengandung ajaran-ajaran akhlak, menulis baik, cerita-cerita, dan latihan berenang dan naik kuda. Untuk anak-anak orang besar terdapat kurikulum yang berbeda, mereka diperhatikan secara khusus dengan tugas-tugas yang akan mereka pikul, seperti belajar pidato, sejarah (terutama sejarah

51 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 147-148

52 Alexander Agung (356-323 SM), seorang raja Macedonia yang masyhur, penakluk kekaisaran Persia, dan seorang ahli militer yang jenius.

(17)

peperangan), tata tertib bersidang, serta memperhatikan pula bahan-bahan pokok seperti diatas.55

Pada zaman Kerajaan Islam Raya dahulu, ia akan mencatat beberapa kekhususan dalam rencana pelajaran tingkat permulaan sebagai berikut:

- Rencana pembelajaran mengarah pada bidang keagamaan - Masalah pendidikan akhlak dan moral diperhatikan sekali - Mengutamakan segi keagamaan dan akhlak

- Menghawatirkan pemberian mata pelajaran mengenai keindahan kesenian, dalam periode anak-anak.56

2. Kurikulum pendidikan tinggi Islam

Rencana pelajaran yang mencakup ilmu-ilmu eksakta dan sastera ini muncul pada waktu pemikiran-pemikiran Islam sudah mulai maju, kemerdekaan berpikir mulai berkembang, bidang-bidang penelitian semakin luas, dan sangat digiatkan perkembangan ilmu pengetahuan dari segala cabang yang mencakup ilmu-ilmu eksakta, sastera, aktivitas-aktivitas ilmiah dan filsafat dalam kerajaan Islam.57

Dari kurikulum pelajaran tingkat tinggi tersebut M. Athiyah Al-Abrasyi mengambil beberapa kesimpulan:

a. Perhatian kaum Muslimin terhadap studi keagamaan sangat besar dan mendahului perhatian mereka terhadap subyek-subyek lain.

b. Menurut pendapat Al-Farabi, Ibnu Sina dan Ikhwan As-Safa, kesempurnaan insan ini tidak akan terwujud kecuali dengan penyerasian antara ilmu agama dan ilmu-ilmu eksakta.

c. Kecenderungan kepada pelajaran-pelajaran sastera-dan ilmu keagamaan dan kemanusiaan, lebih besar daripada terhadap ilmu-ilmu eksakta.

d. Kurikulum atau rencana pelajaran ilmu-ilmu eksakta dan sastera di tingkat tinggi, lebih bersifat penggalian terhadap ilmu eksakta dan

(18)

yang bersifat penggalian terhadap ilmu eksakta dan yang bersifat humanitas. Tujuan utama dari pendidikan Islam ialah pendidikan rohani sebelum pendidikan otak dan akal. Siswa-siswa kedokteran sebagai contoh, mereka mempelajari logika, nahu, syair Arab, dan beberapa bagian ilmu-ilmu ke-Islaman oleh karena spesialisasi pada waktu itu adalah sangat jarang.58

G. Dasar-dasar Pokok dalam Pendidikan Islam

1. Tidak ada pembatasan umur dalam mulai belajar

2. Tidak ditentukan lamanya seorang anak di sekolah

3. Berbedanya cara yang digunakan dalam memberikan pelajaran

4. Dua ilmu jangan dicampur-adukkan

5. Memperhatikan pembawaan anak-anak dalam beberapa bidang mata pelajaran sehingga mereka dengan mudah dapat mengerti

6. Memulai dengan pelajaran bahasa Arab setelah itu pelajaran Qur’an al-Karim.

7. Perhatian terhadap pembawaan dan instink anak-anak dalam pemilihan bidang pekerjaan

8. Permainan dan hiburan.59

H. Metode umum dalam pengajaran

Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi metode adalah jalan yang dilalui untuk memperoleh pemahaman pada peserta didik tentang segala macam pelajaran dalam segala mata pelajaran.60

1. Metode mempelajari al-Qur’an

Sebelum belajar membaca dan menulis, anak-anak menghafal surat-surat singkat dari al-Qur’an secara lisan, yaitu dengan jalan membacakan

