• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran NGO KontraS Dalam Kasus Pelanggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran NGO KontraS Dalam Kasus Pelanggara"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Peran NGO KontraS Dalam Kasus Pelanggaran HAM Etnis

Rohingya Di Myanmar Tahun 2008-2015

Hardi Alunaza SD, Nanang Khoirino (hardialunaza@gmail.com)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Univeristas Muhammadiyah Yogyakarta

Abstract

This research is attempted to describe the step of advocacy of human rights committed by KontraS against the Rohingya in Myanmar. The researcher took the specific interest on multi track diplomacy and transnational advocacy concepts to analyze the phenomena. Furthermore, this essay is using descriptive method with qualitative approach. The data collection technique is literature study consisting of books, journals, and including data from the reliable website in supporting the explanation of this research. The result of this research is devided into two important points in explaining the role of KontraS in cases of human rights violation in Myanmar. First, KontraS as human rights NGO in Indonesia was able to advocate againts human rights violence that occurred in other countries by encouraging Indonesian Government to take a part in the resolution of human rights issues affecting the Rohingya people in Burma. Also, KontraS take advantages of transnational advocacy networks as a form of politics and accountabilities responsibility of Non-Govermental Organization againts human rights crisis in other countries.

Keywords: The Role of KontraS, Human Rights Crisis, Transnational Advocacy

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan langkah advokasi yang ditempuh oleh KontraS dalam pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar. Penulis menggunakan konsep multi track diplomasi dan advokasi transnasional untuk menganalisa fenomena terkait. Essai ini menggunakan metode desktiptif dengan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data meliputi buku, jurnal, termasuk data dari website yang terpercaya yang mendukung penjelasan artikel. Hasil dari penelitian ini terbagi menjadi dua poin penting dalam menjelaskan peran dari NGO KontraS dalam kasus pelanggaran etnis Rohingya Myanmar. Pertama, KontraS sebagai NGO HAM di Indonesia mampu mengadvokasi dan mendorong Pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas terhadap kasus pelanggaran HAM Rohingya di Burma. Kedua, KontraS bertindak sebagai jaringan advokasi transnasional sebagai wadah terhadap tanggung jawab NGO dalam bidang politik dan akuntabilitas dalam menangani kasus pelanggaran HAM di negara lain.

(2)

PENDAHULUAN

KontraS (komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan) merupakan sebuah gugus tugas yang dibentuk oleh sejumlah organisasi civil society dan tokoh masyarakat. Berdiri pada 20 Maret 1998, KontraS tidak hanya menangani masalah penculikan dan penghilangan orang secara paksa tapi juga diminta oleh masyarakat korban untuk menangani berbagai bentuk kekerasan, baik yang terjadi secara vertikal maupun secara horizontal (www.KontraS.org). Sebagai sebuah organisasi independen dan banyak berpartisipasi dalam advokasi kasus tindak kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, posisi KontraS menjadi menarik untuk dikaji.

Dalam menangani permasalahan hak asasi manusia, negara sering kali tidak bisa kooperatif. Terlebih jika tindakan kejahatan terhadap hak asasi manusia tersebut justru dilakukan oleh negara. Seperti halnya yang terjadi di Myanmar, dengan desain konstruksi politik yang mampu mengakomodir kepentingan pemerintahnya. Terdiri dari militer, kelompok Budha Rakhine, Partai Nasional, dan berbagai kelompok etnis, menjadikan pemerintah memiliki otoritas yang sangat tinggi terhadap masyarakat (Hukil, 2013).

Kemunculan dan peran aktor non-negara (NGO) kemudian menjadi suatu hal yang penting untuk melakukan back up kepada negara. Bagi negara tempat asal NGO, peran NGO juga mampu menjadi manifestasi bagi sikap negara tersebut terhadap suatu fenomena pelanggaran hak asasi manusia di negara lain. Hal ini terlihat dalam konteks sikap Indonesia terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar. KontraS mampu menjadi aktor pendorong bagi Indonesia untuk lebih tegas bersikap terhadap kejahatan hak asasi manusia di Myanmar.

(3)

kalangan masyarakat marginal, komunitas hutan, komunitas adat maupun komunitas miskin kota.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) sejak diadopsi tahun 1948 telah mengafirmasi penting dan fundamental terpenuhinya dua macam kebebasan bagi manusia, yaitu freedom of want (hak-hak sipil dan politik) dan freedom of need (hak-hak ekonomi dan sosial), sementara pada faktanya semenjak Perang Dunia ke II, begitu banyak orang meninggal akibat malnutrisi, kelaparan, wabah penyakit dengan angka korban melebihi jumlah korban perang yang terjadi dan korban berbagai rezim represif yang secara sistematis melanggar hak-hak sipil dan hak-hak politik warga demi mempertahankan kekuasaan (Erliana, 2013).

