• Tidak ada hasil yang ditemukan

dan tuhan tidak bermain dadu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "dan tuhan tidak bermain dadu"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

DAN TUHAN TIDAK BERMAIN DADU REVIEW

Diajukan untuk memenuhi tugas Mandiri Mata kuliah : Keterpaduan Islam dan Iptek

Dosen : Edy Chandra, M.Si. M.A

Disusun oleh : AZZAH FARIHAH

59461260

Tarbiyah / Biologi-D / VII

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON

▸ Baca selengkapnya: sebagian mutakallimin berpendapat bahwa tuhan tidak mungkin mengerjakan sesuatu

(2)

A. IDENTITAS BUKU

Judul Buku : DAN TUHAN TIDAK BERMAIN DADU

Pengarang : keith ward

Pemerjemah : Larasmoyo

Penerbit : Mizan, Bandung

Cetakan : Pertama, 2002

Terbitan Oneworld, Oxford : 1996

Jumlah Halamn Buku : 287 Halaman

Jumlah Bab : 10 Bab

(3)

B. REVIEW

Asal Muasal Alam Semesta

Menurut pengetahuan terkini dalam fisika modern, planet bumi kita yang mengelilingi matahari, sebuah bintang berukuran sedang, terbentuk jutaan tahun lalui debu-debu bintang. Gugus galaksi bintang-bintang tempat matahari kta berada merupakan satu dari jutaan galaksi yang terbesar pada sistem ruang-waktu yang berkembang dari ledakan energi miliaran tahun lalu. Kosmos maha luas ini, yang menakjubkan baik dari keindahan maupun keluasannya, berawal dari ledakan energi tiba-tiba dari suatu singularitas, yakni sebuah titik dengan kerapatan dan gaya gravitasi yang tak terhingga yang meledak pada “ Dentuman Besar” (Big Bang) purba.

Lalu muncul pertanyaan , lalu apa yang ada pada titik awal mula semesta? Mengapa itu terjadi, dan mengapa mengambil bentuk semesta seperti yang sekarng ada? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang menyibukkan umat manusia semenjak dahulu. Ada tiga kemungkingan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pertama, sederhana saja, tidak ada penjelasan apa pun. Semesta ada begitu saja, tanpa alasan, dan ya hanya itu. Kedua, semua terjadi karna satu keniscayaan. Tak ada alternatif lain. Ketiga semesta diciptakan oleh Tuhan demi tujuan tertentu. Mereka yang tidak percaya adanya Tuhan mau tak mau harus mengambil dua laternatif jawaban pertama.

(4)

Stephen Hawkng, agak naif ketika dia mengatakan, “ sejauh semesta ada titik awalnya, kita dapat mengira ada penciptanya. Namun, seandanya semesta benar-benar sepenuhnya mencukupi pada dirinya sendiri, tidak memiliki batas atau titik ujung, semsta tidak memiliki baik titik awal maupun akhir, semsta hanya sekedar ada. Kalau begitu dimana tempat bagi sang pencipta? “ Dia menyajkan gambaran tentang semesta tanpa ruang bagi Tuhan, yang telah didekapi keluar dari alam semesta oleh hukum-hukum alam universal.

Sesungguhnya Dentuman besar tidaklah sederhana itu. Alam semesta mulai mengembang dalam rangkaian yang sangat teratur, seturut kelompok konstanta dan hukum matematis yang mengatur perkembangan berikutnya menjadi alam semesta yang kita lihat sekarang. Di dalamnya sudah ada rangkaian hukum-hukum kuantum yang sangat kompleks yang mengatur kemungkinan interaksi partikel-pertikel elementer, dan alam semesta, menurut salah satu teori utama, dibentuk oleh operasi fluktuasi dalam medan kuantum seturut hukum-hukum tersebut.

