• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Kaitan Budaya Masalah Gizi Ovi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Kaitan Budaya Masalah Gizi Ovi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju cenderung dengan masalah gizi lebih (Soekirman, 2000).

Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak masalah gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi (Azrul,2004).

Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu mengakibatkan perubahan gaya hidup dan pola makan. Perubahan pola makan ini dipercepat dengan maraknya arus budaya makanan asing yang disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi. Disamping itu perbaikan ekonomi menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik masyarakat tertentu. Perubahan pola makan dan aktifitas fisik ini berakibat semakin banyaknya penduduk dengan golongan tertentu mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas (Almatsier,2009).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan budaya ? 2. Apa yang dimaksud dengan pengetahuan ?

(2)

6. Bagaiamana kaitan budaya, pengetahuan dengan masalah gizi maysarakat ?

7. Bagaimana solusi untuk masalah gizi masyarakat ? 8. Bagaimana cara pencegahan masalah gizi masyarakat ?

C. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengerti tentang budaya; 2. Mahasiswa dapat mengerti tentang pengetahuan;

3. Mahasiswa dapat mengerti tentang masalah gizi masyarakat; 4. Mahasiswa dapat memahami tentang kaitan buadaya dengan

masalah gizi masyarakat;

5. Mahasiswa dapat memahami tentang kaitan pengetahuan dengan masalah gizi masyarakat;

6. Mahasiswa dapat memahami tentang kaitan buadaya, pengetahuan dengan masalah gizi masyarakat;

7. Mahasiswa dapat mempraktikkan solusi masalah gizi masyarakat; 8. Mahasiswa dapat mempraktikkan cara mencegah masalah gizi

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurutSoerjanto Poespowardojo 1993).

Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni agama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia. Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.

(4)

digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya.”

Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya. Suatu kebudayaan merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisannya kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan maupun yang tidak (termasuk juga berbagai peralatan yang dibuat oleh manusia). Dengan demikian, setiap anggota masyarakat mempunyai suatu pengetahuan mengenai kebudayaannya tersebut yang dapat tidak sama dengan anggota-anggota lainnya, disebabkan oleh pengalaman dan proses belajar yang berbeda dan karena lingkungan-lingkungan yang mereka hadapi tidak selamanya sama.

B. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan ranah yang sangat penting bagi terbentuknya perilaku pencegahan terhadap kasus gizi karena perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan cenderung tidak bersifat langgeng atau berlangsung lama (Notoatmodjo, 1993). Selanjutnya menurut Soekidjo pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan yang mencakup dalam ranah pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu:

(5)

Oleh karena itu ”tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension); memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebut contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application); penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi nyata (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan penggunaan metode, rumus, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis); analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis); sintesis menunjukkan pada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation); evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

C. Pengertian Masalah Gizi Masyarakat

(6)

kekurangan gizi dapat menjadi ancaman bagi ketahanan dan kelangsungan hidup suatu bangsa.

Kekurangan Gizi adalah masalah yang dialami beberapa orang dimana indikatornya adalah berat badan yang sangat kurang dari normal, sehingga orang tersebut tampak sangat kurus, dan lemas. Penyebab kekurangan gizi dibagi menjadi 3 yaitu penyebab langsung, penyebab tidak langsung dan penyebab lain.

Penyebab langsung terdiri dari : 1. Penyakit infeksi

Penyebab tidak langsung terdiri dari : 1. Kemiskinan keluarga

2. Tingkat pengetahuan dan pengetahuan orang tua rendah 3. Sanitasi lingkungan yang buruk

4. Pelayanan kesehatan yang kurang memadai

Penyebab lain yang mempengaruhi kurangnya gizi yaitu :