Kasus kejahatan terhadap kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya adalah salah satu contoh yang nyata. Upaya propaganda dalam menyingkirkan etnis Rohingya secara sistematis melalui undang-undang sudah dimulai sejak tahun 1962, pada masa pemerintahan Jendral Ne Win.Internalisasi ini dilakukan oleh kelompok anti Rohingya dan anti Muslim dengan memberikan nasihat dalam pembuatan kebijakan. Kelompok ini berasal dari golongan Nasionalis Rakhine, yang telah sukses menghilangkan etnis Rohingya dari peta demografis kependudukan (Zarni, 2014).

Sebagian besar etnis Rohingya menetap diwilayah Rakhine, sebuah wilayah pesisir di Barat Myanmar. Rakhine merupakan wilayah terisolir yang dibatasi oleh sungai-sungai besar dan pegunungan yang membatasinya dari daerah lain di Myanmar. Sementara dibagian utara dibatasi sungai Naaf yang membatasi wilayah Bangladesh dan Myanmar. Wilayah Rakhine dihuni oleh setidaknya 3 juta orang. Setengah dari mereka, kurang lebih 700.000 hingga 1.5 juta penduduk Rakhine adalah muslim (Smith, 2001). Sebutan Rohingya inilah yang ditujukan untuk orang -orang muslim di wilayah Rakhine Utara. Namun pada dasarnya juga terdapat komunitas muslim lain di wilayah Rakhine yang menyebut diri mereka sebagai Muslim Arakan.

(4)

Budha Rakhine dengan Muslim Rohingya. Melalui propaganda pemerintah, masyarakat Rakhine merasa posisinya terancam oleh keberadaan etnis Rohingya, sehingga mereka merasa perlu untuk melindungi tanah mereka dari ancaman Rohingya. Tingginya tensi inilah yang berakibat pada munculnya gelombang kekerasan dan serangan tersetruktur dikawasan Rakhine sejak 2012.

Berbagai gagasan dan dorongan mengenai perspektif keamanan baru yang muncul saat ini juga tidak lepas dari pengaruh NGO. NGO dalam hal ini mampu menunjukkan dorongan kepada komunitas global akan pentingnya pengakuan atas HAM. Di mana dorongan yang dilakukan tersebut merupakan reaksi atas kekerasan, penindasan, dan pelecehan terhadap kemanusiaan oleh rezim totaliter di abad modern yang tidak berbeda jauh dengan perilaku kekerasan di abad pertengahan dan zaman primitif.

KERANGKA KONSEPTUAL

Penulis menggunakan konsep multitrack diplomacy dan transnational advocacy network untuk menjawab rumusan masalah tersebut. Konsep multitrack diplomacy digunakan penulis untuk menjelaskan langkah-langkah KontraS sebagai NGO dalam mendorong Pemerintah Indonesia untuk aktif terlibat dalam upaya penegakan nilai-nilai HAM di Myanmar dan keadilan bagi Rohingya. Sementara itu, konsep transnational advocacy network digunakan untuk menjelaskan jaringan KontraS bersama NGO Myanmar dan NGO lain dalam melakukan advokasi kasus pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di Myanmar.

Konsep Multi Track Diplomacy

(5)

John W. Donald (2013) mengungkapkan bahwa multi-track diplomacy adalah sebuah cara konseptual yang memandang perdamaian dunia sebagai suatu sistem kehidupan. Berbagai kegiatan yang menghubungkan individu, lembaga, dan komunitas perlu dilakukan untuk mewujudkan perdamaian dunia. John W. Donald mengembangkan lajur diplomasi tersebut menjadi sembilan lajur: negara, agama, aktivisme, pendidikan dan pelatihan, filantropi, bisnis, media masa, kalangan profesional, warga negara privat. Di bawah ini, disajikan diagram multi track diplomacy untuk membantu dalam memahami kesembilan jalur diplomasi multi jalur.

Diagram I: Lingkaran Multi Track Diplomacy Sumber: www.beyondintracktability.org

(6)

dengan mengabaikan aspek sosial, politik, sumber daya, dan keadilan ekonomi serta integritas. Dalam subsistem ini, masyarakat percaya bahwa mereka memiliki kewajiban moral untuk menentang segala bentuk kebijakan yang tidak adil dan mendukung sekaligus melindungi hak asasi bagi orang-orang yang tertindas (Alunaza, 2016).

Pada kenyataannya NGO merupakan penyeimbang antara negara dengan warga negara. Dalam rezim HAM, kewajiban dan tanggung jawab perlindungan dan pemenuhan HAM terletak di tangan negara. Negara sebagai lembaga yang memiliki kekuatan memaksa, mengikat, dan mencakup semua, berpotensi melakukan pelanggaran dan pengabaian atas kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Eksistensi NGO dapat menjembatani public interest dari warga negara vis a vis negara, yang dapat meminimalisir potensi pelanggaran HAM dan mendesak negara untuk menyegerakan pemenuhan dan perlindungan HAM bagi warga negaranya (Haili, 2009).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan konsep Multi-Track Diplomacy untuk melihat sejauh mana peran NGO HAM KontraS dalam melakukan advokasi HAM internasional. Melalui konsep Multi-Track Dplomacy ini pula, penulis mencoba menganalisa peran NGO KontraS dalam menjalankan fungsi kerja sama dengan negara dalam upaya advokasinya.

