• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN POLRI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PEREDARAN MINYAK GORENG TANPA IZIN EDAR (STUDI KASUS PADA POLDA LAMPUNG) ABSTRAK Rendi Oka Saputra, Eddy Rifai, Budi Rizki Husin Email : rendioka3110gmail.com

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN POLRI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PEREDARAN MINYAK GORENG TANPA IZIN EDAR (STUDI KASUS PADA POLDA LAMPUNG) ABSTRAK Rendi Oka Saputra, Eddy Rifai, Budi Rizki Husin Email : rendioka3110gmail.com"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN POLRI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PEREDARAN MINYAK GORENG TANPA IZIN EDAR

(STUDI KASUS PADA POLDA LAMPUNG)

(Jurnal Skripsi)

Oleh

Rendi Oka Saputra

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

PERAN POLRI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PEREDARAN MINYAK GORENG TANPA IZIN EDAR

(STUDI KASUS PADA POLDA LAMPUNG)

ABSTRAK

Rendi Oka Saputra, Eddy Rifai, Budi Rizki Husin Email : rendioka3110@gmail.com

Salah satu kebutuhan pangan yang pokok dalam masyarakat Indonesia adalah minyak goreng. Terungkapnya kasus peredaran minyak goreng tanpa izin edar yang terjadi di area Lampung, oleh karena itu Kepolisian Daerah Lampung sebagai lembaga penegak hukum yang dibentuk untuk melaksanakan Peran dan fungsi Polri dalam pencegahan peredaran minyak goreng tanpa izin edar yang berupa penegakan hukum Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah peran Polri dalam menanggulangi tindak pidana peredaran minyak goreng tanpa izin edar? Apakah faktor yang menghambat upaya Polri dalam menanggulangi tindak pidana peredaran minyak goreng tanpa izin edar di Wilayah Hukum Polda Lampung? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data dilakukan dengan prosedur studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber penelitian ini adalah Kasubdit I Indagsi Polda Lampung, Kepala Seksi Penyidikan BPOM, Akademis Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dilakukan secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan: Peran Polri dalam menanggulangi tindak pidana peredaran minyak goreng tanpa izin edar sesuai dengan Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang Kepolisian Negara dalam bidang peradilan dan merujuk pada peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 142 jo Pasal 91 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Pasal 62 Ayat (1) jo Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Faktor penghambat upaya Polri dalam menanggulangi tindak pidana peredaran minyak goreng tanpa izin edar di Wilayah Hukum Polda Lampung adalah Faktor Hukumnya sendiri, Penegak hukum, Sarana dan fasilitas, Masyarakat serta Kebudayaan.

(3)

ABSTRACT

THE ROLE OF INDONESIAN NATIONAL POLICE IN EFFECTING CRIMINAL CULTURAL DISINFECTIONS OF COOKING OIL

WITHOUT LICENSES

(CASE STUDY ON POLDA LAMPUNG)

One of the staple food needs in Indonesian society is cooking oil. Uncovering the case of circulation of cooking oil without distribution permit that occurred in the area of Lampung, therefore the Lampung District Police as law enforcement agencies established to carry out the role and function of the Police in the prevention of circulation of cooking oil without circulation permit in the form of law enforcement Problems in this study are: How is the role of the Police in tackling the violation of cooking oil without distribution permit? What are the factors that hamper the Polri's efforts in tackling the violation of cooking oil without distribution permit in Lampung Police Territory? This research uses normative juridical approach and empirical juridical approach. The data were done by literature study procedure and field study. The sources of this research are Head of Sub Division I Indagsi Polda Lampung, Head of BPOM Investigation Section, Academic of Criminal Law Department Faculty of Law University of Lampung. Data analysis is done by qualitative juridical. The results of the research and discussion show: The role of the Police in tackling the violation of cooking oil without distribution permit pursuant to Article 16 Paragraph (1) of the State Police Law in the field of justice and referring to the laws and regulations namely Article 142 jo Article 91 Paragraph (1) Law of the Republic of Indonesia Number 18 Year 2012 on Food and Article 62 Paragraph (1) in conjunction with Article 9 Paragraph (1) of Law Number 8 Year 1999 concerning Consumer Protection. The inhibiting factor of Polri's efforts to overcome the violation of cooking oil without distribution permit in Lampung Police Territory is its own Legal Factors, Law Enforcers, Facilities and Facilities, Society and Culture.

