INDIKATOR DAN STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN
DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA
Muhammad Nasir
Dosen Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. B.Aceh-Medan km.280,5 Buketrata, Lhokseumawe
Email: [email protected]
Abstrak
Tujuan Penelitian ini adalah untuk memetakan indikator-indikator utama penyebab kemiskinan dan secara rinci untuk mendapatkan informasi sejauh mana tingkat pencapaian indikator-indikator utama penyebab kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Badan Pusat Statistik (BPS) dan data dari instansi terkait lainnya. Metode yang digunakan untuk menganalisis data ini dengan pendekatan deskriptif dan kuantitatif. Hasil peneltian ini menunjukkan bahwa Kelompok 1 (termiskin: 10% terendah) mempunyai anggota rumah tangga paling banyak yakni sekitar 5,16 orang individu per rumahtangga. Selanjutnya kelompok 2 (10,01%-20% terendah) sebanyak 4,09 orang per rumahtangga, dan pada kelompok 3 (20,01%-30%) sebanyak 3,71 orang per rumahtangga. Jumlah anggota rumah tangga paling banyak terdapat pada kelompok rumahtangga paling miskin. Artinya, semakin banyak anggota rumah tangga, semakin parah tingkat kemiskinannya. Sebanyak 8,46% individu usia 5-14 tahun (anak-anak) turut bekerja; 62,35% individu usia 60+ (lansia) masih bekerja sementara 28,05% individu usia produktif (15-49 th), tidak bekerja/menganggur. Sebanyak 54,56 persen rumahtangga tidak mempunyai sarana buang air besar/WC dengan sebaran di Kecamatan Sawang 80,87 persen rumahtangga tidak punya dan di Kecamatan Baktiya Barat 79,47% di Kecamatan Baktiya 76,10%.
Diharapkan kedepan penanggulangan kemiskinan harus berlandaskan pada strategi: 1) Memperbaiki program perlindungan sosial; 2) Meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar; 3) Pemberdayaan kelompok masyarakat miskin; serta 3) Menciptakan pembangunan yang inklusif.
Kata kunci: Indikator, Karakteristik, dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Pendahuluan
Sejalan dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 serta mulainya pelaksanaan Otonomi Daerah sejak tahun 2001, maka upaya penanggulangan kemiskinan sekarang ini dilaksanakan secara terdesentralisasi. Peran pemerintah telah berubah dari pelaksana menjadi fasilitator, akselerator, dan regulator program pembangunan. Kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dalam koridor sistem yang terdesentralisasi dilakukan dengan: Melakukan upaya penanggulangan kemiskinan secara komprehensif dalam rangka pemberdayaan masyarakat miskin. Meningkatkan efektivitas pendayagunaan dana pusat dan daerah dalam membiayai program penanggulangan kemiskinan.
kemiskinan yang telah dilakukan selama tiga dekade disegala bidang umumnya disebabkan sangat rentannya kondisi masyarakat miskin terhadap perubahan kondisi politik, ekonomi, sosial, dan bencana alam yang terjadi.
Merujuk pada angka-angka kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara; pada tahun 2010 ada 124,4 ribu orang penduduk miskin. Hal ini berarti persentase penduduk miskin di Kabupaten Aceh Utara masih sekitar 23,43 % dari total penduduk yang pada tahun 2010 mencapai 529.791 jiwa. Dalam RPJMD Kabupaten Aceh Utara 2007 – 2011; ditargetkan persentase penduduk miskin menurun menjadi 19 % di tahun 2011 atau sekitar 2,4 % per tahun.
Didasari bahwa Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kabupaten Aceh Utara memerlukan upaya dan langkah taktis yang terpadu, dilakukan secara bertahap, terencana, menyeluruh, terukur dan berkesinambungan, serta menuntut keterlibatan semua pihak baik pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif), dunia usaha, LSM, organisasi kemasyarakatan, maupun masyarakat miskin itu sendiri agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perbaikan kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin; maka dokumen ini dibutuhkan keberadaannya.
Strategi ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi setiap stakeholder dalam segala upaya penanggulangan kemiskinan. Dokumen ini diharapkan dapat menjadi sarana pemersatu dan konsensus bersama antar pelaku program penanggulangan kemiskinan serta menjadi alat pengintegrasian semua kegiatan penanggulangan kemiskinan yang sesuai dengan karakteristik masyarakat dan segenap potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Aceh Utara.