Konsep Transnational Advocacy Network

(7)

Interaksi aktor-aktor non-pemerintah pada akhir abad 20 semakin terlihat nyata. Interaksi tersebut berlangsung dengan begitu terstruktur dalam konteks jaringan, dengan saling bekerja sama untuk mengadvokasi isu, ide, norma, dan nilai tertentu. Jaringan tersebut menyebar melampaui batas-batas teritorial negara dengan intensitas yang semakin tinggi. Tanpa disadari, jaringan yang telah meluas tersebut membentuk jalan penghubung dalam melakukan perubahan sosial.

Aktor utama dalam jaringan advokasi meliputi komponen berikut: (1) organisasi advokasi atau riset non-pemerintah dalam skala domestik maupun internasional; (2) pergerakan sosial lokal; (3) yayasan; (4) media masa; (5) gereja, serikat dagang, organisasi konsumen, dan intelektual; (6) bagian dari intergovermental organization regional maupun internasional; dan (7) bagian dari cabang dan atau parlemen pemerintah. Tidak semua dari komponen tersebut hadir dalam setiap advokasi jaringan. NGO internasional dan domestik justru memainkan peran sentral dalam semua advokasi jaringan, biasanya menginisiasi aksi dan tekanan kepada aktor yang lebih kuat untuk mengambil posisi. NGO memperkenalkan ide baru, menyediakan informasi, dan lobi-lobi untuk mengubah kebijakan.

Pendekatan yang dilakukan dalam transnational advocacy networks bukanlah pendekatan kekuatan dalam konteks aktor tradisional. Hal ini dikarenakan transnational advocacy networks tidak memiliki kapasitas untuk melakukan pendekatan tradisional seperti militer atau ekonomi. Pendekatan yang dilakukan lebih mengandalkan produksi informasi yang cepat dan akurat serta penyebaran yang efektif. Dengan pendekatan tersebut, pengaruh yang dapat dimainkan oleh transnational advocacy networks menjadi semakin kuat sehingga menjadikannya sebagai aktor yang patut diperhitungkan.

(8)

untuk diikutsertakan dalam proses pembuatan keputusan, dimana hal tersebut sebelumnya hanya bisa diakses oleh aktor tradisional.

Transnational advocacy networks pada umumnya bergerak pada isu-isu dimana (1) jalur antara kelompok domestik dan pemerintahnya tertutup atau terhambat atau dimana beberapa jalur bekerja tidak efektif untuk menyelesaikan konflik; (2) aktivis atau pengusaha politik percaya bahwa jaringan akan memajukan misi dan kampanye mereka, dan secara aktif mempromosikan jaringan; dan (3) konferensi dan segala bentuk kontak internasional menciptakan arena untuk membentuk dan menguatkan jaringan.

Bukanlah suatu kebetulan manakala begitu banyak jaringan advokasi yang mengklaim mengenai hak-hak tertentu dalam kampanye mereka. Pemerintah adalah penjamin utama terhadap suatu hak, namun juga mereka bisa menjadi pelanggar utama. Ketika pemerintah melanggar atau menolak untuk mengakui suatu hak, kelompok NGO yang ada akan mengalami kesulitan untuk masuk dalam area politik domestik negara bersangkutan. Maka dari itu, jaringan internasional digunakan untuk mengekspresikan persoalan yang dihadapi.

(9)

Diagram II: Pola Bumerang (Boomerang Pattern)

Activist Beyond Border: Advocacy Networks in International Politics

(10)

usaha untuk mempertahankan aktor-aktor yang memiliki kekuatan untuk memegang kebijakan atau prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.

KontraS menerima informasi mengenai konflik antara etnis Rohingya dengan kelompok Budha Rakhine pada tahun 2012.Terkait dengan informasi tersebut, KontraS meminta Pelapor Khusus Hak Asasi Manusia di Myanmar untuk melakukan investigasi menyeluruh dan memperhatikan keterlibatan atau kelalaian Pemerintah Myanmar dalam kasus tersebut. Hal ini dilakukan KontraS untuk menghasilkan informasi politik yang berguna dan mengarahkannya menuju tempat yang tepat sehingga mampu berdampak signifikan (www.burmapartnership.org).

PEMBAHASAN

Langkah Advokasi HAM Oleh KontraS Terhadap Etnis Rohingya di Myanmar

KontraS merupakan NGO yang kerap melakukan tindakan advokasi terhadap berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia. Tindakan advokasi tersebut salah satunya dilakukan KontraS untuk membela hak-hak dasar Rohingya yang telah dilanggar oleh Pemerintah Myanmar secara sistematis.

Langkah Advokasi KontraS Dalam Pendekatan Multi-Track Diplomacy

Peran advokasi seperti yang dilakukan oleh KontraS Menjadi bagian dari pendekatan multitrack diplomacy, KontraS menjadi aktor alternatif selain negara yang berpengaruh dalam resolusi konflik, termasuk di bidang HAM. KontraS turut berperan aktif dalam mendorong pemajuan HAM di tingkat regional dan internasional melalui aksi solidaritas internasional maupun menempuh mekanisme internasional yang tersedia untuk permasalahan HAM (Fathurrahmi, 2014).