(4)

I. Pendahuluan

Salah satu kebutuhan pangan yang pokok dalam masyarakat Indonesia adalah minyak goreng. Minyak goreng bagi masyarakat Indonesia adalah salah satu kebutuhan pokok atau merupakan salah satu dari Sembako (sembilan bahan pokok) menurut keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 505/MPP/Kep/10/1998.

Terungkapnya kasus peredaran minyak goreng tanpa izin edar yang terjadi di area Lampung oleh Kepolisian Daerah Lampung. Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung Subdit I Indagsi melakukan penindakan terhadap adanya produk pangan olahan berupa Minyak Goreng merk dagang Candi Mas dan CS-900 berbagai ukuran dari gudang industri PT. Asia Menara Perkasa.

Berdasarkan kasus, pelaku usaha dengan sengaja memberikan pernyataan atau keterangan yang tidak benar pada label kemasan yang diperdagangkan, yang apabila minyak goreng digunakan oleh konsumen dapat menimbulkan penyakit baru bagi penggunanya bahkan dapat menimbulkan kematian. Suatu perbuatan yang dapat menimbulkan sakit pada orang lain atau bahkan menimbulkan kematian merupakan kejahatan dalam Undang-undang. Perbuatan jahat merupakan suatu perbuatan yang harus dipidana sesuai Pasal 100 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman pidana paling lama

penjara 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Mengenai sanksi terhadap tindak pidana peredaran minyak goreng tanpa izin edar yang terjadi, diatur dalam Pasal 142 jo Pasal 91 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan adalah : Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja tidak memiliki izin edar terhadap setiap Pangan Olahan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Perbuatan tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa, tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan pada label kemasan barang, tidak sesuai standar yang dipersyaratkan melanggar Pasal 62 Ayat (1) jo Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah : Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

(5)

kejahatan sedangkan perlindungan dan pelayanan masyarakat merupakan prioritas kedua dari tindakan kepolisian. Sebagai wujud dari peranan Polri, maka dalam mengambil setiap kebijakan harus didasarkan pada pedoman-pedoman yang ada. Pedoman-pedoman sebagaimana yang dimaksud Polri merupakan bagian dari Criminal Justice System selaku penyidik yang memiliki kemampuan penegakan hukum (represif).

Diperlukan pengawasan Polri dalam mencegah dan memberantas peredaran minyak goreng tanpa izin edar. Peran dan fungsi Polri dalam pencegahan peredaran minyak goreng tanpa izin edar tidak hanya dititik beratkan kepada penegakan hukum tetapi juga kepada pencegahan penyalahgunaan peredaran minyak goreng tanpa izin edar. Peranan dari Polri adalah pondasi awal dalam menanggulangi tindak pidana peredaran minyak goreng tanpa izin edar untuk ditindak lanjuti melalui proses penyidikan. Penyidik Polri secara teknis, taktis, melakukan upaya paksa (penangkapan, penahanan, penyitaan, dan pengeledahan) untuk penyempurnaan dan mempercepat penyelesaian berkas Perkara. Penyidik menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan kepada Penuntut Umum.

Menurut W. Friedman harus ada 3 (tiga) faktor utama penegakan hukum yang baik, yaitu: 1

1 Soerjono, Soekanto, Faktor-Faktor yang

Mempengarungi Penegakan Hukum, Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2004, Hal. 59.

1. Faktor substansial, dalam hal ini adalah undang-undang atau peraturan.

2. Faktor struktural, dalam hal ini aparatur penegak hukum yang berwibawa.

3. Faktor kultural, dalam hal ini kesadaran hukum masyarakat peraturan yang diberlakukan.

Pelaksanaan tugas Polri baik pre-emtif, preventif maupun represif, peran ini akan menjamin ketentraman, kedamaian dan keadilan masyarakat sehingga hak dan kewajiban masyarakat terselenggara dengan seimbang, serasi dan selaras. Sehingga diharapkan kemampuan personil Polisi dapat menegakan hukum khususnya dalam penanggulangan terhadap kriminalitas atau tindak pidana yang terjadi di masyarakat terkait dengan masalah peredaran minyak goreng tanpa izin edar.

Permasalahan Penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah peran Polri dalam menanggulangi tindak pidana peredaran minyak goreng tanpa izin edar ?

b. Apakah faktor yang menghambat upaya Polri dalam menanggulangi tindak pidana peredaran minyak goreng tanpa izin edar di Wilayah Hukum Polda Lampung ?