Tujuan Penelitian ini adalah memetakan indikator-indikator utama penyebab kemiskinan dan secara rinci untuk mendapatkan informasi sejauh mana tingkat pencapaian indikator-indikator utama penyebab kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara.
Karakteristik dan Permasalahan Kemiskinan
1. Rumah tangga Individu Miskin
Untuk kelompok termiskin (Kelompok 1), rata-rata jumlah individu per rumahtangga paling banyak terdapat di Kecamatan Nisam Antara, yaitu 5,80 orang per rumahtangga. Disusul Kecamatan Pirak Timu dan Kecamatan Syamtalira Aron masing-masing sebanyak 5,59 orang pada setiap rumahtangga. Sebaliknya, di Kecamatan Cot Girek rata-rata jumlah anggota rumahtangga pada Kelompok 1 sebanyak 4,56 individu.
Sebanyak 4,70 individu per rumahtangga merupakan rata-rata anggota rumahtangga tertinggi pada rumahtangga miskin Kelompok 2 dan terdapat di Kecamatan Nisam Antara. Sementara rata-rata jumlah anggota rumahtangga terkecil pada kelompok ini terdapat di Kecamatan Cot Girek (3,50 individu per rumahtangga) dan Kecamatan Tanah Pasir (3,66 individu per rumahtangga).
2. Kelompok usia Masyarakat Miskin
Sebanyak 12,67 persen individu miskin di Kabupaten Aceh Utara berusia 0-5 tahun. Berarti pada usia tersebut mereka sangat membutuhkan asupan gizi yang baik. Disamping itu, pendidikan usia dini juga patut dipertimbangkan untuk mereka. Jumlah anak miskin 0-5 tahun terbanyak di Kecamatan Sawang (2.547 orang anak) dan Kecamatan Tanah Jambo Aye (2.513 orang anak), serta di Kecamatan Lhoksukon (2.201 orang anak).
penduduk miskin. Selain pendidikan dasar yang wajib diberikan kepada mereka, asupan makanan juga sangat dibutuhkan karena masih dalam masa pertumbuhan tubuh. Kekurangan gizi maupun ketiadaan pendidikan yang memadai untuk kedua kelompok tersebut akan menjadikan daerah ini kehilangan generasi.
3. Usia kelompok Miskin
Jika dikaji lebih jauh, untuk anak tidak sekolah umur 7-12 atau setingkat sekolah dasar, maka mereka semua akan mencapai 37 kelas jika setiap kelas berisi 30 orang anak didik. Sedangkan untuk usia 13-15 tahun mencapai 57 kelas, andaikan dibagi menjadi 3 tingkat kelas maka dibutuhkan 19 kelas masing-masing untuk kelas 1, 2, dan kelas 3. Untuk kelompok usia 16-18 tahun atau setara pendidikan sekolah menengah atas dibutuhkan sekitar 94 kelas rombongan belajar jika setiap kelas berisi sejumlah anak didik yang sama. Jika setiap tingkat terdapat sejumlah anak yang sama, maka setiap tingkat kelas untuk usia tersebut harus tersedia 31 rombongan belajar untuk masing-masing kelas 1, kelas 2, dan kelas 3.
Sungguh sesuatu yang sangat menyedihkan, jika didapati kenyataan masa depan mereka 10 tahun atau 20 tahun kedepan. Mungkin tidak pernah kita bayangkan. Tentu saja itu sangat merugikan dan membebani pembangunan daerah secara keseluruhan.
4. Kelompok Miskin Mengalami Penyakit Kronis
Di Kabupaten Aceh Utara, TNP2K setidaknya mencatat sebanyak 2.778 orang penyandang disabilitas yang berada pada kelompok masyarakat miskin. Sebanyak 43,59 persen diantaranya berada pada usia produktif (15-44 tahun). Sekitar 11,20 persen berusia kurang dari 15 tahun dan 25,63 persen berusia 60 tahun atau lebih. Sebanyak 45,22 persen individu berusia 5 tahun keatas dari kelompok miskin dari total 217.056 orang melakukan kegiatan bekerja. Mereka bekerja pada berbagai sektor pekerjaan untuk memperoleh penghasilan demi usaha memenuhi kebutuhan hidupnya.
5. Status Bekerja dan tidak Bekerja
Kenyataan yang lebih memperihatinkan diperoleh fakta bahwa sekitar 4,18 persen penduduk yang bekerja masih berusia 5-14 tahun. Padahal pada usia tersebut mereka membutuhkan pendidikan yang cukup. Belajar bekerja dengan membantu orangtua misalnya, merupakan kegiatan yang baik untuk pembelajaran. Namun jangan sampai kegiatan bekerja tersebut mengganggu proses pembelajaran dalam pendidikan, demi memperoleh pendapatan untuk membantu penghidupan keluarga yang kekurangan.