Ketika seseorang mempertimbangkan seluruh elemen yang terlibat dalam Dentuman Besar, mulai tampak bahwa peristiwa itu merupakan peristiwa yang sangat kompleks, dan sama sekali bukan fakta elementer yang sederhana. Karena itu, tetap perlupenjelasan yang memadai. Mengatakan bahwa semseta yang begitu kompleks dan teratur itu mengada tanpa sebab atau alasan adalah sama saja dengan menyerah dan mengatakan bahwa semua hal bisa terjadi, bahwa tidak perlu bersusah payah mencari alasan . dan itulah lonceng kematian sains.

Alam Semesta Dapat Sepenuhnya Dipahami

(5)

bahwa semesta ada bukan karena kebetulan, melainkan keniscayaan, dan karenanya dapat, pada perinsipnya, dipahami sepenuhnya.

Jelas nampak bahwa Dr. Atkins bermula dengan keyakinan yang hampir sama seperti iman religius, suatu postulat fundamental mengenai semesta yang dapat dpahami, yang indah, dan harmonis (secara matematis), serta kemungkinan pemenuhan dorongan manusiawi untuk memahami lingkungannya yang paling dasar. Kaum monoteis dengan segera dapat melihat keyakinan seperti itu adalah imam mereka sendiri, dan dapat mengklaim, tanpa menipu dri, bahwa keyakinan dalam sains, dalam struktur rasional alam, secara historis didorong kuat oleh iman pada Tuhan yang Mahabijak yang memberi struktur seperti itu.

Dunia Abstrak Fisika, The Fallacy Of Misplaced Concreteness

Tugas ilmiah pertama adalah memisahkan elemen-elemen itu hingga dapat dikuantifikasi dan dhubung-hubungkan dalam fsika Newton, elemen-elemennya adalah massa, posisi, dan waktu. Alam sangat baik pada kita, karna mengandung elemen-elemen yang saling terhubung dalam relasi-relasi konstan dan secara matemats dapat dikuantifikasikan. Ini memampukan kita mencapai kemampuan prediksi dan kontrol atas proses-proses fisik.

Hubungan Antara Matematika dan Dunia

(6)

Batas-Batas Pemahaman Manusia

Keterbatasan manusia yang sangat penting adalah bahwa intelek kerja secra diskursif. Maksudnya, intelek tidak dapat menangkap hal-hal dalam satu pengalaman yang melingkupi segalanya. Intelek harus mempertimbangkan satu demi satu, membuat secara teratur dari satu unsur ke unsur lainnya. Suatu intelek yang komprehensif, seperti milik Tuhan, mampu memahami segala hal dalam satu tindakan intuitif, nonddiskursif. Tuhan tidak perlu menarik kesimpulan atau membuat ekstrapolasi, karena Dia mengetahui segalanya dalam partkularitas penuhnya melalui pemahaman langsung. Pengetahuan seperti itu tidak mungkin bagi manusia. Jadi, inilah aspek lain ketika pikiran manusia tidak akan pernah mampu memahami segalanya secara utuh, dalam seluruh kepenuhannya, seperti yang sesungguhnya.

Sesuatu dari Ketiadaan, Empat Jebakan Logis

Jebakan logis pertama, mencapai kesimpulan bahwa semesta yang sangat kaya dan kompleks ini sesungguhnya merupakan “reorganisasi ketiadaan yang menakjubkan.” Ini adalah klaim yang terjadi ketika seseorang berkata bahwa tiada yang ada, yang tmaksud adalah setidaknya ada sesuatu, yakni tiada itulah yang ada.

Jebakan logis kedua adalah mengatakan bahwa karena yang tiada itu ada, maka dapat memiliki banyak sifat, sejauh sifat-sifat ini saling menadakan satu sama lain, seperti angka “1” dengan “-1”, atau seperti kubu positif dengan negatif dalam listrik, atau seperti materi dengan antimateri. Jad, “tiada” ternyata mengandung suatu kesetimbangan gaya-gaya yang tak terbatas yang setara dan bertentangan.