(6)

II.Pembahasan

A.Peran Polri dalam

Menanggulangi Tindak Pidana Peredaran Minyak Goreng Tanpa Izin Edar

Tugas pokok Kepolisian sebenarnya paling besar terletak di luar kebijakan hukum pidana (non penal) dimana tugas Polisi lebih ke aspek pelayanan dan pengabdian dibandingkan tugas sebagai Penegak hukum dalam bidang peradilan hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia:

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

b. Menegakkan hukum.

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Penegakan hukum oleh polisi dalam hal ini tugas kepolisian terhadap institusi/masyarakat yang melanggar hukum ialah dengan melakukan penegakan hukum dengan jalan penyelidikan dan penyidikan terhadap adanya dugaan tindak pidana. Penegakan hukum oleh Polisi dalam hal ini penyidikan dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal yang ada pada organisasi Polri. Penyidikan itu merupakan hal dari perputaran suatu proses peradilan pidana.

Kepolisian sebagai pelindung masyarakat berperan penting dalam mewujudkan keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan masyarakat. Peran Kepolisian Daerah Lampung dalam

menanggulangi tindak pidana peredaran minyak goreng tanpa izin edar di Wilayah Lampung adalah : 1. Melakukan pengecekan atas

keberadaan laporan atau keterangan terhadap tindak pidana peredaran minyak goreng tanpa izin edar.

2. Melakukan pemanggilan untuk didengar keterangan sebagai saksi atau tersangka.

3. Melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti.

4. Meminta bantuan ahli dalam hal pelaksanaan tugas penyelidikan dan penyidikan.

5. Menghentikan penyelidikan dan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tindak pidana.

6. Memberitahukan dimulainya penyidikan ke pihak Penuntut Umum.

7. Mengirimkan tersangka dan barang bukti ke pihak Penuntut Umum.

Proses penyelidikannya terhadap

tindak pidana peredaran minyak goreng tanpa izin edar, Kepolisian Daerah Lampung melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:

1. Menindaklanjuti laporan dari warga sekitar

Dari laporan yang diberikan oleh warga, maka polisi membuat laporan polisi dengan dan pihak aparat Kepolisian Polda Lampung berangkat ke tempat kejadian perkara untuk melakukan penyelidikan. Tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian yaitu sebagai berikut;

a. Tindakan Awal

(7)

dapat keluar masuk sehingga barang bukti yang mungkin masih ada disekitar tempat kejadian tidak dipindahkan ataupun hilang, sehingga mempermudah proses penyelidikan.

b. Olah tempat kejadian perkara (TKP)

1) Mengamankan seseorang yang diduga sebagai pelaku atau pemilik tempat usaha dengan mencatat identitas pelaku.

2) Mengamankan Barang Bukti. 3) Melakukan pemotretan tempat

kejadian perkara serta mencari saksi.

2. Penyidikan

a. Melakukan pemeriksaan terhadap saksi yang diduga kuat mengetahui apa-apa yang dilakukan pelaku tindak pidana dengan mencatat identitas saksi.

b. Melengkapi surat-surat penyitaan (pilun).

c. Upaya lain:

1) Menghubungi saksi yang dianggap sebagai saksi kunci untuk segera dimintai keterangan. 2) Memintakan pemeriksaan secara laboratoris adanya bukti-bukti yang tertinggal di tempat kejadian perkara.

3. Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh Penyidik. Tindakan yang dilakukan oleh penyidik dalam pembuatan BAP yaitu:

a. Permintaan Uji Laboratorium

Penyidik di samping melakukan pemeriksaan tindakan selanjutnya yang sangat penting adalah permohonan uji laboratorium yang merupakan alat bukti yang sangat penting, karena dapat menentukan benar tidaknya komposisi yang

tertera dalam dalam kemasaan minyak.

b. Penahanan

Tindakan selanjutnya adalah melakukan penahanan tersangka. Surat perintah penahanan dibuat oleh penyidik, mengutip Pasal 20 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, berbunyi :

“Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud Pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana berwenang melakukan penahanan”.

Penahanan terhadap tersangka dilakukan karena ada rasa kuatir tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi perbuatannya. Apabila penyidik belum selesai melakukan pemeriksaan baik kepada tersangka maupun kepada para saksi dan jangka waktu penahanan tersangka yang diberikan penyidik selama 20 (dua puluh) hari hampir habis, maka penyidik dapat meminta permohonan untuk memperpanjang penahanan tersangka kepada Kejaksaan Tinggi dengan disertai bahan pertimbangan berupa lampiran laporan kemajuan/resum hasil pemeriksaan tersangka.