(11)

tujuan negara adalah untuk “ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.

KontraS mampu melakukan perannya sebagai lembaga masyarakat sipil yang peduli terhadap penegakan HAM, mendorong suara masyarakat sipil untuk turut serta dalam isu-isu HAM dalam kebijakan luar negeri Indonesia; dan untuk mempromosikan atau menyediakan informasi yang cukup atas situasi pelanggaran HAM di luar negeri pada publik dalam negeri. KontraS juga mampu menunjukkan komitmennya sebagai aktor pendorong terhadap negara untuk selalu pro aktif dalam isu HAM. Hal ini ditunjukkan KontraS dengan mendorong terbentuknya diplomasi HAM yang dibangun secara pararel dengan semangat ASEAN. Hal ini sangatlah penting karena KontraS sadar bahwa negara memiliki kewajiban penghormatan HAM bagi seluruh warga negaranya (www.kontaS.org).

Pada akhirnya, arah kemajuan kebijakan luar negeri dan diplomasi hak asasi manusia Indonesia tidak lagi ditentukan oleh pemerintahnya. Peran serta organisasi masyarakat sipil seperti KontraS menjadi sangat berarti. KontraS mampu berperan sebagai pendukung dan pemberi evaluasi bagi jalannya kebijakan luar negeri dan diplomasi tersebut secara genuine sehingga tercapai cita-cita seperti dalam Deklarasi Wina 1993.

Langkah serius KontraS tersebut dimanifestasikan dalam dua hal. Pertama, Pendekatan multi-track diplomacy yang dilakukan KontraS terkait dengan kejahatan HAM yang dialami Etnis Rohingya dilakukan dengan mendorong pemerintah Indonesia untuk aktif dalam isu tersebut. KontraS melihat kunjungan Menteri Luar Negeri Indonesia ke Myanmar pada tahun 2011 sebagai momentum yang baik bagi keterlibatan Indonesia bagi penyelesaian permasalahan HAM tersebut.

(12)

upaya memberikan kesempatan bagi Myanmar untuk menjadi ketua ASEAN pada 2014. Pada salah satu poin tuntutan dalam surat pernyataan tersebut, KontraS menyoroti peristiwa konflik bersenjata antara militer dengan kelompok etnis yang masih terus berlanjut di Myanmar. Jika pemerintah Myanmar serius untuk menjadi ketua ASEAN, maka Pemerintah Myanmar harus menata ulang komitmennya terhadap penghentian kejahatan HAM di negaranya (KontraS, 2011).

KontraS meminta Pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Marty Natalegawa sebagai Menteri Luar Negeri, untuk menggunakan kunjungannya ke Myanmar secara maksimal. KontraS meminta agar kunjungan tersebut digunakan untuk melihat secara langsung kondisi yang dialami oleh rakyat Burma, dengan mengumpulkan informasi dari berbagai pihak, seperti Aung San Suu Kyi, dan termasuk juga para korban pelanggaran HAM.

Pemerintah Indonesia juga diminta untuk membuat ukuran-ukuran yang jelas, khususnya dalam bidang HAM, sebagai indikator perubahan di Myanmar. KontraS juga mengingatkan agar hasil kunjungan tersebut tidak dijadikan sebagai penilaian akhir bagi keputusan tentang Keketuaan Myanmar di ASEAN pada tahun 2014, namun justru dijadikan indikator untuk mendesak Pemerintah Myanmar agar menuntaskan perubahan di negaranya. Dengan demikian, kekuatan Indonesia di ASEAN akan menyumbang pemajuan dan perlindungan HAM di Myanmar. Sekaligus mampu menunjukkan kepemimpinan yang substantif dalam Keketuaan Indonesia di ASEAN.

Kedua, KontraS juga menjadi salah satu inisiator dalam “Konferensi Masyarakat Sipil ASEAN Dalam Mendukung Isu HAM dan Demokrasi di Burma (Myanmar)”. Konferensi yang berlangsung pada 6-7 Maret 2008 tersebut kemudian melahirkan Deklarasi Jakarta Tentang Burma. Deklarasi tersebut berisi desakan kepada Pemerintah dan masyarakat ASEAN untuk menolak referendum konstitusi rezim Myanmar, jika tidak ada langkah-langkah untuk menjamin kemurnian partisipasi dan proses dialog yang bermakna.

(13)

diselenggarakannya pemilu merupakan hal yang sangat mendesak untuk dilakukan. Proses referendum yang tidak adil akan mengantarkan Myanmar pada keresahan sosial dan instabilitas politik, yang pada akhirnya akan memperparah krisis ekonomi dan memicu perpindahan besar-besaran penduduk ke negara tetangga.

Dukungan terhadap Indonesia diberikan oleh KontraS agar Indonesia mampu memajukan dialog inklusif yang memajukan semua pihak dalam masa transisi menuju demokrasi di Myanmar. Dialog inklusif ini akan terwujud manakala semua pemangku kepentingan masyarakat sipil dapat masuk, sehingga tidak didominasi rezim semata. Langkah yang bisa ditempuh Indonesia salah satunya adalah dengan terlibat dalam menciptakan kondisi-kondisi dalam rangka memfasilitasi dialog antar kelompok-kelompok tersebut.