(7)

muncul, secara acak, dari sesuatu yang secara absolut tiada. Untuk menolak jebkan ini, seseorang perlu memegang teguh pikiran bahwa ada medan kuantum, maka jelas tidaklah mungkin “tiada yang absolut” itu.

Jebakan keempat adalah pandangan bahwa salah satu fluktuasi tersebut dapat melahirkan ruang-waktu empat dimensi hingga tdak lagi dibutuhkan Sang Pencipta, dan orang dapat melihat bahwa semesta berasal dari ketiadaan dan mengandung ketiadaan.

Bagaimana Beberapa Kemungknan Tidak Mungkin

Boleh jadi, apa yang diusulkan Atkins adalah, dalam waktu yang tak terbatas, semesta yang serba mungkin ini akan terwujud, cepat atau lambat, hinggga merupakan kebetulan tanpa tujuan yang pada akhirnya, secara niscaya, akan mewujudkan semesta ini. Namun, “sebelum” keberadaan ruang-waktu semesta ini, kita tidak memiliki waktu yang tak terbatas, atau bahkan tidak memiliki waktu sama sekali.

Memotong Jebakan Kosmik

Bagi sebagian besar kita, bagaimanapun juga, tidak ada tang lebih jelas ketimbang kenyataan bahwa semsta itu sesuatu yang ada, bukan ketiadaan. Dan saya dapat memahami kekuatan pandangan kuno itu, yang membuat orang berfikir bahwa segala yang aktual harus, entah disebabkan oleh sesuatu yang aktual dan dengan sedikitnya meliki aktualitas yang sama di dalamnya, atau sesuatu yang sedemikian rupa hingga tidak dapat disebabkan oleh apapun.

Kemana Semesta Bergerak

Entropi dan Tujuan

(8)

komplentasi terhadap Simfoni kelima Beethoven, salah satunya. Pertanyaan sebenarnya bukanlah apakah pada akhirnya semesta akan hancur, yang memang mungkin begitu, tetapi apakah sesuatu seperti simfoni dapat dipandang sebagai sesuatu yang dicita-citakan sejak titik awal semesta. Jika benar, maka itu direncanakan oleh akal kosmik.

“Apabila atom-atom yang ada diikat sedikit saja lebih longgar, atau sedikit lebih kuat, semesta akan kehilangan unsur kimiawinya, apabila gaya elektrik sedkit saja lebih kuat dari yang ada, evolusi tidak akan mencapai organisme sebelum matahari lenyap. Apabila semua ini sedikit lebih lemah,bntang-bintang tidak akan mempunyai planet, dan tak ada yang tahu bagaimana kehidupan.

Hampir seluruh filsuf klasik seperti Plato, Aristoteles,Descartes, Hegel,dan Berkeley berpandangan bahwa alamsemesta berasal dari suatu realitas yang transenden. Kaum pemikir agama juga memandang bahwa objek yang mereka sembah sebagai Tuhan adalah yang menjadikan alam semesta. Karena itu, semesta bukanlah realitas yang independen, melainkan berasal dari sumber spiritual di luar dirinya. Pandangan itu tidak saja ada pada rumpun agama Semit, tetapi juga pada sebagian besar tradisi dari India. Namun, pada abad ke-20, lahir gerakan baru yang dengan percaya diri mengklaim bahwa teisme semacam itu sudah usang: teori tentang penciptaan tidak lagi dibutuhkan, dan kebenaran ilmiah dipertentangkan dengan kepercayaan agama.

(9)

Buku yang ditulis oleh Keith Ward ini melucuti bangunan pemikiran dunia sains yang melakukan penyingkiran agama dan Tuhan serta penentuan kebenaran yang dilakukannya. Ward melihat bahwa sebentuk materialisme yang sepenuhnya memusuhi agama dan mengolok-olok gagasan tentang tujuan objektif dan makna semesta telah menjadi mode di kalangan sebagian ilmuwan.