1. Balita tidak mendapat makanan pendanping ASI (MP-ASI) pada umur 6 bulan atau lebih

2. Balita tidak mendapat ASI ekslusif (ASI saja) atau sudah mendapat makanan selain ASI sebelum umur 6 bulan

3. Balita tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada umur 6 bulan atau lebih

4. MP-ASI kurang dan tidak bergizi

5. Setelah umur 6 bulan balita jarang disusui

6. Balita menderita sakit dalam waktu lama,seperti diare,campak, TBC, batukpilek

7. Kebersihan diri kurang dan lingkungan kotor.

(7)

ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Manifestasi dari masalah gizi makro bila terjadi pada wanita usia subur dan ibu hamil yang Kurang Energi Kronis (KEK) adalah berat badan bayi baru lahir yang rendah (BBLR). Bila terjadi pada anak balita akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor dan selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah. Anak balita yang sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur atau berat badan menurut tinggi, apabila sesuai dengan standar anak disebut Gizi Baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut Gizi Kurang, sedangkan jika jauh di bawah standar disebut Gizi Buruk. Bila gizi buruk disertai dengan tandatanda klinis seperti ; wajah sangat kurus, muka seperti orang tua, perut cekung, kulit keriput disebut Marasmus, dan bila ada bengkak terutama pada kaki, wajah membulat dan sembab disebut Kwashiorkor. Marasmus dan Kwashiorkor atau Marasmus Kwashiorkor dikenal di masyarakat sebagai “busung lapar”. Gizi mikro (khususnya Kurang Vitamin A, Anemia Gizi Besi, dan Gangguan Akibat Kurang Yodium).

Masalah gizi yang sering muncul di masyarakat : 1. Marasmus

Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. Mempunyai Individu dengan marasmus mempunyai penampilan yang sangat kurus dengan tubuh yang kecil dan tidak terlihatnya lemak. (Dorland, 1998:649).

Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat atau karena kelainan metabolik dan malformasi kongenital.

(8)

pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput, serta wajah seperti orang tua. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, tekanan darah dan frekuensi napas menurun, kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Biasanya terjadi konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.

2. Kwasiorkor

Kwashiorkor ialah suatu keadaan kekurangan gizi ( protein ) yang merupakan sindrom klinis yang diakibatkan defisiensi protein berat dan kalori yang tidak adekuat. Walaupun sebab utama penyakit ini adalah defisiensi protein, tetapi karena bahan makanan yang dimakan kurang mengandung nutrisi lainnya ditambah dengan konsumsi setempat yang berlainan, maka akan terdapat perbedaan gambaran kwashiorkor di berbagai negara.

Penyebab terjadinya Kwasiorkor ini selain oleh pengaruh negatif faktor sosial ekonomi, budaya yang berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik, malabsorpsi protein, hilangnya protein melalui air kemih (sindrom nefrotik), infeksi menahun, luka bakar dan penyakit hati.

Tanda dan gejala yang muncul pada orang yang terkena Kwasiorkor adalah :

1. Pertumbuhan terganggu, BB dan TB kurang dibandingkan dengan yang sehat

2. Pada sebagian penderita terdapat edema baik ringan dan berat 3. Gejala gastrointestinal seperti anoreksia dan diare

4. Rambut mudah dicabut, tampak kusam kering, halus jarang dan berubah warna

5. Hilangnya massa otot

(9)

7. Kulit kering dengan menunjukan garis – garis kulit yang mendalam dan lebar, terjadi persisikan dan hiperpigmentasi 8. Terjadi pembesaran hati, hati yang teraba umumya kenyal,

permukaannya licin dan tajam

9. Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita

10. Kelainan kimia darah yang selalu ditemukan ialah kadar albumin serum yang rendah, disamping kadar globulin yang normal atau sedikit meninggi

3. Kurang Energi Protein (KEP)

Kurang energi protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makan sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat koduktivitas kerja dan derajat kecerdasan. Sedangkan pada orang dewasa KEP menurunkan kesehatan sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit. KEP diklafikasian dalam gizi buruk, gizi kurang dan gizi baik.