KontraS Sebagai Simbol Politik dan Akuntabilitas

Prinsip kerja dalam simbol politik ini adalah kemampuan NGO untuk menyuarakan simbol-simbol, aksi-aksi, ataupun cerita yang dapat memberikan pengertian tentang situasi tertentu bagi audience yang berada pada jarak jauh.Dalam konteks advokasi KontraS terhadap Rohingya, bentuk penyuaraan isu tersebut dilakukan melalui pernyataan bersama.

KontraS bergabung dengan berbagai organisasi masyarakat sipil di dari berbagai negara bergabung bersama dalam kerangka Solidarity for Asian Peoples’ Advocacies Working Group on ASEAN atau SAPA Working Group on ASEAN. Melalui kelompok kerja ini, KontraS bersama organisasi masyarakat sipil yang terlibat, mengeluarkan surat pernyataan bersama berjudul ‘Joint Statement on the Rohingya Chrisis from the SAPA Working Group on ASEAN (humanrightsinasean.info). Surat pernyataan bersama ini merupakan respon atas kasus manusia perahu Rohingya dan tindakan penolakan Thailand terhadap manusia perahu Rohingya yang hendak menyelamatkan diri ke Thailand.

(14)

Rohingya yang terapung di lautan ke wilayah teritori negara mereka. Namun, langkah yang dilakukan Indonesia dan Malaysia patut untuk didukung dengan mengizinkan pendaratan di wilayah mereka dan memberikan perlindungan secara temporer dengan tetap melakukan operasi pencarian dan penyelamatan.

Sementara itu, tindakan Thailand yang tidak mengizinkan pendaratan terhadap Etnis Rohingya yang terdampar di lautan menuai kritikan. KontraS bersama dengan organisasi masyarakat sipil lain memandang bahwa semua orang berhak untuk memperoleh pertolongan kemanusiaan dan perlindungan internasional. Maka dari itu, segala bentuk evakuasi laut harus mampu memberikan jaminan pemenuhan prosedur pencari suaka yang adil terhadap orang-orang yang membutuhkan perlindungan internasional. Para pencari suaka tersebut juga tidak boleh menerima hukuman atas tindakannya memasuki wilayah teritori suatu negara.

Terkait dengan hal tersebut, KontraS bersama kelompok organisasi masyarakat sipil lain yang tergabung dalam SAPA Working Group on ASEAN mengeluarkan sejumlah rekomendasi yang ditujukan kepada ASEAN, Myanmar dan negara-negara dunia. Adapun rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut; pertama, meminta negara-negara dunia untuk menyediakan akses bantuan kemanusiaan, terutama kepada wanita dan anak-anak dengan suplai makanan, air, perawatan kesehatan, dan sanitasi yang memadai. Kedua, mengizinkan dan memberikan akses kepada agensi hak asasi manusia dan organisasi internasional dengan mandat perlindungan. Ketiga, memastikan bahwa orang-orang yang diselamatkan dari laut tidak mendapatkan hukuman atas tindakan mereka memasuki teritori negara yang bersangkutan. Keempat, menyediakan prosedur yang akuntabel dan transparan kepada orang-orang yang terdampak seperti memberikan pemahaman terhadap proses hukum dan memberikan informasi penuh terhadap hak dan tanggung jawab serta batasan waktu terhadap segala macam solusi yang ditawarkan.

(15)

Dengan demikian, peran aktor yang powerful secara berkelanjutan sangat diperlukan. Tipologi taktik ini termanifestasikan dalam aksi demonstrasi di depan kantor Kementrian Luar Negeri Indonesia yang dilakukan oleh KontraS. Aksi ini sebagai bentuk tekanan publik agar Pemerintah Indonesia terus proaktif dengan isu Rohingya (KontraS, 2015).

Peran Pemerintah Indonesia menjadi sangat krusial, karena selain sebagai salah satu negara anggota ASEAN, Indonesia juga memiliki keterikatan konstitusional. Dalam pembukaan konstitusi Republik Indonesia disebutkan bahwa tugas negara adalah untuk “ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. KontraS menyoroti kinerja dari Kementrian Luar Negeri Indonesia yang dinilai tidak maksimal dalam menjadikan ruang diplomasi internasional sebagai wadah promosi hak asasi manusia (Farah, 2014).

Hal ini terlihat dari rencana strategis Kementrian Luar Negeri tahun 2010-2014, dimana Pemerintah Indonesia menyatakan untuk meningkatkan peran aktif dalam mewujudkan perdamaian dan keamanan internasional, pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia, termasuk kerja sama kemanusiaan melalui forum multilateral. Namun, rencana strategis yang terkait dengan pemajuan hak asasi manusia tidak tertuang dalam rincian strategi kerja sama multilateral tahun 2010-2014.