Penahanan tersangka yang diberikan penyidik selama 20 (dua puluh) hari hampir habis, maka penyidik dapat meminta permohonan untuk memperpanjang penahanan tersangka kepada Kejaksaan Tinggi dengan disertai bahan pertimbangan berupa lampiran laporan kemajuan/resum hasil pemeriksaan tersangka.

(8)

c. Penyitaan

Mengutip Pasal 1 butir (16) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana berbunyi :

“Penyitaan adalah serangkaian

tindakan penyidik untuk mengambi alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tida bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan”.

d. Pemeriksaan terhadap saksi

Penyidik selanjutnya mempunyai tugas mengumpulkan keterangan dari saksi, yang dimaksud saksi di sini adalah saksi yang melihat atau mendengar sendiri tentang adanya tindak pidana peredaran minyak goreng tanpa izin edar. Adapun cara penyidik memeriksa saksi adalah sebagai berikut :

1) Masing-masing saksi diperiksa sendiri-sendiri, terpisah dari saksi yang satu dengan saksi yang lain dan dilakukan secara bergiliran. Hal ini dilakukan untuk menjaga keterangan yang diberitakan saksi bersifat obyektif.

2) Pemeriksaan dilakukan dengan jalan wawancara, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada saksi tentang apa yang dilihat, didengar dan diketahui sendiri tentang peristiwa tersebut. Setelah memperoleh keterangan-keterangan dari saksi utama, dilanjutkan terhadap saksi berikutnya yang dianggap mengetahui atau memperkuat tuduhan-tuduhan yang diarahkan pada pelaku, yang terpenting pula adalah keterangan saksi kunci.

f. Pemeriksaan terhadap tersangka

Setelah semua saksi-saksi dari saksi awal, saksi pendukung lainnya serta

saksi kunci dilengkapi dengan keterangan saksi ahli. Adapun cara penyidik melakukan pemeriksaan terhadap tersangka adalah sebagai berikut:

1) Pemeriksaan harus dilakukan secepat mungkin sebab bila terlalu lama jangka waktunya, ingatan terhadap peristiwa yang lalu menjadi kabur dan tersangka dikuatirkan sudah mempersiapkan siasat untuk berkelit.

2) Pemeriksaan dilakukan dengan wawancara, dengan banyak mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan sebelumnya membuat persiapan-persiapan yang cukup dan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang diperoleh dari keterangan-keterangan para saksi dan barang bukti yang ada.

Dasar hukum pelaksanaan tugas kepolisian telah dicantumkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), wewenang kepolisian baik sebagai penyidik maupun penyelidik telah dicantumkan secara terperinci. Berkaiatan dengan penyelidikan dan penyidikan ini kepolisian memiliki kewenangan yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Banyak hal yang harus dipenuhi atau di lakukan dalam proses penyidikan perkara pidana terutama penyidik Polri, dalam menangani perkara pidana antara lain:2

a. Kecermatan dengan ketepatan setiap membuat dokumen yang berkaitan dengan perkara yang

2 Hartanto, Penyidikan dan Penegakan

(9)

ditangani dengan perkara yang ditangani.

b. Hati-hati dengan teknologi modern, teknologi medern hanyalah alat bantu yang mempermudah untuk melakukan pekerjaan yang di inginkan, harus diingat mindset-Nya tetap ada pertanggungjawaban manusia yang diberi kesempurnaan, tetapi tergantung manusia itu sendiri mau diarahkan kemana teknologi modern itu.

c. Memahani dengan benar kebutuhan yang harus diterapkan, bukan sekedar memenuhi kebutuhan peraturan perundang-undangan belaka. Karena sesungguhnya terdapat perbedaan yang nyata antara apa hukum itu dan apa peaturan hukum itu. d. Hati-hati setiap membuat berita

acara, baik terhadap berita acara karena tindakannya, maupun karena berita acara pemeriksaan, karena dengan kesalahan kecil dalam pembuatan berita acara, dapat berakibat fatal dan bisa mementahkan proses hukum yang seharusnya tidak perlu terjadi. e. Objek hukum (tersangka) bukan

harus dijadikan sasaran legalitas oprasionalnya hukum, tetapi tersangka juga mempunyai hak-hak hukum yang harus dihargai oleh siapa pun.