4. Anemia Defisiensi Besi

Adalah penyakit kurangnya haemoglobin dalam darah dimana haemoglobin ini berfungsi mengikat zat besi. Anemia defisiensi besi biasanya menyerang ibu hamil, ibu menyusui dan anak-anak usia sekolah. Anemia defisiensi besi disebapkan oleh kurangnya jumlah zat besi yang masuk dalam tubuh sehingga menyebapkan penderita merasa lemas dan letih.

5. Defisiensi Iodium

(10)

D. Kaitan Budaya dengan Masalah Gizi Masyarakat

Bila dilihat kaitan lebih lanjut antara sosial budaya dengan permasalahan gizi masyarakat, perlu dipertimbangkan pendapat Pelto (1980) yang menjelaskan kebudayan sebagai sistem pengetahuan yang memungkinkan untuk melihat berbagai perubahan dan variasi pengetahuan yang terjadi dalam berbagai perubahan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Termasuk di dalamnya perubahan-perubahan gaya hidup atau perilaku jangka panjang sebagai konsekuensi langsung ataupun tidak langsung dari perubahan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Perubahan gaya hidup pada gilirannya akan memengaruhi kebiasaan makan, baik secara kualitas maupun kuantitas (Pelto, 1980).

Berkaitan dengan pengaruh budaya terhadap asupan makan kepada keluarga, menarik untuk disimak pendapat Baliwati yang menyampaikan bahwa kegiatan ekonomi, sosial dan budaya suatu keluarga, suatu kelompok masyarakat, suatu negara atau suatu bangsa mempunyai pengaruh yang kuat dan kekal terhadap apa, kapan, dan bagaimana penduduk makan. Kebudayaan masyarakat dan kebiasaan pangan yang mengikutinya, berkembang sekitar arti pangan dan penggunaan yang cocok. Pola kebudayaan ini mempengaruhi orang dalam memilih pangan, jenis pangan yang harus diproduksi, pengolahan, penyaluran dan penyajian (Baliwati, dkk, 2004).

Menurut Suhardjo (1986) faktor sosial budaya yang memengaruhi status gizi adalah pengetahuan, suku/etnis, pengetahuan, distribusi makanan, pantangan makanan, dan jumlah anggota keluarga. Koentjaraningrat (1993) juga menjelaskan untuk melihat kondisi sosial seseorang maka perlu diperhatikan faktor pengetahuan.

(11)

prestisenya dalam masyarakat. Dimana terkadang makanan tersebut kurang mengandung nilai gizi atau mungkin mengandung nilai gizi yang cenderung berlebihan yaitu protein dan lemak yang tinggi yang akan mempengaruhi terjadinya obesitas (Irawati, 2000).

Indikator masalah gizi dari sudut pandang sosial-budaya antara lain stabilitas keluarga dengan ukuran frekuensi nikah-cerai-rujuk, anak-anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi kurang. Juga indikator demografi yang meliputi susunan dan pola kegiatan penduduk, seperti peningkatan jumlah penduduk, tingkat urbanisasi, jumlah anggota keluarga, serta jarak kelahiran.

Banyak sekali penemuan para peneliti yang menyatakan bahwa faktor budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi di berbagai masyarakat dan negara. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Berbagai budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda-beda terhadap pangan atau makanan. Misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat dianggap tabu untuk dikonsumsi dengan alasan-alasan tertentu, sementara itu ada pangan yang dinilai sangat tinggi baik dari segi ekonomi maupun sosial karena mempunyai peranan yang penting dalam hidangan makanan pada suatu perayaan yang berkaitan dengan agama atau kepercayaan.

(12)

E. Kaitan Pengetahuan dengan Masalah Gizi Masyarakat

Latar belakang pengetahuan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat memengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Berg, 1986). Makin tinggi pengetahuan, pengetahuan, keterampilan terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pula pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada demikian juga sebaliknya (Depkes, 2004). Menurut Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI (2007), bahwa seseorang dengan pengetahuan rendahpun akan mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi, kalau orang tersebut rajin mendengarkan atau melihat informasi tentang gizi.