Kinerja ASEAN Inter-govermental Commission on Human Rights (AICHR) sebagai sebuah Badan HAM ASEAN juga turut menjadi sorotan KontraS. AICHR memiliki term of reference (TOR) yang di dalamnya memuat mengenai perlindungan HAM, namun hingga saat ini AICHR tidak kunjung memiliki kewenangan untuk mendorong perlindungan hak asasi manusia di ASEAN, termasuk dalam penanganan kasus pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar.

(16)

dengan konsultasi dan pertemuan rutin. (3). Adanya akuntabilitas lembaga AICHR serta perwakilannya. (4). Adanya mekanisme pencegahan serta mekanisme komplain terhadap pelanggaran HAM. Serta, (5). Menciptakan alternatif lain dalam mekanisme pengambilan keputusan, apabila AICHR tidak mampu mencapai konsensus.

Terkait dengan prinsip akuntabilitas politik, KontraS memandang bahwa AICHR belum memenuhi prinsip tersebut. Hal ini terkait dengan laporan tahunan mengenai kinerja AICHR yang tidak disosialisasikan secara luas dan hanya berhenti di Kementrian Luar Negeri.

KESIMPULAN

Terdapat dua kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini. Pertama, KontraS mendorong Pemerintah Indonesia untuk mempertegas sikapnya terhadap fenomena kejahatan terhadap hak asasi manusia di Myanmar. KontraS menjadi bagian dari pendekatan multi-track diplomacy sebagai aktor alternatif selain negara yang berpengaruh dalam resolusi konflik, termasuk di bidang HAM. KontraS turut berperan aktif dalam mendorong pemajuan HAM di tingkat regional dan internasional. Kedua, KontraS berjejaring dengan NGO lain dalam lingkup regional maupun internasional untuk meningkatkan power guna menekan Pemerintah Myanmar untuk berkomitmen menyelesaikan krisis HAM yang dialami Etnis Rohingya.

(17)

KontraS juga turut mengawal kinerja AICHR sebagai sebuah Badan HAM ASEAN. KontraS kembali menggugah peran AICHR untuk berperan aktif dalam berbagai penanganan permasalahan hak asasi manusia di ASEAN. Kewenangan AICHR untuk masuk dalam permasalahan hak asasi manusia di negara-negara ASEAN sangat penting agar tercipta suatu kontrol yang jelas dalam penanganan permasalahan hak asasi manusia di ASEAN. Hal inilah yang nantinya akan menjadi salah satu jalan keluar bagi persoalan hak asasi manusia yang dialami etnis Rohingya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Diamond, L. (1996). Multi - Track Diplomacy: A Systems Approach to Peace. Kumarian Press.

James Notter, L. D. (1996). Building Peace and Transforming Conflict: Multi-Track Diplomacy in Practice. Virginia: Institute For Multi-Track Diplomacy.

Masoed, M. (1994). Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Pustaka LP3ES.a

Smith, M. (2001). Burma (Myanmar): The Time for Change. London: Minority Rights Group International.

Studies, I. o. (2002). The State and NGOs: Perspective from Asia. Tokyo: Institute of Southeast Asian Studies.

Tim KontraS.(2005). Politik Militer Dalam Transisi Demokrasi Indonesia: Catatan KontraS Paska Perubahan Rezim 1998. Jakarta: KontraS

(18)

Jurnal / Tesis

Abdelkader, E. (n.d.). The Rohingya Muslim in Myanmar: Past, present, and Future. Oregon Review of International Law [Vol. 15, 393] , 394-410.

All You Can Do is Pray: Crime Against Humanity Ethnic Cleansing of Rohingya Muslim in Burma's Arakan State. (2013). Human Right Watch.

Alunaza, Hardi. 2016. Pelaksanaan Program BIPA dalam Perspektif Diplomasi Publik Indonesia. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

B., E. (2011). Pengaruh Globalisasi Terhadap Perkembangan Hak Asasi Manusia Bidang Ekonomi, Sosial, Budaya di Indonesia. Pranata Hukum Volume 6 Nomor 2 , 103-116.

Burma: The Rohingya Muslim; Ending a Cycle of Exodus? (1996). New York: Human Right Watch Asia.

Dali, A. M. (n.d.). Prejudis Keagamaan: Kesengsaraan Masyarakat Rohingya di Myanmar. Jurnal Sejarah , 165-199.

Halili. ( 2009). Tantangan Kontemporer Organisasi Masyarakat Sipil dalam Gerakan HAk Asasi Manusia. CIVICS (Jurnal Kajian Kewarganegaraan) Volume 6, Nomor 1 .

Hartati, A. Y. (2013). Konflik Etnis Myanmar: Studi Eksistensi Rohingya Ditengah Tekanan Pemerintah.

Hukil, R., & Shaunik, N. (n.d.). Rudderless & Drowning In Tears: The Rohingyas of Myanmar. Institute of Peace and Conflict Studies .

Leider, J. P. (2014). Rohingya: the name, the movement and the quest for identity. Nation Building in Myanmar , 2014-255.

Margaret E. Keck, K. S. (1998). Activist Beyond Borders. New York: Cornell University Press.