6. Sektor Pekerjaan Masyarakat Miskin
Kepala rumahtangga kelompok miskin mayoritas bekerja pada sektor pertanian, yakni mencapai 87 persen yang terbagi pada subsektor pertanian tanaman padi dan palawija, hortikultura, perkebunan, perikanan tangkap, perikanan budidaya, peternakan, dan kehutanan/pertanian lainnya. Namun penduduk paling banyak menggantungkan penghidupannya pada subsektor pertanian tanaman padi dan palawija, yakni mencapai 71,24 persen dari seluruh kepala rumahtangga yang bekerja. Subsektor perkebunan juga cukup banyak dijalani oleh kepala rumahtangga yang mencapai 10,54 persen.
7. Status Kepemilikan Rumah Masyarkat Miskin
Antara (96,72 persen), Langkahan (96, 11 persen), Tanah Luas (95,76 persen), dan Kecamatan Lapang (95,22 persen).
8. Informasi Sumber Air Minum Rumah Tangga Miskin
Sekitar 41,35 persen rumahtangga atau tepatnya sebanyak 23.174 rumahtangga menggunakan sumber air minum dari sumber tidak terlindung. Artinya mereka menggunakan air minum yang berasal dari sumber yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Sumber air minum tidak terlindung berarti bekas air yang telah dipakai dapat mengalir kembali ke sumbernya, misalnya sumur yang tidak terlindung dimana air bekas pakai tidak dialirkan melalui saluran pembuangan agar tidak mengalir kembali ke dalam sumur. Sebanyak 51,42 persen rumahtangga telah menggunakan sumber air minum yang terlindung dan 5,71 persen menggunakan sumber air minum yang berasal dari ledeng. Hanya sebagian kecil (1,52 persen) dari mereka yang telah menggunakan air kemasan sebagai air minum.
9. Sumber Penerangan Utama Rumah Tangga
Sekitar 6.910 rumahtangga atau 12,51 persen dari keseluruhan rumahtangga miskin tidak memiliki listrik sebagai sumber penerangan. Sebanyak 2,10 persen rumahtangga menggunakan listrik meskipun bukan berasal dari listrik PLN. Sedangkan sebagian besar (85,39 persen) telah menikmati aliran listrik dari PLN sebagai sumber penerangan utama. Beberapa kecamatan yang mempunyai jumlah rumahtangga miskin cukup besar yang belum menggunakan listrik sebagai penerangan utama antara lain di Kecamatan Sawang yaitu sebanyak 1.009 atau 19,75 persen dari total rumahtangga. Sebanyak 657 rumahtangga (25,28 persen) di Kecamatan Langkahan belum menggunakan listrik dan di Kecamatan Tanah Jambo Aye tercatat 634 rumahtangga (15,96 persen) belum menikmati aliran listrik di rumah mereka.
10. Bahan Bakar Utama untuk Memasak Rumah Tangga
Hampir 85 persen rumahtangga kelompok miskin di Kabupaten Aceh Utara menggunakan bahan bakar selain listrik/gas/elpiji untuk keperluan memasak. Penggunaan bahan bakar utama untuk memasak selain seperti tersebut sebelumnya cukup bervariasi antar kecamatan. Paling rendah di Kecamatan Cot Girek (42,12 persen) dan Kecamatan Syamtalira Bayu (58,94 persen). Sebaliknya, tertinggi mencapai 98,26 persen di Kecamatan Meurah Mulia dan di Kecamatan Baktiya yang tercatat 96,40 persen.
11. Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar Rumah Tangga
Fasilitas tempat buang air besar merupakan kebutuhan mendasar setiap rumahtangga, karena ketiadaan fasilitas ini sangat terkait dengan kesehatan penghuninya. Rumahtangga miskin yang mempunyai fasilitas sendiri hanya sebanyak 18.189 rumahtangga atau 32,94 persen dari seluruh rumahtangga kelompok miskin. Sementara 54,56 persen rumahtangga tidak mempunyai fasilitas buang air besar sendiri maupun bersama, serta sisanya sekitar 12,50 persen rumahtangga lainnya menggunakan fasilitas buang air besar bersama-sama.