58 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 172 59 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 187-195

(19)

kepada mereka surat-surat singkat dan merekapun membaca bersama-sama.61

2. Pengajaran syair dan sajak bagi anak-anak

Filosof-filosof Islam mempunyai cara terrsendiri dalam mengajarkan syair dan sajak. Guru-guru memilihkan syair-syair yang mudah dan singkat buat anak-anak dan mudah pula dari segi timbangannya.62

3. Pelajaran pada tingkat tinggi

- Memasuki institut-institut tinggi tanpa syarat; dimulai pada umur dewasa, masa belajarnya mungkin 5 tahun atau bahkan lebih dari 10 tahun. Boleh memilih guru yang ia sukai.

- Mengembara untuk mencari ilmu: mahasiswa mengembara dari satu ke lain negeri untuk mengambil ilmu pengetahuan secara langsung dari guru besar dalam subjek-subjek tertentu.

- Kebebasan mahasiswa dan mahaguru; tidak ada kelas-kelas untuk masing-masing kelompok pelajar. Pelajar bebas datang atau tidak sekolah, bebas memilih gurunya sendiri, guru bebas pula menentukan jumlah kuliah yang mereka berikan dalam setiap minggu maupun tentang waktu-waktu kuliah.

- Sistem diskusi dan berdebat

- Ujian; dahulu setiap murid tidak diharuskan melakukan ujian, hanya satu macam mata pelajaran yang pernah diadakan ujian yaitu ujian terhadap dokter-dokter di Baghdad di masa pemerintahan Khalifah al-Muqtadir, di abad 10 Hijriyah, di hadapan Sinam bin Tsabit yang melakukan ujian-ujian lisan terhadap dokter-dokter tersebut. Sebagai ganti ujian, guru-guru memberikan syahadah atau ijazah kepada murid-muridnya, sebagai pernyataan selesainya kurikulum yang dilalui.63

I. Karya-karya Muhammad Athiyah Al-Abrasyi

(20)

Adapun karya-karya Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang terdapat dalam bukunya yang berjudul “At-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasifatuha”

ada 52 buah judul buku atau karyanya, diantaranya adalah:

1. Ruh al-Islam (Kairo: Isa al-babi al-Halabi Bi Sayyidina Husain, tt)

2. 'Azamah al-Islam, Juz I, (Kairo: al-Anglo al-Misriyah 165 Syari' Muhammad Fardi, tt)

3. 'Azamah al-Islam, Juz II, (Kairo: al-Anglo al-Misriyah 165 Syari' Muhammad Fardi, tt)

4. 'Azamah ar-Rasul Muhammad saw, (Kairo : Dar al-Katib al-'Arabi, tt)

5. At-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasifatuha, (Mesir: Isa al-Babiel Halabi Bi

Sayyidina Husain, tt)

6. Ruh al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, (Mesir: Isa al-Babiel Halabi Bi Sayyidina

Husain, tt)

7. Al-Ittijahat al-haditsah fi al-Tarbiyah, (Mesir: Isa al-Babiel Halabi Bi Sayyidina Husain, tt)

8. Al-Thuruq al-Khassat fi al-Tarbiyah li Tadris al-Lughat al-Arabiyah

Wadiin, (Kairo: al-Anglo al-Misriyah 165 Syari' Muhammad Fardi, tt)

9. At-Tufalah Sani’atul Mustaqbal, au Kaifa Nurabbi at-Falana, (Kairo:

al-Anglo al-Misriyah, tt)

10.Al-Ilmu Shi’ar al-Surah Thaqofyah, (Kairo: al-Anglo al-Misriyah, tt)

11.Ushul al-Tarbiyah Misaliah fi Emile li J. J. Rosseau, (Kairo: Dar al-Katib

al-Araby, tt).64

DAFTAR PUSTAKA

Al-Abrasyi, Mohammad Athiyah, At-Tarbiyah Al-Islamiyah Wafalasifatuha,

(tk.,Dar Al-Fikr, tt.)