Menurut Suhardjo (1986) suatu hal yang harus diperhatikan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan:

1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi. 3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk

dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

(13)

terkait dengan gizi ataupun kesehatan maka akan semakin baik pengetahuan Ibu tersebut sehingga ia dapat mengatur pola konsumsi makan terhadap anaknya.

Tingkat pengetahuan merupakan salah satu faktor yang juga dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan karena tingkat pengetahuan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gizi khususnya konsumsi makanan yang lebih baik. sering masalah gizi timbul disebabkan karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi tentang gizi yang memadai (Berg, 1997).

F. Kaitan Budaya, Pengetauan dengan Masalah Gizi Mayarakat

Budaya adalah serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya. Pengetahuan menurut Notoatmodjo, 1993 diartikan sebagai ranah yang sangat penting bagi terbentuknya perilaku pencegahan terhadap kasus gizi karena perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan cenderung tidak bersifat langgeng atau berlangsung lama. Sedangakan masalah gizi masyarakat adalah hal yang sangat penting dan mendasar dari kehidupan manusia kekurangan gizi selain dapat menimbulkan masalah kesehatan (morbiditas, mortalitas dan disabilitas), juga menurunkan kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa. Dalam skala yang lebih luas, kekurangan gizi dapat menjadi ancaman bagi ketahanan dan kelangsungan hidup suatu bangsa.

(14)

berguna untuk kelangsungan hidup manusia sehingga jika masyarakat tersebut kurang bahkan tidak penah mengkonsumsi makanan tersebut maka masyarakat tersebut akan sakitdan akan menyebabkan masalah gizi masyarakat.

Latar belakang pengetahuan juga akan mempengaruhi masalah gizi masyarakat karena jika pengetahuan masyarakat tersebut tinggi maka pola pikir, pengetahuan dan informasi tentang gizi yang dimiliki diharapkan dapat lebih baik terutama dalam memilih, menyimpan, memasak dan menyajikan bahan makanan untuk keluarga sehingga keluarga tersebut memiliki status gizi baik. Sedangkan jika pengetahuan masyarakat rendah maka sebaliknya, namun jika masyarakat tersebut rajin dalam mendengarkan dan melihat informasi tentang gizi maka mereka dapat menyusun menu makanan dengan baik.

Jadi, jika masyarakat tersebut masih memegang kuat budaya mereka dan memiliki pengetahuan yang rendah dan jarang mengikuti penyuluhan tentang gizi maka masyarakat tersebut akan mengalami masalah gizi.

G. Solusi Masalah Gizi Masyarakat

Menurut Hadi (2005), solusi yang bisa kita lakukan adalah berperan bersama-sama.

(15)

Menurut Azwar (2004). Solusi yang bisa dilakukan adalah :

1. Upaya perbaikan gizi akan lebih efektif jika merupakan bagian dari kebijakan penangulangan kemiskinan dan pembangunan SDM. Membiarkan penduduk menderita masalah kurang gizi akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan dalam hal pengurangan kemiskinan. Berbagai pihak terkait perlu memahami problem masalah gizi dan dampak yang ditimbulkan begitu juga sebaliknya, bagaimana pembangunan berbagai sektor memberi dampak kepada perbaikan status gizi. Oleh karena itu tujuan pembangunan beserta target yang ditetapkan di bidang perbaikan gizi memerlukan keterlibatan seluruh sektor terkait.

2. Dibutuhkan adanya kebijakan khusus untuk mempercepat laju percepatan peningkatan status gizi. Dengan peningkatan status gizi masyarakat diharapkan kecerdasan, ketahanan fisik dan produktivitas kerja meningkat, sehingga hambatan peningkatan ekonomi dapat diminimalkan.

3. Pelaksanaan program gizi hendaknya berdasarkan kajian ‘best practice’ (efektif dan efisien) dan lokal spesifik. Intervensi yang dipilih dengan mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti: target yang spesifik tetapi membawa manfaat yang besar, waktu yang tepat misalnya pemberian Yodium pada wanita hamil di daerah endemis berat GAKY dapat mencegah cacat permanen baik pada fisik maupun intelektual bagi bayi yang dilahirkan. Pada keluarga miskin upaya pemenuhan gizi diupayakan melalui pembiayaan publik.