Kaum ilmuwan ternama, seperti Stepen Hawking, Richard Dawkins, Jacques Monod, dan Peter Atkins dengan berbagai pandangannya yang telah dibukukan, secara terbuka mengejek kepercayaan religius. Kita lihat misalnya teori kosmologi kuantum, sebagaimana direpresentasikan Jacques Monod, yang menegaskan bahwa manusia dan makhluk hidup lainnya adalah produk rangkaian kebetulan belaka.

Ahli biokimia Prancis pemenang hadiah Nobel 1965 itu lewat bukunya Le Hasard et La nicessitiberargumen bahwa asal usul kehidupan dan juga proses evolusi sebagai kelanjutannya adalah hasil dari kebetulan-kebetulan belaka. Hanya kebetulan-kebetulan itulah, menurutnya, yang menjadi sumber setiapinovasi dan setiap kreasi di dalam biosfera. Melengkapi pandangan itu, Stephen Hawking dan James Hartle mengajukan teori jagat raya yang radikal: bahwa awal jagat raya bukanlah singularitas yang tajam, melainkan suatu lengkungan waktu. Dengan nada provokatif ia mengatakan, "Bila alam semesta adalah sesuatu yang mandiri, tanpa batas atau ujung, hal itu tak mempunyai awal dan akhir; dia semata-mata hanya ada. Di manakah sekarang tempat Sang Pencipta?".

(10)

pandangan tentang kehidupan menurut teori evolus Darwin seperti ditafsirkan oleh para neo-Darwinis.

Fisika modern yang secara teologis sebagian sepertinya merajuk pada gagasan ateisme itu, sebenarnya telah digugat oleh para ilmuwan terkenal lain, seperti Chris Isham, Paul Davis, dan John Polkinghorne. Ward dalam kasus ini dengan tegas menolak pandangan materialistik yang digunakan sebagian ilmuwan untuk menafsirkan teori kosmologis kuantum dan teori evolusi biologis. Ia mempertanyakan: jika teori kosmologis kuantum, seperti dilansir Hawkingdan Monod itu benar, di manakah sebenarnya hukum-hukum alam yang dinyatakan oleh persamaan matematik teori tersebut berada sebelum alam semesta muncul? Jelasnya tentu bukan dalam ketiadaan karena hal itu merupakan kontradiksi logis. Di situlah Ward menunjukkan bahwa argumentasi kaum materialis itu runtuh justru dengan teori kosmologi kuantum, karena menurut mereka, hukum alam tidak lain dari sifat material di alam semesta.

Teori itu bagi Ward justru memperkuat pandangan teisme bahwa semesta ada karena diciptakan Tuhan. Dan hukum-hukumnya juga dari-Nya. Dalam soal seputar teori Darwin, Ward juga melontarkan kritik-kritiknya yang tajam. Pernyataan dalam episteme Darwinian bahwa variasi genetik dan seleksi lingkungan adalah acak tanpa tujuan di satu sisi, dan kenyataan bahwa evolusi menunjukkan peningkatan kompleksitas di sisi lain adalah satu kontradiksi. Sebab, kompleksitas manusia yang berpikir dan kemauan bebas, menurut Ward, tidak mungkin dihasilkan dari evolusi acak.

(11)

berevolusi dari kondisi-kondisi fisik sebelumnya yang lebih sederhana. Tetapi konfliknya, menurutnya, terletak pada bagaimana evolusi itu berlangsung: apakah melalui kesemena-menaan yang buta atau oleh bimbingan Ilahi. Dengan bukti-bukti yang ada, Ward dengan tegas mengatakan bahwa pandangan yang kedua itu yang lebih bisa dipertanggungjawabkan. Dengan kritik-kritiknya di atas, Ward ingin menegas-kan bahwa sebagian ilmuwan dengan pandangan ilmiahnya telah meletakkan sains modern jauh dari altar kebenaran Tuhan, yang kemudian menjadikannya ateis. Mereka itu bagi Ward memiliki pandangan yang sangat terbatas mengenai apa kebenaran karena mereka beranggapan bahwa kebenaran hanya terletak pada apa yang dapat diukur dan diuji secara eksperimental.