(19)

Myanmar The Rohingya Minority: Fundamental Rights Denied. (2004). Amnesty International , 1-35.

Policies of Persecution: Ending Abusive State Policies Against Rohingya Muslim in Myanmar. (2014). Fortify Rights .

Roomana Hukil, N. S. (2013). Rudderless and Drawning in Tears, The Rohingya of Myanmar. Institute of Peace and Conflict Studies .

Waluyo, T. J. (2013). Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar. Jurnal Transnasional Vol. 4. No. 2 , 838-852.

Zarni, M., & Cowley, A. (2014). The Slow-Burning Genocide of Myanmar's Rohingya. Pacific Rim Law & Policy Journal Association Vol.23 No. 3 , 682-752.

WebSite

(2012, Agustus 31). Retrieved November 25, 2015, from http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/08/kontras-dan-upaya-pemajuan-hak-asasi.html#ixzz3ttpvomKi

About: AICHR. (n.d.). Retrieved November 29, 2015, from AICHR: http://www.aichr.org/about/

About: Institute for Multi-Track Diplomacy. (2013). Retrieved Juni 20, 2015, from Institute for Multitrack Diplomacy: http://imtd.org/index.php/about/84-about/131-what-is-multi-track-diplomacy.

Akbar, A. (2012, Agustus 23). Asia Tenggara: Okezone.com. Retrieved November 25,

2015, from Okezone.com:

http://www.m.okezone.com/read/2012/08/17/411/679197/sejarah-masyarakat-rohingya

Armandhanu, D. (2015, Mei 25). Internasional: CNN Indonesia. Retrieved

November 25, 2015, from CNN Indonesia:

(20)

Aryanto, H. (2013, September 14). Indonesia4Rohingya. Retrieved November 25,

2015, from Indonesia4Rohingya.net:

http://indonesia4rohingya.net/2013/09/14/menjumpai-rohingya-di-bumi-arakan/

Berita: KontraS. (2012, Agustus 1). Retrieved November 25, 2015, from KontraS.org: http://www.kontras.org/home/index.php? module=berita&id=5660

Campaign: Human Right in ASEAN. (n.d.). Retrieved November 15, 2015, from Humanrightin asean.info: http://humanrightsinasean.info/campaign/joint-statement-rohingya-crisis-sapa-working-group-asean.html

Dunia: BBC.com. (2015, Februari 12). Retrieved November 25, 2015, from BBC.com:

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/02/150212_myanmar_rohingya_su ara

Home: Insight On Conflict. (n.d.). Retrieved November 25, 2015, from Insight On Conflict: http://www.insightonconflict.org/comflicts/myanmar/peacebuilding-organisations/hreib/

Home: KontraS. (2011, Oktober 19). Retrieved November 25, 2015, from KontraS: http://www.kontras.org/home/index.php?module=pers&id=1397

Home: KontraS.org. (n.d.). Retrieved November 25, 2015, from KontraS.org: http://www.kontras.org/hoe/index.php?module=data&id=51

Home: Radio Australia. (2012, Juni 13). Retrieved November 25, 2015, from Radio Australia: http://www.radioaustralia.net.au/international/radio/program/asia-pacific/asean-rights-groups-call-for-rohingya-protection-in-burma/959980

Jamil, A. I. (2015, Mei 31). Home: Republika. Retrieved November 25, 2015, from Republika: http://www.m.republika.co.id/berita/koran/islam-digest-koran/15/05/31/np7roj-melacak-asal-usul-etnis-rohingya

(21)

http://www.burmapartnership.org/2012/07/special- rappertour-on-the-situation-of-human-rights-in-myanmar-should-conduct-a-comprehensive-investigation-for-the-situation-of-rohingya-muslim-in-burma/ KontraS. (2011, Oktober 19). Home: KontraS. Retrieved Oktober 12, 2015, from

KontraS.org: https://www.kontras.org/home/index.php? module=pers&id=1397

KontraS. (2012, Agustus 1). Home: KontraS. Retrieved Oktober 12, 2015, from KontraS.org: https://www.kontras.org/home/index.php? module=pers&id=1563

KontraS. (n.d.). KontraS. Retrieved November 15, 2015, from Kontras.org: http://www.kontras.org/eng/index.php?hal=siaran_pers&id=162

KontraS. (n.d.). Profil: KontraS. Retrieved Mei 19, 2015, from KontraS.org: http://www.kontras.org/index.php?hal=profile

Library: Central on Law and Globalization. (n.d.). Retrieved Juni 18, 2015, from

Central on Law and Globalization:

http://clg.portalxm.com/library/keytext.cfm??keytextid=113

Luar Negeri: Pikiran Rakyat Online. (2015, Juni 9). Retrieved November 25, 2015, from Pikiran Rakyat Online: http://www.pikiran-rakyat.com/luar- negeri/2015/06/09/330391/pemerintah-myanmar-larang-penggunaan-nama-etnis-rohingya

McDonald, J. W. (2003). Essay: Beyond Dintractability. Retrieved Juni 20, 2015, from Beyond Dintractability.org:

http://www.beyonddictractability.org/essay/multi-track-diplomacy.