Indikator Kemiskinan
Pemenuhan Hak Dasar. Permasalahan dan faktor penyebab kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara yang meliputi faktor ekonomi; pendidikan dan pelayanan kesehatan dapat kita kelompokkan lagi menjadi masalah pemenuhan hak dasar. Pemenuhan hak dasar ini meliputi:
kerja dan berusaha sehingga ada yang menganggur penuh atau yang setengah menganggur. Bila ditelusuri lebih jauh faktor penyebabnya adalah : 2. Terbatasnya Akses Pendidikan : Masyarakat miskin mempunyai akses yang
rendah terhadap pendidikan formal dan non formal. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah prasarana dan sarana pendidikan terutama pada daerah terpencil.
3. Terbatasnya Akses Layanan Kesehatan : Masyarakat miskin menghadapi masalah keterbatasan akses layanan kesehatan dan rendahnya status kesehatan yang berdampak pada rendahnya daya tahan mereka untuk bekerja dan mencari nafkah, terbatasnya kemampuan anak dari keluarga untuk tumbuh dan berkembang, dan rendahnya derajat kesehatan ibu. 4. Terbatasnya Kecukupan dan Mutu Pangan : Pemenuhan kebutuhan pangan
yang layak dan memenuhi persyaratan gizi masih menjadi masalah bagi masyarakat miskin. Terbatasnya kecukupan dan kelayakan mutu pangan berkaitan dengan rendahnya daya beli, ketersediaan pangan yang tidak merata, ketergantungan tinggi terhadap beras dan terbatasnya diversifikasi pangan.
Faktor sosial Budaya. Penyebab ketidakberdayaan dan keterdiaman si miskin terutama ada tiga, yaitu Pola Pikir berupa Sikap mental dan motivasi untuk keluar dari kemiskinan; Tidak mampu berinteraksi sosial; Motivasi rendah dan cenderung malas dan Belum optimalnya partisipasi pihak perempuan dlm keluarga ; Kurangnya penguatan peran serta masyarakat. Masalah ini ditambah lagi dengan (a) Terhambatnya mobilitas sosial ke atas, (b) Rendahnya keterlibatan dalam kegiatan ekonomi, dan (c ) Rendahnya partisipasi dalam penentuan kebijakan publik. Terhambatnya mobilitas sosial ke atas terutama disebabkan oleh kemalasan, rendahnya motivasi pengembangan diri serta pendidikan yang rendah dari masyarakat yang masih miskin, dibandingkan, sebab tertekannya hak – hak dasar. Karena di Kabupaten Aceh Utara masih banyak peluang usaha yang dapat diusahakan oleh masyarakat, jika masyarakat mau bekerja, karena daerah ini dikaruniai potensi alam yang masih melimpah.
Faktor kedua adalah faktor perilaku atau budaya masyarakat, Selama ini pola masyarakat dalam mencari nafkah adalah dengan cara eksploitasi sumberdaya alam dengan pola ini masyarakat tinggal mengambil apa yang ada di alam tanpa pernah memeliharanya, ketika sumberdaya mengalami degradasi, masyarakat belum siap untuk berubah menjadi pembudidaya.
Prasarana Wilayah. Kurang lancarnya / rusaknya prasarana perhubungan; Tempat tinggal terisolasi dan Tidak adanya air bersih. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. Air bersih didefinisikan sebagai air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Masyarakat miskin seringkali menghadapi kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan aman. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air, belum terjangkau oleh jaringan distribusi, menurunnya mutu sumber air, serta kurangnya kesadaran akan pentingnya air bersih dan sanitasi untuk kesehatan.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Penanggulangan kemiskinan harus berlandaskan pada strategi: 1) Memperbaiki program perlindungan sosial; 2) Meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar; 3) Pemberdayaan kelompok masyarakat miskin; serta 3) Menciptakan pembangunan yang inklusif.
Beberapa program Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah lainnya yang layak dipertimbangkan antara lain: Terangi Rumah Miskin, Administrasikan Orang Miskin, Pemberdayaan KRT Perempuan. Seperti diketahui bahwa lebih dari 30 rumahtangga miskin dikepalai oleh perempuan. ‘Atur Kelahiran’ , Berdayakan Warga Disabilitas. Mendorong masyarakt untuk Berkebun, bertenak. Selanjutnya perlu juga dirancang program Satu Desa Satu Unggulan.