Peran penyidik Polri apabila penyidik menerima pemberitahuan atau mengetahui telah terjadi tindak pidana disuatu tempat, penyidik menyiapkan segala sesuatunya dan segera datang ke tempat kejadian

perkara guna melakukan pengolahan dengan tindakan sebagai berikut:3 a. Pengamatan umum terhadap

obyek. Untuk memperkirakan modus operandi, motif, waktu kejadian dan menentukan langkah yang harus didahulukan.

b. Pemotretan dan pembuatan sketsa untuk mengabadikan dan memberi gambaran nyata tentang situasi TKP untuk membantu melengkapi kekurangan dalam pengolahan TKP. Hal ini sangat berguna disamping sebagai lampiran Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di TKP, juga merupakan bahan untuk mengadakan rekonstruksi apabila diperlukan.

c. Penanganan korban, saksi, dan pelaku. Untuk penanganan korban sangat diperlukan bantuan tekhnis seperti laboratorium forensik, identifikasi dari dokter apabila ada alat-alat yang mungkin digunakan maupun tanda-tanda bekas perlawanan atau kekerasan , perlu dimintakan Visum et Repertum. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf (h), bahwa : penyidik sebagaimana tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf (a) (pejabat Polri) berwenang mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. Dalam penanganan saksi dapat dilakukan melalui pembicaraan dengan jalan mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka yang diperkirakan

3 Ruslan Renggong. Hukum Acara Pidana

(10)

melihat, mendengar dan mengetahui sehubungan dengan kejadian tersebut. Selanjutnya menentukan saksi yang diduga keras terlibat, kemudian mengadakan pemeriksaan singkat terhadapnya guna mendapatkan keterangan dan petunjuk lebih lanjut.

d. Penanganan barang bukti, Untuk menghindari tindakan tersangka yang mungkin saja berusaha menghilangkan jejak sehingga mempersulit penyidik, maka mencari dan mengumpulkan barang bukti dan saksi-saksi merupakan tujuan pemeriksaan tempat kejadian perkara. Dalam usaha pencarian barang-barang bukti lainnya di TKP dan sekitamya, sangat berkaitan dengan wewenang penyidik yang apabila perlu dengan ijin Ketua Pengadilan Negeri setempat melakukan penggeledahan badan.

Upaya Represif yang dilakukan Kepolisian Daerah Lampung adalah tersangka dikenakan Pasal 142 jo Pasal 91 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000 dan Pasal 62 Ayat (1) jo Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang RI No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000.

Upaya lain yang dilakukan Pihak Kepolisian Lampung dalam menanggulangi peredaran minyak goreng tanpa izin edar sesuai dengan upaya represif adalah :

1. Kepolisian Lampung telah mensegel pabrik minyak goreng

di Jalan Pekon Ampai, Kelurahan Keteguhan, Telukbetung Timur, Bandar Lampung agar pabrik industri minyak goreng tidak beroperasi kembali. Kasus peredaran minyak goreng tanpa izin edar sudah sampai ke tahap Pihak Kejaksaan.

2. Pihak Kepolisian Lampung

melakukan koordinasi dengan

Badan Pengawas Obat dan

Makanan dan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung untuk menarik produk minyak goreng

dengan merek dagang Candi-Mas

Spesial dan CS-900 dari Pasar-Pasar tradisional Wilayah Lampung. Hasil dari kerjasama antara pihak, Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung mencabut izin usaha dan perdagangan atas

nama PT. Asia Menara Perkasa.

Pihak Dinas Perdagangan Kota

Bandar Lampung sudah

melakukan tindakan menarik produk minyak goreng dengan

merek dagang Candi-Mas Spesial

dan CS-900 dari pasar-pasar tradisional Wilayah Lampung.

B.Faktor Yang Menghambat

Upaya Polri dalam

Menanggulangi Tindak Pidana Peredaran Minyak Goreng Tanpa Izin Edar di Wilayah Hukum Polda Lampung

1. Faktor hukum itu sendiri atau Perundang-Undangan yang mengatur mengenai tindak pidana peredaran minyak goreng tanpa izin edar.

(11)

menyebabkan penyidik harus jeli dan cermat dalam melakukan penyidikan. Hal ini dikarenakan didalam Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan tindak pidana peredaran minyak goreng ini termasuk kedalam satu kesatuan dengan tindak pidana pangan lainnya. Dengan tidak adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus tindak pidana peredaran minyak goreng tanpa izin edar baik materil maupun formilnya menyebabkan penegakan hukum terhadap tindak pidana ini mengalami hambatan.