Jalan satu-satunya untuk mencapainya adalah melalui analisis dan pengamatan. Itulah rancangan naturalisme yang telah menyembunyikan ide tentang yang transendental. Buntutnya, muncul semacam barbarisme saintifik: segala kajian (humaniora, kesusastraan, seni, sejarah dan yang lain) dianggap sebagai upaya sia-sia yang menghamburkan waktu, dan pada saat yang sama refleksi dan kontemplasi menjadi memudar.

Ateisme, yang dulu berlindung di balik spekulasi nonilmiah dan kini telah berwajah saintisme, seperti terlihat pada sosok Hawking, Richard Dawkins, Peter Atkins, dan Michel Ruse, oleh Ward dikritik dengan jawaban-jawaban yang meyakinkan.

Lewat buku ini, Ward menegaskan bahwa tafsiran teistik mengenai evolusi dan penemuan sains alam jauh lebih dapat dipertanggungjawabkan dan postulat tentang Tuhan, dengan akibat logisnya mengenai tujuan dan makna objektif, merupakan pandangan terbaik dan meyakinkan yang mampu memberi penjelasan mengapa alam semesta ada seperti sekarang.

(12)
(13)

C. KOMENTAR

Pemikiran mereka telah mengalami “sekularisasi” yang mana ini di awali oleh para ilmuan modern. Dahulu penjelasan ilmiah harus meliputi empat sebab sebagaimana yang diungkapkan Aristoteles yaitu: efisien, materil, formal dan final. Sementara para ilmuan modern melepas sebab formal dan final karena dianggap berkenaan dengan makna, padahal kajian ilmiah harus hanya berkaitan dengan fakta dan realitas. Yang mana menurut mereka dimensi makna berkaitan dengan kepercayaan atau agama.

Maka tidak mengherankan jika kemudian banyak para ilmuan brilian yang masih mengakui eksistensi Tuhan. salah satunya adalah Albert Einstein dengan ungkapan metaforiknya yang terkenal tentang ciptaan alam semesta”Tuhan tidak bermain dadu”. Yang kemudian menjadi judul buku yang ada di tangan pembaca ini.

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa variasi yang ditimbulkan dari perlakuan EMS adalah pada EMS 0,6% didapatkan tanaman yang memiliki bunga berwarna kuning sedangkan pada EMS 0,9% didapatkan 1 tanaman

Untuk mencapai tujuan tersebut, kita harus mengetahui tujuan dan peran pembelajaran Bahasa Indonesia.Tujuan pembe- lajaran Bahasa Indonesia di SD yang harus dipahami oleh guru

Kelima siswa yang dijadikan subjek penelitian oleh peneliti berdasarkan hasil dari pre-test masing-masing mempunyai permasalahan yang sama yaitu perilaku merokok

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Memenuhi Berdasarkan hasil hasi verifikasi terhadap dokumen Invoice dari kegiatan penjualan ekspor Produk Jadi oleh PT Tjakrindo Mas selama 12 (dua belas) bulan terakhir

Hal ini dikarenakan sumber energi di dalam reservoir sudah berupa uap air (berfase gas) dan cenderung lebih bersih daripada jenis lainnya. Walaupun lapangannya sangat

III-1 Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan oleh penulis dalam memperoleh suatu informasi yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian yang terkait

Metode untuk analisis bangkitan perjalanan kendaraan yang masuk dan keluar Pelabuhan Teluk Lamong menggunakan analisis regresi linear hubungan antara volume lalu