Kebijakan-program kemiskinan selama ini masih ditemukan kesalahan dalam pendekatan (paradigma) baik di dalam perumusan kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang masih berpijak pada blueprint approach sebagaimana lazim diterapkan pada bidang-bidang tehnik, sedangkan kemiskinan adalah masalah sosial-ekonomi. Para birokrat haruslah merubah pola sikap (mindset) dari blueprit approach dimana simiskin hanya dianggap sebagai objek belaka ke pendekatan
social learning dalam proses indentifikasi, kebijakan, program dan kegiatan kearah proses pemberdayaan terhadap kaum miskin yang tidak hanya sebagai obyek tetapi juga simiskin dijadikan sebagai subjek.
Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya.
Kedepan diharapkan dana bantuan dapat secara langsung digunakan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), seperti dibebaskannya biaya sekolah, seperti sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), serta dibebaskannya biaya-biaya pengobatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).
Pendampingan melalui inovasi teknologi dan pembinaan usaha menjadi sangat penting karena berfungsi membangkitkan semangat, kreativitas, dan perubahan di kalangan warga miskin agar mampu berdaya di segala sektor kehidupannya.
Referensi
[1] Agusta, Ivanovich. 2011. Proyek Kemiskinan dari Donor. TPKD.http:\\tkpkd.org
[2] Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara. 2011. Aceh Utara Dalam Angka 2011. BPS Kabupaten Aceh Utara. Lhoksukon.
[3] Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara. 2011. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Utara 2007-2010. BPS Kabupaten Aceh Utara. Lhoksukon.
[4] Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2011. Aceh Dalam Angka 2011. BPS Provinsi Aceh. Banda Aceh.
[5] BAPPEDA Kabupaten Tanah Laut. 2008.Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kabupaten Tanah Laut Tahun 2009-2013. Bappeda Kabupaten Tanah Laut dan Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat. Pelaihari.
[7] Kemenkokesra RI. 2010. Panduan Penyusunan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP).EdisiAgustus 2010. Decentralized Basic Education 1Management & Governance. Jakarta.
[8] Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2011. Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2012.Disampaikan dalam acaraMusyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi Jambi. Jambi.
[9] Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI. 2012. Program Percepatan Dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Di Indonesia. Bahan Rapat Kerja Pemerintah 2012. Jakarta.
[10] Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010 Tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Dan Kabupaten/Kota.Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 337. Menteri Dalam NegeriRepublik Indonesia. Jakarta.
[11] P2KP RI. 2010. Tata Cara Pelaksanaan Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (PPM) di Tingkat Kelurahan/Desa. P2KP. Jakarta.
[12] Prasetyo, Anom B. 2012. Siasat Melawan Kemiskinan. TPKD.http:\\tkpkd.org
[13] Putra, Anom Surya.2011. Urgensitas Intervensi Kebijakan: Turunnya Angka Kemiskinan dan Kenaikan Ketimpangan Sosial. TPKD.http:\\tkpkd.org
[14] Ritonga, Hamonangan. 2011. Penyebab Kegagalan Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. TPKD.http:\\tkpkd.org
[15] Rizky, Awalil. 2012. Kemiskinan Indonesia: Dientaskan atau Dikurangi? TPKD.http:\\tkpkd.org
[16] Safii, H.M. 2012. Kemiskinan di Mata Para Birokrat Pemerintah Daerah. TPKD.http:\\tkpkd.org
[17] Sekretaris Kabinet Republik Indonesia. 2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
[18] Sekretaris Kabinet Republik Indonesia. 2009. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
[19] Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). 2011. Panduan Penanggulangan Kemiskinan, Buku Pegangan Resmi TKPK Daerah. SekretariatWapres Republik Indonesia. Jakarta.
[20] Tim Sekretariat Pembinaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan Kabupaten/Kota. 2011. Pedoman Penggunaan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD). Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri. Jakarta.
[21] ______________. 2012. Membandingkan Tujuan dan Pengertian Kemiskinan Absolut (Sangat Miskin; Miskin dan Hampir Miskin) dan Kemiskinan Relatif (10%; 20% dan 30% terbawah). TNP2K RI. Jakarta.
[22] ______________. 2012. Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial, TNP2K, Maret 2012. TNP2K RI. Jakarta.
[23] ______________. 2011. Indikator Kesejahteraan Daerah Provinsi Aceh. Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. Jakarta.
[24] ______________. 2010. Penanggulangan Kemiskinan:Situasi Terkini, Target Pemerintah, danProgram Percepatan. Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. Jakarta.
[25] ______________. 2010. Indikator Kesejahteraan – Buku I: Kemiskinan.Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. Jakarta.
[26] ______________. 2010. Penanggulangan Kemiskinan: Situasi Terkini, Target Pemerintah, dan Program Percepatan.Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. Jakarta.