2. Faktor Penegak Hukum

faktor penegak hukum adalah Kurang optimalnya kerjasama Penyidik Polri dengan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan Bandar Lampung.

3. Faktor Sarana dan Prasarana

a. Tidak teralokasinya anggaran yang memadai untuk kepentingan penyidikan, mulai dari kegiatan operasional, upaya paksa,

pengangkutan sampai

dengan pengamanan dan penghitu ngan barang bukti yang membutu hkan biaya yang cukup tinggi. b. Pengambilan sample untuk

dijadikan barang bukti sangat rumit dan hanya keterangan ahli yang dapat mendukung pengungkapan perkara.

4. Faktor Masyarakat

a. Kurangnya Laporan Dari Masyarakat.

b. Kurangnya peran serta pelaku usaha atau pedagang

c. Kurangnya peran serta dan kurang pengetahuan masyarakat.

5. Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayan hal ini berkaitan dengan perkembangan teknologi dan informasi yang mengubah gaya hidup masyarakat. Maraknya peredaran minyak goreng tanpa izin edar sangat dipengaruhi perkembangan teknologi informasi, terutama kemunculan internet yang menghilangkan batas-batas Negara.

III. Penutup A. Kesimpulan

1. Peran kepolisian dalam peredaran minyak goreng tanpa izin edar adalah Polri sebagai badan penegak hukum yang mempunyai tugas memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat yang mengacu pada Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang Kepolisian Negara dalam bidang peradilan dan merujuk pada peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 142 jo Pasal 91 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Pasal 62 Ayat (1) jo Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2. Faktor yang menjadi

penghambat dalam

(12)

2012 tentang Pangan tindak pidana peredaran minyak goreng ini termasuk kedalam satu kesatuan dengan tindak pidana pangan lainnya, Faktor penegak hukum yaitu kurang optimalnya kerjasama Penyidik Kepolisian dengan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan Bandar Lampung, Faktor Sarana dan Prasarana yaitu minimnya sarana dan fasilitas yang mendukung proses penyidikan serta tidak teralokasinya anggaran yang memadai untuk kepentingan penyidikan, Faktor Masyarakat yaitu kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pidana pangan dan perlindungan konsumen serta kurangnya laporan dari pihak masyarakat mengenai tindak pidana tersebut, Faktor kebudayaan yaitu hal ini berkaitan dengan perkembangan teknologi.

B.Saran

1. Perlunya kerjasama antara Kepolisian Daerah Lampung, BPOM Lampung, Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung serta masyarakat dalam menanggulangi tindak pidana peredaran minyak goreng tanpa izin edar agar tidak ada lagi peredaran minyak goreng tanpa izin edar yang dapat merugikan konsumen.

2. Perlunya peningkatan kegiatan penyuluhan dan himbauan oleh Kepolisian kepada masyarakat agar masyarakat paham dan sadar hukum sehingga dapat berperan aktif mengawasi jalannya proses penegakan hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2004.

Hartanto. Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Progresif. Jakarta: Sinar Grafika. 2010. Renggong, Ruslan. Hukum Acara

Pidana “Memahami

Referensi

Dokumen terkait

8. Retribusi adalah sebagian atau seluruh biaya Penyelenggaraan kegiatan pelayanan medik dan non medik di rumah sakit yang dibebankan kepada masyarakat sebagai imbalan atas

Dalam hal tabungan yang berakad wadi’ah yad dhamanah ini terbagi dalam dua nama produk tabungan yaitu Giro Wadi’ah dan Tabungan Sahara yang merupakan produk tabungan

yang berproduksi tinggi hanya 50%. Dari keseluruhan jumlah itik yang bertelur, terdapat itik yang berproduksi tinggi adalah 61%, sedangkan 39 % lagi tergolong itik

di dalam kelas dan menerima penjelasan berupa teori. Kadang-kadang diajak ke sekitar sekolah dengan memanfaatkan alam sebagai laboratorium alami untuk materi yang

Bank/Pos penyalur tentang penyaluran dana Bantuan Siswa Miskin sesuai dengan ke-.. tentuan pengadaan barang dan

Pengantar karya Tugas Akhir ini berjudul Perancangan Media Komunikasi Visual Kampanye Solo Sebagai Kota. Cinta ‘Bersepeda’ Melalui Event Solo

Beberapa kegiatan yang sudah dilaksanakan Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS adalah kegiatan peningkatan upaya pencegahan,

penanggulangan TB paru dengan strategi DOTS, sedangkan peneliti. membahas pengelolaan Program TB Paru mulai dari