4. Pengambil keputusan di setiap tingkat menggunakan informasi yang akurat dan evidence base dalam menentukan kebijakannya. Diperlukan sistem informasi yang baik, tepat waktu dan akurat. Disamping pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang baik dan kajian-kajian intervensi melalui kaidah-kaidah yang dapat dipertanggung jawabkan.

(16)

aspek yang saling mendukung sehingga terjadi integrasi yang saling sinergi, misalnya kesehatan, pertanian, pengetahuan diintegrasikan dalam suatu kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.

6. Meningkatkan upaya penggalian dan mobilisasi sumber daya untuk melaksanakan upaya perbaikan gizi yang lebih efektif melalui kemitraan dengan swasta, LSM dan masyarakat.

H. Penanggulangan Masalah Gizi Masyarakat

Seperti yang telah kita ketahui, masalah gizi yang salah kian marak di negara kita. Dengan demikian diperlukan penanggulangan guna memperbaiki gizi masyarakat Indonesia. Berikut ini cara-cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi gizi salah, baik gizi kurang maupun gizi lebih.

Penanggulangan masalah gizi kurang

1. Upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui peningkatan produksi beraneka ragam pangan;

2. Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yng diarahkan pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga;

3. Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari tingkat Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), hingga Puskesmas dan Rumah Sakit;

4. Peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG);

5. Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat;

6. Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas; 7. Intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian makanan

tambahan (PMT), distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, tablet dan sirup besi serta kapsul minyak beriodium;

(17)

9. Upaya fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, Iodium, dan Zat Besi;

10. Upaya pengawasan makanan dan minuman;

11. Upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi.

Penanggulangan masalah gizi lebih

(18)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Budaya adalah serangkaian aturan untuk menghadapi lingkungan yang terwujud dengan tingkah laku.

2. Pengetahuan menurut Notoatmodjo, 1993 diartikan sebagai perilaku pencegahan terhadap kasus gizi

3. Masalah gizi masyarakat adalah masalah gizi yang dialami masyarakat karena penurunan kualitas kesehatan masyarakat tersebut.

4. Jika masyarakat masih berpegang teguh kepada budaya yang mereka anut tanpa memikirkan benar atau tidaknya budaya tersebut yang dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat tersebut maka yang akan terjadi adalah masalah gizi di masyarakat tersebut.

5. Solusi dan pencegahan untuk masalah gizi tersebut adalah untuk lebih diperhatikan dalam asupan makan terutama bahan makanan yang mengandung zat-zat gizi dengan menu makanan yang seimbang.

B. Saran

Masalah gizi yang ada dimasyarakat tidak hanya beberapa saja karena malash tersebut terjadi karena beberapa fakto, maka kami meminta bantuan kepada segenap masyarakat untuk dapat memberikan informasi tentang masalah tersebut dan dapat mengevaluasi dan menanggapainya serta mencegah masalah tersebut secara bersama-sama, karena dalam penyusunan makalah ini kami juga belum bisa mengupas secara tuntas masalah gizi yang terjadi karena budaya dan pengetahuan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: Seberapa besar zat gizi makro dan zat gizi mikro jajanan sekolah

Berdasarkan latar belakang penelitian, masalah yang akan dikaji dalam penelitian adalah apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan gizi care giver

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimana pola pemberian makan dan status gizi anak balita penderita

20 Akhirnya, latar belakang sejarah dan latar belakang budaya membantu dalam mengontekstualisasikan teks, yang memanfaatkan perspektif dan pola pikir untuk melihat kembali

Berdasarkan permasalahan pada latar belakang, maka dapat diidentifikasikan rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut “Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Pengetahuan Ibu Balita Tentang Status Gizi Pada Balita

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh penyuluhan gizi seimbang dengan media komik

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan pola makan dengan status gizi pada balita di Desa Tumpung Laung