News: BBC. (2013, July 16). Retrieved January 2, 2015, from BBC.co.uk: http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-pacific-12992883

(22)

Organisation, A. R. (2011, Desember 30). About Arno. Retrieved November 25, 2015, from Arakan Rohingya National Organisation:

http://www.rohingya.org/portal/index.php/who-we-are.html

Pilihan: Kompasiana. (2015, Juni 17). Retrieved November 25, 2015, from Kompasiana.com: http://www.kompasiana.com/mr_ded/rohingya-sebuah-

tinjauan-sejarah-atas-konflik-yang-berkepanjangan_55602aa699937379578b4581

Purwaningsih, D., Pertiwi, E. R., Azdi, M., Rahayu, N., Agnietia, S., & Ningsih, W. (n.d.). Pendidikan Sosiologi. Retrieved November 25, 2015, from Pendidikan Sosiologi: http://pendidikan-sosiologi.blogspot.co.id/20122/05/kontras-sebagai-gerakan-pro.html

Purwanto, A. (2015, Juni 3). Baca: PrintKompas.com. Retrieved November 25, 2015, from PrintKompas.com: http://print.kompas.com/baca/2015/06/03/Menelisik-Akar-Persoalan-Rohingya

Saptaatmaja, T. (2015, Mei 28). News: Sinarharapan.co. Retrieved November 25, 2015, from Sinarharapan.co:

http://www.sinarharapan.co/news/read/150528108/tragedi-minoritas-rohingya

Sari, A. P. (2015, November 8). Internasional: CNN Indonesia. Retrieved November 25, 2015, from CNN Indonesia:

http://www.m.cnnindonesia.com/internasional/20151108135830-106-90189/thein-sien-presiden-pertama-myanmar-usai-berakhirnya-junta/

Satu Timor. (2014, September 6). Retrieved November 25, 2015, from

SatuTimor.com: http://www.satutimor.com/mengenang-monir-said-thalib-aktivis-ekstrim-menjadi-pejuang-hak-asasi-manusia.php

(23)

Sejarah dan Perkembangan KontraS. (1998, Agustus 28). Retrieved Mei 15, 2016, from Library.ohiou.edu:

http://library.ohiou.edu/indopubs/1998/08/30/0007.html

Sofwan, R., & Bhattacherjee, A. (2014, September 25). Kolom: CNN Indonesia. Retrieved November 25, 2015, from CNN Indonesia:

http://www.cnnindonesia.com/internasional/20140925175325-107-4401/islamofobia-penyebab-sentimen-anti-rohingya/

Susetyo, H., & Islam, N. (n.d.). Kompasiana. Retrieved November 25, 2015, from Kompasiana.com: http://www.kompasiana.com/hsusetyo/rohingya-101-sejarah-masalah-kekerasan-dan-tuntutan_55171d09813311c9669de1e7

Tonkin, D. (2014, Mei 9). Network Myanmar. Retrieved November 25, 2015, from Networkmyanmar.org: www.networkmyanmar.org

Transnational Advocacy Networks and International Policy. (n.d.). Retrieved Juni 18, 2015, from Center on Law & Globalization:

http://clg.portalxm.com/library/keytext.cfm?keytextid=113

Wibisono, A. N. (2013, Agustus 20). Home: Adhe Nuansa Wibisono. Retrieved November 26, 2015, from Adhe Nuansa Wibisono:

http://www.anwibisono.com/2013/08/ASEAN-Rohingya-dan-Krisis-Kemanusiaan.html?m=1

Zawacki, B. (2013). Defining Myanmar's "Rohingya Problem". Retrieved Januari 2, 2015, from wcl.american.edu:

http://www.wcl.american.edu/hrbrief/20/3zawacki.pdf

Majalah

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan secara lebih khusus, tujuan pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan adalah sebagai agar praktikan dapat memiliki kemampuan dalam mengelola kondisi kelas

KAJIAN STRUKTUR, NILAI MORAL, DAN REPRESENTASI BUDAYA JAMBI PADA KUMPULAN CERPEN NEGERI CINTA BATANGHARI SERTA PEMANFAATAN CERPEN SEBAGAI MODUL SISWA SMP..

extract effective to decrease the amount of food and body weight of male Wistar rats of 300, 400, and 600 mg/kgBW of dose when given orally, The coefficient

Hal ini dikarenakan oleh banyaknya anggota kelompok dukungan ter- sebut, dukungan emosi yang diberikan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan baik dari segi waktu

160 NX509A Mengubah sudut pengambilan gambar Pada disk DVD video yang gambar direkam dari 2 sudut atau lebih, Anda dapat beralih dari satu sudut ke sudut yang lain selama

sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga. dimensi tersebut

Saran untuk penelitian selanjutnya dapat mengganti metode SIFT dalam mendapatkan fitur dari sebuah citra, sehingga diha- rapkan dapat melengkapi Singular Value Decomposition

Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa Allah Ta’ala telah menciptakan manusia ini dalam dua jenis, pria dan wanita. Dan sebagaimana telah diketahui pula bahwa kaum pria