__________, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, alih bahasa oleh Bustami A. Gani dan Djohar Bahry L.I.S., judul asli, Attarbiyah al Islamiyah, cet. vii, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993)

__________, Ruh al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, (Saudi Arabia: Dar al-Ahya’, tth)

(21)

As Sadr, Sayyid Mahdi, Saling Memberi Saling Menerima, judul asli The Ahl

Ul-Bayt; Ethical Role-Models, penerjemah Ali bin Yahya, (Jakarta: Pustaka

Zahra, 2003)

Asmani, Jamal Ma’mur, 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan); Menciptakan Metode Pembelajaran yang

Efektif dan Berkualitas, (Jogjakarta: DIVA Press, 2011)

Baharits, Adnan Hasan Shalih, Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-laki,

judul asli Mas’uuliyyatul Abilmuslimi fi Tarbiyatil Waladi fi Marhalati

Aththufuulah, penerjemah Sihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2005)

Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT Grasindo, 2007)

Kasim, Abu, Konsep Pendidikan Islam (Tela’ah pemikiran Muhammad athiyah

al-Abrasyi), (JIPTIAIN: Knowledge Management Research Group, 2008)

Langgulung, Hasan, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Al-Husna, 1985)

Mastuhu, Pendidikan Islam Indonesia dalam Perspektif Sosiologi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 1992)

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,( Jakarta: Kencana, 2006)

Mujieb, M. Abdul, dkk., Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali; Mudah

Memahami dan menjalankan Kehidupan Spiritual, (Jakarta: PT Mizan

Publika, 2009)

Nada, ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid, Ensiklopedi Adab Islam Menurut

Al-Qur’an dan As-Sunnah, (Jakarta: Pustaka Imam As-Syafi’i, 2007)

Nashif, Syekh Mansyur Ali, Mahkota Pokok-pokok Hadits Rasulullah SAW, jilid I, (Bandung: CV. Sinar Baru, 1993)

Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982)

Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002)

Prabowo, Akhmad Jenggis, Kebangkitan Islam, (Yogyakarta: NFP Publishing, 2011)

Rohmat, Pilar Peningkatan Mutu Pendidikan, (Yogyakarta: Cipta Media Aksara, 2012)

Roqib, Moh., Ilmu Pendidikan Islam; Pengembangan Pendidikan Integratif di

Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta,

(22)

Semiawan, Conny, dkk., Panorama Filsafat Ilmu; Landasan Perkembangan Ilmu

Sepanjang Zaman, (Jakarta: Teraju, 2007)

Sutrisno, Pendidikan Islam yang Menghidupkan; Studi Kritis Terhadap

Pemikiran Pendidikan Fazlur Rahman, (Yogyakarta: Kota Kembang,

2008)

Syafaruddin, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat; Esay-esay Pemikiran

Pemberdayaan dari Aspek Manejerial, Kecerdasan dan Kepribadian,

(Medan: Perdana Publishing, 2012)

Wijayanto dan Ridwan Zachrie, Korupsi Mengorupsi Indonesia; Sebab, Akibat,

dan Prospek Pemberantasan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai tumbuhan paku di Petungkriyono telah dilakukan sebelumnya oleh Widhiono (2015) dengan jumlah jenis tumbuhan paku yang sebanyak 12 jenis, namun

Jika dibandingkan dengan aplikasi simulasi test TOEFL menggunakan Visual Basic 2010 yang harus di install di komputer atau laptop terlebih dahulu dan soal yang

Karena saat beroperasi pekerja memakai jas hujan dan sepatu boot, saat jatuh ke dalam air lepaskan sepatu boot, kemudian gunakan itu sebagai pelampung dengan membalikkannya

Hal ini menunjukkan bahwa pupuk bokashi lebih berperan dalam meningkatkan persentase gabah bernas tanaman padi gogo beras merah, diduga karena kandungan unsur

DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA

Kesimpulan hasil penelitian adalah model pembelajaran Problem Based Learning mampu meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik menurut Revisi

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, dapat ditarik benang merah bahwa pengembangan kecerdasan spiritual diartikan sebagai peningkatan kemampuan

Program GIM diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota secara lintas sektoral dan melibatkan berbagai organisasi sosial, kemasyarakatan, keagamaan, profesi, satuan